TER Berlaku Januari 2024, Ini Simulasinya!

IKPI, Jakarta: Mulai tahun depan, pemerintah akan menerapkan tarif efektif rata-rata (TER) pada awal 2024. TER merupakan format baru penghitungan pemungutan dan pemotongan tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 Karyawan (PPh 21).

Seperti dikutip dari CNBC Indonesia, Senin (11/12/2023), Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo mengungkapkan TER akan mulai diberlakukan pada Januari 2024. Dia berharap skema baru ini bisa berjalan dan dilaksanakan dengan baik.

Dia pun memastikan format perhitungan TER akan memberikan manfaat lebih banyak kepada para pemotong atau pemungut PPh pasal 21, sebab metode penghitungan pajak karyawannya akan lebih sederhana dan mudah.

“Jadi mulai tahun depan Insyaallah kita mulai metode pemungutan PPh pasal 21 dengan tarif efektif rata-rata, yang lebih simpel, mudah, dan lebih beri kepastian bagi si pemotong ataupun pemungut PPh 21 itu,” tegas Suryo.

Adapun, format perhitungan TER akan diiringi dengan terbitnya buku tabel Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang mengacu pada Bab III Pasal 7 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

Tabel itu akan memisahkan jenis status PTKP seperti Tidak Kawin, Kawin, Kawin dan Pasangan bekerja. Tabel ini juga menyusun jumlah tanggungan dengan keseluruhan digunakan simbol TK/0 – TK/3, K/0 – K/3, serta K/I/0 – K/I/3. Sedangkan nominalnya untuk TK/0 sebesar Rp 54 juta, K/0 Rp 58,5 juta, dan K/I/0 Rp 108 juta.

Patut diingat, berdasarkan UU HPP, tarif PPh orang pribadi sendiri telah ditetapkan sebanyak 5 tarif dari yang sebelumnya dalam UU PPh 4 tarif. Penambahan satu lapisan tarif dalam UU HPP untuk penghasilan tertinggi, yaitu Rp 5 miliar ke atas dikenakan tarif 35%.

Dengan demikian tarif PPh yang berlaku saat ini untuk penghasilan setahun sampai dengan Rp 60 juta sebesar 5%, di atas Rp 60 juta sampai dengan Rp 250 juta 15%, Rp 250 juta sampai Rp 500 juta 25%, Rp 500 juta sampai Rp 5 miliar 30%, dan di atas Rp 5 miliar 35%.

Adapun mekanisme penerapan dengan TER adalah TER x Penghasilan Bruto untuk masa pajak selain masa pajak terakhir. Masa pajak terakhir menggunakan tarif Pasal 17 ayat 1 huruf a UU PPh, atas jumlah penghasilan bruto dikurangi biaya jabatan atau pensiun, iuran pensiun, dan PTKP.

Tarif efektif yang disebutkan di situ sudah memperhitungkan PTKP bagi setiap jenis status PTKP seperti tidak kawin, kawin, serta kawin dan pasangan bekerja dengan jumlah tanggungan yang telah atau belum dimiliki.

Simulasi TER Gaji Rp10 Juta

Untuk memahami lebih lanjut mengenai TER, berikut ini simulasi penerapan TER untuk gaji Rp 10 juta dan perhitungan potongan PPh yang lama sebagai berikut:

– Retto merupakan Wajib Pajak Orang Pribadi dengan status menikah dan tanpa tanggungan. Ia bekerja sebagai pegawai tetap di PT Jaya Abadi. Retto menerima gaji sebesar Rp10.000.000,00 per bulan.

– Dengan mekanisme pemotongan PPh saat ini, maka perhitungannya sebagai berikut:

Dengan gaji Rp10.000.000 dikurangi Biaya Jabatan 5% x Rp10.000.000 yang menjadi sebesar Rp 500.000, maka penghasilan neto sebulan Retto sebesar Rp 9.500.000,00. Adapun penghasilan neto setahun menjadi 12 x Rp9.500.000,00 sehingga totalnya menjadi Rp114.000.000.

