Ini Aturan Status Subjek Pajak WNI di Luar Negeri Menurut PMK 18/2021

IKPI, Jakarta: Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Keuangan telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 18/PMK.03/2021 yang mengatur pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja di bidang perpajakan. Salah satu poin penting dalam aturan ini adalah ketentuan mengenai status subjek pajak luar negeri bagi Warga Negara Indonesia (WNI) yang tinggal di luar negeri.

Kriteria Subjek Pajak Luar Negeri

Berdasarkan Pasal 3 PMK 18/2021, seseorang dapat dikategorikan sebagai subjek pajak luar negeri jika memenuhi salah satu dari ketentuan berikut:

• Tidak bertempat tinggal di Indonesia.

• Warga Negara Asing (WNA) yang berada di Indonesia kurang dari 183 hari dalam 12 bulan.

• WNI yang berada di luar negeri lebih dari 183 hari dalam 12 bulan, serta memenuhi sejumlah persyaratan tambahan, seperti:

• Memiliki tempat tinggal tetap di luar Indonesia.

• Sumber penghasilan berasal dari luar Indonesia.

• Menjadi anggota organisasi keagamaan, pendidikan, sosial, atau kemasyarakatan di negara setempat.

• Menjadi subjek pajak dalam negeri negara atau yurisdiksi lain.

Proses Pengajuan Status Subjek Pajak Luar Negeri

Untuk memperoleh Surat Keterangan WNI Memenuhi Persyaratan Menjadi Subjek Pajak Luar Negeri, WNI harus mengajukan permohonan kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dengan melampirkan dokumen yang membuktikan bahwa mereka memenuhi persyaratan yang ditetapkan. Permohonan ini dapat dilakukan secara elektronik atau secara langsung melalui Kantor Pelayanan Pajak (KPP) terdaftar.

Dalam permohonan ini, pemohon harus menyertakan surat keterangan domisili atau dokumen lain dari otoritas pajak negara tujuan, yang minimal mencantumkan nama WNI, tanggal penerbitan, periode berlaku, serta tanda tangan pejabat berwenang.

Regulasi ini bertujuan untuk memberikan kepastian hukum bagi WNI yang tinggal di luar negeri, sehingga mereka tidak dikenakan pajak ganda. Di sisi lain, aturan ini juga memastikan bahwa WNI yang tetap memiliki keterikatan ekonomi dengan Indonesia tetap menjalankan kewajiban perpajakannya sesuai ketentuan yang berlaku.

Dengan adanya PMK 18/2021 ini, diharapkan sistem perpajakan Indonesia menjadi lebih transparan dan adil bagi seluruh wajib pajak, baik di dalam maupun luar negeri. (alf)

 

 

Wajib Pajak Bisa Ajukan Perpanjangan Waktu Pelaporan SPT Tahunan , Ini Prosedurnya!

IKPI, Jakarta: Batas waktu pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) orang pribadi untuk masa pajak 2024 semakin dekat, yakni pada 31 Maret 2025. Namun, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memberikan kesempatan bagi Wajib Pajak untuk mengajukan permohonan perpanjangan waktu pelaporan SPT Tahunan.

Direktur P2Humas DJP, Dwi Astuti, menjelaskan bahwa pengajuan perpanjangan waktu pelaporan SPT tahunan, baik untuk Wajib Pajak orang pribadi maupun badan, telah diatur dalam Pasal 4 (2) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 21/PJ/2009 dan Pasal 14 Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 243/PMK.03/2014.

Ini syarat dan prosedurnya:

• Alasan Perpanjangan

Wajib Pajak harus menyampaikan alasan perpanjangan waktu pelaporan. Contohnya, usaha yang tersebar di lebih dari satu kota sehingga laporan keuangan belum dikonsolidasi atau Kantor Akuntan Publik (KAP) belum menyelesaikan audit laporan keuangan perusahaan.

• Pengajuan Secara Tertulis

Permohonan harus disampaikan secara tertulis ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat Wajib Pajak terdaftar dengan formulir yang telah ditentukan:

• Formulir 1771-Y untuk SPT Tahunan PPh badan,

• Formulir 1770-Y untuk SPT Tahunan PPh orang pribadi,

• Formulir 1771-$Y untuk SPT Tahunan PPh badan yang menggunakan mata uang dolar AS.

• Dokumen Pendukung

Wajib Pajak wajib melampirkan:

• Penghitungan sementara pajak terutang dalam satu tahun pajak,

• Laporan keuangan sementara,

• Surat Setoran Pajak (SSP) atau dokumen administrasi lain yang memiliki kedudukan setara dengan SSP.

Batas Waktu Perpanjangan 

Berdasarkan Pasal 13 PMK Nomor 243/PMK.03/2014, Wajib Pajak badan dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian SPT Tahunan paling lama dua bulan setelah batas waktu penyampaian SPT Tahunan dengan syarat telah menyampaikan pemberitahuan dan mendapat persetujuan dari DJP.

• Wajib Pajak orang pribadi dapat memperpanjang waktu pelaporan hingga 31 Mei 2025. Jika melewati batas waktu ini, akan dikenakan sanksi keterlambatan sebesar Rp100 ribu, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP).

• Wajib Pajak badan dapat memperpanjang waktu pelaporan hingga 30 Juni 2025. Jika melewati batas waktu ini, akan dikenakan sanksi keterlambatan sebesar Rp1 juta sesuai dengan UU KUP.

DJP mengimbau Wajib Pajak untuk segera mengajukan perpanjangan jika mengalami kendala dalam pelaporan SPT guna menghindari sanksi administratif. (alf)

 

Trump Umumkan Tarif Baru, Indonesia Kena Dampak Besar

IKPI, Jakarta: Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, mengumumkan kebijakan tarif baru yang akan dikenakan pada hampir semua barang impor ke AS. Langkah ini mencakup tarif dasar sebesar 10% serta kebijakan ‘Tarif Timbal Balik’ yang diberlakukan terhadap sejumlah negara, termasuk Indonesia.

“Ini adalah deklarasi kemerdekaan ekonomi kami,” ujar Trump dalam pidatonya saat mengumumkan kebijakan tersebut. Ia menegaskan bahwa pendapatan dari tarif ini akan digunakan untuk mengurangi pajak dan membayar utang nasional AS.

Dalam konferensi pers tersebut, Trump mengangkat sebuah bagan besar berjudul ‘Tarif Timbal Balik’. Bagan ini menampilkan daftar negara beserta tarif yang dikenakan terhadap barang-barang AS serta tarif balasan yang kini diberlakukan AS terhadap negara-negara tersebut.

Indonesia Terkena Dampak Besar

Indonesia termasuk dalam daftar negara yang dikenakan tarif balasan. Menurut bagan tersebut, Indonesia menerapkan tarif sebesar 64% terhadap barang-barang dari AS. Sebagai tanggapan, AS akan mengenakan tarif sebesar 32% terhadap barang-barang asal Indonesia yang masuk ke pasar Amerika.

“Mereka mengenakan biaya kepada kami, kami mengenakan biaya kepada mereka. Bagaimana mungkin ada orang yang marah?” kata Trump. Ia juga menyoroti China dan Uni Eropa yang disebutnya telah “menipu” AS dengan tarif yang tidak proporsional.

Lebih lanjut, Trump menyatakan bahwa banyak negara telah memperlakukan AS dengan tidak adil dalam perdagangan internasional. Oleh karena itu, AS akan mengenakan tarif balasan dengan besaran sekitar setengah dari tarif yang dikenakan negara lain terhadap AS. “Saya bisa saja menerapkan tarif yang sama besar, tetapi itu akan sulit bagi banyak negara,” ujar Trump.

Tarif Tambahan untuk Mobil Luar Negeri

Selain tarif umum, Trump juga mengumumkan kebijakan khusus untuk impor mobil. Ia menyoroti ketidakseimbangan dalam perdagangan otomotif, terutama dengan Korea Selatan dan Jepang.

Menurut Trump, lebih dari 80% mobil di Korea Selatan dan lebih dari 90% mobil di Jepang adalah buatan lokal, sedangkan mobil buatan AS hanya memiliki pangsa kecil di negara-negara tersebut. “Ford menjual sangat sedikit,” keluh Trump, seraya menyatakan bahwa ketimpangan ini telah “menghancurkan” industri otomotif AS.

Sebagai langkah tegas, AS akan mulai memberlakukan tarif 25% pada semua mobil buatan luar negeri mulai 3 April, pukul 00:00 waktu AS bagian timur (13:00 WIB). Kebijakan ini merupakan bagian dari rangkaian tarif baru yang akan diterapkan secara bertahap:

• 3 April, 00:00 EST (13:00 WIB): Tarif 25% untuk semua mobil buatan luar negeri.

• 5 April, 12:01 EST (13:01 WIB): Tarif dasar 10% untuk semua negara.

• 9 April, 12:01 EST (13:01 WIB): Tarif timbal balik yang lebih tinggi.

Dengan kebijakan ini, dampak terhadap ekonomi global, termasuk Indonesia, diperkirakan akan signifikan. Pemerintah dan pelaku bisnis di Indonesia kini harus bersiap menghadapi konsekuensi dari kebijakan perdagangan proteksionis yang diterapkan AS. (alf)

 

DJP Targetkan Kepatuhan SPT Tahunan 2025 Capai 81,92 Persen

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan menargetkan tingkat kepatuhan dalam penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan pada tahun 2025 mencapai 81,92 persen. Hal ini diungkapkan oleh Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Dwi Astuti, dalam keterangan tertulis pada Rabu (2/4/2025).

“DJP menetapkan target kepatuhan SPT Tahunan untuk penyampaian di tahun 2025 sebanyak 16,21 juta SPT Tahunan atau sekitar 81,92 persen dari total wajib pajak yang wajib melaporkan SPT,” ujar Dwi. Diketahui, total wajib pajak yang seharusnya melapor SPT mencapai 19,78 juta.

Hingga Selasa (1/4/2025) pukul 00.01 WIB, DJP mencatat total SPT Tahunan yang telah disampaikan mencapai 12,34 juta. Dari jumlah tersebut, sebanyak 12 juta merupakan SPT Tahunan orang pribadi, sementara 338,2 ribu adalah SPT Tahunan badan.

Sebagian besar penyampaian SPT dilakukan secara elektronik. Rinciannya, 10,56 juta SPT melalui e-filing, 1,33 juta melalui e-form, dan 629 melalui e-SPT. Sementara itu, sebanyak 446,23 ribu SPT masih disampaikan secara manual ke Kantor Pelayanan Pajak.

Adapun batas akhir pembayaran Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 29 dan penyampaian SPT Tahunan wajib pajak orang pribadi untuk tahun pajak 2024 jatuh pada 31 Maret 2025. Namun, bertepatan dengan libur nasional dan cuti bersama dalam rangka Hari Suci Nyepi Tahun Baru Saka 1947 serta Idul Fitri 1446 Hijriah, DJP menyadari potensi keterlambatan pelaporan akibat terbatasnya jumlah hari kerja di bulan Maret.

Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah menerbitkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak (Kepdirjen Pajak) Nomor 79/PJ/2025 yang memberikan keringanan bagi wajib pajak pribadi dalam menyampaikan SPT Tahunan. Kepdirjen Pajak ini mengatur penghapusan sanksi administratif atas keterlambatan pembayaran PPh Pasal 29 dan pelaporan SPT Tahunan tahun pajak 2024. Dengan demikian, pembayaran dan pelaporan SPT masih dapat dilakukan setelah tanggal jatuh tempo, yakni mulai 31 Maret hingga paling lambat 11 April 2025, tanpa dikenakan Surat Tagihan Pajak (STP).

Dwi mengimbau kepada wajib pajak yang belum menyampaikan SPT Tahunan tahun pajak 2024 agar segera melaporkannya sebagai bentuk kepatuhan pajak. “Kami mengajak seluruh wajib pajak untuk segera melaporkan SPT-nya guna mendukung kepatuhan pajak yang lebih baik,” ujarnya. (alf)

 

 

Kanwil DJP Papabrama Beri Edukasi Pajak Mahasiswa di Papua

IKPI, Jakarta: Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Papua, Papua Barat, dan Maluku (Kanwil DJP Papabrama) menggelar edukasi perpajakan bagi mahasiswa di Papua. Kegiatan ini bertujuan menanamkan rasa tanggung jawab sebagai wajib P

Pajak dan calon wajib pajak agar mereka dapat menjadi kontributor yang baik bagi masyarakat.

Kepala Bidang Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Kanwil DJP Papabrama, Theresia Naniek Widyaningsih, dalam keterangannya, Rabu (6/3/2025), menegaskan pentingnya kesadaran pajak sejak dini bagi mahasiswa.

“Sebagai warga negara Indonesia, sangat penting untuk memiliki kesadaran sebagai wajib pajak dan calon wajib pajak. Oleh sebab itu, kini kami memberikan edukasi dan sosialisasi terkait manfaat pajak kepada mahasiswa di Papua,” ujar Theresia.

Menurutnya, pemahaman pajak sejak dini dapat membantu generasi muda memahami kewajiban mereka secara mandiri di masa depan. Ia juga menyampaikan bahwa pada Selasa (5/3/2025) lalu, edukasi perpajakan telah dilakukan di Universitas Ottow Geissler Papua dan dalam waktu dekat akan menyasar perguruan tinggi lainnya di Tanah Papua.

“Kesadara pajak harus ditanamkan sejak dini karena mahasiswa sebagai calon profesional dan pelaku usaha nantinya akan berperan penting dalam perekonomian dan kepatuhan pajak di Tanah Papua,” jelasnya.

Theresia menambahkan bahwa setidaknya mahasiswa di Universitas Ottow Geissler Papua kini telah memahami dasar-dasar perpajakan, manfaat pajak bagi negara, serta kewajiban perpajakan yang harus diketahui sejak dini.

Sementara itu, Kepala Seksi Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat Kanwil DJP Papabrama, Ricky F. Argamaya, menjelaskan bahwa dalam sosialisasi ini pihaknya menyampaikan materi mengenai regulasi pajak yang berlaku serta dampaknya terhadap perekonomian nasional.

“Dengan adanya kegiatan ini, diharapkan semakin banyak mahasiswa yang memahami dan mendukung sistem perpajakan sebagai bagian dari kontribusi dalam pembangunan negara,” kata Ricky.

Kanwil DJP Papabrama berharap edukasi ini dapat meningkatkan kesadaran pajak di kalangan mahasiswa, sehingga di masa mendatang mereka dapat menjadi wajib pajak yang patuh dan berkontribusi positif bagi perekonomian Indonesia. (alf)

 

Fitur “Posting SPT” Diklaim Permudah Pelaporan PPN di Coretax

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) terus berinovasi meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajak, khususnya Pengusaha Kena Pajak (PKP), melalui penyempurnaan fitur pada aplikasi Coretax. Kini, DJP resmi meluncurkan fitur “Posting SPT” dalam konsep SPT Masa PPN untuk memudahkan proses finalisasi dan pelaporan pajak.

Fitur “Posting SPT”: Efisiensi dan Akurasi Data 

Fitur terbaru ini dirancang untuk membantu PKP dalam:

1. Memperbarui data faktur pajak secara otomatis sebelum submit SPT, memastikan data pada induk SPT Masa PPN selalu terkini.

2. Mencegah duplikasi data yang kerap menjadi kendala dalam pelaporan.

3. Mengatasi masalah teknis seperti data faktur yang tidak muncul, sebagian terprepopulasi, atau kesalahan penghitungan.

Dengan menekan tombol “Posting SPT”, Wajib Pajak dapat memfinalkan draft SPT Masa PPN sekaligus memverifikasi kelengkapan data sebelum dikirim ke DJP. Fitur ini tersedia pada versi Coretax 1.1.2-build-1943 dan dapat diakses melalui menu Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPN.

Manfaat bagi PKP

– Akurasi lebih tinggi dalam pelaporan berkat sinkronisasi data faktur.

– Efisiensi waktu dengan mengurangi risiko revisi akibat kesalahan data.

– Kemudahan identifikasi masalah seperti faktur terhitung ganda atau belum masuk.

Langkah Penggunaan

1. Buka menu SPT Masa PPN di Coretax.

2. Pilih Posting SPT untuk memperbarui data faktur.

3. Verifikasi data pada induk SPT (lampiran A-1, A-2, B-1, dll.).

4. Submit SPT setelah data dipastikan akurat.

Respons Positif dari Wajib Pajak

Fitur ini diharapkan mampu mengurangi kendala teknis yang selama ini kerap dialami PKP, terutama dalam masa tunggu data faktur atau ketidaksesuaian penghitungan PPN. DJP juga menyediakan panduan penggunaan melalui portal “Layanan Wajib Pajak” untuk memandu pengguna baru.

“Ini solusi tepat untuk menghindari pembetulan SPT akibat human error atau duplikasi data,” ujar DJP.

DJP mengimbau PKP memanfaatkan fitur ini demi pelaporan yang lebih efisien. Untuk informasi lebih lanjut, kunjungi www.pajak.go.id atau hubungi Contact Center DJP di 1500200. (alf)

 

 

 

 

 

Pemeliharaan Sistem, Aplikasi Coretax DJP Tidak Dapat Diakses Sementara 

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mengumumkan bahwa layanan aplikasi Coretax tidak dapat diakses sejak Selasa (1/4/2025) pukul 18.00 WIB hingga Rabu (2/4/2025) pukul 12.00 WIB. Hal ini disebabkan oleh adanya pemeliharaan sistem yang mengakibatkan downtime (waktu henti) pada platform tersebut.

