Standar Profesi IKPI yang merupakan pedoman bagi para Konsultan Pajak, tentunya tidak hanya mempedomani para Konsultan Pajak dalam menjalankan hak dan pemenuhan kewajiban pajak kliennya. Standar Profesi IKPI juga memberikan pedoman bagaimana para Konsultan Pajak menyelesaikan sengketa dan/atau bahkan menghentikan penugasan dari Kliennya, yang perlu dicantumkan dalam Surat Ikatan Tugas (SIT).
Terdapat beberapa alternatif penyelelesaian sengketa yang diatur dalam Standar Profesi IKPI, yaitu:
1. Musyawarah;
2. Penghentian penugasan dengan surat pemberitahuan;
3. Arbitrase;
4. Pengadilan.
Alternatif 1 dan 2 di atas merupakan penyelesaian sengketa yang dilakukan oleh Konsultan Pajak dengan Klien tanpa adanya bantuan pihak lain, sedangkan alternatif 3 dan 4 merupakan penyelesaian sengketa yang dilakukan dengan bantuan pihak lain. Berikut di bawah ini diagram alur proses penyelesaian sengketa yang biasanya terjadi:
Alternatif pertama: musyawarah merupakan penyelesaian sengketa secara damai. Jalur musyawarah ini perlu dicantumkan secara tegas dalam klausula penyelesaian sengketa dalam SIT. Para pihak (Konsultan Pajak dan Kliennya) perlu menetapkan juga jangka waktu penyelesaian sengketa melalui jalur musyawarah ini, sehingga apabila jangka waktu telah lewat dan mufakat belum tercapai, dapat ditentukan jalur penyelesaian sengketa yang lain. Standar profesi IKPI mengatur penyelesaian sengketa melalui jalur musyawarah ini dalam Bagian II angka 7.5.1. mengenai Sengketa Pembayaran. Berikut di bawah ini contoh sederhana pencantuman klausula penyelesaian sengketa melalui jalur musyawarah dalam SIT:
“1. Dalam hal terjadi sengketa sehubungan dengan atau sebagai akibat dari pelaksanaan SIT ini, Konsultan Pajak dan Klien sepakat untuk menyelesaikan secara musyawarah untuk mencapai mufakat terlebih dahulu.
2. Apabila perselisihan sebagaimana dimaksud ayat 1 di atas tidak dapat diselesaikan secara musyawarah dalam waktu 7 (tujuh) hari kalender terhitung sejak tanggal undangan musyawarah pertama, maka Konsultan Pajak dan Klien sepakat bahwa :………………………….”
Alternatif kedua, ketiga, dan keempat dapat menjadi pilihan dalam hal sengketa tidak dapat diselesaikan melalui jalur musyawarah. Alternatif kedua: penghentian penugasan dengan surat pemberitahuan, Standar Profesi IKPI mengaturnya dalam Bagian II angka 7.4.6 mengenai Klien yang lambat melunasi. Ketentuan mengenai penghentian penugasan melalui surat pemberitahuan ini perlu dengan tegas dicantumkan dalam SIT guna menghindari sengketa dengan Klien di kemudian hari.
Konsultan Pajak juga tentunya wajib dengan tegas mencantumkan pengesampingan Pasal 1266 dan Pasal 1267 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) dalam SIT yang ditandatanganinya. Tanpa adanya pengesampingan kedua pasal tersebut, SIT hanya dapat dihentikan jika:
1. Konsultan Pajak dengan Kliennya menyetujui penghentian SIT; atau
2. Konsultan Pajak meminta penghentian SIT melalui Pengadilan.
Berikut di bawah ini contoh sederhana pencantuman klausula penyelesaian sengketa dan penghentian penugasan melalui surat pemberitahuan dalam SIT:
“1. Dalam hal terjadi sengketa sehubungan dengan atau sebagai akibat dari pelaksanaan SIT ini, Konsultan Pajak dan Klien sepakat untuk menyelesaikan secara musyawarah untuk mencapai mufakat terlebih dahulu.
2. Apabila sengketa sebagaimana dimaksud ayat 1 di atas tidak dapat diselesaikan secara musyawarah dalam waktu 7 (tujuh) hari kalender terhitung sejak tanggal undangan musyawarah pertama, maka Konsultan Pajak dan Klien sepakat salah satu pihak berhak untuk menghentikan penugasan dengan memberitahukan secara tertulis kepada pihak lainnya. Penghentian penugasan berlaku efektif terhitung 7 (tujuh) hari kalender sejak tanggal pengiriman pos tercatat pemberitahuan tersebut.
