Di PPL & Outing IKPI Depok, Agoestina Mappadang Tekankan Akurasi dan Integrasi Pelaporan SPT

IKPI, Bogor: Kegiatan PPL & Outing IKPI Cabang Depok yang digelar pada 21–23 November 2025 di Cikopo menghadirkan pembahasan teknis penting terkait perubahan sistem perpajakan nasional. Dalam sesi yang dipandu khusus untuk peningkatan kompetensi anggota, Dr. Agoestina Mappadang, menjelaskan secara rinci bagaimana Coretax akan menjadi pusat transformasi pelaporan SPT Tahunan mulai tahun pajak yang berjalan.

Di hadapan puluhan anggota IKPI, Agoestina menegaskan bahwa Coretax tidak hanya mengganti tampilan DJP Online, tetapi benar-benar mengintegrasikan seluruh layanan mulai dari e-Nofa, pembayaran pajak, validasi bukti potong, hingga permohonan restitusi ke dalam satu Portal Wajib Pajak. 

Menurutnya, integrasi ini penting untuk meminimalkan kesalahan administrasi yang selama ini sering muncul akibat penggunaan banyak aplikasi terpisah.

Ia menjelaskan bahwa SPT Orang Pribadi kini hanya akan menggunakan satu formulir, dengan lampiran yang otomatis muncul berdasarkan jawaban wajib pajak. Seluruh bukti potong PPh 21 langsung terisi di sistem sehingga wajib pajak tidak perlu menginput manual. 

Untuk SPT Badan, Coretax menyediakan prefiling dan validasi otomatis yang langsung mendeteksi ketidaksesuaian angka sebelum SPT dikirimkan, sehingga risiko koreksi di kemudian hari bisa ditekan.

Agoestina juga menyoroti pentingnya memastikan NIK–NPWP 16 digit sudah tervalidasi serta memperbarui data di DJP Online seperti email PIC, nomor ponsel, dokumen pendirian, dan daftar TKU. 

“Kalau data dasar tidak lengkap, akses Coretax bisa gagal. Ini teknis, tetapi sangat menentukan kelancaran pelaporan,” ujarnya, Sabtu (22/11/2025).

Fitur impersonating turut menjadi perhatian peserta. Melalui fitur ini, kuasa atau pengurus badan dapat mengelola akun wajib pajak cukup dengan login menggunakan NIK pribadi, kemudian memilih badan atau orang pribadi yang diwakili. Cara ini dinilai jauh lebih praktis dibanding penggunaan sertifikat elektronik badan yang kini dihapus.

Dalam hal pembayaran pajak lanjut Agoestina, Coretax menyediakan kemudahan baru melalui kode billing multi akun, akun deposit pajak, kanal pembayaran terhubung langsung ke bank, serta proses restitusi dan pemindahbukuan yang dapat diajukan secara daring. Dasbor khusus juga menampilkan seluruh kode billing yang masih aktif dan belum dibayarkan.

Meski Coretax membawa otomasi dan integrasi yang besar, Agoestina mengingatkan bahwa akurasi pelaporan tetap bergantung pada kualitas data yang disiapkan wajib pajak. Bukti potong, daftar harta dan utang, daftar penghasilan, data tanggungan, laporan keuangan, hingga peredaran bruto UMKM tetap harus dikumpulkan sebelum proses pelaporan dimulai. 

“Teknologi mempercepat proses, tetapi kerapihan data tetap fondasi kepatuhan,” tegasnya. 

Selain itu, Agoestina menegaskan bahwa akun-akun rawan koreksi perlu menjadi perhatian bagi wajib pajak di era coretax. (bl)

PPL & Outing IKPI Depok: Hendra Damanik Tekankan Kebutuhan Anggota Tingkatkan Kompetensi

IKPI, Bogor: IKPI Cabang Depok menggelar kegiatan Pengembangan Profesional Berkelanjutan (PPL) sekaligus outing selama tiga hari, 21–23 November 2025, di Citra Cikopo, Bogor, Jawa Barat. Ketua IKPI Cabang Depok, Hendra Damanik, mengatakan kegiatan ini diselenggarakan untuk menjawab kebutuhan anggota IKPI yang semakin tinggi terhadap penguatan kompetensi di era transformasi digital perpajakan.

