Menkeu Purbaya Bahas Kompensasi Energi Bareng Bahlil dan Dony Oskaria di Kantor DJP

Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara. (Foto: Istimewa)

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menerima kunjungan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia serta Kepala Badan Pengaturan (BP) BUMN Dony Oskaria di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Jakarta, Jumat (10/10/2025).

Pertemuan tertutup yang berlangsung selama sekitar satu jam sejak pukul 10.00 WIB itu turut dihadiri Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara beserta jajaran. Ketiganya membahas isu panas: kompensasi energi yang nilainya mencapai triliunan rupiah.

“Kita bahas mengenai pembayaran kompensasi, kompensasi energi,” ujar Suahasil kepada wartawan usai rapat.

Menurut Suahasil, pembahasan ini merupakan tindak lanjut dari rapat sebelumnya antara Menkeu Purbaya dan Komisi XI DPR RI. Fokus utama adalah tagihan kompensasi tahun 2024 yang masih menggantung dan perlu segera diselesaikan.

“Karena ada angka 2024 yang sudah ditetapkan oleh BPK. Itu tadi sudah dilaporkan, termasuk untuk triwulan I dan triwulan II. Semuanya berkaitan dengan pembayaran kompensasi energi,” jelasnya.

Suahasil memastikan pemerintah segera menuntaskan kewajiban tersebut setelah proses verifikasi dan audit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) rampung.

“Untuk kompensasi triwulan II sudah diselesaikan oleh BPK, jadi bisa segera dibayarkan kepada Badan Usaha. Angkanya sudah ada, nanti disampaikan dan dibayarkan,” tegasnya.

Pembayaran kompensasi energi menjadi perhatian serius pemerintah mengingat beban subsidi dan kompensasi energi kerap menekan anggaran negara. Dengan penyelesaian tagihan 2024 dan triwulan II ini, diharapkan hubungan keuangan antara pemerintah dan badan usaha energi bisa kembali seimbang menjelang penutupan tahun anggaran. (bl)

Menkeu Purbaya: Pajak E-Commerce Baru Jalan Kalau Ekonomi Tumbuh di Atas 6 Persen

(Foto: Istimewa)

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan, rencana penerapan pajak terhadap kegiatan niaga elektronik (e-commerce) belum akan diberlakukan dalam waktu dekat. Menurutnya, kebijakan tersebut baru akan dijalankan jika perekonomian nasional telah pulih sepenuhnya dan tumbuh di atas 6 persen.

“Saya bilang akan kita jalankan kalau ekonomi sudah recover. Mungkin kita sudah akan recover. Tapi belum recover fully. Let’s say ekonomi tumbuh 6 persen atau lebih, baru saya pertimbangkan,” ujar Purbaya di Jakarta, Kamis (9/10/2025).

Ia juga menegaskan bahwa keputusan untuk memulai pemungutan pajak terhadap sektor tertentu sepenuhnya berada di tangan Menteri Keuangan. “Kan menterinya saya,” ucapnya.

Sebelumnya, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah menyiapkan skema pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 bagi pedagang daring sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025. Namun, kebijakan itu belum diberlakukan menunggu kondisi ekonomi yang dinilai lebih siap.

Pajak tersebut bukan jenis pajak baru, melainkan penyederhanaan mekanisme administrasi agar setara dengan pelaku usaha konvensional. Bagi pedagang dengan omzet di atas Rp500 juta per tahun, tetap berlaku tarif pajak 0,5 persen, baik bersifat final maupun tidak final.

Dalam rancangan PMK itu, pemungutan dilakukan oleh platform atau lokapasar tempat pedagang bertransaksi. Tujuannya adalah mempermudah kepatuhan pajak, menyamakan perlakuan antar pelaku usaha, dan menutup celah ekonomi tersembunyi (shadow economy) yang sering terjadi di sektor digital.

Kemenkeu menegaskan, fokus utama aturan ini bukan untuk meningkatkan penerimaan, melainkan untuk menciptakan sistem perpajakan yang lebih sederhana dan transparan di ranah ekonomi digital. (bl)

DJP Periksa 13 Pegawai “Nakal”, Dirjen Bimo: Jumlahnya Terus Berkembang

(Foto: Istimewa)

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan kembali bersih-bersih internal. Setelah resmi memecat 26 pegawai bermasalah, kini giliran 13 pegawai pajak lain yang tengah diperiksa atas dugaan pelanggaran serius.

Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto menegaskan bahwa proses penegakan disiplin di tubuh DJP tidak berhenti di pemecatan sebelumnya. Ia memastikan langkah bersih-bersih akan terus berlanjut demi menjaga integritas lembaga.

“Masih ada 13 lagi yang kami proses. Nanti akan berkembang, jadi enggak cuma segitu,” ujar Bimo di Kantor Pusat DJP, Jakarta Selatan, Kamis (9/10/2025).

Bimo mengakui, jumlah pegawai yang diperiksa bisa saja bertambah seiring pendalaman investigasi. Namun, ia berharap ke depan seluruh aparatur pajak bisa menjalankan tugas sesuai aturan.

“Mudah-mudahan sih setop, kalau orangnya sudah baik-baik semua,” tambahnya.

Meski enggan membeberkan detail “dosa” para pegawai yang telah dipecat, Bimo membenarkan bahwa sebagian kasus berkaitan dengan pengemplangan pajak bernilai jumbo mencapai Rp60 triliun.

Langkah tegas DJP ini mendapat dukungan penuh dari Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, yang menegaskan bahwa tindakan tanpa pandang bulu ini menjadi peringatan keras bagi seluruh jajaran pajak.

“Kalau ada yang ketahuan menerima uang atau bermain-main dengan kewenangan, ya harus dipecat. Enggak ada ampun,” tegas Purbaya dalam konferensi pers di Kantor Kemenkeu, Jakarta Pusat, Selasa (7/10/2025).

Ia berharap upaya bersih-bersih ini menjadi momentum pemulihan kepercayaan publik terhadap otoritas perpajakan.

“Ini bukan sekadar disiplin, tapi pesan moral bahwa pengabdian di DJP harus bebas dari praktik kotor,” pungkasnya. (alf)

DJP Ancam Sita Aset hingga Pidanakan 200 Pengemplang Pajak

(Foto: Istimewa)

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan semakin gencar memburu para penunggak pajak. Sebanyak 200 wajib pajak besar kini menjadi target utama penagihan aktif dengan total utang pajak mencapai Rp60 triliun.

Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto menegaskan, pemerintah tidak akan ragu mengambil langkah ekstrem terhadap para pengemplang pajak yang tetap membandel. Sanksinya mencakup penyitaan aset, pemblokiran rekening, pencekalan ke luar negeri, hingga pemidanaan melalui gijzeling atau paksa badan.

“Apabila ternyata memang tidak kooperatif lagi, kami akan lakukan pencekalan juga, bahkan nanti kalau memang perlu dengan tindakan pemidanaan melalui gijzeling,” ujar Bimo, Kamis (9/10/2025).

Menurutnya, aset yang sudah disita akan dilelang apabila utang pajak tidak juga dilunasi dalam batas waktu yang ditentukan. Untuk mempercepat proses ini, DJP bekerja sama dengan berbagai lembaga seperti Kejaksaan Agung dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) guna melacak aset dan memperkuat penegakan hukum.

Meski begitu, realisasi penagihan masih jauh dari target. Dari total piutang Rp60 triliun, baru sekitar Rp7 triliun atau 11,6% yang berhasil masuk ke kas negara.

Langkah agresif ini menegaskan komitmen DJP dalam menegakkan keadilan fiskal dan menekan kebocoran penerimaan negara. Pemerintah ingin memberi sinyal kuat bahwa mengemplang pajak bukan sekadar pelanggaran administratif, melainkan bisa berujung pidana.

“Kami akan pastikan setiap rupiah pajak yang tertunggak bisa kembali ke kas negara,” tutup Bimo. (alf)

DJP Tegaskan Kejar Pengemplang Pajak di Semua Sektor Usaha

(Foto: Istimewa)

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan memastikan tidak akan memberi ruang bagi para pengemplang pajak di seluruh sektor ekonomi. Direktur Jenderal Pajak, Bimo Wijayanto, menegaskan praktik penunggakan pajak kini ditemukan di hampir semua bidang usaha mulai dari sektor ekstraktif, sumber daya alam, perkebunan, pertambangan, hingga jasa keuangan dan infrastruktur.