– Dengan memperhitungkan status Retto

PTKP setahun Retto yang masuk kategori kawin tanpa tanggungan atau dengan simbol tabel K/0 maka besaran pengurangan total penghasilan neto setahun dikurangi Rp 58.500.000 sehingga nominal Penghasilan Kena Pajak setahun menjadi Rp 55.500.000.

Dengan demikian total PPh Pasal 21 terutang perhitungannya menjadi 5% x Rp55.500.000 dengan hasil Rp2.775.000 dan PPh Pasal 21 per bulannya menjadi sebesar Rp2.775.000 : 12 dengan total akhir menjadi Rp231.250

– Perhitungan tarif efektif atau TER menjadi sebagai berikut:

Berdasarkan status PTKP dan jumlah penghasilan bruto, pemberi kerja menghitung PPh Pasal 21 Retto menggunakan Tarif Efektif Kategori A dengan tarif 2,25%. Dengan demikian, jumlah pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan Retto adalah:

  • Januari – November : Rp10.000.000,00 x 2,25% = Rp225.000,00/bln
  • Desember : Rp2.775.000 – (Rp225.000,00 x 11) = Rp300.000,00/bln

Adapun, selisih pemotongan sebesar Rp75.000,00. (bl)

RUU DKJ, Tarif Pajak Parkir hingga Hiburan di Jakarta Naik

IKPI, Jakarta: Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta yang telah disahkan menjadi usul inisiatif DPR RI ternyata juga memuat ketentuan mengenai pajak. Pajak yang diatur khusus di RUU DKJ ini adalah mengenai pajak jasa parkir dan pajak jasa hiburan.

Aturan mengenai pajak itu termuat dalam Pasal 41 RUU DKJ. Secara lebih rinci, pajak yang diatur di antaranya tarif pajak jasa parkir dan tarif pajak jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa di Provinsi Daerah Khusus Jakarta.

Pasal 41 Ayat (1) huruf a menyebutkan bahwa tarif pajak jasa parkir ditetapkan paling tinggi 25%. Sementara pada huruf b Ayat tersebut dijelaskan bahwa tarif pajak jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar dan mandi uap/spa ditetapkan paling rendah 25% dan paling tinggi 75%.

Berikut ini merupakan bunyi lengkap pasal yang mengatur tentang pajak itu.

Pasal 41

(1) Tarif pajak jasa parkir dan tarif pajak jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa di Provinsi Daerah Khusus Jakarta ditetapkan sebagai berikut:

a. Tarif pajak jasa parkir ditetapkan paling tinggi 25% (dua puluh lima persen); dan

b. Tarif pajak jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa ditetapkan paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dan paling tinggi 75% (tujuh puluh lima persen).

(2) Tarif pajak daerah di luar pajak jasa parkir dan pajak jasa hiburan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Besaran pajak yang tercantum dalam RUU DKJ sebenarnya mengalami kenaikan ketimbang pajak yang terdapat di aturan yang saat ini berlaku.

Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 16 Tahun 2010 tentang Pajak Parkir mengatur besaran tarif parkir pajak hanya 20%.

Sementara pajak jasa hiburan saat ini diatur dalam Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 3 Tahun 2015. Perda itu mengatur bahwa pajak hiburan, pajak diskotik, karaoke, klab malam, pub, bar, musik hidup (live music), musik dengan disc jockey (DJ) dan sejenisnya sebesar 25%. (bl)

Putra Joe Biden Didakwa Ngemplang Pajak Rp 21 Miliar

IKPI, Jakarta: Dakwaan baru dijeratkan terhadap Hunter Biden, putra Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden, oleh Departemen Kehakiman AS. Kali ini, Hunter didakwa gagal membayar pajak sebesar US$ 1,4 juta (Rp 21,7 miliar) selama empat tahun, padahal dia menghabiskan jutaan dolar untuk gaya hidup mewahnya.

