DJP Tekankan Pentingnya Menjaga Kerahasiaan Password dan Passphrase

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) kembali mengingatkan seluruh Wajib Pajak, baik perorangan maupun badan, untuk menjaga kerahasiaan password dan passphrase yang digunakan dalam mengakses layanan Coretax DJP. Informasi ini merupakan tanggung jawab pribadi setiap Wajib Pajak dan tidak boleh dibagikan kepada pihak lain, termasuk pihak yang tidak berwenang.

Dalam pengumuman di akun Instagram resmi DJP, dijelaskan bahwa Password dan passphrase merupakan kunci utama dalam mengakses akun perpajakan. Khusus untuk Wajib Pajak badan, penanggung jawab yang ditunjuk diimbau untuk tidak membagikan informasi ini, baik untuk akun pribadi maupun akun badan, kepada siapapun. Hal ini bertujuan untuk melindungi data perpajakan dari potensi penyalahgunaan atau kebocoran data.

“Kerahasiaan password dan passphrase adalah langkah pertama dalam menjaga keamanan data perpajakan. Kami mengimbau seluruh Wajib Pajak untuk tidak membagikan informasi ini kepada pihak lain, termasuk pihak yang tidak berwenang,” kata pengumuman tersebut.

DJP juga menekankan pentingnya kesadaran bersama dalam mewujudkan keamanan sistem perpajakan. Dengan menjaga kerahasiaan informasi akun, Wajib Pajak turut berkontribusi dalam mencegah tindakan yang dapat merugikan, seperti pencurian data atau akses tidak sah ke sistem perpajakan.

DJP berharap dengan langkah-langkah ini, seluruh Wajib Pajak dapat lebih waspada dan proaktif dalam menjaga keamanan data perpajakan. (alf)

DJP Ingatkan WP Segera Lapor SPT Tahunan 2024, Hindari Denda Administrasi!

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mengingatkan seluruh Wajib Pajak (WP) yang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) untuk segera melaporkan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Pajak tahunan 2024. Pelaporan SPT tahunan merupakan kewajiban yang harus dipenuhi guna menghindari sanksi keterlambatan dan denda administrasi.

Jadwal Batas Lapor SPT Tahunan 2024

Berdasarkan ketentuan yang berlaku, batas waktu pelaporan SPT tahunan untuk tahun pajak 2024 telah ditetapkan sebagai berikut:

– Wajib Pajak Orang Pribadi: 1 Januari – 31 Maret 2025

– Wajib Pajak Badan: 1 Januari – 30 April 2025

Wajib Pajak yang melebihi batas waktu tersebut akan dikenakan denda administrasi. Oleh karena itu, penting untuk memastikan pelaporan SPT dilakukan tepat waktu.

Dokumen yang Perlu Disiapkan

Untuk memudahkan proses pelaporan, berikut adalah daftar dokumen yang perlu disiapkan:

1. Wajib Pajak Orang Pribadi:

– NIK dan NPWP (jika NPWP sudah terintegrasi dengan NIK, cukup gunakan NIK)

– Nomor EFIN (Electronic Filing Identification Number)

– Akun DJP Online (untuk akses pelaporan)

– Bukti Potong Pajak (jika bekerja sebagai karyawan)

– Formulir sesuai jenis penghasilan:

– Formulir 1770S (untuk penghasilan di atas Rp60 juta per tahun)

– Formulir 1770SS (untuk penghasilan di bawah Rp60 juta per tahun)

2. Wajib Pajak Badan:

– Laporan Keuangan (laba rugi, neraca, dan laporan perubahan modal)

– Penghitungan Peredaran Bruto dan Pembayaran Pajak (khusus UMKM)

– Laporan Penyampaian Country by Country Report (jika diwajibkan)

– Formulir 1770 (untuk Wajib Pajak Badan)

Sistem Pelaporan SPT Tahunan 2024

Pelaporan SPT tahun pajak 2024 masih dilakukan melalui sistem DJP Online di situs resmi [pajak.go.id](https://pajak.go.id).