3. Sehubungan dengan penghentian penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 di atas, Konsultan Pajak dan Klien sepakat mengesampingkan Pasal 1266 dan Pasal 1267 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (yang mana penghentian SIT secara sepihaknya tidak memerlukan keputusan Pengadilan).”
Penyelesaian sengketa melalui Arbitrase dan Pengadilan sebagaimana yang telah disebutkan di atas adalah penyelesaian sengketa yang dilakukan dengan bantuan pihak lain. Sebagai alternatif penyelesaian sengketa, keduanya juga diatur dalam Standar Profesi IKPI. Standar Prosefi IKPI mengatur penyelesaian sengketa melalui jalur Arbitrase dalam Bagian II angka 10.1.8. dan 10.1.9 mengenai Pengaduan.
Konsultan Pajak dan Klien dapat menentukan mekanisme penyelesaian sengketa melalui Arbitrase, baik sebelum terjadinya sengketa atau menyepakatinya kemudian setelah timbul sengketa. Penyelesaian sengketa melalui Arbitrase sebelum terjadinya sengketa, dilakukan dengan mencantumkan klausula Arbitrase pada saat dibuat dan ditandatanganinya SIT. Berikut di bawah ini contoh sederhana pencantuman klausula Arbitrase dalam SIT:
“Apabila di kemudian hari terdapat sengketa sehubungan dengan pelaksanaan SIT ini, maka Konsultan Pajak dan Klien sepakat untuk menyelesaikan sengketa melalui jalur Arbitrase.”
Dalam hal SIT tidak mencantumkan adanya klausula Arbitrase, maka Konsultan Pajak dan Klien masih dimungkinkan menyelesaikan sengketa melalui Arbitrase dengan membuat dan menandatangani suatu perjanjian tertulis.
Alternatif penyelesaian sengketa yang terakhir adalah penyelesaian sengketa melalui Pengadilan. Standar Profesi IKPI mengaturnya dalam Bagian II angka 7.5.1 mengenai Sengketa Pembayaran. SIT yang ditandatangani perlu dengan tegas mencantumkan penyelesaian sengketa dilakukan melalui Pengadilan.
Pengadilan yang dimaksud tentunya bukanlah Pengadilan Pajak, karena sengketa antara Konsultan Pajak dengan Kliennya merupakan kewenangan Peradilan Umum yang menangani perkara perdata. Berikut di bawah ini contoh sederhana pencantuman klausula penyelesaian sengketa melalui pengadilan dalam SIT:
”Konsultan Pajak dan Klien sepakat setiap sengketa yang timbul sehubungan dengan pelaksanaan SIT ini wajib diselesaikan secara musyawarah. Namun apabila hal tersebut tidak dapat diselesaikan dalam waktu 7 (tujuh) hari kalender sejak undangan musyawarah pertama, maka Konsultan Pajak dan Klien sepakat untuk menyelesaikan sengketa di Pengadilan Negeri di….”
Konsultan Pajak dan Klien dapat menentukan Pengadilan Negeri mana yang akan menyelesaikan sengketanya dalam SIT. Dalam hal SIT tidak menentukan Pengadilan Negeri mana yang akan menyelesaikan sengketa, maka Pihak yang dirugikan (penggugat) dapat menggugat pihak yang merugikan (tergugat) pada wilayah Pengadilan Negeri tempat tinggal tergugat.
Terlepas dari alternatif penyelesaian sengketa yang telah disebutkan di atas, sengketa tentunya merupakan hal yang paling dihindari baik oleh Konsultan Pajak maupun Klien. Namun demikian, bukan berarti juga bahwa SIT tidak perlu mencantumkannya. Pencantuman klausula penyelesaian sengketa merupakan unsur pelengkap SIT, yang mana Konsultan Pajak dan Klien dapat menentukan secara bersama-sama alternatif penyelesaian sengketa yang paling sesuai.
Penulis adalah Anggota IKPI Cabang Bandung
Hari Yanto
Email: hari_yanto_sh@yahoo.co.id
Disclaimer: Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis