Sebanyak 900 Ribu UMKM Masih Menanti Penghapusan Piutang Macet, Pemerintah Siapkan Skema Baru

IKPI, Jakarta: Sebanyak 900 ribu pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Indonesia masih menunggu kejelasan nasib penghapusan piutang macet mereka. Padahal, program ini telah digulirkan pemerintah sejak awal tahun melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 2024.

Menteri Koperasi dan UMKM, Maman Abdurrahman, mengungkapkan bahwa hingga kini baru sekitar 67 ribu UMKM yang berhasil mendapatkan penghapusan utang. Artinya, capaian program masih jauh dari target pemerintah yang menargetkan 1 juta UMKM penerima manfaat.

“Saat PP itu diterbitkan, realisasinya baru 67 ribu UMKM yang bisa kita hapuskan piutangnya. Masih ada sekitar 900 ribu yang belum bisa ditindaklanjuti,” ujar Maman dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta Selatan, Jumat (18/7/2025).

Ia menjelaskan, rendahnya capaian tersebut disebabkan oleh persyaratan dalam PP yang mewajibkan proses restrukturisasi sebelum penghapusan piutang dilakukan. Ironisnya, biaya restrukturisasi kerap kali lebih besar dari nilai kredit macet itu sendiri, sehingga menjadi beban tambahan bagi UMKM maupun lembaga pembiayaan.

Karena keterbatasan waktu mengingat PP tersebut hanya berlaku enam bulan, dan pemerintah kini tengah menyiapkan pendekatan baru.

Menurut Maman, peluang ini datang dari revisi Undang-Undang BUMN yang membuka jalan bagi penghapusan piutang tanpa restrukturisasi, cukup melalui penerbitan Peraturan Menteri (Permen) BUMN yang disetujui Danantara, perusahaan pengelola piutang negara.

“Dengan UU BUMN yang baru, kita punya dasar hukum untuk hapus buku dan hapus tagih tanpa perlu restrukturisasi. Sekarang tinggal menerbitkan Permen BUMN dan mendapat persetujuan dari Danantara,” ujarnya.

Untuk itu, Kementerian UMKM tengah berkoordinasi intensif dengan Kementerian BUMN, Danantara, dan OJK guna mempercepat harmonisasi regulasi baru tersebut.

“Kita sedang dalam proses finalisasi, karena ini melibatkan beberapa pihak. Kalau semua berjalan lancar, kita bisa segera melanjutkan penghapusan piutang untuk sisa UMKM yang masih menunggu,” tegasnya.

Program penghapusan piutang macet ini diharapkan menjadi angin segar bagi UMKM yang selama ini kesulitan bangkit akibat beban utang lama. Pemerintah menargetkan, melalui skema yang lebih fleksibel, sisa 900 ribu UMKM bisa segera mendapatkan manfaat nyata dalam waktu dekat. (alf)

 

Pemerintah Sediakan Pedoman Penghitungan Pajak Masukan bagi PKP Skala Tertentu

IKPI, Jakarta: Pemerintah terus mendorong kemudahan berusaha bagi pelaku usaha kecil dan menengah, termasuk dalam hal kepatuhan perpajakan. Salah satu bentuk dukungannya adalah penyediaan pedoman penghitungan Pajak Masukan bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP) dengan skala usaha tertentu.

Dalam sistem Pajak Pertambahan Nilai (PPN), pelaku usaha diwajibkan melakukan pengkreditan antara Pajak Keluaran dan Pajak Masukan untuk menentukan jumlah PPN yang harus disetorkan setiap masa pajak. Namun, bagi pelaku usaha berskala kecil, proses ini sering kali dinilai rumit dan memerlukan administrasi yang tidak ringan.

Menjawab tantangan ini, Kementerian Keuangan menghadirkan solusi berupa pedoman penghitungan Pajak Masukan sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 74/PMK.03/2010. Pedoman ini ditujukan bagi PKP dengan peredaran usaha tidak melebihi Rp1,8 miliar dalam satu tahun buku.