Seperti dilansir Reuters, Jumat (8/12/2023), dakwaan terbaru untuk Hunter ini diajukan oleh Departemen Kehakiman AS pada Kamis (7/12) waktu setempat. Putra Biden ini sebelumnya didakwa berbohong soal penggunaan narkoba saat membeli senjata api — dakwaan pidana pertama untuk anak Presiden AS yang menjabat.

Dalam rentetan dakwaan terbaru yang diajukan ke Pengadilan Distrik Pusat California, pekan ini, Hunter yang berusia 53 tahun ini telah didakwa atas tiga pelanggaran pidana berat dan enam pelanggaran pajak ringan. Dia terancam hukuman 17 tahun penjara jika terbukti bersalah.

Departemen Kehakiman AS menyatakan penyelidikan terhadap Hunter masih berlangsung.

“Terdakwa (Hunter-red) terlibat dalam skema empat tahun untuk tidak membayar pajak federal yang dihitung sendiri setidaknya sebesar US$ 1,4 juta yang harus dia bayarkan untuk tahun pajak 2016 hingga tahun 2019,” demikian bunyi penggalan dokumen dakwaan terhadap Hunter.

Disebutkan juga dalam dokumen dakwaan tersebut bahwa Hunter malah menghabiskan sejumlah besar uang “untuk obat-obatan, penghibur dan pacar, hotel mewah dan properti sewaan, mobil-mobil eksotis, pakaian, dan barang-barang pribadi lainnya”. Uang sebesar US$ 70.000 (Rp 1 miliar) digunakannya untuk rehabilitasi narkoba.

Weiss ditunjuk menjadi jaksa Delaware oleh mantan Presiden AS Donald Trump, dan ditetapkan sebagai jaksa khusus oleh Jaksa Agung Merrick Garland pada Agustus lalu.

“Jika nama belakang Hunter bukan Biden, dakwaan di Delaware, dan sekarang di California, tidak akan pernah diajukan,” sebutnya.

Gedung Putih menolak untuk berkomentar atas dakwaan tersebut.

Belum diketahui secara jelas kapan Hunter akan hadir dalam persidangan kasusnya ini. (bl)

 

 

Batas Akhir Pemadanan NIK Jadi NPWP Hingga 31 Desember 2023

IKPI, Jakarta: Pemerintah akan segera memberlakukan ketentuan mengenai Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Masyarakat diminta untuk segera melakukan pemadanan data NIK dan NPWP paling lambat hingga 31 Desember 2023.

“Batas waktu pemadanan NIK dan NPWP paling lambat dilakukan tanggal 31 Desember 2023,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Dwi Astuti, lewat keterangan tertulis, seperti dikutip dari CNBC Indonesia, Jumat (8/12/2023).

Batas waktu tersebut sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 112/PMK.03/2022.

Dwi mengatakan dalam pelaksanaan penggabungan NIK menjadi NPWP, pihaknya akan memperhatikan kesiapan sistem administrasi yang sedang dibangun. DJP, kata dia, akan melakukan pengujian dan habituasi bagi Wajib Pajak terlebih dahulu.

“Untuk waktu pelaksanaan implementasi penuh NIK sebagai NPWP akan dilakukan pada waktu core tax diimplementasikan, sebagaimana disampaikan oleh Direktur Jenderal Pajak saat Konferensi Pers APBN KiTa edisi November 2023,” kata dia.

Dia mengatakan DJP terus berkoordinasi dengan berbagai pihak yang akan memiliki interoperabilitas dengan sistem informasi milik DJP. Pihak yang dimaksud meliputi perbankan, serta berbagai Kementerian dan Lembaga.

“Masing-masing pihak saat ini sedang melakukan penyesuaian sistem informasi yang mereka miliki sehingga nantinya tidak terdapat hambatan saat implementasi core tax dilaksanakan,” kata dia. (bl)

Bar dan Kelab Malam Dikenakan Pajak Hingga 75 Persen di Draft RUU DKJ

IKPI, Jakarta: Draf RUU tentang Daerah Khusus Jakarta (DKJ) menaikkan tarif pajak hiburan hingga kelab malam menjadi maksimal 75 persen.

