APBN 2026 Siapkan Rp60 Triliun untuk Pulihkan Bencana di Sumatra

IKPI, Jakarta: Pemerintah menyiapkan langkah cepat untuk mempercepat pemulihan dampak banjir dan tanah longsor yang melanda sejumlah wilayah di Pulau Sumatra. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa memastikan anggaran sebesar Rp60 triliun telah dialokasikan dalam APBN 2026 untuk mendukung rehabilitasi dan rekonstruksi di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.

Keputusan penganggaran tersebut diambil dalam Sidang Kabinet Paripurna yang dipimpin Presiden Prabowo Subianto di Istana Negara pada Senin (15/12/2025). Purbaya menyebut, arahan presiden menjadi dasar kesiapan pemerintah dalam merespons kebutuhan pendanaan pemulihan bencana secara cepat dan terukur.

“Kemarin sore hingga jelang malam, saya juga mengikuti arahan langsung dari Presiden Prabowo Subianto di Istana Negara,” tulis Purbaya melalui akun Instagram resminya, @menkeuri, yang diunggah Rabu (17/12/2025).

Menurut Purbaya, dana Rp60 triliun tersebut berasal dari hasil efisiensi belanja kementerian dan lembaga (K/L) yang telah dilakukan sejak awal penyusunan APBN 2026. Anggaran hasil penghematan itu kemudian dialihkan untuk membiayai pemulihan di wilayah terdampak bencana.

“Kami siap mengalihkan anggaran hasil efisiensi belanja kementerian/lembaga sebesar Rp60 triliun untuk pemulihan dampak bencana Aceh-Sumatera,” ujarnya. Ia menegaskan, dana tersebut sudah tersedia sehingga dapat segera digunakan ketika dibutuhkan. “Uangnya tersedia, jadi begitu dibutuhkan yang disebutkan oleh Pak Presiden, kami sudah siap,” tambahnya.

Sebelumnya, Purbaya menyebut estimasi kebutuhan pemulihan bencana di tiga provinsi tersebut mencapai sekitar Rp51 triliun. Meski demikian, pemerintah memutuskan menyiapkan anggaran lebih besar guna memastikan proses rehabilitasi dan rekonstruksi berjalan optimal tanpa hambatan pendanaan.

“Sudah kita sisir semuanya. Bahkan sebelum bencana terjadi, kita sudah mengumpulkan sekitar Rp60 triliun dari hasil efisiensi. Jadi ketika dibutuhkan, anggaran itu bisa langsung dieksekusi,” kata Purbaya di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (15/12/2025). (alf)

Menkeu Tanggapi Prediksi Bank Dunia soal Defisit APBN

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menanggapi santai proyeksi Bank Dunia yang memperkirakan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Indonesia akan melebar dalam beberapa tahun ke depan. Menurutnya, proyeksi makroekonomi bersifat dinamis dan tidak bisa dilepaskan dari kebijakan yang tengah dan akan dijalankan pemerintah.

Dalam laporan terbarunya berjudul Indonesia Economic Prospects, Bank Dunia memprediksi defisit APBN 2025 mencapai 2,8 persen terhadap produk domestik bruto (PDB), lalu meningkat menjadi 2,9 persen pada 2027 mendekati ambang batas 3 persen sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Keuangan Negara.

Menanggapi hal itu, Purbaya menyebut prediksi merupakan hal wajar. Namun, ia mengingatkan agar publik tidak menelan mentah-mentah proyeksi tersebut. “Prediksi boleh, tidak prediksi juga tidak apa-apa. Selama ini juga sering meleset. Jangan terlalu percaya World Bank,” ujarnya saat Konferensi Pers APBN Kita di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Kamis (18/12/2025).

Purbaya menegaskan, arah dan kesehatan APBN berada sepenuhnya di tangan pemerintah, bukan ditentukan pasar atau lembaga internasional. Kunci pengendalian defisit, menurutnya, terletak pada kecermatan mengelola belanja negara serta kemampuan mengerek pendapatan.

“Defisit bisa melebar, bisa juga tidak. Itu sangat bergantung pada bagaimana kita mengendalikan belanja dan meningkatkan penerimaan,” jelasnya. Penerimaan negara, lanjut Purbaya, bersumber dari berbagai pos, mulai dari pajak, bea dan cukai, hingga penerimaan negara bukan pajak (PNBP).

Ia juga menilai proyeksi Bank Dunia dibuat dengan asumsi ceteris paribus seolah-olah tidak ada perubahan kebijakan. Padahal, pemerintah tengah melakukan berbagai penyesuaian dan reformasi. “Prediksi makro biasanya berbasis perilaku masa lalu. Sementara kita sedang berubah,” kata Purbaya.

Selain penguatan pendapatan, pemerintah juga memastikan disiplin belanja tetap dijaga agar defisit berada pada level yang berkesinambungan. “Saya yakin defisit akan kita kendalikan sesuai kebutuhan dan tetap aman ke depan,” tambahnya.

Sebagai gambaran, hingga 30 November 2025, realisasi APBN mencatat defisit Rp560,3 triliun atau setara 2,35 persen terhadap PDB. Angka tersebut masih berada di bawah batas defisit yang ditetapkan dalam UU APBN 2025 sebesar 2,78 persen atau setara Rp662 triliun. (alf)

27 KPP DJP Tembus Target, Dirjen: Kinerja Pajak Lebih Baik dari Tahun Lalu

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mencatat sinyal positif di tengah tekanan penerimaan negara menjelang akhir 2025. Sejumlah Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dilaporkan telah menuntaskan target setoran pajak tahunan lebih cepat, bahkan sebelum tutup tahun.

Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto mengungkapkan, hingga November 2025 terdapat 27 KPP yang telah mencapai realisasi penerimaan pajak 100 persen. Jumlah ini setara 7,67 persen dari total 352 KPP yang berada di bawah DJP.

“Ada 27 KPP yang sudah mencapai 100 persen dari 352 KPP,” kata Bimo, Jumat (19/12/2025).

Meski belum merinci lokasi KPP-KPP tersebut, Bimo menilai capaian ini patut diapresiasi karena menunjukkan perbaikan kinerja dibandingkan tahun sebelumnya. Pada periode yang sama di 2024, hanya dua KPP yang mampu menuntaskan target penerimaan pajaknya.

“Tahun lalu baru ada dua KPP pada periode yang sama,” ujarnya.

Namun demikian, tantangan penerimaan pajak secara nasional masih terasa. Hingga akhir November 2025, penerimaan pajak neto tercatat sebesar Rp1.634,43 triliun. Angka ini lebih rendah dibandingkan capaian pada periode yang sama tahun lalu yang mencapai Rp1.688,64 triliun.

Realisasi tersebut baru setara 78,7 persen dari proyeksi penerimaan pajak 2025 sebesar Rp2.076,9 triliun. Proyeksi itu sendiri berada di bawah target penerimaan pajak yang ditetapkan dalam APBN 2025 sebesar Rp2.189,3 triliun.

Bimo menegaskan, DJP terus mengoptimalkan pengawasan dan pelayanan agar kinerja penerimaan tetap terjaga hingga akhir tahun. Ia berharap tren positif di sejumlah KPP dapat menular ke unit lain, sehingga selisih target penerimaan dapat ditekan dalam sisa waktu yang ada. (bl)

Pengadilan Pajak Reses Akhir Tahun, Sidang Diliburkan hingga Awal Januari 2026

IKPI, Jakarta: Pengadilan Pajak menetapkan masa reses sidang menjelang perayaan Hari Raya Natal 2025 dan Tahun Baru 2026. Selama periode tersebut, seluruh kegiatan persidangan sementara ditiadakan dan baru akan kembali digelar pada awal Januari 2026.

Ketentuan ini disampaikan melalui Pengumuman Sekretariat Pengadilan Pajak Kementerian Keuangan Republik Indonesia Nomor PENG-1/SP/2025. Dalam pengumuman tersebut dijelaskan bahwa masa reses sidang ditetapkan mulai 22 Desember 2025 hingga 2 Januari 2026.

“Selama masa reses, kegiatan persidangan Pengadilan Pajak ditiadakan dan akan dilanjutkan kembali mulai 5 Januari 2026,” demikian bunyi pengumuman yang ditandatangani Sekretaris Pengadilan Pajak.

Meski persidangan dihentikan sementara, unit kerja dan pegawai di lingkungan Pengadilan Pajak tetap menjalankan tugas non-persidangan sesuai ketentuan jam kerja yang berlaku. Pengecualian hanya berlaku pada hari libur nasional dan cuti bersama yang telah ditetapkan pemerintah.

Penetapan masa reses ini merupakan bagian dari pelaksanaan Surat Edaran Ketua Pengadilan Pajak terkait pengaturan jadwal persidangan dalam rangka libur hari besar keagamaan dan pergantian tahun.

Melalui pengumuman ini, Sekretariat Pengadilan Pajak mengimbau seluruh pihak yang berperkara, kuasa hukum, serta pemangku kepentingan lainnya agar menyesuaikan agenda dan memanfaatkan masa reses tersebut dengan sebaik-baiknya. (bl)

RAC Tahunan IKPI Malang Tekankan Kesiapan Konsultan Pajak Hadapi 2026

IKPI, Malang: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Kota Malang menggelar Rapat Anggota Cabang (RAC) Tahunan pada Rabu, 17 Desember 2025. Kegiatan ini menjadi forum strategis untuk mengevaluasi kinerja organisasi sekaligus menyiapkan langkah menghadapi dinamika perpajakan tahun mendatang.

Ketua IKPI Cabang Kota Malang, Ahmad Dahlan, menyampaikan bahwa RAC tidak hanya berfokus pada pertanggungjawaban kepengurusan, tetapi juga diarahkan sebagai ruang diskusi substantif bagi peningkatan profesionalisme konsultan pajak. “RAC ini menjadi momentum konsolidasi, sekaligus penguatan kapasitas anggota agar siap menghadapi tantangan perpajakan yang semakin kompleks,” ujarnya.

Dalam RAC tersebut, pengurus memaparkan laporan realisasi kegiatan cabang sepanjang 2025, laporan keuangan per 30 November 2025, serta rencana kegiatan cabang untuk tahun 2026. Selain itu, turut disampaikan rencana renovasi dan penambahan bangunan kantor sekretariat cabang sebagai bagian dari upaya memperkuat fasilitas organisasi.

(Foto: DOK. IKPI Cabang Malang)

Acara kemudian dilanjutkan dengan diskusi panel yang menghadirkan Otto Budihardjo dan Agus Sambodo, dengan Ahmad Dahlan bertindak sebagai pendamping sekaligus moderator diskusi. Dalam paparannya, Otto menyoroti sejumlah ketentuan perpajakan yang menurutnya perlu dikaji lebih lanjut, khususnya dalam menghadapi perubahan kebijakan dan dinamika perpajakan pada 2026. Ia menekankan pentingnya sikap kritis dan pemahaman regulasi yang mendalam bagi konsultan pajak.

Sementara itu, Agus Sambodo menegaskan peran strategis konsultan pajak dalam menyongsong era perpajakan ke depan. Ia mengingatkan bahwa profesionalisme, integritas, serta kemampuan beradaptasi menjadi kunci agar konsultan pajak tetap relevan dan dipercaya oleh wajib pajak.

Diskusi berlangsung interaktif dengan banyaknya pertanyaan dari anggota. Salah satu isu yang mengemuka adalah kiat memulai langkah sebagai konsultan pajak yang mampu bersaing di era saat ini. Selain itu, anggota juga menyoroti persoalan yang kerap terjadi di lapangan, yakni perbedaan antara laporan SPT Tahunan dengan laporan hasil audit.

Menutup kegiatan, Ahmad Dahlan berharap hasil RAC dan diskusi panel ini dapat menjadi bekal penting bagi seluruh anggota IKPI Cabang Kota Malang. “Kami ingin anggota tidak hanya patuh aturan, tetapi juga siap secara kompetensi dan etika untuk menghadapi tantangan perpajakan 2026,” pungkasnya. (bl)

Sebanyak 200 Penunggak Pajak Mulai Mencicil, Negara Kantongi Rp13,44 Triliun

IKPI, Jakarta: Upaya pemerintah mengejar tunggakan pajak bernilai jumbo mulai menunjukkan hasil. Dari total sekitar 200 penunggak pajak dengan kewajiban mencapai Rp60 triliun, sebagian di antaranya telah mencicil pembayaran menjelang akhir tahun 2025.

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengungkapkan, hingga 15 Desember 2025 nilai pajak yang berhasil ditagih dari kelompok penunggak tersebut telah mencapai Rp13,44 triliun. Angka ini meningkat dibandingkan posisi per 19 November 2025 yang masih berada di level Rp11,48 triliun.

“Jadi sudah ada Rp13,44 triliun dari total Rp60 triliun,” ujar Purbaya di kantornya, Jakarta, Jumat (19/12/2025).

Tak hanya nilai setoran yang naik, jumlah wajib pajak yang mulai menunjukkan itikad baik juga bertambah. Jika pada akhir November baru 109 wajib pajak yang mencicil kewajibannya, per 15 Desember 2025 jumlah tersebut meningkat menjadi 120 wajib pajak.

Menurut Purbaya, pola penyelesaian utang pajak dilakukan melalui berbagai mekanisme. Sebagian wajib pajak telah mencicil pembayaran, sementara sebagian lainnya masih melakukan pembahasan dan klarifikasi dengan otoritas pajak. “Itu sebagian cicil, sebagiannya masih minta diskusi,” katanya.

Meski progresnya bertahap, Purbaya optimistis target pelunasan Rp60 triliun dari para penunggak pajak tersebut dapat tercapai. Ia menegaskan, pemerintah konsisten dan serius dalam mengejar hak negara.

“Yang jelas target Rp60 triliun pasti lambat laun akan tercapai. Mereka tahu kita serius mengejar itu,” tegasnya.

Pemerintah menilai peningkatan setoran ini menjadi sinyal positif bagi penguatan penerimaan negara, sekaligus menunjukkan bahwa langkah penegakan kepatuhan pajak terus berjalan di tengah upaya menjaga stabilitas fiskal. (alf)

Purbya Sebut Defisit APBN 2025 Masih Terkendali di 2,35% PDB hingga November

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa melaporkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 mencatat defisit sebesar Rp560,3 triliun atau setara 2,35 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) hingga 30 November 2025. Angka tersebut dinilai masih berada dalam koridor yang dirancang pemerintah.

“Defisit APBN tercatat Rp560,3 triliun atau 2,35 persen terhadap PDB. Ini masih dalam batas yang terkelola dan sesuai dengan desain APBN kita,” ujar Purbaya dalam konferensi pers APBN KiTa Edisi Desember 2025 di Jakarta, Kamis (18/12/2025).

Dari sisi pendapatan, negara berhasil mengumpulkan Rp2.351,5 triliun atau 82,1 persen dari proyeksi (outlook) APBN 2025 sebesar Rp2.865,5 triliun. Capaian ini menunjukkan kinerja penerimaan tetap bergerak meski dihadapkan pada dinamika ekonomi global.

Penerimaan perpajakan menjadi tulang punggung dengan realisasi Rp1.903,9 triliun atau 79,8 persen dari proyeksi Rp2.387,3 triliun. Di dalamnya, penerimaan pajak tercatat Rp1.634,4 triliun atau 78,7 persen dari proyeksi, sementara kepabeanan dan cukai mencapai Rp269,4 triliun atau 86,8 persen dari target.

Sementara itu, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) menunjukkan kinerja relatif kuat dengan realisasi Rp444,9 triliun atau 93,2 persen dari proyeksi tahun ini.

Di sisi belanja, realisasi pengeluaran negara mencapai Rp2.911,8 triliun atau 82,5 persen dari proyeksi Rp3.527,5 triliun. Belanja pemerintah pusat (BPP) tercatat Rp2.116,2 triliun atau 79,5 persen dari pagu.

Rincian belanja menunjukkan belanja kementerian/lembaga (K/L) telah terserap Rp1.110,7 triliun atau 87,1 persen dari proyeksi, sedangkan belanja non-K/L terealisasi Rp1.005,5 triliun atau 72,5 persen. Adapun transfer ke daerah (TKD) mencapai Rp795,6 triliun atau 92,1 persen dari target.

Dengan komposisi tersebut, keseimbangan primer tercatat defisit Rp82,2 triliun. Indikator ini mencerminkan kemampuan negara mengelola kewajiban utang di luar pembayaran bunga.

“Keseimbangan primer Rp82,2 triliun mencerminkan APBN tetap prudent di tengah tantangan global,” tegas Purbaya, menegaskan bahwa pengelolaan fiskal hingga akhir November masih berada dalam jalur kehati-hatian pemerintah. (alf)

Setoran Pajak Capai Rp1.634,4 Triliun hingga November, Pemerintah Genjot Kinerja Akhir Tahun

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengungkapkan bahwa penerimaan pajak hingga akhir November 2025 telah mencapai Rp1.634,4 triliun. Capaian tersebut setara dengan 78,7 persen dari proyeksi penerimaan pajak sepanjang tahun 2025 yang diperkirakan mencapai Rp2.076,9 triliun.

Meski demikian, proyeksi penerimaan pajak tahun ini tercatat lebih rendah dibandingkan target yang telah ditetapkan pemerintah dalam Undang-Undang APBN 2025 sebesar Rp2.189,3 triliun. Kondisi ini mencerminkan tekanan yang masih dihadapi penerimaan negara di tengah dinamika ekonomi global dan domestik.

“Ini pasti teman-teman bertanya, pajak bagaimana sih,” ujar Purbaya saat menyampaikan keterangan dalam konferensi pers APBN KiTA, Kamis (18/12/2025). Ia menegaskan bahwa pemerintah terus memantau perkembangan penerimaan pajak secara cermat hingga penghujung tahun.

Secara tahunan, kinerja penerimaan pajak hingga November 2025 juga tercatat lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Pada November 2024, setoran pajak berhasil dihimpun sebesar Rp1.688,6 triliun, dengan realisasi akhir tahun mencapai sekitar Rp1.931,6 triliun.

Purbaya mengakui perlambatan tersebut menjadi perhatian serius pemerintah. Menjelang bulan terakhir 2025, berbagai langkah perbaikan terus dilakukan untuk menjaga agar penerimaan pajak tidak melenceng jauh dari proyeksi yang telah ditetapkan.

Salah satu upaya utama yang ditempuh adalah pembenahan sistem administrasi perpajakan melalui penyempurnaan Coretax. Sistem ini diharapkan mampu meningkatkan akurasi data, memperlancar layanan, serta mendukung pengawasan kepatuhan wajib pajak secara lebih efektif.

“Coretax sudah diperbaiki dan saat ini berjalan dengan baik. Ke depan akan terus kita sempurnakan,” kata Purbaya. Pemerintah optimistis, perbaikan sistem dan penguatan administrasi pajak dapat menjadi fondasi penting untuk memperbaiki kinerja penerimaan negara, tidak hanya di sisa tahun 2025, tetapi juga pada tahun-tahun berikutnya. (alf)

Bea Cukai Percepat Transformasi Digital, Djaka Budhi: Pengawasan Modern Kunci Tekan Penyelundupan

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Bea dan Cukai terus memperkuat transformasi digital kepabeanan sebagai upaya meningkatkan pengawasan sekaligus mempercepat layanan arus barang. Langkah ini ditegaskan Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Letjen (Purn) Djaka Budhi Utama dalam Seminar Nasional Outlook Kepabeanan 2026 yang digelar Perhimpunan Ahli Kepabeanan Indonesia (PERAKI) di Pusat Pendidikan dan Pelatihan Bea Cukai, Jakarta, Kamis (18/12/2025).

Djaka menyampaikan, penguatan teknologi menjadi fondasi penting dalam menjawab tantangan perdagangan global yang kian kompleks. Salah satu terobosan utama adalah pengoperasian alat pemindai peti kemas X-Ray yang dilengkapi Radiation Portal Monitor (RPM) di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara.

Teknologi RPM tersebut dikembangkan oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan memungkinkan petugas Bea Cukai mendeteksi isi kontainer sekaligus potensi kandungan radiasi tanpa harus membuka peti kemas. Menurut Djaka, sistem ini membuat proses pemeriksaan menjadi lebih cepat, akurat, dan aman.

“Dengan pemindai ini, keamanan meningkat, layanan menjadi lebih singkat, dan potensi pelanggaran dapat ditekan sejak dini,” ujar Djaka menegaskan manfaat langsung teknologi tersebut bagi dunia usaha dan negara.

Selain pemindai kontainer, Bea Cukai juga mengembangkan layanan digital Trade AI, sebuah aplikasi internal yang dirancang untuk meningkatkan ketepatan analisis impor. Sistem ini mampu mendeteksi lebih awal praktik under-invoicing, over-invoicing, hingga indikasi pencucian uang berbasis perdagangan.

Tak hanya itu, Bea Cukai memperkenalkan Self Service Report Mobile (SSR-Mobile), yakni fitur pelaporan mandiri yang dilengkapi teknologi geotagging, pencatatan real-time, serta integrasi kecerdasan artifisial untuk memantau aktivitas pemasukan dan pengeluaran barang di kawasan fasilitas kepabeanan.

Djaka mengungkapkan, alat pemindai RPM tidak hanya terpasang di Tanjung Priok, tetapi juga telah dioperasikan di Surabaya, Semarang, dan Medan. Sementara itu, pengembangan sistem Trade AI membutuhkan investasi teknologi informasi sekitar Rp45 miliar.

Menurut Djaka, apabila setiap pelabuhan utama dilengkapi dengan sistem pemindai dan analitik digital tersebut, ruang gerak aktivitas impor dan ekspor ilegal akan semakin menyempit. Ia menekankan bahwa transformasi digital di bidang kepabeanan bukan lagi pilihan, melainkan kebutuhan strategis.

“Kita harus menjaga kepercayaan publik, menjaga daya saing ekonomi nasional, dan memerangi penyelundupan dengan pendekatan yang lebih modern dan berbasis teknologi,” pungkas Djaka. (bl)

Temui Gubernur Khofifah, DJP Jawa Timur Perkuat Sinergi Pajak hingga Tingkat Desa

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jawa Timur memperkuat sinergi perpajakan dengan Pemerintah Provinsi Jawa Timur melalui pertemuan bersama Khofifah Indar Parawansa di Gedung Negara Grahadi, Surabaya, Senin (15/12/2025) malam. Pertemuan ini menegaskan komitmen kolaborasi pemerintah pusat dan daerah hingga tingkat desa, khususnya dalam pengelolaan Dana Desa dan transformasi layanan perpajakan digital.  

Pertemuan tersebut membahas penguatan pemanfaatan data perpajakan, optimalisasi penerimaan pusat dan daerah, serta dukungan terhadap koperasi dan UMKM. DJP menilai kerja sama yang selama ini berjalan perlu diperkuat dan diformalkan agar memberi dampak berkelanjutan terhadap kemandirian fiskal.  

Plt. Kepala Kanwil DJP Jawa Timur II, Kindy Rinaldy Syahrir, menegaskan kesiapan DJP mendampingi pemerintah daerah hingga ke tingkat desa.

(Foto: Istimewa)

“DJP berkomitmen untuk terus bersinergi dengan pemerintah daerah, termasuk sampai ke tingkat desa, agar pengelolaan anggaran dan pelaksanaan kewajiban perpajakan dapat berjalan tertib, transparan, dan sesuai ketentuan,” ujar Kindy.  

Pendampingan tersebut meliputi pemenuhan kewajiban perpajakan dalam pengelolaan APBD dan APBDes, pemanfaatan Cash Management System (CMS) bersama perbankan Himbara, serta penguatan kepatuhan pajak atas Dana Desa di seluruh wilayah Jawa Timur.  

Gubernur Khofifah menjelaskan bahwa Dana Desa merupakan kewenangan pemerintah pusat, sementara peran pemerintah provinsi lebih difokuskan pada pembinaan dan penguatan koordinasi. Ia juga menyoroti perlunya penyederhanaan mekanisme perpajakan di tingkat desa.

“Perlu ada mekanisme yang lebih sederhana agar administrasi perpajakan tidak menjadi beban bagi pemerintah desa, termasuk wacana pemotongan pajak di muka,” kata Khofifah.  

Dalam pertemuan tersebut, Khofifah juga mengusulkan pembentukan forum lintas instansi sebagai wadah pembahasan terpadu persoalan perpajakan di Jawa Timur. Ia menekankan pentingnya pendampingan hukum melalui Pos Bantuan Hukum (Posbakum) yang saat ini berjumlah 8.494 unit dan menjadi yang terbanyak di Indonesia.  

Dari sisi penguatan ekonomi desa, Gubernur Khofifah menyampaikan bahwa Jawa Timur telah membentuk 8.494 Koperasi Desa Kawasan Mandiri Pangan atau Koperasi Merah Putih. Selain itu, Jawa Timur juga menjadi provinsi dengan jumlah Desa Devisa terbanyak melalui pendampingan UMKM berorientasi ekspor.  

Sementara itu, Kepala Kanwil DJP Jawa Timur I, Samingun, meminta dukungan Pemerintah Provinsi Jawa Timur untuk mendorong percepatan aktivasi akun Coretax DJP.

“Dukungan pemerintah daerah sangat penting agar masyarakat dan pemangku kepentingan di Jawa Timur dapat segera beradaptasi dengan sistem Coretax, sehingga layanan perpajakan menjadi lebih mudah dan transparan,” ujar Samingun.  

Menutup pertemuan, Khofifah menegaskan bahwa koordinasi yang solid antara pemerintah pusat dan daerah menjadi kunci agar kebijakan perpajakan dapat dipahami dan dijalankan secara efektif hingga tingkat desa.

“Sinergi yang baik akan memastikan kebijakan perpajakan benar-benar memberikan manfaat nyata bagi masyarakat Jawa Timur,” pungkasnya.  (alf)

id_ID