Cara Hitung Lebih Sederhana

Berdasarkan ketentuan tersebut, PKP cukup menghitung Pajak Masukan berdasarkan persentase tertentu dari Pajak Keluaran. Untuk penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP), Pajak Masukan ditetapkan sebesar 60% dari Pajak Keluaran, sedangkan untuk Barang Kena Pajak (BKP), sebesar 70%.

Dengan berlakunya PMK Nomor 131 Tahun 2024, tarif PPN naik menjadi 12%, dengan penghitungan yang mengacu pada DPP (Dasar Pengenaan Pajak) Nilai Lain sebesar 11/12 dari harga jual. Secara efektif, tarif PPN menjadi 11%.

Artinya, bagi PKP yang menggunakan pedoman ini, jumlah PPN yang harus disetor setiap bulan lebih mudah dihitung, yaitu:

• 4,4% dari omzet untuk penyerahan jasa (40% x 11%)

• 3,3% dari omzet untuk penyerahan barang (30% x 11%)

Syarat dan Tata Cara Penggunaan Pedoman

Tidak semua PKP dapat langsung menggunakan pedoman ini. Terdapat dua syarat utama yang harus dipenuhi:

• Peredaran usaha dalam dua tahun sebelumnya masing-masing tidak melebihi Rp1,8 miliar.

• Baru dikukuhkan sebagai PKP.

Selain itu, penggunaan pedoman wajib diberitahukan secara tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat PKP terdaftar. Pemberitahuan harus dilakukan paling lambat saat penyampaian SPT Masa PPN pertama tahun buku yang dimaksud atau saat pertama kali dikukuhkan sebagai PKP.

Apabila dalam tahun berjalan peredaran usaha melampaui Rp1,8 miliar, PKP wajib beralih ke mekanisme pengkreditan normal mulai masa pajak setelahnya. Meski demikian, pedoman ini tetap dapat digunakan kembali jika di tahun-tahun berikutnya PKP kembali memenuhi kriteria.

Format Khusus dalam Pelaporan

PKP yang menggunakan pedoman penghitungan Pajak Masukan juga diwajibkan melaporkan SPT Masa PPN dalam format khusus. SPT ini terdiri dari induk dan beberapa lampiran, antara lain:

• Formulir A1: Daftar Ekspor BKP dan/atau JKP

• Formulir A2: Pajak Keluaran Penyerahan Dalam Negeri

• Formulir B3: Pajak Masukan Tidak Dikreditkan

• Formulir C: PPN yang Dipungut Pihak Lain (alf)

 

Lima Strategi Kemenkeu Hadapi Gejolak Global, Perkuat Pajak dan Bea Cukai

IKPI, Jakarta: Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tengah menyiapkan lima langkah strategis guna memperkuat fondasi sistem perpajakan nasional, baik dari sisi pajak maupun bea dan cukai. Strategi ini dirancang sebagai respons atas eskalasi tensi geopolitik, perang dagang, dan arus proteksionisme global yang berisiko menekan stabilitas ekonomi Indonesia.

Wakil Menteri Keuangan, Anggito Abimanyu, dalam pernyataan, Kamis (17/7/2025), menekankan pentingnya adaptasi fiskal menghadapi dinamika global. “Kami menyusun lima pendekatan utama untuk menjaga ketahanan sistem perpajakan nasional sekaligus meningkatkan efektivitasnya,” ujar Anggito.

1. Integrasi Data Lintas Lembaga
Langkah pertama adalah memperkuat sinergi antarunit dalam Kemenkeu, seperti Ditjen Pajak, Ditjen Bea Cukai, dan Ditjen Anggaran, serta memperluas kolaborasi dengan kementerian/lembaga lain. Tujuannya, menyatukan data dan informasi ekonomi serta investasi agar kebijakan fiskal dapat lebih tepat sasaran.

“Kami ingin sistem data lintas institusi ini mampu mengidentifikasi pola transaksi dan mendukung kebijakan perpajakan yang lebih adil,” jelas Anggito.

2. Pengawasan Transaksi Digital
Di tengah pesatnya digitalisasi ekonomi, pengawasan atas transaksi digital menjadi prioritas. Pemerintah berupaya memperluas cakupan pengawasan, termasuk aktivitas ekonomi digital lintas batas, guna mencegah potensi kebocoran pajak dan meningkatkan kepatuhan pelaku usaha.