“Hampir semua sektor ya, ada sektor ekstraktif, ada sektor sumber daya alam tentu, sektor perkebunan, pertambangan, juga sektor jasa, perdagangan, dan konstruksi,” ujar Bimo di Kantor DJP, Jakarta, Kamis (9/10/2025).

Menurutnya, kondisi ini menjadi tantangan besar bagi DJP untuk memperkuat pengawasan sekaligus meningkatkan kesadaran wajib pajak di seluruh lapisan industri. Untuk menekan angka penunggakan, DJP kini memperkuat langkah penagihan aktif dan kolaborasi lintas lembaga. 

Kerja sama dijalin dengan Kejaksaan Agung, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan instansi lain dalam menelusuri aset dan mempercepat proses hukum terhadap pengemplang pajak.

“Upaya percepatan dilakukan lewat asset tracing dan penagihan aktif bersama beberapa institusi seperti Kejaksaan Agung,” jelasnya. Hasilnya, dalam waktu hanya sepekan, DJP berhasil mengamankan penerimaan hampir Rp7 triliun dari berbagai kasus besar.

Selain memperketat penagihan, Bimo menegaskan DJP juga melakukan bersih-bersih internal. Ia mengakui masih ada oknum yang bermain curang dalam proses penagihan, namun mereka langsung diberi sanksi tegas. “Kalau terbukti curang, langsung kami berhentikan, dan kerugian negara wajib dikembalikan,” ujarnya.

Pemerintah pun tak segan menggunakan langkah paling keras berupa penyanderaan (gijzeling) bagi wajib pajak bandel yang tak kooperatif meski sudah diberikan berbagai peringatan. “Apabila tidak juga kooperatif, kita akan lakukan pencekalan bahkan tindakan pemidanaan melalui gijzeling atau paksa badan,” tegas Bimo.

Dengan penegakan hukum tanpa pandang bulu dan pembersihan internal yang berkelanjutan, Bimo optimistis kepatuhan pajak nasional akan meningkat, sekaligus memperkuat penerimaan negara di tahun-tahun mendatang. (alf)

Pajak e-Commerce Dipungut Februari 2026, DJP: Sistem Sudah Siap, Tinggal Jalan!

(Foto: Istimewa)

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan pajak untuk pedagang daring atau e-commerce akan mulai dipungut pada Februari 2026. Kepastian itu disampaikan langsung oleh Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto saat ditemui di Kantor Pusat DJP, Jakarta, Kamis (9/10/2025).

“(Pajak e-Commerce) Februari 2026,” ujar Bimo kepada media.

Kebijakan ini merupakan kelanjutan dari Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025 yang mengatur pemungutan PPh Pasal 22 sebesar 0,5% bagi pedagang yang bertransaksi melalui platform e-commerce.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa sempat menunda penerapan aturan tersebut. Penundaan itu dilakukan setelah menerima masukan dari pelaku usaha yang khawatir penerapan pajak terlalu cepat di tengah pemulihan ekonomi yang belum stabil.

“Kita tunggu dulu deh, paling enggak sampai kebijakan penempatan uang pemerintah Rp200 triliun di bank, kebijakan untuk mendorong perekonomian, mulai kelihatan dampaknya. Baru kita pikirkan nanti,” kata Purbaya di kantornya, Jumat (26/9/2025).

Meski begitu, Purbaya menegaskan infrastruktur dan sistem pemungutan sudah siap 100%. Uji coba pemungutan bahkan telah dilakukan di beberapa platform besar, dengan hasil yang memuaskan.

“Sistemnya sudah siap, sudah dites, bahkan beberapa sudah bisa melakukan pemungutan. Jadi tinggal pelaksanaannya saja yang menunggu waktu,” ujarnya.

Menurutnya, pelaksanaan pajak e-commerce ini akan dilakukan ketika daya beli masyarakat sudah kembali menguat, sehingga tidak menekan aktivitas jual beli online yang saat ini menjadi salah satu motor pertumbuhan ekonomi digital.

“Kita enggak mau ganggu dulu daya beli sebelum dorongan ekonomi benar-benar masuk ke sistem perekonomian,” jelasnya.

Dengan dimulainya pungutan pajak e-commerce pada Februari 2026, pemerintah berharap ekonomi digital Indonesia bisa tumbuh lebih sehat dan berkeadilan, di mana setiap pelaku usaha memiliki kontribusi yang sama terhadap penerimaan negara. (alf)

Coretax Gantikan e-Form, Begini Cara Baru Lapor SPT Badan 2025

(Foto: Istimewa)

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) resmi menerapkan aplikasi Coretax sebagai platform utama pelaporan SPT Tahunan PPh Badan tahun pajak 2025. Aturan baru ini juga berlaku bagi wajib pajak badan dengan peredaran bruto tertentu yang menggunakan tarif PPh final 0,5%.

Kewajiban pelaporan melalui Coretax ditetapkan lewat Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-11/PJ/2025, yang menggantikan sistem lama berbasis e-Form. Sistem baru ini menghadirkan perubahan besar dalam proses pelaporan, format lampiran, dan validasi data pajak.

DJP menyebut, pembaruan ini dilakukan agar pelaporan SPT badan menjadi lebih terintegrasi, efisien, dan minim kesalahan input. Namun, wajib pajak perlu memahami format dan fitur baru di Coretax agar proses pelaporan berjalan lancar.

Berikut tiga hal penting yang perlu diperhatikan:

1. Lampiran 5 Jadi Wajib Diisi di Coretax

Bagi badan usaha dengan peredaran bruto tertentu, laporan mengenai peredaran bruto dan PPh Final 0,5% kini sudah menyatu dalam formulir SPT Tahunan di Coretax.

Sesuai PMK Nomor 164 Tahun 2023 Pasal 9 ayat (1), laporan tersebut harus dicantumkan di Lampiran 5, yang terdiri dari:

• Bagian A: Rincian alamat tempat kegiatan usaha.

• Bagian B: Rekap peredaran bruto dan PPh final yang disetor sendiri atau dipotong pihak lain.

Lampiran 5 baru bisa diisi setelah wajib pajak menjawab “Ya” pada Induk SPT Bagian C.1a.

2. Cek Kesesuaian Bukti Potong di Sistem

Coretax menampilkan data pemotongan PPh Final 0,5% secara otomatis di Lampiran 3 (fitur prepopulated).

Meski begitu, wajib pajak tetap harus memeriksa apakah identitas pemotong dan jumlah potongan sudah benar.

Jika ada kesalahan, data bisa diubah, dihapus, atau ditambahkan manual (key-in). Nilainya harus sesuai dengan jumlah PPh final di Lampiran 5 Bagian B.

3. Catat Kelebihan Pajak dengan Benar

Apabila terdapat kelebihan pembayaran pajak, wajib pajak harus mengisi jumlah tersebut di Induk SPT Bagian H angka 21 huruf j.

Kelebihan ini dapat diajukan untuk pengembalian (restitusi) sesuai ketentuan pengembalian pajak yang seharusnya tidak terutang.

DJP menegaskan bahwa penggunaan Coretax merupakan bagian dari modernisasi administrasi perpajakan nasional.

Melalui sistem ini, pelaporan SPT Badan menjadi lebih akurat, transparan, dan terhubung langsung dengan data pemotongan pajak dari pihak lain.

Sebagai catatan, batas waktu pelaporan SPT Tahunan PPh Badan tahun pajak 2025 jatuh pada 30 April 2026. Wajib pajak disarankan mempelajari panduan teknis Coretax dan mencoba simulasi pelaporan lebih awal agar terhindar dari kendala teknis menjelang tenggat. (bl)

Sebelas Provinsi Berlakukan Bebas Denda, hingga Penghapusan Tunggakan Pajak Kendaraan Bermotor

(Foto: Istimewa)

IKPI, Jakarta: Kabar gembira bagi para pemilik kendaraan bermotor! Sebanyak 11 provinsi di Indonesia resmi memberlakukan program pemutihan pajak kendaraan selama Oktober 2025. Program ini menjadi kesempatan emas bagi masyarakat untuk melunasi pajak kendaraan dengan lebih ringan bahkan banyak yang bisa bebas denda dan tunggakan lama.

Program pemutihan pajak ini menjadi salah satu strategi pemerintah daerah untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak sekaligus mengoptimalkan penerimaan daerah dari sektor kendaraan bermotor. Setiap provinsi memiliki kebijakan dan jadwal berbeda, namun intinya sama: membantu warga yang tertunggak pajak agar bisa menata ulang kewajibannya tanpa beban berat.

Berikut daftar lengkap provinsi dan fasilitas keringanan yang diberikan:

1. Aceh (1 Mei – 31 Desember 2025)

→ Bebas pajak progresif dan denda tunggakan kendaraan.

2. Banten (hingga 31 Oktober 2025)

→ Pembebasan pokok dan sanksi PKB, asalkan bayar pajak tahun berjalan.

3. Yogyakarta (hingga 31 Oktober 2025)

→ Bebas denda PKB, BBNKB, serta SWDKLLJ tahun sebelumnya.

4. Kalimantan Barat (hingga 20 Desember 2025)

→ Diskon pokok PKB, pajak progresif, dan gratis BBNKB.

5. Kalimantan Selatan (5 Januari – 31 Desember 2025)

→ Diskon besar untuk PKB dan BBNKB, bebas tunggakan dan denda—cukup bayar tahun berjalan.

6. Lampung (1 Agustus – 31 Oktober 2025)

→ Bebas tunggakan, denda, pajak progresif, BBNKB kendaraan bekas, serta bebas denda mutasi masuk.

7. Papua Barat (1 Juli – 20 Desember 2025)

→ Penghapusan sanksi administratif dan pengurangan pokok pajak & BBNKB.

8. Riau (hingga 15 Desember 2025)

→ Denda dan tunggakan dihapus, mutasi masuk dapat diskon, wajib pajak taat dapat potongan tambahan.

9. Kepulauan Riau (1 Juli – 15 November 2025)

→ Bebas sanksi administrasi PKB 100%, bebas denda SWDKLLJ, dan bebas BBNKB II.

10. Sulawesi Tenggara (hingga April 2026)

→ Fokus bantu pelajar dan mahasiswa pemilik kendaraan; bebas tunggakan dan denda PKB tahun 2024.

11. Kalimantan Utara (hingga Desember 2025)

→ Denda pajak dihapus, cukup bayar biaya administrasi STNK, BPKB, dan TNKB.

Cara Mengikuti Pemutihan Pajak Oktober 2025

Warga yang ingin memanfaatkan program ini cukup datang ke Samsat terdekat dengan membawa dokumen berikut:

• STNK dan fotokopinya

• BPKB asli dan fotokopi

• KTP sesuai nama pada STNK

• Bukti pembayaran pajak terakhir (jika ada)

• Formulir pemutihan dari petugas Samsat

Langkahnya mudah: isi formulir, serahkan dokumen, tunggu verifikasi, dan bayar pajak pokok kendaraan. Setelah lunas, simpan bukti pembayaran resmi sebagai tanda sah bahwa kendaraan Anda sudah bebas tunggakan. (alf)

Malaysia Tak Akan Tambah Pajak Baru, Tapi Subsidi dan Bansos Naik di Anggaran 2026

(Foto: Istimewa)

IKPI, Jakarta: Perdana Menteri Anwar Ibrahim bersiap mengumumkan Anggaran Malaysia 2026 yang diperkirakan akan memperbesar alokasi subsidi dan bantuan sosial (bansos) bagi masyarakat. Kebijakan ini diambil untuk menahan tekanan biaya hidup, sekaligus menjaga keseimbangan fiskal di tengah perlambatan ekonomi.

Lembaga riset CGS International memproyeksikan bahwa pemerintah tidak akan memperkenalkan pajak baru berskala luas, melainkan fokus pada penyesuaian terbatas, seperti kenaikan cukai alkohol dan tembakau serta penerapan pajak karbon yang sudah diusulkan sebelumnya.

“Sebagian besar reformasi pajak besar telah dilakukan dalam beberapa tahun terakhir, sehingga kami tidak mengharapkan adanya kejutan fiskal yang signifikan,” tulis CGS International dalam laporannya, dikutip Kamis (9/10/2025).

Anggaran baru ini akan menjadi penyempurna dari tiga anggaran sebelumnya, sekaligus mendukung rencana pembangunan lima tahun yang diumumkan pada Juli lalu. Fokus utama Anwar adalah memperkuat jaring pengaman sosial dan mendorong investasi di sektor strategis seperti semikonduktor serta transisi energi hijau.

Sepanjang tahun ini, pemerintah Malaysia telah menempuh sejumlah langkah reformasi fiskal penting, termasuk perluasan pajak penjualan dan jasa (SST) serta penyesuaian subsidi bahan bakar yang telah lama tertunda.

Meski reformasi berjalan, pertumbuhan penerimaan negara diperkirakan melambat pada tahun depan. Kontribusi dividen dari perusahaan energi milik negara Petronas diprediksi turun menjadi RM20–25 miliar, dari RM32 miliar tahun ini, akibat penurunan harga minyak global.

Petronas merupakan salah satu penopang utama penerimaan pemerintah federal, sehingga penurunan labanya menjadi tantangan tersendiri bagi Anwar dalam menjaga kesehatan fiskal.

Namun, dengan pertumbuhan ekonomi Malaysia yang masih mencapai 4,4% pada paruh pertama tahun ini, pemerintah optimistis bahwa kesejahteraan rakyat dan stabilitas fiskal dapat tetap berjalan beriringan di tahun depan. (alf)

Thailand Terapkan “Pajak Injak Tanah” Rp153 Ribu untuk Turis Asing

(Foto: Istimewa)

IKPI, Jakarta: Setelah bolak-balik tertunda sejak 2020, Thailand akhirnya bersiap memungut pajak wisata sebesar 300 baht (sekitar Rp153 ribu) bagi wisatawan mancanegara—termasuk turis asal Indonesia. Menteri Pariwisata dan Olahraga Thailand yang baru, Atthakorn Sirilatthayakorn, memastikan kebijakan ini akan dijalankan selama masa jabatannya, berapapun risikonya terhadap arus kunjungan turis.

Pajak yang dikenal secara lokal sebagai “Kha Yeap Pan Din” atau “pajak injak tanah” itu sebenarnya sudah sempat dijadwalkan berlaku tahun ini. Namun, mantan menteri sebelumnya, Sorawong Thienthong, menunda penerapannya tanpa kepastian waktu. Kini, Sirilatthayakorn menghidupkan kembali rencana itu dengan pendekatan baru: transparansi penggunaan dana.

“Kita harus mengomunikasikan secara jelas bagaimana wisatawan akan benar-benar diuntungkan,” tegas Sirilatthayakorn, dikutip dari The Bangkok Post, Kamis (9/10/2025).

Menurutnya, dana yang terkumpul dari pajak wisata akan dialokasikan untuk asuransi pengunjung, pemeliharaan destinasi, dan pengembangan infrastruktur pariwisata di seluruh negeri. Pemerintah Thailand menargetkan empat bulan ke depan untuk menyelesaikan kerangka hukum dan teknis, sebelum mengumumkan tanggal resmi penerapan. Meski begitu, media lokal memperkirakan pajak baru ini baru efektif akhir 2026.

Langkah ini dilakukan di tengah ambisi pemerintahan baru Thailand untuk mengembalikan jumlah turis internasional ke angka pra-pandemi, yakni hampir 40 juta kunjungan per tahun.

Namun, keputusan tersebut juga berpotensi membuat biaya liburan ke Thailand melonjak. Selain pajak wisata, para pejabat juga tengah menyiapkan kenaikan Biaya Layanan Penumpang (PSC) alias airport tax internasional.

Otoritas Penerbangan Sipil Thailand (CAAT) mengusulkan kenaikan hingga 100 baht (sekitar Rp50 ribu) per penumpang, dengan potensi tambahan pendapatan 3 miliar baht per tahun bagi operator bandara Thailand (AoT). Direktur CAAT, Manat Chawanaprayoon, menilai tarif saat ini 730 baht atau sekitar Rp367 ribu sudah terlalu rendah.

“Jika dibandingkan dengan Bandara Changi Singapura yang mengenakan biaya sekitar 1.400–1.500 baht, tarif kita masih jauh di bawah standar,” ujarnya.

CAAT juga tengah meninjau kemungkinan pengenaan biaya tambahan untuk penumpang transit dan transfer yang selama ini dikecualikan. Semua usulan tersebut akan diajukan ke Dewan Penerbangan Sipil Thailand (CAB) bulan ini.

Dengan dua kebijakan baru itu, Thailand tampak serius memonetisasi industri wisatanya demi menopang keuangan sektor pariwisata yang menjadi tulang punggung ekonomi negeri Gajah Putih tersebut. Namun bagi turis asing, terutama dari kawasan ASEAN, liburan ke Bangkok, Phuket, atau Chiang Mai sebentar lagi bisa terasa sedikit lebih mahal dari biasanya. (alf)

id_ID