Hadapi Maraknya SP2DK dan SP2, IKPI Jakarta Barat Bekali Anggota Lewat PPL Strategis

IKPI, Jakarta Barat: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Jakarta Barat menegaskan komitmennya dalam meningkatkan kapasitas profesional anggotanya melalui penyelenggaraan Seminar Pengembangan Profesional Berkelanjutan (PPL) di Kampus Universitas Tarumanagara, Jakarta, Kamis (4/12/2025). Ketua IKPI Cabang Jakarta Barat, Teo Takismen, menyatakan kegiatan ini menjadi respons nyata organisasi atas dinamika pengawasan pajak yang semakin intensif.

Seminar PPL tersebut mengangkat tema “Strategi dan Jurus Jitu Menghadapi SP2DK, SP2 dan Pidana Pajak” yang dihadiri 142 peserta. Tema ini dinilai sangat relevan dengan kondisi terkini, mengingat maraknya penerbitan Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (SP2DK) oleh Kantor Pelayanan Pajak kepada wajib pajak di berbagai sektor.

(Foto: DOK. IKPI Cabang Jakarta Barat)

Teo menekankan bahwa konsultan pajak berada di posisi strategis sebagai mitra profesional wajib pajak. Oleh karena itu, pemahaman mendalam mengenai prosedur, pendekatan komunikasi, hingga mitigasi risiko hukum dalam menghadapi SP2DK dan pemeriksaan pajak menjadi kompetensi yang tidak bisa ditawar.

Kualitas diskusi semakin kuat dengan kehadiran narasumber dari anggota senior IKPI Jakarta Barat, Pak Alwi Tjandra dan Ibu Lani Dharmasetya, serta Ibu Hung Hung Natalya sebagai moderator. Kehadiran para praktisi senior dari cabang Jakarta Barat sendiri yang sangat berpengalaman ini memberikan nilai tambah berupa perspektif praktis berbasis pengalaman nyata di lapangan.

Teo menegaskan bahwa konsultan pajak harus mampu membekali kliennya secara komprehensif, baik dari sisi kertas kerja pra-audit, pemahaman substansi pajak, hingga kesiapan mental menghadapi proses klarifikasi maupun pemeriksaan.

(Foto: DOK. IKPI Cabang Jakarta Barat)

Ia juga menekankan pentingnya sikap kooperatif selama proses pemeriksaan berlangsung, khususnya dalam peminjaman data dan pembahasan kasus. Menurutnya, pendekatan profesional dan komunikatif justru menjadi kunci penyelesaian yang optimal.

Respons peserta selama kegiatan berlangsung dinilai sangat positif. Hal ini tercermin dari banyaknya pertanyaan kritis yang muncul serta interaksi aktif antara peserta dan narasumber, yang menjadi indikator keberhasilan kegiatan PPL tersebut.

Ke depan, kata Teo, IKPI Jakarta Barat berkomitmen menjaga konsistensi agenda edukatif melalui penyelenggaraan seminar dan FGD perpajakan dengan melibatkan anggota-anggota senior sebagai pembicara, guna mendorong budaya kebersamaan dengan berbagi pengetahuan di internal organisasi sesama Konsultan Pajak.

Kemudian siangnya dilanjutkan dengan acara RAT (Rapat Anggota Tahunan)

Ketua IKPI Jakarta Barat, Teo Takismen, menyebut RAT sebagai sebagai forum tertinggi pengambilan keputusan organisasi, momentum evaluasi sekaligus konsolidasi organisasi. Dalam RAT tersebut, masing-masing bidang menyampaikan laporan kegiatan selama satu tahun berjalan. 

Laporan Bidang IT dan Keanggotaan disampaikan oleh Malvin Cassidy, yang menyoroti perkembangan sistem pendataan anggota serta pemanfaatan teknologi untuk mendukung layanan organisasi. Sementara itu, Bidang PPL, pendidikan dan FGD yang dipaparkan oleh Wiwik Budianti menekankan peningkatan kualitas kegiatan edukatif.

Bidang Sosial dan Keagamaan, melalui laporan Devi Arista, menampilkan peran aktif IKPI Jakarta Barat dalam kegiatan sosial kemasyarakatan pada hari raya keagamaan, acara olah raga bersama anggota yang kedepannya akan diperbanyak acara seperti ini dengan acara santai sebagai ajang tempat saling berbagi informasi dan berdiskusi sesama anggota. 

Bidang Humas dan Kerja Sama, melaporkan kegiatan-kegiatan eksternal organisasi, Sedangkan untuk laporan keuangan disampaikan oleh Irawaty Halim. Transparansi dan pertanggungjawaban keuangan menjadi poin penting yang mendapat perhatian anggota dalam RAT tersebut.

RAT 2025 pun berlangsung dalam suasana konstruktif dan demokratis, dengan banyaknya usulan dan masukan dari anggota, mulai dari rencana pembelian gedung kantor sampai isu pemekaran cabang Jakarta Barat. Hal ini menunjukkan tingginya rasa memiliki terhadap organisasi. Dan ke depannya Teo juga mengharapkan agar lebih banyak lagi anggota yang hadir dalam RAT yang akan datang.(bl)

BI Tahan Suku Bunga, Stabilitas Rupiah Jadi Prioritas di Tengah Tekanan Global dan Risiko Fiskal

IKPI, Jakarta: Bank Indonesia kembali memilih bersikap hati-hati dengan menahan suku bunga acuan di tengah ketidakpastian global yang belum mereda dan meningkatnya sorotan terhadap kondisi fiskal domestik. Keputusan ini menegaskan fokus bank sentral untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, yang belakangan menghadapi tekanan berlapis dari faktor eksternal dan internal.

Dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada 16–17 Desember 2025, Bank Indonesia memutuskan mempertahankan BI-Rate di level 4,75%. Sejalan dengan itu, suku bunga Deposit Facility tetap di 3,75% dan Lending Facility dipertahankan sebesar 5,5%.

Gubernur BI Perry Warjiyo menegaskan, keputusan tersebut konsisten dengan bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas moneter, khususnya nilai tukar rupiah, di tengah tingginya ketidakpastian pasar keuangan global yang masih membayangi.

Dikutip dari Kontan, Rabu (17/12/2025), ekonom Bright Institute Yanuar Rizky menilai langkah BI ini mencerminkan kesadaran otoritas moneter terhadap tekanan yang sedang dihadapi rupiah. Menurutnya, selain faktor global, kondisi fiskal domestik turut memperberat beban nilai tukar, terutama terkait kebutuhan pembiayaan dan jatuh tempo utang hingga beberapa tahun ke depan.

Rizky juga menilai arus dana ke negara berkembang belum akan deras dalam waktu dekat. Meski bank sentral AS telah mulai memangkas suku bunga, tingginya harga emas serta daya tarik imbal hasil US Treasury membuat aliran modal global masih cenderung berhati-hati.

Pandangan senada disampaikan Global Markets Economist Maybank Indonesia, Myrdal Gunarto. Ia menekankan bahwa penahanan suku bunga selama dua bulan terakhir bertujuan utama menjaga stabilitas moneter dan menahan volatilitas rupiah di tengah derasnya arus keluar modal. Dengan mempertahankan selisih imbal hasil obligasi Indonesia dan Amerika Serikat, daya tarik aset domestik diharapkan tetap terjaga.

Myrdal menambahkan, kebijakan tersebut diharapkan mampu meredam pergerakan dana asing jangka pendek sekaligus mengurangi kebutuhan penyesuaian nilai tukar yang terlalu tajam. Ia optimistis stabilitas rupiah hingga tahun depan masih relatif terjaga, ditopang surplus neraca dagang dan sikap BI yang semakin berhati-hati dalam melonggarkan kebijakan moneter.

Sementara itu, Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, menilai peluang penguatan rupiah pada 2026 tetap terbuka meski bersifat bertahap dan terbatas. Menurutnya, potensi penurunan suku bunga bank sentral AS dapat menekan imbal hasil obligasi AS dan melemahkan dolar, sehingga membuka ruang kembalinya arus modal ke negara berkembang.

Namun demikian, Josua mengingatkan pasar akan tetap sensitif terhadap arah kebijakan fiskal dan moneter domestik. Kombinasi kebijakan yang dinilai terlalu longgar berisiko meningkatkan persepsi risiko dan menahan masuknya modal asing. Selain itu, normalisasi harga komoditas serta potensi pelebaran defisit transaksi berjalan juga membuat rupiah rentan bergejolak.

Presiden Komisaris HFX International Berjangka, Sutopo Widodo, turut menilai rupiah masih menghadapi tantangan struktural untuk menguat signifikan. Risiko inflasi domestik yang tidak terduga serta ketidakpastian arah kebijakan The Fed berpotensi menjadi sumber volatilitas baru di pasar keuangan.

Meski demikian, para ekonom tersebut sepakat bahwa tren rupiah pada 2026 berpeluang mengarah ke apresiasi moderat. Proyeksi nilai tukar akhir 2026 berada di kisaran Rp16.000–Rp16.500 per dolar AS, dengan catatan stabilitas domestik terjaga dan sentimen global tetap kondusif. Penguatan yang lebih dalam dinilai hanya mungkin terjadi bila reformasi struktural berjalan efektif dan kredibilitas kebijakan ekonomi semakin meyakinkan. (alf)

Italia Ingatkan Risiko Fiskal Pemanfaatan Aset Beku Rusia untuk Ukraina

IKPI, Jakarta: Pemerintah Italia menyerukan sikap hati-hati terkait wacana pemanfaatan aset beku milik Rusia yang saat ini tengah dipertimbangkan oleh Uni Eropa. Roma menilai, langkah tersebut berpotensi membawa konsekuensi hukum dan keuangan serius, terutama bila aset itu digunakan untuk mendukung pembiayaan kebutuhan Ukraina.

Mengutip laporan Reuters, Rabu (17/12/2025), Italia menyampaikan kekhawatiran bahwa negara-negara anggota dapat dibebani klaim ganti rugi apabila Rusia berhasil memenangkan gugatan hukum atas kebijakan tersebut. Risiko itu dinilai dapat berdampak langsung pada stabilitas keuangan negara.

Italia juga menekankan pentingnya kajian komprehensif oleh Komisi Eropa. Menurut Roma, setiap opsi pendanaan yang memanfaatkan aset beku perlu diuji secara menyeluruh, baik dari sisi legalitas maupun implikasi fiskalnya, sebelum diambil keputusan final.

Dalam draf dokumen yang masih menunggu finalisasi, pemerintah Italia menyebutkan bahwa rencana tersebut akan dibahas dan dipungut suara di Parlemen Italia. Pemerintah berjanji memberi perhatian khusus terhadap dampak jangka pendek dan jangka panjang kebijakan itu terhadap keuangan publik.

Sikap waspada ini tak lepas dari posisi fiskal Italia yang sedang berupaya keluar dari prosedur pelanggaran defisit anggaran berlebihan yang ditetapkan oleh Uni Eropa. Roma menilai, keputusan yang tergesa-gesa terkait aset beku Rusia justru berisiko memperburuk posisi fiskal negara pada tahun mendatang.

Sebagai alternatif, Italia mendorong negara-negara mitra untuk mengeksplorasi skema pendanaan lain bagi Ukraina. Salah satu opsi yang diusulkan adalah pinjaman jembatan yang dijamin oleh dana Uni Eropa, sehingga risiko hukum dan keuangan dapat diminimalkan.

Saat ini, Uni Eropa memang tengah mempertimbangkan pemanfaatan aset bank sentral beku milik Rusia untuk mendukung pembiayaan kebutuhan militer dan sipil Ukraina. Namun, rencana tersebut menuai keberatan dari sejumlah negara anggota, termasuk Belgia.

Di sisi lain, Bank Sentral Rusia telah melayangkan gugatan hukum dan menuntut ganti rugi. Pemerintah Rusia menegaskan bahwa pemanfaatan aset beku tersebut merupakan tindakan ilegal dan menyatakan akan menempuh seluruh jalur yang tersedia untuk melindungi kepentingan nasionalnya. (alf)

Bantuan Bencana dari Luar Negeri Bisa Bebas PPN, DJP Tegaskan Syarat dan Prosedurnya

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan menegaskan bahwa bantuan kemanusiaan dari luar negeri yang diperuntukkan bagi penanggulangan bencana di Indonesia dapat memperoleh fasilitas pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Fasilitas tersebut diberikan sepanjang memenuhi persyaratan administratif dan ketentuan yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Rosmauli, menjelaskan bahwa salah satu syarat utama untuk mendapatkan fasilitas bebas PPN adalah adanya rekomendasi pembebasan bea masuk. Rekomendasi tersebut harus diterbitkan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), atau gubernur setempat.