3. Penyesuaian Tarif dan Perluasan Cukai
Strategi berikutnya adalah melakukan penyesuaian tarif bea masuk dan memperluas cakupan objek cukai. Kebijakan ini tak hanya bertujuan mendukung hilirisasi industri nasional, tetapi juga sebagai instrumen proteksi sektor strategis, serta mendorong perilaku konsumsi yang lebih sehat dan ramah lingkungan.

4. Peningkatan Penerimaan SDA
Kemenkeu juga memfokuskan upaya pada optimalisasi penerimaan dari sektor sumber daya alam. Perusahaan yang menambang dan memanfaatkan kekayaan alam Indonesia diwajibkan berkontribusi secara adil melalui sistem perpajakan yang lebih tegas dan transparan.

5. Transformasi Sistem Teknologi Informasi
Sebagai tulang punggung reformasi administrasi, pengembangan sistem teknologi informasi menjadi pilar kelima. Sistem Coretax untuk perpajakan, CEISA untuk bea dan cukai, serta SIMBARA untuk pengelolaan sektor mineral dan batubara akan semakin diintegrasikan guna menciptakan transparansi dan efisiensi.

“Tujuan akhirnya adalah meningkatkan kepatuhan, memperkuat pengawasan, serta mendorong transparansi fiskal secara menyeluruh,” tutur Anggito.(alf)

 

Hindari SPT Ganda di Era Coretax, DJP Paparkan Tiga Skema Perpajakan Suami-Istri

IKP, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mengingatkan para pasangan suami-istri untuk memahami skema pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan yang tepat guna mencegah pelaporan ganda di era sistem Coretax yang serba otomatis.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Rosmauli Simbolon, menjelaskan bahwa sistem Coretax telah dirancang untuk secara otomatis menyesuaikan isian data berdasarkan status perpajakan masing-masing pasangan, dengan tetap mengacu pada ketentuan hukum yang berlaku.

“Coretax akan membaca data sesuai status perpajakan yang dilaporkan wajib pajak. Jadi jika suami-istri tidak menentukan pilihan administrasi yang sesuai, bisa saja terjadi pelaporan dobel,” ujar Rosmauli dalam keterangan, Kamis (17/7/2025).

DJP menawarkan tiga skema pelaporan bagi pasangan suami-istri:

1. Penggabungan Penghasilan
Dalam skema ini, penghasilan istri digabung ke dalam SPT suami. Model ini lazim digunakan jika istri hanya memiliki satu sumber penghasilan dari satu pemberi kerja, dan seluruh penghasilannya dianggap sebagai objek pajak suami, termasuk jika dikenai PPh Final.

2. Pisah Harta (PH)
Opsi ini berlaku apabila terdapat perjanjian pisah harta secara tertulis antara suami dan istri. Masing-masing wajib pajak akan melaporkan SPT secara mandiri dengan hak dan kewajiban perpajakannya masing-masing.

3. Memilih Terpisah (MT)
Skema ini digunakan jika istri memiliki penghasilan sendiri, seperti dari pekerjaan tetap. DJP akan menyesuaikan pengisian data berdasarkan status masing-masing melalui sistem Coretax agar tidak terjadi tumpang tindih.

“Bila istri memilih melaporkan SPT sendiri, baik melalui skema PH maupun MT, sistem akan mengenali dan memproses data berdasarkan pengaturan tersebut,” ujar Rosmauli. “Inilah kekuatan Coretax—otomatis, tepat sasaran, dan berbasis regulasi.”

Rosmauli juga menepis kekhawatiran sebagian masyarakat bahwa penggabungan penghasilan suami-istri akan otomatis menimbulkan kekurangan bayar pajak. Menurutnya, yang terpenting adalah kesesuaian pelaporan dengan kondisi sebenarnya.

“Coretax justru hadir untuk memastikan keadilan perpajakan. Wajib pajak akan mendapatkan hak yang setara dengan kewajibannya,” tegasnya.

Ia turut mengapresiasi peran konsultan pajak sebagai mitra strategis DJP dalam membantu wajib pajak memahami hak dan kewajiban mereka.