Meskipun sistem modern Coretax telah dijadwalkan untuk mulai beroperasi pada awal 2025, sistem ini baru akan mencakup transaksi pajak tahun 2025 yang akan dilaporkan pada tahun 2026. Dengan demikian, pelaporan SPT tahun pajak 2024 tetap menggunakan sistem lama melalui DJP Online.

Cara Melaporkan SPT Secara Online

Berikut adalah langkah-langkah untuk melaporkan SPT secara online:

1. Akses situs DJP Online di [pajak.go.id](https://pajak.go.id).

2. Login menggunakan NPWP/NIK, kata sandi, dan kode keamanan.

3. Pilih menu “Lapor” dan klik “e-Filing”.

4. Isi formulir sesuai dengan jenis SPT.

5. Unggah dokumen pendukung (jika diperlukan).

6. Kirim SPT dan simpan bukti penerimaan elektronik (BPE).

Sanksi Keterlambatan Pelaporan

Bagi Wajib Pajak yang tidak melaporkan SPT sesuai jadwal, akan dikenakan denda administrasi sebagai berikut:

– Wajib Pajak Orang Pribadi: Denda Rp100.000

– Wajib Pajak Badan: Denda Rp1.000.000

Pentingnya Pelaporan Tepat Waktu

Pelaporan SPT Tahunan merupakan kewajiban setiap Wajib Pajak yang memiliki NPWP. Dengan melaporkan SPT tepat waktu, Wajib Pajak tidak hanya terhindar dari denda, tetapi juga turut serta dalam mendukung sistem perpajakan yang transparan dan akuntabel.

Informasi lebih lanjut dapat diakses melalui situs resmi Direktorat Jenderal Pajak di [pajak.go.id](https://pajak.go.id). (alf)

Wajib Pajak Tetap Harus Lapor SPT Meski Tidak Bekerja, Ini Aturannya! 

IKPI, Jakarta: Setiap masyarakat yang telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) wajib melaporkan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) setiap tahunnya. Kewajiban ini berlaku bagi seluruh Wajib Pajak (WP) di Indonesia, termasuk bagi mereka yang sudah tidak bekerja atau tidak memiliki penghasilan.

SPT Tahunan merupakan dokumen penting yang digunakan WP untuk melaporkan perhitungan, pembayaran pajak, serta informasi terkait objek pajak dan non-objek pajak, termasuk data harta dan kewajiban. Pelaporan SPT Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) untuk WP Orang Pribadi harus dilakukan paling lambat tiga bulan setelah berakhirnya tahun pajak, atau tepatnya pada bulan Maret.

Banyak WP beranggapan bahwa kewajiban pelaporan SPT hanya berlaku saat mereka memiliki penghasilan atau menjalankan usaha. Namun, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menegaskan bahwa selama status NPWP masih aktif, kewajiban pelaporan SPT tetap berlaku, meskipun tidak ada penghasilan yang dilaporkan.

Aturan bagi Wajib Pajak

Bagi WP yang sudah tidak bekerja atau tidak memiliki penghasilan, terdapat beberapa opsi yang dapat dilakukan:

1. Mengajukan Status Non-Efektif

Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan perubahan status NPWP menjadi non-efektif. Dengan status ini, kewajiban pelaporan SPT tidak lagi berlaku. Namun, jika WP kembali memperoleh penghasilan, status NPWP harus diaktifkan kembali.

2. Penghapusan NPWP

Wajib Pajak dapat mengajukan penghapusan NPWP jika merasa tidak akan lagi memiliki kewajiban perpajakan. Namun, penghapusan NPWP untuk orang pribadi hanya dapat dilakukan dalam kondisi tertentu, seperti meninggal dunia atau pindah ke luar negeri secara permanen.

3. Tetap Melaporkan SPT

Jika WP tidak ingin mengubah status NPWP menjadi non-efektif, mereka tetap wajib melaporkan SPT. Dalam hal ini, SPT dapat diisi dengan status nihil jika tidak ada penghasilan yang diperoleh.

Sanksi bagi WP yang Tidak Melaporkan SPT

Wajib Pajak yang tidak memenuhi kewajiban pelaporan SPT akan dikenakan sanksi administrasi. Menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), WP yang terlambat melaporkan SPT Tahunan akan dikenakan denda sebesar Rp100.000 untuk WP orang pribadi dan Rp1.000.000 untuk WP badan.

DJP mengingatkan bahwa sistem perpajakan di Indonesia menganut prinsip self-assessment, di mana WP bertanggung jawab penuh untuk menghitung, membayar, dan melaporkan kewajiban pajaknya secara mandiri. Oleh karena itu, penting bagi WP untuk memahami dan mematuhi aturan yang berlaku guna menghindari sanksi yang memberatkan.

Bagi WP yang membutuhkan informasi lebih lanjut atau bantuan terkait pelaporan SPT, DJP menyediakan layanan konsultasi melalui Kantor Pelayanan Pajak (KPP) terdekat atau melalui platform online resmi DJP. (alf)

DJP Ingatkan Penipuan dengan Akun Palsu Menyerupai Kring Pajak di Medsos X

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengingatkan masyarakat untuk berhati-hati terhadap akun media sosial (medsos) palsu di platform X yang menyerupai akun resmi Kring Pajak 1500200. Akun-akun ini berusaha menipu wajib pajak dengan menyamar sebagai sumber informasi perpajakan yang sah.

DJP menegaskan bahwa akun resmi mereka di X memiliki verified badge abu-abu, sebagai tanda autentikasi dari platform tersebut. Akun-akun resmi yang dapat diikuti untuk informasi perpajakan adalah, @kring_pajak dan @DitjenPajakRI.

Selain itu, beberapa unit kerja DJP juga memiliki akun resmi di media sosial masing-masing. Wajib pajak dapat memeriksa daftar lengkap akun resmi DJP melalui laman www.pajak.go.id/unit-kerja.

Wajib pajak diminta memastikan hanya berinteraksi dengan akun resmi DJP jika membutuhkan informasi terkait perpajakan.

DJP mengimbau jika masyarakat menemukan akun mencurigakan, segera laporkan agar tidak ada korban penipuan. (alf)

PKP Tertentu Wajib Gunakan e-Faktur dalam Pembuatan Faktur Pajak

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah menerapkan kebijakan baru terkait pembuatan Faktur Pajak bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP) tertentu yang berlaku sejak16 Januari 2025. Kebijakan ini sejalan dengan implementasi sistem Coretax DJP yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan kepatuhan pajak.

Dalam ketentuan itu, PKP tertentu yang melakukan pembuatan Faktur Pajak dengan jumlah tertentu, sebagaimana ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak, wajib menggunakan aplikasi e-Faktur. Sementara itu, PKP lainnya tetap harus membuat Faktur Pajak melalui aplikasi Coretax DJP.

Selain itu, seluruh PKP diwajibkan melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) mulai Januari 2025 dengan menggunakan aplikasi Coretax DJP.

Contoh Kasus Penerapan e-Faktur

Sebagai ilustrasi penerapan aturan baru ini, berikut beberapa contoh kasus yang dapat menjadi acuan bagi PKP dalam pembuatan Faktur Pajak:

1. Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) yang Tergolong Mewah
Pada 20 Januari 2025, PT ABC, yang merupakan PKP tertentu, menjual mobil 1.500 cc kepada PT DEF dengan harga jual Rp300.000.000,00 (belum termasuk PPN). Karena mobil tersebut termasuk dalam kelompok BKP yang tergolong mewah, maka PPN yang terutang dihitung dengan tarif 12% dari harga jual:
• Harga Jual: Rp300.000.000,00
• Dasar Pengenaan Pajak (DPP): Rp300.000.000,00
• PPN (12% dari DPP): Rp36.000.000,00

Sebelum mengunggah Faktur Pajak ke DJP, PT ABC harus memastikan bahwa nilai PPN telah disesuaikan dengan ketentuan, karena dalam sistem e-Faktur sebelumnya nilai PPN masih tercatat sebesar Rp33.000.000,00.

2. Penyerahan BKP Selain yang Tergolong Mewah

Pada 21 Januari 2025, PT GHI, yang juga merupakan PKP tertentu, menjual komputer kepada PT JKL dengan harga jual Rp12.000.000,00 (belum termasuk PPN). Karena komputer bukan termasuk BKP yang tergolong mewah, maka PPN dihitung berdasarkan DPP yang merupakan 11/12 dari harga jual:

• Harga Jual: Rp12.000.000,00
• DPP: Rp11.000.000,00 (11/12 dari harga jual)
• PPN (12% dari DPP): Rp1.320.000,00

Sebelum mengunggah Faktur Pajak, PT GHI harus memastikan bahwa nilai DPP dan PPN sudah disesuaikan sesuai dengan aturan, karena nilai awal dalam sistem e-Faktur masih tercatat lebih tinggi.

Pentingnya Memeriksa Validitas Sertifikat Elektronik

DJP juga mengingatkan seluruh PKP untuk memastikan bahwa sertifikat elektronik mereka masih berlaku. Sertifikat yang telah kedaluwarsa harus segera diperpanjang agar tidak menghambat pembuatan Faktur Pajak melalui e-Faktur.

Dengan kebijakan ini, DJP berharap penerapan Coretax DJP dapat meningkatkan akurasi dan transparansi dalam administrasi perpajakan. PKP diharapkan segera menyesuaikan diri dengan ketentuan baru untuk menghindari kendala dalam pelaporan dan pembayaran pajak. (alf)

Proses Pembuatan Faktur Pajak Keluaran Kode 04 DPP Nilai Lain di Coretax DJP

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) kini telah mengimplementasikan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 131 Tahun 2024 dan Peraturan Direktur Jenderal Pajak (PER-1/PJ/2025) dalam pembuatan Faktur Pajak Keluaran dengan Kode Faktur 04 DPP Nilai Lain melalui sistem Coretax DJP.

Langkah ini bertujuan untuk meningkatkan transparansi serta mempermudah Wajib Pajak dalam melakukan pelaporan dan pembayaran pajak. Berikut adalah tahapan dalam proses pembuatan Faktur Pajak Keluaran Kode 04 di sistem e-Faktur Coretax DJP:

1. Login ke Sistem Coretax DJP
Wajib Pajak atau kuasa yang ditunjuk harus melakukan login menggunakan NIK, NPWP, atau NITKU. Setelah memasukkan kata sandi dan captcha, pengguna dapat mengakses sistem Coretax dan memilih fitur impersonasi jika bertindak atas nama wajib pajak lain.

2. Memilih Modul dan Menu Pajak Keluaran
Setelah berhasil login, pengguna perlu mengakses Modul “e-Faktur”, lalu memilih menu “Pajak Keluaran” untuk memulai pembuatan faktur.

3. Mengisi Dokumen Transaksi

• Pilih Kode Transaksi “04 DPP Nilai Lain”.
• Tentukan tanggal faktur sesuai dengan transaksi yang dilakukan.
• Isi informasi pembeli dengan memasukkan NPWP 16 digit yang secara otomatis akan menampilkan data pembeli.
• Pilih identitas tempat kegiatan usaha pembeli.

4. Merekam Detail Transaksi

• Pilih jenis transaksi, apakah berupa barang atau jasa.
• Masukkan kode penyerahan barang/jasa, nama barang/jasa, serta satuan ukur.
• Isi harga satuan, jumlah barang/jasa, dan potongan harga (jika ada).
• Centang opsi “DPP Nilai Lain” dan hitung nominalnya dengan rumus (11/12 x nilai transaksi penyerahan barang/jasa kena pajak).
• Pastikan tarif PPN 12% diterapkan secara otomatis oleh sistem.

5. Penyelesaian Faktur Pajak

• Jika ingin menyimpan konsep sebelum dikirim, pilih “Simpan Konsep”.
• Jika semua data sudah lengkap dan benar, pilih “Kirim” untuk proses lebih lanjut.
• Pilih Penyedia Penandatangan yang telah terdaftar dalam sistem DJP.
• Masukkan kata sandi penandatangan untuk melakukan Konfirmasi Tanda Tangan.

6. Status dan Persetujuan Faktur Pajak
Setelah faktur berhasil dikirim, sistem akan menampilkan Nomor Faktur Pajak secara otomatis. Jika faktur sudah disetujui (Approved), pengguna dapat melihat atau mengunduh faktur pajak.

Dengan diterapkannya PMK 131/2024 dan PER-1/PJ/2025, DJP berharap sistem pembuatan Faktur Pajak Keluaran dengan Kode Faktur 04 DPP Nilai Lain dapat berjalan lebih efektif, transparan, dan akuntabel.

Bagi wajib pajak yang mengalami kendala dalam pembuatan faktur pajak, DJP menyediakan layanan bantuan melalui portal pajak resmi atau kantor pajak terdekat. (alf)

Skema Penghitungan PPN Tahun 2025

IKPI. Jakarta: Pemerintah resmi memberlakukan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12% mulai 1 Januari 2025. Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 131 Tahun 2024, yang mengatur perlakuan pajak atas impor dan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) serta Jasa Kena Pajak (JKP).
Dalam regulasi terbaru ini, PPN 12% diterapkan pada barang mewah, termasuk kendaraan bermotor dan barang lain yang dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).

Sementara itu, untuk barang dan jasa di luar kategori mewah, pemerintah menerapkan skema tarif efektif sebesar 11%, yang dihitung dengan mekanisme dasar pengenaan pajak (DPP) nilai lain.

Mekanisme Penghitungan PPN 2025

PMK 131/2024 menetapkan bahwa tarif efektif 11% diperoleh dengan penghitungan:

• Nilai lain ditetapkan sebesar 11/12 dari harga jual atau nilai impor.
• PPN 12% dikenakan terhadap nilai lain tersebut.

Sebagai contoh, jika suatu barang dijual seharga Rp50.000.000, maka:
• Nilai lain = (11/12) × Rp50.000.000 = Rp45.833.333
• PPN yang dikenakan = 12% × Rp45.833.333 = Rp5.500.000

Hasil akhir ini sama dengan jika menggunakan tarif langsung 11% terhadap harga jual:

• 11% × Rp50.000.000 = Rp5.500.000
Dengan metode ini, tidak ada perubahan dalam jumlah pajak yang harus dibayarkan oleh konsumen dibandingkan dengan tarif sebelumnya.

Skema Pengembalian Jika Salah Pungut

Bagi wajib pajak yang telanjur menerapkan PPN 12% pada barang atau jasa non-mewah, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memastikan mekanisme pengembalian kelebihan pembayaran pajak.

Direktur Jenderal Pajak, Suryo Utomo, menjelaskan bahwa skema pengembalian dapat dilakukan dengan dua cara:

• Pengembalian langsung kepada wajib pajak
• Perbaikan faktur pajak yang telah dilaporkan

Namun, DJP masih mengkaji aspek teknis pelaksanaan skema ini agar lebih sistematis dan tidak menimbulkan kendala administratif.

Dengan kebijakan ini, pemerintah berharap dapat menciptakan sistem perpajakan yang lebih adil dan mendukung stabilitas ekonomi nasional di tahun 2025. (alf)

Cek Status NPWP Lebih Mudah Lewat Coretax

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) resmi memperkenalkan sistem administrasi perpajakan terbaru bernama Coretax Administration System (Coretax). Sistem ini bertujuan untuk mempermudah wajib pajak dalam mengelola berbagai kebutuhan perpajakan secara digital, termasuk pendaftaran Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) serta pengecekan status keaktifannya.