Dalam surat pengumuman Nomor PENG-24/PJ.09/2025 yang ditandatangani oleh Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Dwi Astuti, disebutkan bahwa seluruh layanan Coretax DJP di laman [https://coretaxdjp.pajak.go.id](https://coretaxdjp.pajak.go.id) tidak dapat digunakan selama periode tersebut.

“Berkaitan dengan hal tersebut, kami sampaikan permohonan maaf atas ketidaknyamanan yang ditimbulkan,” tulis DJP dalam pernyataannya.

Pemeliharaan ini dilakukan sebagai upaya DJP untuk meningkatkan kualitas layanan, mengoptimalkan kinerja sistem, serta menangani berbagai kendala yang pernah dilaporkan oleh wajib pajak. DJP juga menyampaikan apresiasi atas masukan dari masyarakat.

“Terima kasih atas masukan berharga dan kepercayaan yang telah diberikan,” tambah pernyataan tersebut.

Diharapkan setelah pemeliharaan selesai, aplikasi Coretax dapat beroperasi dengan lebih stabil dan lancar, mendukung kelancaran pelaporan dan pembayaran pajak bagi wajib pajak di seluruh Indonesia.  (alf)

 

 

DJP Imbau Wajib Pajak Segera Laporkan SPT

IKPI, Jakarta: Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti, mengimbau wajib pajak yang belum melaporkan SPT Tahunan PPh 2024 untuk segera memenuhi kewajibannya guna menghindari sanksi administrasi. Bagi wajib pajak orang pribadi, batas waktu pelaporan berakhir pada 31 Maret 2025, sedangkan wajib pajak badan masih dapat melaporkan hingga 30 April 2025.

Diungkapkannya, sanksi denda bagi yang terlambat melapor adalah Rp100.000 untuk wajib pajak orang pribadi dan Rp1 juta untuk wajib pajak badan. Namun, DJP memberikan relaksasi berupa pembebasan denda bagi wajib pajak orang pribadi yang melaporkan SPT sebelum 11 April 2025.

Kebijakan relaksasi ini tertuang dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak (Kepdirjen) Nomor 79/PJ/2025. Pemberian keringanan ini dilakukan karena batas waktu pelaporan SPT bertepatan dengan libur Nyepi dan Lebaran 2025, yang mungkin menyulitkan sebagian wajib pajak.

“Kami mengimbau kepada Wajib Pajak yang belum lapor SPT agar segera melaporkan SPT-nya. Terima kasih kepada Wajib Pajak yang telah patuh dalam menjalankan kewajiban perpajakannya,” kata Dwi, melalui keterangan tertulisnya, Rabu (2/4/2025).

Dengan adanya relaksasi ini, DJP berharap lebih banyak wajib pajak yang segera memenuhi kewajiban pelaporannya sehingga target kepatuhan dapat tercapai. Pihaknya juga terus mendorong wajib pajak untuk memanfaatkan layanan elektronik guna memudahkan proses pelaporan.

Masyarakat dapat mengakses informasi lebih lanjut melalui laman resmi DJP atau menghubungi call center pajak untuk bantuan teknis. DJP juga mengingatkan bahwa kepatuhan dalam pelaporan SPT tidak hanya menghindari sanksi, tetapi juga menjadi bukti kontribusi dalam pembangunan negara.

Hingga saat ini, tingkat kepatuhan pelaporan SPT Tahunan masih perlu ditingkatkan. DJP akan terus melakukan sosialisasi dan pendampingan kepada wajib pajak untuk memastikan pemenuhan kewajiban perpajakan berjalan optimal. (alf)

 

 

Realisasi Pelaporan SPT Tahunan 2024 Masih Jauh dari Target

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mencatat realisasi pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) Tahun Pajak 2024 masih jauh dari target yang ditetapkan. Hingga 1 April 2025 pukul 00.01, baru 12,34 juta wajib pajak yang telah melaporkan SPT, terdiri dari 12 juta wajib pajak orang pribadi dan 338.200 wajib pajak badan.

DJP sebelumnya menargetkan kepatuhan pelaporan SPT Tahunan 2025 mencapai 16,21 juta SPT atau 81,92% dari total 19,8 juta wajib pajak yang wajib melapor. Namun, realisasi saat ini baru mencapai 74,34% dari target dan hanya 62,32% dari total wajib pajak.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Dwi Astuti, menjelaskan bahwa target kepatuhan tidak dihitung hanya dalam tiga bulan, melainkan berlaku selama satu tahun.

“Target kami lebih rendah dari jumlah wajib pajak wajib lapor karena mempertimbangkan wajib pajak aktif,” ujarnya dalam keterangan tertulisnya, Rabu (2/4/2025).

Data DJP menunjukkan bahwa mayoritas pelaporan SPT dilakukan secara elektronik. Sebanyak 10,56 juta SPT dilaporkan melalui e-filing, 1,33 juta melalui e-form, dan 629 melalui e-SPT.

Sementara itu, 446.230 SPT masih disampaikan secara manual ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP). (alf)

Kebijakan Kenaikan Tarif Pajak Presiden Trump Menjadi yang Terbesar dalam Sejarah AS

IKPI, Jakarta: Asisten Gedung Putih Peter Navarro memperkirakan bahwa kebijakan tarif pajak Presiden Donald Trump akan menghasilkan pendapatan pajak hingga US$6 triliun dalam satu dekade ke depan. Jika angka ini terealisasi, maka kebijakan tersebut akan menjadi kenaikan pajak terbesar dalam sejarah Amerika Serikat.

Menurut Navarro, jika disesuaikan dengan inflasi, jumlah ini bahkan tiga kali lipat lebih besar dibandingkan kenaikan pajak yang diberlakukan AS untuk membiayai Perang Dunia II pada tahun 1942. Meskipun demikian, Navarro yang juga menjabat sebagai penasihat senior Trump di bidang perdagangan dan manufaktur menegaskan bahwa target ini tidak akan membebani warga Amerika secara langsung, melainkan akan dikenakan pada dunia usaha.

“Pesan yang ingin kami sampaikan adalah bahwa tarif pajak merupakan pemotongan pajak, tarif menciptakan lapangan kerja, dan tarif merupakan bagian dari keamanan nasional,” ujar Navarro dalam wawancara dengan Fox News Sunday yang dikutip dari CNN, Selasa (1/4/2025).

Tarif Pajak akan ‘Membuat Amerika Hebat Lagi’

Presiden Trump telah mengumumkan kenaikan tarif tambahan pada hari ini, yang disebutnya sebagai “Hari Pembebasan.” Kenaikan tarif ini akan diterapkan pada berbagai jenis barang impor sebagai bentuk respons atas hambatan perdagangan yang diberlakukan negara lain terhadap ekspor AS.

Sebelumnya, Trump telah menaikkan tarif untuk semua barang impor dari China, Meksiko, dan Kanada, termasuk kenaikan pajak hingga 25 persen untuk mobil impor yang akan berlaku dalam minggu ini.

Navarro menyebutkan bahwa pendapatan dari tarif pajak ini akan memberikan keuntungan ekonomi besar bagi Amerika Serikat. Ia memperkirakan bahwa sektor non-otomotif akan menyumbang sekitar US$600 miliar per tahun, atau sekitar US$6 triliun selama periode sepuluh tahun. Sementara itu, pajak untuk mobil impor diharapkan menambah pendapatan sebesar US$100 miliar per tahun.

Namun, perhitungan Navarro masih dipertanyakan karena rincian pasti dari angka tersebut belum diungkapkan. Selain itu, dampak dari kenaikan tarif bisa membuat warga Amerika mengurangi pembelian barang impor, yang pada akhirnya dapat mempengaruhi estimasi pendapatan yang telah dibuat.

Tarif Pajak Berdasarkan Negara

Trump juga mengumumkan bahwa tarif yang dikenakan akan berbeda-beda berdasarkan asal negara impor. Beberapa ketentuan yang telah diputuskan antara lain:

• Impor energi dari Kanada akan dikenakan tarif sebesar 10 persen.

• Barang-barang dari China sebagian besar akan dikenakan tarif sebesar 20 persen.

• Tarif pajak tidak akan berlaku untuk semua barang, hanya pada barang dari negara-negara yang dinilai memiliki kebijakan perdagangan yang tidak adil terhadap AS.

Meskipun belum dapat dipastikan berapa besar pendapatan yang akan dihasilkan dari kebijakan ini, banyak ekonom memperingatkan bahwa kenaikan tarif ini tetap akan berdampak pada pengusaha dan masyarakat dalam bentuk harga barang impor yang lebih tinggi. Beberapa pihak bahkan menilai bahwa kondisi ini akan menjadi salah satu kenaikan pajak terbesar dalam sejarah AS, dengan dampak ekonomi yang belum bisa diprediksi secara pasti. (alf)

 

id_ID