“Edukasi yang baik harus merujuk pada regulasi resmi. Dalam era digital perpajakan seperti sekarang, literasi menjadi kunci utama,” pungkas Rosmauli.(alf)

 

DJP Sumut I Gelar Pekan Sita Serentak: Truk Ekspedisi hingga Aset Rp2,3 Miliar Disita

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melalui Kantor Wilayah DJP Sumatera Utara I tengah menggelar aksi tegas terhadap penunggak pajak melalui kegiatan bertajuk “Pekan Sita Serentak”, yang berlangsung sejak 14 hingga 18 Juli 2025.

Aksi ini merupakan bentuk penegakan hukum perpajakan secara langsung yang menyasar wajib pajak dengan tunggakan pajak yang telah melewati seluruh tahapan penagihan aktif sesuai ketentuan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP).

Hari pertama pelaksanaan, Senin (14/7/2025), dimulai dengan penyitaan satu unit mobil truk milik sebuah perusahaan ekspedisi ternama di Medan oleh petugas dari KPP Pratama Medan Belawan. Aksi penyitaan dilakukan langsung oleh Juru Sita Pajak Negara (JSPN) dan disaksikan aparat terkait.

Total, sebanyak 25 objek aset yang tersebar di wilayah kerja sembilan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) berada dalam daftar sita. Nilai estimasi dari seluruh aset tersebut mencapai Rp2,3 miliar.

Kepala Kanwil DJP Sumut I, Arridel Mindra, menegaskan bahwa aksi ini bukan semata-mata mengejar penerimaan, tetapi juga sebagai bentuk penegakan hukum dan peringatan serius bagi wajib pajak yang mengabaikan kewajibannya.

“Ini adalah langkah tegas namun adil. Pajak adalah bentuk gotong royong warga dalam membangun negara. Kami ingin mendorong kepatuhan dengan cara yang terukur dan sah secara hukum,” ujar Arridel dalam keterangan resminya, Jumat (18/7/2025).

Ia menambahkan bahwa seluruh aset yang disita telah melalui proses asset tracing dan dipastikan sah milik wajib pajak. Bila dalam waktu yang ditentukan tidak ada penyelesaian, aset akan dialihkan ke tahap lelang melalui sinergi dengan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN).

“Penyitaan bukan akhir dari proses. Tapi jika tidak juga ada itikad baik, kami akan melanjutkan ke tahap lelang agar piutang negara bisa dimonetisasi menjadi penerimaan,” tegasnya.

Kegiatan Pekan Sita Serentak ini merupakan salah satu upaya DJP dalam menjamin kepastian hukum, mendorong kepatuhan sukarela, dan menumbuhkan efek jera (deterrent effect) di tengah masyarakat. (alf)

 

Generasi Muda se-Jatim Unjuk Gigi di Final FunTaxTic Competition 2025

IKPI, Jalarta: Dalam rangka memperingati Hari Pajak 2025, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Timur (Kanwil DJP Jatim) II menggelar Final FunTaxTic Competition 2025, sebuah ajang kompetisi kreatif yang menyatukan semangat belajar pajak dengan ekspresi anak muda.

Disiarkan secara langsung melalui kanal YouTube DJP Jatim II pada Kamis pagi (17/7/2025), gelaran ini menjadi sorotan karena berhasil menghadirkan suasana edukatif yang menyenangkan dan inspiratif.

Empat kategori lomba digelar Tax Talk, Ranking 1, Video Reels, dan Desain Poster dengan partisipasi dari siswa SMA dan mahasiswa mitra inklusi perpajakan. Membawa tema besar “Siapkan Generasi Penerus Bangsa Berkarakter dan Paham Pajak”, kompetisi ini bukan hanya soal adu bakat, tapi juga tentang menanamkan nilai kepatuhan sejak dini melalui cara yang relevan dengan dunia generasi Z.

Kepala Kanwil DJP Jawa Timur II, Agustin Vita Avantin, dalam keterangan tertulisnya, Jumat (18/7/2025) mengatakan bahwa pentingnya peran anak muda sebagai fondasi kesadaran pajak di masa depan.

“Pajak bukan sekadar kewajiban administrasi. Ini soal kontribusi dan kepedulian terhadap negeri. Anak muda harus jadi garda depan yang sadar akan perannya sebagai warga negara,” ujarnya.

Diungkapkan Vita, finalis dari berbagai kota tampil memukau. Ada yang menyampaikan pidato pajak dengan narasi menggugah, ada pula yang memvisualisasikan semangat membayar pajak lewat video sinematik dan poster digital. Semua karya mereka dinilai oleh juri dari kalangan profesional, akademisi, dan praktisi pajak.

Uniknya, kata Vita. Para peserta dijuluki “bintang dari galaksi inklusi” simbol bahwa mereka bukan hanya finalis, tapi juga agen perubahan dalam dunia perpajakan.

Selain sebagai wadah kompetisi, ajang ini juga menjadi bentuk nyata sinergi antara DJP, Tax Center perguruan tinggi, dan sekolah-sekolah mitra inklusi di wilayah Jawa Timur II. Edukasi pajak pun hadir tak lagi kaku, tetapi bisa dibungkus dengan kreativitas dan kolaborasi.

Ia menyampaikan harapannya agar ajang ini bisa terus digelar secara rutin. “Kita butuh lebih banyak ruang seperti ini. Tempat anak-anak muda bisa belajar, mencoba, dan menyampaikan pesan penting tentang pajak dengan cara mereka sendiri. Karena mereka bukan hanya peserta lomba mereka adalah masa depan Indonesia,” pungkasnya. (alf)

 

Seminar Pajak IKPI Makassar Pecahkan Rekor Terbanyak, Hadirkan 87 Peserta Umum dan 42 Anggota

IKPI, Makassar: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Makassar kembali menunjukkan komitmennya dalam mendorong peningkatan kompetensi anggotanya lewat penyelenggaraan Seminar Perpajakan yang berlangsung meriah di Hotel Grand Asia, Jl. Boulevard, Panakkukang, Kamis (17/7/2025). Dengan mengusung tema “Memahami PER-11/PJ/2025 dan Update Peraturan Pajak Terbaru”, seminar ini berhasil mencatatkan rekor jumlah peserta terbanyak sepanjang sejarah seminar yang diadakan oleh cabang Makassar.

Ketua IKPI Cabang Makassar, Ezra Palisungan, menyampaikan bahwa kegiatan ini merupakan bagian dari Pengembangan Profesional Berkelanjutan (PPL) bagi anggota, sekaligus menjadi sarana edukasi pajak bagi masyarakat umum. “Antusiasme peserta luar biasa. Ini menunjukkan bahwa dunia perpajakan memang terus menarik untuk dipelajari, apalagi di tengah dinamika regulasi saat ini,” kata Ezra, Jumat (18/7/2025).

(Foto: DOK. IKPI Cabang Makassar)

Seminar yang dihadiri 129 peserta ini menghadirkan Sapto Windi Argo, yang juga merupakan anggota IKPI, sebagai narasumber.

Diungkapkan Ezra, dari total peserta, 42 orang adalah anggota IKPI Cabang Makassar, sementara 87 lainnya berasal dari kalangan staf dan peserta umum.

Tak hanya dihadiri oleh internal IKPI, seminar ini juga mendapat perhatian dari otoritas perpajakan. Kepala Kanwil DJP Sulawesi Selatan, Barat dan Tenggara, Yfr Hermiyana, hadir langsung untuk membuka acara.

Dalam sambutannya, Hermiyana menekankan pentingnya profesionalisme konsultan pajak di tengah kondisi ekonomi global yang menantang.

(Foto: DOK. IKPI Cabang Makassar)

“Tahun 2025 bukan tahun yang mudah. Kita menghadapi gejolak ekonomi internasional yang berimbas pada target penerimaan negara. Oleh karena itu, sinergi antara konsultan pajak dan otoritas sangat dibutuhkan,” kata Hermiyana.

Kehadiran Kakanwil Hermiyana juga didampingi oleh Kabid Pemeriksaan Kanwil DJP Sulselbarta, Muhammad Sukri Subki.