Hal itu tertuang dalam Pasal 41 bab XIX RUU DKJ berdasarkan naskah yang diterima CNNIndonesia.com dari Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Achmad Baidowi atau Awiek, Selasa (5/12).

“Tarif pajak jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar dan mandi uap/spa ditetapkan paling rendah 25 persen dan paling tinggi 75 persen,” demikian bunyi Pasal 42 ayat (1) huruf b.

Saat ini, besaran tarif mengacu pada Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 3 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2010 tentang Pajak Hiburan.

Dalam aturan itu, pajak hiburan, pajak diskotek, karaoke, klab malam, pub, bar, musik hidup (live music), musik dengan disc jockey (DJ) dan sejenisnya dipatok hanya 25 persen. Adapun pajak panti pijat, mandi uap, dan spa sebesar 35 persen.

Selain itu, draf beleid yang sama juga menaikkan tarif pajak jasa parkir.

“Tarif pajak jasa parkir ditetapkan paling tinggi 25 persen,” demikian bunyi Pasal 42 ayat (1) huruf a.

Besaran pajak ini naik. Sebab, jika mengacu pada peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 16 Tahun 2010 tentang Pajak Parkir, besarannya hanya sebesar 20 persen.

DPR resmi mengesahkan RUU tentang DKJ menjadi beleid inisiatif DPR melalui Rapat Paripurna ke-10 Masa Persidangan II tahun 2023-2024 di Kompleks Parlemen, Jakarta, siang ini.

Wakil Ketua DPR Lodewijk Freidrich Paulus yang memimpin rapat menyebut delapan fraksi setuju dengan catatan terkait RUU DKJ disahkan menjadi inisiatif DPR. Mereka yakni PDIP, Golkar, Gerindra, NasDem, PKB, Demokrat, PAN, dan PPP.

Dengan demikian, dari sembilan fraksi di parlemen, hanya PKS yang menolak. PKS salah satunya menyoroti dan menganggap DKI Jakarta masih layak menjadi Ibu Kota Indonesia. (bl)

Tahun 2024 Kemekeu Akan Permudah Penghitungan Pajak Karyawan

IKPI, Jakarta: Pajak karyawan pada 2024 bakal diubah metode perhitungannya. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyebut skema pemotongan pajak penghasilan (PPh 21) menggunakan metode tarif efektif rata-rata (TER).

Direktur Jenderal Pajak, Kemenkeu Suryo Utomo mengatakan rumus baru ini lebih sederhana dan mudah.

“Insyaallah tahun depan kita sudah mulai menggunakan metodologi pemotongan pemungutan PPh Pasal 21 dengan menggunakan tarif efektif rata-rata, yang lebih simpel, lebih mudah dan lebih memberikan kepastian bagi si pemotong atau pemungut PPh pasal 21 itu sendiri,” kata Suryo dalam konferensi pers APBN Kita, seperti dikutip dari CNN Indonesia, Selasa (5/12/2023).

Kini, pihaknya tengah mempersiapkan rancangan peraturan pemerintah (RPP) sebagai alas hukumnya. Aturan teknis berupa peraturan menteri keuangan (PMK) juga tengah digodok.

“Untuk aturan pelaksanaannya PMK pun sudah kami siapkan dan insyaallah mulai masa Januari 2024 sekiranya semuanya dapat terlaksana dengan baik,” katanya.

Kehadiran tarif efektif pemotongan PPh Pasal 21 diharapkan tidak akan menimbulkan kurang bayar atau lebih bayar bagi wajib pajak yang dipotong. Pasalnya seluruh PPh Pasal 21 yang telah dipotong pada setiap masa pajak sepanjang 1 tahun pajak akan diperhitungkan kembali pada akhir tahun.

Menurutnya, penghitungan PPh memang rumit dan kompleks karena adanya penerapan tarif pajak progresif, hingga ketentuan penghasilan tidak kena pajak (PTKP).