Dengan hadirnya Coretax, berbagai proses yang sebelumnya dilakukan melalui laman ereg.pajak.go.id kini dapat diakses secara lebih efisien melalui platform baru ini. Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan kenyamanan serta kemudahan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan mereka di era digital.

Cek Status NPWP dengan Coretax

Salah satu fitur unggulan yang ditawarkan Coretax adalah pengecekan status keaktifan NPWP. Wajib pajak kini dapat melakukan pengecekan secara mandiri tanpa perlu datang ke kantor pajak. Berikut adalah langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk memastikan apakah NPWP masih aktif atau tidak:

1. Akses Situs Coretax

• Kunjungi laman resmi Coretax di https://www.pajak.go.id/coretaxdjp

• Baca informasi yang tersedia, lalu centang pernyataan bahwa Anda telah memahami ketentuannya.

2. Login ke Akun Coretax

• Klik menu “Akses Coretax”.

• Masukkan ID pengguna (NIK) dan kata sandi yang sama dengan akun DJP Online.

• Pilih bahasa yang diinginkan, lalu masukkan kode captcha yang tersedia.

• Klik “Login” untuk melanjutkan.

3. Pengaturan Ulang Kata Sandi (Jika Diminta)

• Pilih metode konfirmasi, melalui email atau nomor ponsel.

• Masukkan alamat email atau nomor ponsel sesuai metode yang dipilih.

• Masukkan kode captcha, centang pernyataan persetujuan, lalu klik “Kirim”.

• Cek email atau SMS yang berisi tautan untuk mengubah kata sandi. Pastikan pengirim memiliki domain “@pajak.go.id” untuk email atau “DJP” untuk SMS.

• Klik tautan tersebut dan atur kata sandi baru sesuai instruksi.

Dengan langkah-langkah di atas, wajib pajak kini dapat memeriksa status NPWP dengan lebih mudah, cepat, dan aman melalui Coretax.

DJP Dorong Digitalisasi Layanan Pajak

Peluncuran Coretax merupakan bagian dari strategi DJP untuk meningkatkan efisiensi dan digitalisasi layanan perpajakan. Dengan sistem baru ini, DJP berharap dapat mendorong kepatuhan wajib pajak serta menciptakan ekosistem administrasi pajak yang lebih modern dan terintegrasi.

Sebagai bentuk komitmen dalam meningkatkan layanan digital, DJP terus mengembangkan inovasi untuk memberikan kemudahan, keamanan, dan kenyamanan bagi masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakan mereka.

Untuk informasi lebih lanjut mengenai Coretax Administration System, wajib pajak dapat mengunjungi laman resmi DJP di www.pajak.go.id atau menghubungi pusat layanan pajak melalui Kring Pajak di 1500200. (alf)

Investasi di KEK Mandalika Bisa Dapat Insentif Pajak 10-20 Tahun

IKPI, Jakarta: Dalam upaya meningkatkan investasi, pemerintah pusat memberikan dukungan strategis melalui fasilitasi kebijakan dan alokasi belanja. Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), Ratih Hapsari Kusumawardani, menyampaikan bahwa kebijakan ini ditujukan untuk menarik investasi ke Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika.

“Pemerintah pusat memberikan insentif perpajakan berupa tax holiday selama 10-20 tahun bagi investor yang melakukan penanaman modal di sektor utama di KEK Mandalika,” ujar Ratih, baru-baru ini.

Kebijakan tax holiday bertujuan mendorong investasi di sektor strategis, mempercepat pertumbuhan ekonomi, serta menciptakan lapangan kerja. Selain itu, pemerintah juga memberikan tax allowance untuk mendukung kegiatan di luar sektor utama, seperti riset dan pengembangan, pendidikan, serta penggunaan energi terbarukan.

“Tax allowance ini merupakan bentuk keringanan pajak yang diberikan untuk mendukung berbagai pengeluaran tertentu yang dianggap penting bagi pembangunan ekonomi,” tambah Ratih.