Seminar juga turut dihadiri oleh jajaran pengurus pusat IKPI, di antaranya Ketua Departemen Advokasi dan Bantuan Hukum, Andreas Budiman, serta Anggota Departemen Keanggotaan, Asmeldi.

(Foto: DOK. IKPI Cabang Makassar)

Dengan suasana seminar yang interaktif, kegiatan ini menjadi bukti nyata bahwa edukasi perpajakan tetap relevan dan diminati. “Kami di IKPI Makassar pun berhasil membangun momentum baru dalam memperkuat kolaborasi lintas pemangku kepentingan perpajakan di wilayah timur Indonesia,” kata Ezra. (bl)

Rangkaian HUT ke-60: IKPI Jambi Kumpulkan100 Pendonor dan Bagikan Sembako Gratis

IKPI, Jambi: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Jambi tengah mempersiapkan rangkaian kegiatan sosial dan edukatif yang akan digelar pada Agustus 2025. Ketua IKPI Cabang Jambi, Edi Kurniawan, menyampaikan bahwa dua agenda utama yang akan digelar adalah seminar perpajakan pada 12 Agustus dan aksi donor darah pada 24 Agustus 2025.

“Kegiatan donor darah akan dilaksanakan oleh Pengcab IKPI Jambi dengan target 100 peserta. Kami sudah berkoordinasi dengan PMI Kota Jambi dan mulai membuka link pendaftaran bagi peserta,” ujar Edi, Jumat (18/7/2025).

(Foto: DOK. IKPI Cabang Jambi)

Sebagai bentuk apresiasi, IKPI Jambi juga menyiapkan 100 paket sembako gratis bagi para pendonor yang berhasil menyumbangkan darahnya.

Kegiatan ini juga mendapat sambutan hangat dari Kepala KPP Pratama Jambi Telanaipura, Edi Sihar Tambunan. Ia bahkan menyampaikan dukungannya secara langsung, mengingat dirinya juga aktif sebagai pendonor darah.

“Beberapa minggu sebelumnya, pegawai KPP Pratama Telanaipura juga telah mengadakan kegiatan serupa secara internal,” kata Kepala KPP saat bertemu dengan jajaran pengurus IKPI Jambi di kantornya, Kamis (17/7/2025).

(Foto: DOK. IKPI Cabang Jambi)

Lebih lanjut Edi menegaskan bahwa untuk lokasi kegiatan donor darah akan diputuskan oleh Pengcab Jambi dalam waktu dekat.

Kepala KPP Jambi Telanaipura menyampaikan Aula KPP Pratama Jambi Telanaipura dapat menjadi opsi dikarenakan ruangan yang memadai namun harus berkoordinasi dengan Kasubag umum terlebih dahulu. Semangat kolaboratif antara IKPI Jambi dan PMI Kota Jambi diyakini akan mendorong suksesnya kegiatan kemanusiaan tersebut.

“Selain berkontribusi dalam edukasi perpajakan, kami juga ingin hadir dan memberi manfaat langsung ke masyarakat,” kata Edi. (bl)

DJP Ingatkan Bayar Lewat Deposit Tak Gantikan Kewajiban Lapor SPT

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengingatkan seluruh wajib pajak untuk tetap melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) meskipun telah melakukan pembayaran pajak melalui fitur deposit pajak dalam sistem Coretax. DJP menegaskan, pembayaran lewat deposit tidak serta-merta menggugurkan kewajiban pelaporan pajak.

“Wajib pajak tetap dapat dikenai sanksi administrasi berupa denda atas keterlambatan pelaporan, penerbitan surat teguran, serta tindakan administratif lainnya sebagai bagian dari upaya pengawasan kepatuhan perpajakan,” tulis DJP dalam pengumuman resmi yang disampaikan melalui akun Coretax masing-masing wajib pajak, dikutip, Kamis (17/7/2025).

Fitur deposit pajak merupakan salah satu inovasi dari implementasi sistem Coretax yang tertuang dalam PMK Nomor 81 Tahun 2024. Melalui mekanisme ini, wajib pajak dapat membayar pajak tanpa langsung mengaitkannya dengan jenis kewajiban tertentu. Pembayaran deposit bisa dilakukan melalui sistem penerimaan negara secara elektronik, permohonan pemindahbukuan, atau menggunakan sisa kelebihan pembayaran pajak yang belum dikompensasikan.