“Untuk memperoleh fasilitas ini diperlukan rekomendasi pembebasan bea masuk dari BNPB, BPBD, atau gubernur,” ujar Rosmauli, Rabu (17/12/2025)

Ia menambahkan, ketentuan pembebasan PPN atas bantuan dari luar negeri telah diatur secara jelas dalam Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2022. Dalam regulasi tersebut disebutkan bahwa fasilitas bebas PPN hanya dapat diberikan apabila penerima bantuan termasuk dalam kategori pihak tertentu.

Pihak tertentu yang dimaksud meliputi badan atau lembaga yang bergerak di bidang ibadah, amal, sosial, atau kebudayaan; pemerintah pusat maupun pemerintah daerah; serta lembaga internasional atau lembaga asing nonpemerintah yang menyalurkan bantuan kemanusiaan.

Rosmauli juga menegaskan bahwa setiap barang yang masuk ke wilayah Indonesia, termasuk bantuan bencana, tetap wajib melalui prosedur pemeriksaan kepabeanan. Pemeriksaan tersebut merupakan kewenangan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dalam rangka pengawasan lalu lintas barang dari luar daerah pabean.

Menurutnya, mekanisme pengawasan ini bukan untuk menghambat penyaluran bantuan, melainkan untuk memastikan bantuan benar-benar digunakan sesuai tujuan kemanusiaan. Selain itu, pemeriksaan dilakukan guna menjamin barang yang masuk aman, layak digunakan, serta tidak membahayakan kesehatan dan keselamatan masyarakat.

“Pengawasan juga diperlukan untuk mencegah potensi penyalahgunaan bantuan kemanusiaan, termasuk kemungkinan pengalihan barang untuk kepentingan di luar penanggulangan bencana,” jelasnya.

Penegasan DJP ini muncul di tengah keluhan sebagian diaspora Indonesia di luar negeri, khususnya di Singapura, terkait pengiriman bantuan untuk korban banjir di Sumatera. Seorang diaspora bernama Fika mengungkapkan kekhawatirannya melalui unggahan di akun Instagram @ffawzia07.

Dalam unggahannya, Fika menuliskan bahwa bantuan dari diaspora berpotensi dikenakan pajak apabila bencana yang terjadi belum ditetapkan sebagai bencana nasional. Unggahan tersebut ramai diperbincangkan dan memicu pertanyaan publik mengenai kebijakan perpajakan atas bantuan kemanusiaan dari luar negeri.

DJP pun menegaskan bahwa selama persyaratan dan mekanisme yang ditetapkan dipenuhi, bantuan kemanusiaan dari luar negeri tetap dapat memperoleh fasilitas perpajakan, sehingga proses penyalurannya diharapkan berjalan lancar dan tepat sasaran. (alf)

Sebanyak 600 Wajib Pajak di Cirebon–Kuningan Dapat Pendampingan Coretax Jelang Pelaporan SPT 2026

IKPI, Jakarta: Sebanyak 600 Wajib Pajak di wilayah Cirebon dan Kuningan mendapatkan pendampingan langsung terkait aktivasi akun Coretax dan pembuatan Kode Otorisasi DJP. Kegiatan ini digelar oleh Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Barat II sebagai bagian dari penguatan kesiapan Wajib Pajak menghadapi pelaporan SPT Tahunan 2026.

Program asistensi berlangsung selama empat hari, mulai 9 hingga 12 Desember 2025. Pendampingan difokuskan pada pengenalan dan penggunaan sistem administrasi perpajakan berbasis digital agar Wajib Pajak tidak mengalami hambatan teknis saat masa pelaporan nanti.

Untuk menjangkau peserta secara lebih luas, asistensi dilaksanakan di sejumlah lokasi pendidikan dan instansi pemerintah. Beberapa di antaranya adalah Universitas Swadaya Gunung Jati, UIN Siber Syekh Nurjati, KPP Pratama Cirebon Satu, Universitas Kuningan, serta Dinas Kesehatan Kabupaten Kuningan. Pola sebaran lokasi ini memungkinkan layanan pendampingan lebih dekat dengan Wajib Pajak dari berbagai sektor.

Dalam pelaksanaannya, Tim Penyuluh Kanwil DJP Jawa Barat II bekerja sama dengan Relawan Pajak dan didukung oleh KPP Pratama setempat. Peserta dibimbing secara langsung mulai dari proses aktivasi akun Coretax, pembuatan kode otorisasi, hingga simulasi pengisian dan pelaporan SPT Tahunan.

Pendekatan asistensi dilakukan secara praktis. Wajib Pajak diminta menggunakan perangkat yang biasa dipakai sehari-hari, seperti telepon genggam dan laptop, sehingga mereka dapat memahami alur sistem sekaligus mempraktikkannya secara mandiri.

Salah satu penyuluh Kanwil DJP Jawa Barat II, Taslani, menjelaskan bahwa kegiatan ini dirancang untuk meminimalkan potensi kendala pada puncak masa pelaporan SPT. “Kami ingin memastikan Wajib Pajak sudah siap secara teknis dan memahami mekanisme pelaporan pada sistem yang baru,” ujarnya.

Menurut Taslani, pendampingan tatap muka juga menjadi sarana peningkatan literasi perpajakan digital. Dengan pemahaman yang baik, Wajib Pajak diharapkan semakin percaya diri dalam menjalankan kewajiban perpajakannya sesuai prinsip self assessment.

Hasilnya, sekitar 600 peserta tercatat berhasil mengaktifkan akun Coretax selama kegiatan berlangsung. Angka tersebut menunjukkan tingginya kebutuhan akan pendampingan langsung, sekaligus respons positif Wajib Pajak terhadap transformasi layanan perpajakan digital.

Melalui kegiatan ini, Kanwil DJP Jawa Barat II berharap proses pelaporan SPT Tahunan ke depan dapat berjalan lebih lancar, tingkat kepatuhan Wajib Pajak meningkat, serta sistem administrasi perpajakan nasional semakin modern dan berorientasi pada pelayanan. (alf)

Seminar IKPI Jakarta Timur Dalami PER-11 dan Data Konkret PER-18, Tekankan Kepatuhan Pajak Berbasis Fakta

IKPI, Jakarta Timur: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Jakarta Timur menggelar Seminar Perpajakan bertema Memahami Detail Implementasi PER-11/PJ/2025 dan Konsep “Data Konkret” dalam PER-18/PJ/2025 sebagai respons atas perubahan pendekatan pengawasan pajak yang semakin berbasis data dan kepastian prosedur.

Ketua IKPI Cabang Jakarta Timur, Agus Windu Atmojo, menegaskan bahwa dua peraturan tersebut tidak bisa dipahami secara parsial. Menurutnya, PER-11 dan PER-18 harus dibaca sebagai satu kesatuan yang saling melengkapi dalam membangun sistem perpajakan yang adil dan transparan.

“PER-11/PJ/2025 memperjelas tata cara pengawasan, pemeriksaan, dan penagihan, sementara PER-18/PJ/2025 menghadirkan konsep data konkret sebagai fondasi analisis. Ini menandai pergeseran besar dari pendekatan indikatif ke faktual,” ujar Windu dalam seminar yang digelar di Hotel Harper MT Haryono, Jakarta Timur, Selasa (16/12/2025).

(Foto: DOK. IKPI Cabang Jakarta Timur)

Ia menjelaskan, konsep data konkret menuntut agar setiap laporan pajak benar-benar selaras dengan realitas kegiatan usaha. Data pembanding yang digunakan DJP tidak lagi terbatas pada informasi internal, melainkan berasal dari sumber eksternal yang spesifik, terukur, dan dapat diverifikasi.

Dengan pendekatan tersebut, Windu menilai ruang ketidaksesuaian antara pembukuan dan kondisi usaha nyata akan semakin menyempit. Kepatuhan yang bersifat formalitas semata dinilai tidak lagi memadai dalam menghadapi pola pengawasan baru.

Dalam seminar tersebut, peserta juga mendapatkan pemaparan teknis dari narasumber Sapto Windi Argo yang mengulas secara rinci implikasi praktis PER-11/PJ/2025 terhadap proses pemeriksaan dan hak wajib pajak, termasuk pentingnya prosedur yang jelas dan berimbang.

Windu menekankan bahwa PER-11/PJ/2025 memberikan jaminan kepastian hukum, sehingga wajib pajak memiliki pegangan yang lebih kuat dalam menjalankan hak dan kewajibannya. Pada saat yang sama, PER-18/PJ/2025 memastikan pengawasan dilakukan berdasarkan data yang objektif.

Menurutnya, kombinasi kedua regulasi tersebut berpotensi mendorong peningkatan kepatuhan sukarela (voluntary compliance). Ketika prosesnya adil dan dasar pengawasannya jelas, wajib pajak akan lebih terdorong untuk patuh tanpa paksaan.

Ia pun mengingatkan para konsultan pajak agar menjadikan pemahaman atas kedua aturan ini sebagai bekal utama dalam mendampingi klien. “Di era data konkret, akurasi dan transparansi bukan lagi keunggulan, tapi keharusan,” ujarnya. (bl)

Era Coretax, Seminar IKPI Bandung Bekali Anggota Standarisasi Kertas Kerja SPT

IKPI, Bandung: Penerapan sistem Coretax DJP mendorong perubahan signifikan dalam proses administrasi dan pelaporan pajak. Menyikapi hal tersebut, Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Bandung menggelar seminar Pengembangan Perofesional Berkelanjutan (PPL) bertajuk “Kertas Kerja SPT PPh Badan dan Orang Pribadi Tahun Pajak 2025 Era Coretax” sebagai upaya membekali anggota dengan pemahaman teknis yang terstandar.

Ketua IKPI Cabang Bandung, Floretius Adhi, menegaskan bahwa seminar ini dirancang untuk menjawab kebutuhan nyata konsultan pajak di tengah masa transisi menuju Coretax. Menurutnya, standardisasi kertas kerja menjadi kunci agar kualitas layanan konsultan tetap terjaga di tengah perubahan sistem.

“Coretax membawa banyak penyesuaian, baik bagi wajib pajak maupun konsultan pajak. Karena itu, diperlukan strategi dan pola kerja baru, terutama dalam penyusunan kertas kerja SPT, agar pelaporan dapat dilakukan secara lebih tertib dan konsisten,” ujar Adhi, Selasa (16/12/2025).

Seminar yang digelar pada Jumat, (12/12/2025) ini berlangsung di Hotel Aston Cihampelas dan diikuti oleh 111 peserta. Peserta terdiri atas 94 anggota IKPI Cabang Bandung, 16 peserta referensi anggota, serta 1 anggota IKPI dari luar cabang yang berdomisili di Bandung. Kegiatan ini juga memberikan 8 SKPPL (Tatap Semuka) sebagai bagian dari kewajiban Pengembangan Profesional Berkelanjutan (PPL).

Sebagai narasumber utama, seminar menghadirkan Anwar Hidayat yang memiliki pengalaman panjang baik dari sisi fiskus maupun wajib pajak. Materi yang disampaikan menitikberatkan pada praktik penyusunan kertas kerja SPT Orang Pribadi dan Badan yang selaras dengan kebutuhan sistem Coretax.

Adhi menambahkan, pesan utama yang ingin disampaikan kepada peserta adalah pentingnya kesiapan sejak dini. Dengan pelaporan SPT Tahun Pajak 2025 yang sudah di depan mata, konsultan pajak tidak cukup hanya memahami regulasi, tetapi juga harus siap secara teknis dan sistem.

Ia juga menegaskan, dalam konteks PPL, seminar ini sangat relevan karena topik yang diangkat merupakan kebutuhan mendesak anggota. Fokus pembahasan diarahkan pada persiapan laporan pertama di Coretax, sehingga konsultan pajak memiliki gambaran jelas terkait tantangan dan solusi yang mungkin dihadapi.

“Antusiasme peserta terlihat sepanjang kegiatan. Diskusi berlangsung aktif, ditandai dengan banyaknya pertanyaan serta berbagi pengalaman langsung dari peserta yang telah mulai menggunakan Coretax dalam praktik sehari-hari,” ujarnya.

Ke depan, kata Adhi, IKPI Cabang Bandung berkomitmen untuk secara rutin menyelenggarakan kegiatan edukatif serupa. Langkah ini diharapkan dapat menjaga konsistensi peningkatan kompetensi anggota sekaligus memperkuat peran IKPI dalam mendukung suksesnya transformasi sistem perpajakan nasional. (bl)

Mulai 2026, Bea Keluar Batu Bara Berlaku Lagi, Negara Bidik Tambahan Rp20 Triliun

IKPI, Jakarta: Pemerintah memastikan kebijakan pengenaan bea keluar atas komoditas batu bara akan kembali diberlakukan mulai Januari 2026. Kebijakan ini disiapkan seiring langkah serupa yang telah lebih dulu diterapkan pada komoditas emas sebagai bagian dari penguatan penerimaan negara.

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan, meski aturan bea keluar batu bara masih dalam tahap finalisasi, implementasinya tidak akan mundur dari awal tahun depan. “Tapi Januari langsung berlaku,” ujarnya usai menghadiri agenda di Istana Negara, Jakarta, Senin malam (15/12/2025).

Untuk batu bara, pemerintah menyiapkan tarif bea keluar pada kisaran 1% hingga 5%. Dari kebijakan tersebut, pemerintah menargetkan tambahan setoran penerimaan negara sekitar Rp20 triliun sepanjang 2026. Angka ini diharapkan menjadi penopang fiskal di tengah kebutuhan pembiayaan pembangunan yang terus meningkat.

Menurut Purbaya, pengenaan kembali bea keluar batu bara sekaligus mengoreksi kebijakan masa lalu. Ia menilai, penghapusan bea keluar melalui Undang-Undang Cipta Kerja justru membuat negara seolah memberi subsidi tidak langsung kepada industri batu bara. “Kita balik ke status awal. Jangan sampai negara malah mensubsidi industri batu bara,” tegasnya.

Sementara itu, untuk komoditas emas, ketentuan bea keluar telah diatur secara rinci melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 80 Tahun 2025. Aturan tersebut ditandatangani pada 17 November 2025, diundangkan pada 9 Desember 2025, dan mulai berlaku setelah 14 hari sejak diundangkan.

Dalam beleid tersebut, tarif bea keluar emas ditetapkan secara berjenjang berdasarkan Harga Referensi Emas dan jenis produk yang diekspor. Jika harga referensi berada di kisaran US$2.800 hingga di bawah US$3.200 per troy ounce, tarif bea keluar dikenakan antara 7,5% hingga 12,5%.

Adapun ketika harga referensi menembus US$3.200 per troy ounce, tarif bea keluar meningkat ke rentang 10% sampai 15%, tergantung pada bentuk emas yang diekspor. Untuk emas dore baik dalam bentuk bongkah, ingot, batang tuangan, maupun bentuk sejenis tarif dipatok pada level tertinggi, yakni 12,5% hingga 15%.

Sementara itu, emas atau paduan emas non-dore dalam bentuk granules dikenakan tarif 10% hingga 12,5%. Untuk emas non-dore berbentuk bongkah, ingot, cast bars, maupun minted bars, tarifnya lebih rendah, yakni 7,5% hingga 10%. (alf)

Penerimaan Pajak Tertekan, Purbaya Pastikan Defisit APBN Tetap Aman

IKPI, Jakarta: Pemerintah mengakui kinerja penerimaan negara hingga akhir 2025 masih berada di bawah sasaran yang ditetapkan. Tekanan tersebut tercermin dari proyeksi penerimaan pajak dalam outlook laporan semester yang hanya mencapai Rp2.076,9 triliun, lebih rendah dari target awal Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025.

Meski demikian, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan defisit APBN 2025 dipastikan tidak akan melebar melampaui proyeksi semester I, yakni 2,78 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). Menurutnya, berbagai langkah penguatan penerimaan dan pengendalian belanja terus diintensifkan pada dua bulan terakhir tahun anggaran.

“Masih ada berbagai upaya yang dilakukan di sisa waktu tahun ini. Tekanan memang ada, tetapi defisit tidak akan melebar secara signifikan,” ujarnya kepada wartawan di Istana Kepresidenan, Senin (15/12/2025).

Ia menekankan, posisi defisit APBN 2025 tetap dijaga berada di bawah ambang batas maksimal 3 persen PDB sebagaimana diatur dalam undang-undang. Dengan pengelolaan yang disiplin, pemerintah menilai ruang fiskal masih berada dalam kondisi aman meski penerimaan menghadapi tantangan berat.

Pengawasan terhadap kas negara, lanjutnya, dilakukan secara intensif oleh Kementerian Keuangan. Pemantauan bahkan dilakukan hampir setiap hari untuk memastikan strategi pengendalian fiskal berjalan sesuai rencana dan risiko dapat diminimalkan sejak dini.

Berdasarkan APBN 2025, target awal penerimaan pajak dipatok sebesar Rp2.189,31 triliun. Namun hingga akhir Oktober 2025, realisasi baru mencapai Rp1.459,02 triliun atau sekitar 70,2 persen dari target. Artinya, pemerintah masih membutuhkan tambahan penerimaan sekitar Rp617,9 triliun hingga tutup buku tahun anggaran.

Pemerintah juga mengakui belum dapat memastikan besaran pasti shortfall penerimaan pajak hingga pertengahan Desember 2025. Pergerakan angka penerimaan dinilai masih dinamis seiring berjalannya sisa waktu tahun anggaran dan aktivitas ekonomi yang fluktuatif.

“Angkanya masih bergerak. Tekanannya cukup terasa, tapi tetap kita jaga agar berada di level yang aman,” katanya.

Ke depan, pemerintah berencana melakukan pembenahan menyeluruh dalam pengelolaan perpajakan. Evaluasi kebijakan, penguatan basis pajak, hingga perbaikan tata kelola akan menjadi fokus agar penerimaan negara lebih berkelanjutan pada tahun anggaran berikutnya. (alf)

Pengawasan Pajak Diperkuat, DJP Panggil Wajib Pajak Konglomerat

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan memperkuat langkah pengawasan kepatuhan pajak dengan memanggil sejumlah wajib pajak konglomerat atau High Wealth Individual (HWI). Pemanggilan ini dilakukan untuk menyesuaikan data yang disampaikan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan dengan data pembanding yang telah dimiliki pemerintah.

Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto menjelaskan, langkah tersebut merupakan bagian dari pengawasan rutin DJP yang mengedepankan komunikasi dan pendekatan persuasif. Menurutnya, klarifikasi langsung menjadi sarana penting untuk memastikan kesesuaian pelaporan pajak dengan kondisi sebenarnya.

“Pemanggilan ini dilakukan dalam konteks konsultasi dan komunikasi kepatuhan. Kami memiliki sejumlah data yang selama ini mungkin belum terkomunikasikan secara optimal dengan wajib pajak,” ujar Bimo, Selasa (16/12/2025).

Bimo mengungkapkan, DJP kini mengantongi sumber data yang semakin beragam dan komprehensif, termasuk informasi mengenai beneficial owner. Data tersebut menjadi landasan untuk melakukan pembandingan dan analisis kepatuhan wajib pajak secara lebih akurat.

Meski demikian, ia menilai masih terdapat anggapan di sebagian kalangan wajib pajak bahwa otoritas pajak tidak memiliki akses terhadap data tertentu. Persepsi tersebut kerap berujung pada tidak dilaporkannya seluruh informasi dalam SPT Tahunan. “Padahal saat ini kami memiliki basis data yang sangat kuat untuk melakukan benchmarking kepatuhan,” jelasnya.

Lebih lanjut, Bimo menyoroti adanya tantangan fiskal ketika pelaporan pajak kelompok berpenghasilan tinggi belum sepenuhnya mencerminkan kemampuan ekonominya. Kondisi ini, menurutnya, perlu disikapi melalui pengawasan yang adil dan konsisten agar fungsi pajak sebagai instrumen pemerataan dapat berjalan optimal.

Ia menegaskan, penguatan pengawasan kepatuhan pajak sejalan dengan peran kebijakan fiskal sebagai penyeimbang ketimpangan sosial dan ekonomi, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945. (alf)

id_ID