Selain insentif pajak, pemerintah pusat juga memberikan dukungan belanja untuk mendukung realisasi investasi di KEK Mandalika. Hingga kini, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) telah merealisasikan belanja sebesar Rp 486,72 juta untuk program penanaman modal.

Di sisi lain, Kementerian Perindustrian juga mengalokasikan anggaran sebesar Rp 1,63 miliar untuk program pengembangan industri kecil dan menengah (IKM) serta aneka industri guna meningkatkan nilai tambah dan daya saing.

“Dukungan pemerintah tidak berhenti di situ. Regulasi yang ramah investasi juga diciptakan, didukung oleh realisasi anggaran sebesar Rp 56,6 miliar oleh Kementerian Hukum dan HAM,” jelas Ratih.

Di tengah tantangan perekonomian global, kebijakan fiskal seperti tax holiday dan tax allowance menjadi salah satu strategi utama pemerintah dalam menarik investasi. Kebijakan ini tidak hanya berfokus pada sektor utama, tetapi juga mencakup berbagai sektor strategis yang dianggap vital bagi pembangunan ekonomi nasional.

Dengan langkah ini, pemerintah berharap dapat menciptakan iklim investasi yang kondusif, mendorong pertumbuhan ekonomi, dan memberikan manfaat langsung bagi masyarakat sekitar KEK Mandalika. (alf)

Donald Trump Janjikan Pajak Rendah dan Kebijakan Pro-Bisnis  

IKPI, Jakarta: Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, menegaskan komitmennya untuk menjadikan AS sebagai destinasi utama investasi global. Dalam pidatonya di World Economic Forum (WEF) di Davos, Trump mengumumkan kebijakan strategis yang menawarkan tarif pajak rendah bagi perusahaan yang memilih memproduksi dan berinvestasi di dalam negeri.

“Pesan saya kepada semua bisnis di dunia sangat sederhana. Ayo, buat produk Anda di AS, dan kami akan memberi Anda pajak terendah di antara negara mana pun di dunia,” ujar Trump dalam pidatonya, seperti dikutip dari laman resmi whitehouse.gov, baru-baru ini.

Trump menyebut rencana penurunan tarif pajak penghasilan (PPh) Badan dari 21% menjadi 15% untuk perusahaan yang memproduksi di AS. Ia menegaskan bahwa angka tersebut merupakan yang terendah di antara negara-negara besar.

“Angka 15% adalah angka terendah yang ada, dan sejauh ini merupakan angka terendah di negara-negara besar. Jadi kami akan menurunkannya menjadi 15% jika Anda membuat produk di AS,” tegasnya.

Selain insentif pajak, Trump juga berencana memberlakukan tarif impor yang signifikan bagi perusahaan yang memilih untuk memproduksi di luar negeri. Kebijakan tersebut, menurut Trump, akan memberikan dampak positif bagi kas negara dengan meningkatkan pendapatan hingga triliunan dolar.

“Jika Anda tidak membuat produk Anda di AS, Anda harus membayar tarif yang jumlahnya berbeda-beda. Tetapi tarif ini akan mengarahkan ratusan miliar dolar, bahkan triliunan dolar, ke departemen keuangan kita untuk memperkuat ekonomi kita dan membayar utang,” jelas Trump.

Kebijakan ini bertujuan untuk mendorong pengembalian pabrik dan lapangan kerja ke AS, sejalan dengan visi Trump untuk memperkuat basis manufaktur dalam negeri dan mendorong pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan.

Langkah ini memunculkan berbagai tanggapan, baik dari pelaku bisnis maupun komunitas internasional. Para pendukung kebijakan tersebut memuji langkah Trump sebagai strategi berani untuk memperkuat daya saing ekonomi AS.

Namun, sejumlah pihak menyuarakan kekhawatiran terhadap potensi dampak tarif impor terhadap hubungan perdagangan global.

Dengan langkah ini, Trump mengirimkan sinyal kuat bahwa AS siap bersaing untuk menjadi pusat investasi utama dunia. (alf)

id_ID