Meski menawarkan kemudahan dan menghindarkan dari sanksi bunga karena keterlambatan bayar, DJP menekankan pentingnya ketelitian dalam proses pemindahbukuan. Dana deposit harus segera dialokasikan ke Kode Akun Pajak (KAP) dan Kode Jenis Setoran (KJS) yang sesuai, agar tercatat sebagai pelunasan pajak yang sah.

Tanggal pembayaran juga bergantung pada metode pengisian deposit. Bila dilakukan melalui sistem elektronik, tanggal pada Bukti Penerimaan Negara (BPN) dianggap sebagai tanggal pembayaran. Sedangkan melalui pemindahbukuan atau kelebihan bayar, tanggal yang berlaku mengikuti bukti pemindahbukuan atau penerbitan SKPKPP.

Peningkatan signifikan dalam pemanfaatan fitur ini tercermin dalam laporan penerimaan pajak semester I/2025. Pemerintah mencatat realisasi penerimaan dari pos “pajak lainnya” melonjak drastis menjadi Rp61,3 triliun, atau tumbuh 1.550,6% dibanding periode yang sama tahun lalu.

Diketahui, penerimaan pajak lainnya tumbuh 1.550,6% dibandingkan realisasi semester I/2024. Hal tersebut dipengaruhi oleh inisiatif wajib pajak dalam melakukan deposit pajak. (alf)

DJP: Penunjukan Marketplace Jadi Pemungut PPh 22 Dimulai Bertahap

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memastikan penerapan kebijakan penunjukan marketplace sebagai pemungut Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 tidak akan dilakukan serentak, melainkan secara bertahap. Hal ini sejalan dengan terbitnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025 yang mengatur secara teknis mekanisme pungutan tersebut.

Direktur Peraturan Perpajakan I DJP, Hestu Yoga Saksama, menegaskan bahwa tahapan penunjukan dilakukan demi memastikan kesiapan sistem teknologi informasi dan memberikan edukasi yang cukup kepada para pelaku usaha digital.

“Meski PMK-nya sudah keluar, kami tidak serta-merta menunjuk semua marketplace. Penunjukan dilakukan melalui keputusan Direktur Jenderal Pajak, dengan menyebutkan siapa yang ditunjuk dan sejak kapan berlaku efektif,” ujarnya dalam Podcast Cermati, Kamis (17/7/2025).

Menurut Hestu, langkah bertahap ini meniru pendekatan yang sebelumnya digunakan pemerintah saat menunjuk pelaku Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) asing untuk memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada tahun 2020 lalu. “Kami sudah berdiskusi dengan para marketplace, meminta mereka bersiap dari sisi sistem, dan nanti akan ditunjuk satu per satu,” jelasnya.

Namun Hestu menegaskan bahwa arah kebijakan ini tetap jelas: seluruh marketplace dalam negeri pada akhirnya akan ditunjuk sebagai pemungut pajak. Tujuannya adalah menciptakan level playing field antara pelaku usaha daring dan luring. “Nanti semua marketplace akan kami tunjuk. Supaya ada fairness, agar semua pelaku usaha punya perlakuan pajak yang sama,” tambahnya.

PMK 37/2025 sendiri mengatur bahwa marketplace akan memungut PPh Pasal 22 sebesar 0,5% atas transaksi yang dilakukan oleh pedagang dalam negeri. Tarif ini dapat bersifat final atau tidak final tergantung kondisi wajib pajak. Selain itu, pedagang diwajibkan memberikan informasi transaksi kepada marketplace, yang menjadi dasar pemungutan pajak.

Menariknya, PMK ini menetapkan invoice sebagai dokumen tertentu yang dipersamakan dengan Bukti Pemotongan dan/atau Pemungutan PPh dalam sistem unifikasi. Ini berarti invoice penjualan harus memuat data minimal sesuai standar, dan marketplace pun diwajibkan melaporkan informasi tersebut kepada DJP. (alf)

 

id_ID