Dengan skema hitung yang berlaku saat ini, DJP mencatat terdapat sekitar 400 skenario pemotongan PPh Pasal 21. Hal ini kerap kali membingungkan dan memberatkan wajib pajak maupun si pemotong.

Ia menjelaskan dengan metode baru ini akan kelihatan apakah ada kurang dibayar atau lebih dibayar, sehingga di laporan terakhirnya diharapkan tidak terjadi kelebihan atau kekurangan pembayaran.

“Jumlah yang dibayarkan tidak berbeda dengan kondisi saat ini sebetulnya, hanya akan mempermudah cara kita melakukan pemotongan pemungutan yang dilakukan oleh pemberi kerja kepada karyawan atau bahkan kepada penerima penghasilan yang bukan pegawai,” ungkapnya. (bl)

UMP Buruh Naik, Siap-Siap Kena Pajak

IKPI, Jakarta: Pemerintah provinsi di Indonesia telah melakukan pengumuman upah minimum kabupaten/kota atau UMK 2024 sejak akhir November 2023, tak terkecuali kab/kota di Jawa Barat yang terkenal dengan upah minimum tertinggi.

Meski Upah Minimum Provinsi (UMP) Jawa Barat di angka Rp2.057.495 untuk 2024, namun terdapat enam wilayah tersebut yang memiliki gaji tinggi bahkan lebih dari DKI Jakarta yang sejumlah Rp5.067.381.

Mengacu Undang-undang (UU) Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang diterbitkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, ambang batas (threshold) pajak penghasilan (PPh) Rp54 juta per tahun atau setara dengan Rp4,5 juta per bulan.

Artinya, masyarakat yang memiliki penghasilan hingga Rp54 juta per tahun bebas dari PPh. Sementara PPh akan berlaku pada penghasilan di atas batas tersebut. Alhasil, para pekerja di kab/kota dengan UMK lebih dari Rp4,5 juta, wajib membayar pajak penghasilan setiap tahunnya.

Untuk periode 2024, tercatat terdapat kabupaten/kota yang memiliki UMK tertinggi secara nasional berada di Jawa Barat. Kota Bekasi tercatat memiliki UMK 2024 tertinggi, yakni senilai Rp5,34 juta, naik Rp185.181,8 atau 3,59% dibandingkan 2023.

Selanjutnya, UMK Kabupaten Karawang menempati posisi kedua UMK tertinggi di Jawa Barat dengan nominal Rp5,25 juta, naik Rp81.654,93 atau hanya 1,57% dibandingkan tahun sebelumnya. Sebagai simulasi, A yang masih lajang dan tidak memiliki tanggungan, bekerja di Kota Bekasi dengan pendapatan Rp5,34 juta per bulan atau Rp64,12 juta per tahun. A terhitung bebas PPh untuk Rp54 juta penghasilannya sesuai Pendapatan Tidak Kena Pajak (PTKP).

Dia akan dikenakan pajak atas selisih penghasilan dengan PTKP (Rp64,12 juta – Rp54 juta) sebesar Rp10,12 juta, yakni dengan tarif PPh 5%. Alhasil, pajak penghasilan yang ditanggung orang tersebut yakni 5% dari Rp10,12 juta atau Rp506.058 per tahun. Adapun, upah minimum di atas Rp4,5 juta bukan hanya berada di Jawa Barat, namun juga Banten dan Jawa Timur.

Berikut Daftar Kab/Kota dengan UMK 2024 yang kena PPh atau lebih dari Rp4,5 Juta

1. DKI Jakarta Rp5.067.381

2. Kota Bekasi Rp5.343.430

3. Kabupaten Karawang Rp5.257.834

4. Kabupaten Bekasi Rp5.219.263

5. Kota Depok Rp4.878.612

6. Kota Bogor Rp4.812.988

7. Kabupaten Bogor Rp4.579.541

8. Kota Surabaya Rp4.725.479

9. Kabupaten Gresik Rp4.642.031

10. Kabupaten Sidoarjo Rp4.638.582

11. Kabupaten Pasuruan Rp4.635.133

12. Kabupaten Mojokerto Rp4.624.787

13. Kota Cilegon Rp4.815.102,80

14. Kota Tangerang Rp4.760.289,54

15. Kota Tangerang Selatan Rp4.670.791

16. Kabupaten Tangerang Rp4.601.988

17. Kabupaten Serang Rp4.560.894,85

 