Menurut Hendra, percepatan perubahan aturan dan digitalisasi administrasi pajak membuat konsultan pajak harus terus memperbarui pengetahuan. “Anggota kita butuh peningkatan kompetensi yang relevan dengan perkembangan terkini. Karena itu, PPL ini kami desain dengan tema-tema yang langsung menyentuh kebutuhan teknis di lapangan,” ujarnya.

Hendra menjelaskan, tema pertama yang dibawakan oleh Agustina Mappadang pada Sabtu, “Transformasi Layanan SPT Tahunan melalui Coretax: Strategi Menuju Pelaporan yang Lebih Akurat dan Terintegrasi,” dipilih karena Coretax menjadi fondasi baru administrasi DJP.

“Coretax akan sangat memengaruhi cara kita membantu wajib pajak melaporkan SPT. Anggota harus paham bagaimana sistem ini bekerja, risiko-risiko datanya, serta strategi agar pelaporan lebih akurat. Itu alasan tema Coretax kami tempatkan sebagai materi utama,” ujar Hendra.

Sementara itu, tema kedua yang akan dibahas oleh Nurhidayat pada Minggu, “Mitigasi Risiko atas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak,” dipilih karena risiko pemeriksaan kini semakin tinggi akibat integrasi data DJP.

“Banyak anggota yang menghadapi SP2DK dan pemeriksaan. Karena itu PPL harus memberi bekal menghadapi risiko-risiko tersebut, apalagi di era digitalisasi penuh yang membuat pengawasan semakin ketat,” jelasnya.

Hendra juga menegaskan alasan memilih Citra Cikopo sebagai lokasi PPL dan outing. Menurutnya, tempat tersebut memberikan suasana yang kondusif untuk belajar sekaligus membangun keakraban antaranggota.

“Kami ingin kegiatan ini bukan hanya soal materi, tetapi juga kebersamaan. Cikopo menawarkan lingkungan yang tenang, sejuk, dan nyaman sehingga peserta bisa fokus mengikuti PPL dan tetap punya ruang untuk refreshing,” katanya.

Antusiasme Peserta

Sebanyak 50 peserta dari IKPI Depok dan cabang IKPI se-Jabodetabek hadir dalam kegiatan ini. Hendra mengapresiasi partisipasi anggota yang tetap tinggi meskipun kegiatan berlangsung selama tiga hari penuh.

“Antusias anggotalah yang membuat kegiatan seperti ini terus kami selenggarakan. Semakin besar kebutuhan akan kompetensi, semakin besar juga tanggung jawab kami menyediakan PPL yang tepat sasaran,” tegas Hendra.

Kegiatan PPL tiga hari ini diharapkan menjadi momentum bagi anggota IKPI Depok untuk semakin siap menghadapi dinamika perpajakan yang berubah cepat. 

Q & A Berbasis AI

Lebih jauh Hendra mengungkapkan, bahwa IKPI Depok juga akan memperkenalkan inovasi baru berbasis AI assistant Tax Indonesia (Hallo Tax ). Tujuannya untuk memberikan kemudahan dan membantu wajib pajak untuk memahami aturan pajak dengan cepat serta menjadi tools pendamping untuk konsultan pajak.

“Dengan adanya inovasi produk berbasis teknologi, diharapkan anggota ikpi cabang depok bisa memanfaatkan inovasi teknlogi ini untuk membantu dalam memahami aturan secara cepat dan tepat,” kata Hendra.

Ia menegaskan, program ini alan berfokus pada bidang perpajakan (pusat, daerah dan internasional) serta bea cukai. (bl)

Mendag Tegaskan Bayar Pajak Tak Akan Buat Impor Baju Bekas Jadi Legal

IKPI, Jakarta: Menteri Perdagangan Budi Santoso kembali menutup ruang kompromi bagi upaya melegalkan peredaran pakaian bekas impor. Ia menegaskan, sekalipun para pelaku usaha thrifting siap membayar pajak, larangan impor pakaian bekas tetap tidak akan dicabut.