 

Karyawan di IKN Tidak Dipungut PPh 21

IKPI, Jakarta: Pemerintah menyiapkan sejumlah insentif bagi masyarakat yang bersedia tinggal dan bekerja di wilayah Ibu Kota Nusantara (IKN).

Salah satu insentif yang disiapkan adalah terkait pembebasan pajak penghasil (PPh) pasal 21.

Staf Ahli Kementerian Keuangan Yon Arsal mengatakan, pemerintah sudah menyiapkan berbagai insentif fiskal untuk menarik minat partisipasi pembangunan IKN.

Ketentuan “pemanis” itu sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 12 Tahun 2023 tentang Pemberian Perizinan Berusaha, Kemudahan Berusaha, Dan Fasilitas Penanaman Modal Bagi Pelaku Usaha Di Ibu Kota Nusantara.

“Yang antara lain kalau terkait dengan fiskal memberikan aturan terkait PPh, PPN, dan kepabeanan,” kata dia, dalam diskusi virtual, seperti dikutip dari Kompas.com, Senin (4/12/2023).

Lebih lanjut Yon menyebutkan, salah satu insentif perpajakan yang disiapkan ialah PPh pasal 21 ditanggung pemerintah.

 

Dengan demikian, karyawan yang bekerja di IKN dapat menerima gaji penuh tanpa potongan PPh.

“Kita usahakan mendatangkan keramaian atau crowd, makanya salah satu fasilitas yang kita berikan di antaranya adalah PPh pasal 21 yang ditanggung pemerintah,” ujarnya.

Insentif PPh pasal 21 ditanggung pemerintah itu akan diberikan untuk semua golongan karyawan. Yon bilang, semua golongan tingkat pendapatan akan mendapatkan insentif tersebut.

“Jadi intinya yang pindah ke sana bekerja di sana berdomisili di sana karyawannya pphnya ditanggung pemerintah,” katanya.

Dalam pelaksanaannya, ketentuan mengenai insentif PPh 21 akan dievaluasi secara berkala. Hal itu dilakukan untuk memastikan keberlanjutan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Sebagai informasi, PPh pasal 21 merupakan pajak pemotongan atas penghasilan yang dibayarkan kepada orang pribadi.

Adapun besaran potongan PPh pasal 21 ditentukan berdasarkan lapisan pendapatan orang pribadi, yakni mulai dari 5 persen untuk pendapatan di bawah Rp 60 juta per tahun hingga 35 persen untuk pendapatan di atas Rp 5 miliar per tahun. (bl)

 

 

Investor di IKN Dapat Keringanan Pajak hingga 30 Tahun

IKPI, Jakarta: Pemerintah memberikan sejumlah fasilitas perpajakan kepada investor Ibu Kota Nusantara (IKN). Salah satunya adalah pemberian tax holiday atau insentif pembebasan pajak untuk jangka waktu tertentu.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak, Dwi Astuti menuturkan tax holiday tersebut akan diberikan kepada investor yang menanamkan modalnya di IKN paling sedikit Rp 10 miliar. Sementara batas waktu paling lama dalam pemberian keringanan itu adalah maksimal 30 tahun.

“Tax holiday dengan batasan investasi Rp10 miliar untuk jangka waktu paling lama 30 tahun,” kata Dwi lewat keterangan tertulis, seperti dikutip dari CNBC Indonesia, Senin (4/11/2023).

Dwi mengatakan keringanan perpajakan itu diberikan untuk sejumlah sektor yang memenuhi syarat. Aturan tersebut, kata dia, juga disesuaikan dengan kebutuhan IKN. “Atas beberapa sektor eligible dapat diperluas sesuai dengan kebutuhan pengembangan dan pembangunan IKN,” tambahnya.

Secara lebih rinci, aturan mengenai tax holiday diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2023 Tentang Pemberian Perizinan Berusaha, Kemudahan Berusaha dan Fasilitas Penanaman Modal Bagi Pelaku Usaha di Ibu Kota Nusantara.

Paragraf 2 PP itu dijelaskan dalam Paragraf 2 mengenai Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan bagi Wajib Pajak Dalam Negeri. Pasal 28 menjelaskan mengenai 3 sektor yang bisa mendapatkan fasilitas ini, yakni infrastruktur dan layanan umum; bangkitan ekonomi; dan bidang usaha lainnya.

Sektor infrastruktur dan layanan umum mencakup pembangkit listrik. pembangunan dan pengoperasian Jalan tol, bandar udara, hingga fasilitas kesehatan dan lainnya.

Sementara sektor bangkitan ekonomi yang bakal mendapatkan tax holiday di antaranya pembangunan dan pengoperasian pusat perbelanjaan alias mall; penyediaan sarana wisata dan jasa akomodasi atau hotel berbintang; fasilitas meeting, incentive, convention dan exhibition; serta penyediaan SPBU atau pengisian daya baterai kendaraan listrik.

Terakhir, sektor usaha lainnya yang akan mendapatkan fasilitas tax holiday adalah budidaya pertanian dan perikanan perkotaan; industri bernilai tambah; industri perangkat keras dan perangkat lunak; jasa perdagangan dan lain sebagainya.

Pasal 29 Ayat (1) menjelaskan lebih lanjut bahwa Pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) diberikan sebesar lOO% dari jumlah Pajak Penghasilan badan yang terutang.

Dalam Pasal 29 juga dijelaskan bahwa sektor infrastruktur dan layanan umum bisa mendapatkan pengurangan pajak penghasilan badan selama 30 tahun apabila mulai berinvestasi pada periode 2023-2030; selama 25 tahun pajak untuk penanaman modal pada 2031-2035; dan 20 tahun pajak untuk penanaman modal 2036-2045.

Ketentuan serupa berlaku untuk bidang usaha bangkitan ekonomi, yakni 20 tahun untuk penanaman modal pada 2023-2030; 15 tahun untuk penanaman modal 2031-2035; dan 10 tahun untuk 2036-2045. Sementara pengurangan pajak untuk bidang usaha lainnya adalah 10 tahun untuk penanaman modal pada 2023-2030 dan 10 tahun pula untuk investasi pada 2031-2045.

Aturan tax holiday ini juga diterapkan kepada mereka yang melakukan penanaman modal di Financial Center IKN dengan sejumlah ketentuan dan syarat. Selain itu, tax holiday juga disediakan kepada perusahaan luar negeri yang bersedia memindahkan kantor pusat maupun kantor regionalnya ke Kalimantan Timur.

Meski menggiurkan, namun dalam PP tersebut pemerintah juga mengatur pencabutan terhadap pemberian tax holiday apabila para investor tak bisa memenuhi persyaratan, misalnya realisasi penanaman modal paling lambat 2 tahun setelah disetujui. (bl)

 

 

Pemajakan Dividen Tak Cerminkan Prinsip Kesetaraan

IKPI, Jakarta: Ketua Departemen Hubungan Luar Negeri Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) menilai pemajakan atas distribution of profit to shareholder (dividen) di Indonesia bukanlah objek pajak yang bersifat final (general principle). Alasannya, dividen merupakan objek Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 UU Pajak Penghasilan dengan tarif 15 persen.

“Mengingat aturan yang demikian, pajak penghasilan Pasal 23 UU PPh atas dividen sebesar 15 persen tersebut merupakan ‘prepaid tax’ sehingga pada akhirnya pajak tersebut dapat dikreditkan dengan kewajiban pajak yang dihitung pada akhir tahun,” kata Arsono dalam keterangan tertulisnya, Minggu (3/12/2023).