Budi mengingatkan bahwa aturan ini sudah jelas tertuang dalam Permendag Nomor 40 Tahun 2022 yang secara tegas memasukkan pakaian bekas sebagai barang yang dilarang diimpor. Menurutnya, tidak ada korelasi antara kesediaan membayar pajak dengan legalitas barang yang sejak awal sudah dilarang.

“Kalau membayar pajak jadi legal, itu nggak ada hubungannya. Aturannya jelas, barang itu memang dilarang,” ujarnya di kantor Kemendag, Jakarta, Jumat (21/11/2025).

Alasan Larangan: Bukan Soal Pajak, Tapi Kesehatan dan UMKM

Budi menjelaskan, pelarangan ini tidak pernah terkait dengan kepatuhan pajak pedagang. Pemerintah berpegang pada dua alasan utama: risiko kesehatan dari pakaian bekas impor yang tidak terjamin kebersihannya, serta perlindungan industri dalam negeri—terutama UMKM tekstil dan fesyen yang rentan tersisih oleh barang murah impor.

Ia menegaskan bahwa pada prinsipnya seluruh barang bekas dilarang masuk ke Indonesia. Pengecualian hanya diberikan pada Barang Modal Tidak Baru (BMTB) seperti mesin industri tertentu yang memang dibutuhkan dan tetap melalui prosedur ketat.

“Ada pengecualian, tapi kriterianya jelas. Tidak bisa sembarangan,” tegasnya.

Kemendag juga memastikan pengawasan terus dilakukan di area post border, terutama pada titik importir dan distributor, untuk mencegah masuknya barang bekas ilegal.

Sikap Mendag sejalan dengan pernyataan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa sehari sebelumnya. Purbaya menolak tegas wacana legalisasi thrifting meskipun pedagang siap membayar pajak.

“Saya nggak peduli pedagangnya. Pokoknya kalau barang masuk ilegal, saya berhentiin,” ujarnya di Jakarta.

Menurut Purbaya, membuka celah legalisasi justru berbahaya karena dapat memicu banjir barang impor ilegal yang akhirnya menindas pelaku usaha lokal. Pasar domestik, katanya, harus diisi produk yang memberi nilai tambah bagi ekonomi nasional, bukan sebaliknya.

Dengan sikap dua kementerian yang sama keras, sinyal dari pemerintah jelas: impor pakaian bekas tetap dilarang, dan tidak ada opsi menjadikannya legal melalui pajak. (bl)

DJP Pastikan Insentif PPh Final 0,5% untuk Badan Tak Diperpanjang

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan menutup pintu perpanjangan fasilitas PPh Final 0,5% bagi wajib pajak badan. Kebijakan ini diambil seiring rencana pemerintah merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2022 tentang penyesuaian pengaturan Pajak Penghasilan (PPh).

Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto menegaskan bahwa korporasi harus bersiap kembali ke mekanisme perhitungan pajak normal. “Wajib pajak badan sudah tidak bisa lagi menggunakan PPh 0,5%. Mereka harus mulai menjalankan pembukuan untuk menghitung PPh terutang dengan tarif umum,” jelas Bimo dalam Konferensi Pers APBN KiTa, Kamis (20/11/2025).

Meskipun demikian, Bimo menyebut wajib pajak badan yang saat ini masih berada dalam masa pemanfaatan PPh Final UMKM tetap diperbolehkan melanjutkan hingga periode empat tahun yang ditetapkan. Namun, kesempatan untuk mengajukan permohonan baru resmi dihentikan.

“Mereka yang sudah berjalan masih bisa menggunakan sampai masa berlakunya habis. Tapi tidak ada lagi permohonan baru dari wajib pajak badan untuk insentif PPh Final 0,5%,” tegas Bimo. Ia menambahkan bahwa seluruh bentuk badan usaha mulai dari CV, PT, hingga firma tidak lagi dapat mengakses fasilitas tersebut.

Draf revisi PP 55/2022 diketahui telah selesai melalui proses harmonisasi di Kementerian Hukum dan HAM pada 24 Oktober 2025. Kini draf tersebut hanya menunggu penetapan resmi Presiden sebelum diberlakukan.

Bimo mengungkapkan bahwa keputusan ini juga didorong oleh temuan lapangan. DJP mendapati sejumlah wajib pajak badan tetap memanfaatkan tarif final 0,5% meski omzet usaha mereka telah melewati ambang batas Rp 4,8 miliar per tahun.

“Kami menemukan indikasi wajib pajak masih memanfaatkan PPh Final 0,5%, padahal secara ekonomi konsolidasi peredaran brutonya sudah melebihi threshold,” ujarnya.

Dengan kebijakan baru ini, pemerintah ingin memastikan insentif UMKM lebih tepat sasaran sekaligus mendorong kepatuhan pembukuan bagi badan usaha skala menengah yang seharusnya sudah masuk skema tarif normal. (alf)

DJP Sudah Kantongi Rp11,48 Triliun dari Pengemplang Pajak

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mencatat kemajuan besar dalam upaya penagihan tunggakan pajak nasional. Hingga 19 November 2025, total Rp11,48 triliun berhasil dikumpulkan dari para pengemplang pajak angka yang disebut Dirjen Pajak Bimo Wijayanto sebagai bukti percepatan penagihan dalam beberapa pekan terakhir.

“Dalam minggu terakhir ini saja, dari Jumat pekan lalu sampai Rabu (19 November 2025), terjadi kenaikan sekitar Rp1,3 triliun. Jadi totalnya sudah mencapai Rp11,48 triliun,” ujar Bimo dalam konferensi pers APBN KiTa Edisi November 2025 di Jakarta, Kamis, (20/11/2025)

Pemerintah sebelumnya membidik potensi setoran sebesar Rp50–60 triliun dari 200 wajib pajak dengan tunggakan terbesar. Untuk tahun 2025 saja, target minimal yang ingin dicapai adalah Rp20 triliun. Capaian sementara tersebut dianggap sebagai sinyal positif bahwa target akhir tahun berada dalam jangkauan.

DJP memastikan seluruh kanal penagihan akan digerakkan maksimal hingga pergantian tahun. Selain penagihan langsung, otoritas pajak mempercepat penggalian potensi melalui konsolidasi data internal dan pertukaran informasi dengan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Data tersebut akan menjadi dasar finalisasi audit serta penyusunan rekomendasi penegakan hukum.

Dalam ranah hukum, DJP menegaskan akan menggunakan pendekatan multi-doors, yang memungkinkan penanganan satu kasus melalui berbagai aturan, termasuk tindak pidana perpajakan, korupsi, dan tindak pidana pencucian uang.

Memasuki 2026, DJP mulai mengonsolidasikan langkah strategis untuk menjaga stabilitas penerimaan. Salah satu fokus adalah memperkuat layanan elektronik dan meningkatkan pemanfaatan sistem berbasis Coretax, termasuk pengawasan pembayaran masa, kepatuhan tahun berjalan, hingga pemeriksaan atas tahun sebelumnya.

Bimo menegaskan bahwa intensifikasi dan ekstensifikasi akan bertumpu pada data yang lebih solid, sehingga tidak muncul kritik “berburu di kebun binatang”. “Kami akan mulai exercise perluasan basis pajak. Bisa melalui sistem elektronik atau transaksi digital lainnya, sesuai arahan pimpinan,” katanya.

Dengan kombinasi penagihan agresif, kolaborasi lintas-instansi, serta penguatan sistem administrasi perpajakan, pemerintah menargetkan 2026 sebagai tahun penguatan kepatuhan dan optimalisasi kontribusi perpajakan bagi APBN. (alf)

DJP Jateng I Sandera Penunggak Pajak Rp 25,7 Miliar

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jawa Tengah I bertindak tegas dengan menyandera (gijzeling) seorang wajib pajak berinisial SHB, yang menunggak pajak hingga Rp 25,71 miliar. Eksekusi ini dilakukan karena SHB tidak menunjukkan itikad baik untuk melunasi kewajibannya meski telah dilakukan proses penagihan sesuai prosedur.

SHB tercatat sebagai wajib pajak di KPP Madya Dua Semarang dengan total utang PPh Pasal 25/29 Orang Pribadi sebesar Rp 25.471.351.451. Karena tidak kooperatif, Kanwil DJP Jateng I akhirnya menerapkan tindakan gijzeling atau pengekangan sementara kebebasan penanggung pajak di tempat tertentu sebagai alat penagihan terakhir.

Kepala Kanwil DJP Jawa Tengah I, Nurbaeti Munawaroh, menegaskan bahwa langkah ini sepenuhnya berlandaskan hukum.

“Penyanderaan kami lakukan sesuai UU Penagihan Pajak dengan Surat Paksa Nomor 19 Tahun 1997 yang telah diubah dengan UU Nomor 19 Tahun 2000. Tindakan ini diambil karena wajib pajak tidak melunasi utang pajaknya,” ujarnya dalam keterangan resmi, dikutip, Jumat (21/11/2025).

Nurbaeti menyebutkan, DJP tidak bermaksud bertindak sewenang-wenang. Namun penegakan hukum perlu dilakukan demi memastikan hak negara terpenuhi.

“Kami berharap langkah ini memberi efek jera, baik kepada wajib pajak yang disandera maupun wajib pajak lainnya. Tidak ada niat untuk berlaku zalim; kami hanya menjalankan aturan yang berlaku demi keadilan bagi negara dan masyarakat,” tegasnya.

DJP menjelaskan bahwa penyanderaan hanya dapat dilakukan kepada wajib pajak dengan utang minimal Rp 100 juta yang diragukan itikad baiknya. Wajib pajak dapat segera dibebaskan apabila telah melunasi seluruh utang dan biaya penagihan.

Kanwil DJP Jateng I kembali mengimbau masyarakat untuk melaksanakan kewajiban perpajakan secara benar, lengkap, dan tepat waktu. Seluruh layanan pajak dipastikan tidak dipungut biaya. Informasi lebih lanjut dapat diperoleh melalui KPP terdekat, Kring Pajak 1500200, atau situs resmi pajak.go.id. (alf)

DJP Riau Resmikan 23 Tax Center di Kampus, Perluas Edukasi Pajak

IKPI, Jakarta: Kolaborasi Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dengan perguruan tinggi di Riau kian menguat. Sepanjang 2025, Kanwil DJP Riau telah membentuk 23 tax center di berbagai kampus guna memperluas edukasi dan inklusi perpajakan.

Kepala Kanwil DJP Riau, Ardiyanto Basuki, menjelaskan bahwa sejumlah kerja sama baru telah ditandatangani, termasuk perpanjangan kemitraan dengan tax center yang sudah berjalan.

“Kampus untuk Riau sudah 23, artinya sudah ada 23 tax center juga,” ujarnya, Kamis (19/11/2025).

Ia menilai perguruan tinggi adalah mitra strategis DJP dalam menyampaikan informasi perpajakan kepada masyarakat. Layanan tax center, katanya, akan berjalan di kampus mitra dan dapat pula dilaksanakan di kantor pajak maupun lokasi lain agar jangkauannya makin luas.

Ardiyanto menyebut tax center sebagai wadah penting untuk menjadikan ilmu perpajakan lebih hidup tidak hanya dipelajari, tetapi juga dipraktikkan dan diajarkan kembali oleh para dosen serta mahasiswa, termasuk relawan pajak yang aktif mengikuti program Renjani Gathering di Riau.

Rektor Universitas Pasir Pengaraian, Prof. Hardianto, mengapresiasi kontribusi DJP dalam meningkatkan kompetensi mahasiswa melalui keberadaan tax center dan program edukasi.

“Kampus harus berdampak, dan kegiatan ini salah satu cara agar perguruan tinggi memberi manfaat nyata bagi masyarakat,” ujarnya.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP, Rosmauli, turut memuji antusiasme peserta. Ia menyebut sinergi antara pemerintah, akademisi, dan masyarakat sebagai fondasi penting dalam membangun budaya sadar pajak yang modern dan transparan.

Rosmauli menyampaikan bahwa secara nasional terdapat sekitar 510 tax center, sementara jumlah relawan pajak mencapai 15.000 orang. Di Riau, relawan pajak yang kini berjumlah 226 ditargetkan meningkat menjadi 441 pada tahun depan.

Ia meyakini perluasan peran perguruan tinggi dalam edukasi pajak akan berdampak positif bagi penerimaan negara.

“Kami membutuhkan para rektor, dosen, mahasiswa, dan relawan pajak untuk memperkuat kepercayaan publik terhadap administrasi perpajakan,” tegasnya. (alf)

Kolaborasi DJP Jateng I–Undip Sukses Bikin Ribuan Dosen Aktivasi Akun Coretax

IKPI, Jakarta: Kolaborasi antara Kanwil Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jawa Tengah I dan Universitas Diponegoro (Undip) membuahkan hasil signifikan. Lebih dari seribu dosen dan tenaga pendidik Undip sukses mengikuti edukasi serta aktivasi akun Coretax DJP yang digelar di Moeladi Dome, Kamis (19/11/2025).

Seluruh peserta tercatat berhasil mengaktifkan akun dan memperoleh kode otorisasi yang menjadi langkah penting dalam persiapan pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Tahun Pajak 2025 yang akan disampaikan pada 2026 mendatang. Mulai tahun tersebut, pelaporan SPT sudah sepenuhnya beralih menggunakan sistem Coretax DJP.

Kepala Kanwil DJP Jateng I, Nurbaeti Munawaroh, menegaskan pentingnya kegiatan ini dalam proses transisi menuju administrasi pajak berbasis sistem terintegrasi.

“Coretax DJP merupakan platform utama wajib pajak. Aktivasi akun menjadi tahap pertama agar ke depan seluruh hak dan kewajiban perpajakan dapat dilakukan melalui sistem ini,” paparnya.

Nurbaeti juga menekankan besarnya peran penerimaan pajak bagi APBN dan perekonomian nasional. Karena itu, DJP Jateng I terus mendorong aktivasi massal Coretax bekerja sama dengan para pemberi kerja.

“Upaya ini kami lakukan untuk meningkatkan kepatuhan pajak masyarakat, terutama di wilayah Jawa Tengah,” jelasnya.

Wakil Rektor II Undip, Dr. Warsito Kawedar, menyambut baik inisiatif DJP yang dinilai sangat membantu sivitas akademika dalam memahami penggunaan Coretax.

“Kami berharap seluruh dosen dan tenaga pendidik dapat mengakses Coretax dengan mudah dan memanfaatkan seluruh fiturnya. Ini penting untuk mendukung kepatuhan pajak di lingkungan kampus,” ujarnya.

Dengan terlaksananya aktivasi massal ini, Undip menjadi salah satu perguruan tinggi yang bergerak cepat dalam menyesuaikan diri dengan sistem perpajakan digital yang akan berlaku penuh pada 2026. (alf)

UMKM Sambut Positif Skema Permanen PPh Final 0,5 Persen

IKPI, Jakarta: Pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) menyambut baik keputusan pemerintah yang menetapkan Pajak Penghasilan (PPh) final 0,5 persen sebagai skema permanen. Kebijakan ini dianggap memberikan kepastian usaha sekaligus menjaga beban pajak tetap ringan bagi sektor UMKM yang menjadi tulang punggung perekonomian nasional.

Ketua Asosiasi Industri UMKM Indonesia (Akumandiri), Hermawati Setyorinny, mengatakan kepastian tersebut menjadi dukungan penting bagi pelaku usaha yang selama ini membutuhkan aturan pajak yang sederhana dan stabil. Meski demikian, ia mengingatkan perlunya sosialisasi lebih intensif mengenai batasan omzet yang dikenai pajak.

“Yang perlu disosialisasikan adalah bahwa pajak ini berlaku bagi usaha dengan omzet Rp500 juta sampai Rp4,8 miliar. Informasi ini masih kurang didengar oleh pelaku usaha mikro,” ujarnya, Rabu, (19/11/2025).

Dalam ketentuan saat ini, UMKM dengan omzet di bawah Rp500 juta per tahun dibebaskan dari pajak, sementara pelaku usaha dengan omzet Rp500 juta hingga Rp4,8 miliar dikenai PPh final 0,5 persen. Hermawati menilai sosialisasi yang jelas penting untuk mencegah munculnya tindakan memecah omzet atau usaha demi agar tetap terlihat kecil. “Jangan sampai dijadikan peluang munculnya moral hazard,” katanya.

Direktur Jenderal Pajak, Bimo Wijayanto, sebelumnya mengungkap adanya praktik bunching (menahan omzet) dan firm-splitting (pemecahan usaha) yang dilakukan sebagian wajib pajak untuk tetap mendapatkan fasilitas PPh final. Untuk itu, Kementerian Keuangan mengusulkan perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022, terutama pada Pasal 57, guna memperjelas subjek yang berhak serta menutup celah penghindaran pajak.

Selain itu, pemerintah juga mengusulkan revisi Pasal 59 terkait penghapusan batas waktu pemanfaatan fasilitas bagi wajib pajak orang pribadi maupun perseroan perorangan agar tidak ada lagi pelaku usaha yang secara administratif terhambat untuk menggunakan skema tersebut.

Kepastian pemberlakuan permanen skema ini sebelumnya ditegaskan oleh Menteri UMKM Maman Abdurrahman, yang memastikan PPh final 0,5 persen tidak lagi memiliki masa berlaku tertentu. “Permanen, sampai batas waktu yang tidak ditentukan,” kata Maman di Jakarta, Senin, 17 November 2025.

Dengan skema yang kini bersifat tetap, pemerintah berharap UMKM memiliki pijakan lebih kuat untuk bertumbuh, sekaligus memastikan ekosistem perpajakan yang lebih adil dan akuntabel. (alf)

IKPI Sleman Tekankan Konsultan Pajak Harus Kuasai Riset dan Analisis Data

IKPI, Sleman: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Sleman kembali menunjukkan komitmennya dalam meningkatkan kompetensi anggotanya melalui kegiatan Pengembangan Profesional Berkelanjutan (PPL) bertema “Metode Penelitian Praktis Perpajakan dan Coretax PPh Orang Pribadi”. Kegiatan ini berlangsung seharian penuh di Auditorium Drs. Soekamto, M.Sc Program Magister Akuntansi (MAKSI) FEB UGM dan dihadiri anggota IKPI, akademisi, praktisi, serta mahasiswa pascasarjana dari berbagai daerah.

Ketua IKPI Cabang Sleman, Hersona Bangun, menegaskan bahwa profesi konsultan pajak kini berada pada titik perubahan signifikan. Menurutnya, perkembangan sistem administrasi perpajakan, khususnya implementasi Coretax, mendorong konsultan untuk tidak hanya memahami regulasi, tetapi juga mampu menafsirkan data dan melakukan penelitian.

(Foto: DOK. IKPI Cabang Sleman)

“Konsultan pajak masa kini tidak hanya dituntut menguasai regulasi, tetapi juga harus mampu membaca data, melakukan penelitian, dan memberikan insight berbasis analisis ilmiah. Kompetensi itulah yang akan memperkuat kualitas layanan profesi dan menjaga kepercayaan wajib pajak,” ujar Hersona di hadapan peserta.

Ia menambahkan bahwa kemampuan analitis menjadi tuntutan penting seiring meningkatnya penggunaan teknologi dalam pengawasan dan pelayanan pajak. Menurutnya, konsultan pajak yang memahami metode penelitian akan lebih siap menghadapi dinamika kebijakan dan memiliki landasan profesional yang kuat dalam memberikan rekomendasi kepada wajib pajak maupun regulator.

Sementara itu, Guru Besar FEB UGM Prof. Irwan Taufiq Ritonga, memberikan Keynote Speech mengenai urgensi riset perpajakan di era digital. Prof. Irwan menjelaskan bahwa Coretax PPh Orang Pribadi telah mengubah pola administrasi perpajakan dengan menyediakan data yang semakin terstruktur dan terintegrasi. 

(Foto: DOK. IKPI Cabang Sleman)

“Data tersebut, dapat menjadi sumber penelitian yang bernilai bagi konsultan pajak, akademisi, dan pengambil kebijakan,” ujarnya.

Prof. Irwan menekankan bahwa riset pajak bukan hanya kepentingan akademik, melainkan bagian penting dalam merumuskan strategi kepatuhan, mendeteksi risiko, dan meningkatkan kualitas pelayanan perpajakan. 

“Dengan memanfaatkan data Coretax, kita bisa membaca tren, menganalisis perilaku pelaporan, dan memberikan rekomendasi berbasis bukti. Ini adalah masa depan praktik perpajakan,” ujarnya.

Hadir empat materi dari FEB UGM yang masing-masing membawakan pendekatan berbeda dalam penelitian perpajakan.

Prof. Dr. Eko Suwardi, membuka sesi dengan memberikan pengantar konsep penelitian praktis, mulai dari perumusan masalah hingga bagaimana menghubungkan teori perpajakan dengan fenomena ekonomi terkini.

(Foto: DOK. IKPI Cabang Sleman)

Berikutnya, Dr. Puspita Ghaniy Anggraini, membahas teknik literature review, termasuk cara menemukan research gap dan menyusun kerangka teoretis yang solid.

Pada sesi ketiga, Annisa Hayatun Nazmi Burhan, S.E., M.Sc., Ph.D. memaparkan metode penelitian berbasis data archival seperti data DJP, laporan keuangan, dan data publik. Peserta diajak memahami proses memperoleh data, teknik pengolahan, serta interpretasi hasil riset empiris perpajakan.

Sesi terakhir disampaikan Aviandi Okta Maulana, M.Acc., Ph.D., yang menguraikan metode survei dan wawancara. Ia memberikan contoh desain kuesioner, teknik sampling, hingga cara menjaga validitas dan reliabilitas data.

Memasuki sesi praktik, peserta mengikuti pelatihan pengisian SPT PPh Orang Pribadi berbasis Coretax yang dipandu langsung oleh Hersona Bangun. Sesi ini menjadi salah satu bagian paling interaktif, di mana peserta mempelajari pembaruan struktur SPT elektronik, fitur terbaru di sistem Coretax, serta berbagai kesalahan umum yang kerap dilakukan wajib pajak saat pelaporan. Peserta dapat langsung mencoba simulasi dan mengajukan pertanyaan teknis kepada pemateri.

(Foto: DOK. IKPI Cabang Sleman)

Dikatakan Hersona, kegiatan PPL ini memberikan 8 SKPPL resmi IKPI, menjadikannya salah satu agenda penting bagi konsultan pajak untuk memenuhi kewajiban pengembangan kompetensi tahunan. Selain itu, materi yang disampaikan dinilai sangat relevan dengan kebutuhan profesi di tengah perkembangan teknologi dan kebijakan perpajakan yang terus berubah.

Diungkapkannya , acara  ini disambut antusiasme tinggi dari para peserta. Banyak di antara mereka yang menilai bahwa kegiatan ini tidak hanya memperkaya pemahaman teknis, tetapi juga membuka perspektif baru mengenai pentingnya riset dalam praktik perpajakan modern.

Dengan terselenggaranya kegiatan ini, IKPI Cabang Sleman menegaskan komitmennya untuk terus berperan aktif dalam peningkatan kualitas profesi konsultan pajak, sekaligus memperkuat kolaborasi dengan dunia akademik dalam menghadapi tantangan perpajakan di era digital. (bl)

id_ID