Menurutnya, penerapan general principle atas penghasilan dividen sebagaimana yang demikian akan menciptakan “economic double taxations”.

Pertama, pengenaan pajak atas taxable profit pada level corporate. Kedua pengenaan pajak saat profit after taxes tersebut dibagikan sebagai dividen, dikenakan kembali pada level shareholders.

Untuk meminimalkan double taxes tersebut; maka dalam hal dividen tersebut dibagikan kepada badan (corporate) yang kemudian dikenal intercompany dividen, maka dividen tersebut diklasifikasi sebagai bukan objek pajak (lihat Pasal 4 ayat 3) huruf f UU Pajak Penghasilan)

Namun demikian, kata Arsono, dalam hal penghasilan berupa dividen yang diterima oleh perseroan terbatas sebagai wajib pajak dalam negeri (kemudian diperluas kepada koperasi sebagai wujud keberpihakan negara kepada koperasi), BUMN, BUMD. “Perseroan terbatas diperluas kepada BUMN dan BUMD dengan syarat shareholding pada perusahaan yang membayarkan dividen paling rendah 25% dari jumlah yang disetor, dan dividen tersebut bukan merupakan objek pajak,” ujarnya.

Lebih lanjut dia mengungkapkan, bahwa kemudian dengan pertimbangan kemudahan administrasi, atas dividen yang diterima oleh wajib pajak orang pribadi (dalam negeri) merupakan objek pajak sebesar 10 persen, itulah pajak yang bersifat final.

Dalam situasi demikian kata Arsono, nantinya akan berujung pada hasil akhir yang berbeda. Artinya dalam hal penerima merupakan wajib pajak pribadi dalam negeri.

Dengan demikian terjadinya economic double taxation tidak bisa dihindarkan. (lihat Peraturan Pemerintah Nomor 19/2009 tentang Pajak Penghasilan atas Dividen Yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri).

“Situasi dan pengaturan yang demikian merupakan perlakuan belum menggambarkan prinsip kesetaraan ‘unequal treatment’ meskipun penerima penghasilan dividen sangat bisa jadi berada pada situasi yang setara ‘comparable circumstance’ sehingga saya mengartikan pengaturan yang demikian belum memberikan kebebasan dalam berinvestasi ‘free movement of capital’ bagi business operator),” katanya.

Dia menegaskan, di dalam UU Nomor 7 Tahun 2021 pengaturan Pasal 4 ayat 3) huruf f) semakin diperluas yakni

dividen yang berasal dari dalam negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak a) orang pribadi dalam negeri sepanjang dividen tersebut diinvestasikan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam jangka waktu tertentu; dan/atau b) badan dalam negeri;

dividen yang berasal dari luar negeri dan penghasilan setelah pajak dari suatu bentuk usaha tetap di luar negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak badan dalam negeri atau Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri, sepanjang diinvestasikan atau digunakan untuk mendukung kegiatan usaha lainnya di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam jangka waktu tertentu, dan memenuhi persyaratan berikut a) dividen dan penghasilan setelah pajak yang diinvestasikan tersebut paling sedikit sebesar 30 persen dari laba setelah pajak; atau b) dividen yang berasal dari badan usaha di luar negeri yang sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek diinvestasikan di Indonesia sebelum Direktur Jenderal Pajak menerbitkan surat ketetapan pajak atas dividen tersebut sehubungan dengan penerapan Pasal 18 ayat (2) Undang-Undang Pajak Penghasilan.

“Kita mesti mengakui upaya meminimalkan terjadinya double taxation terus diupayakan sehingga system pemajakan atas distribution of profit to shareholder menjadi lebih efisien. Sesuatu yang patut diapresiasi,” ujarnya.

Namun demikian, Arsono mengimbau bahwa pengaturan tersebut masih perlu lebih disempurnakan. Tujuannya, agar free movement of capital dapat terjamin sehingga cita cita ASEAN sebagai Epicentrum of Growth bisa terwujud. (bl)

id_ID