Pemprov Kaltim Fokus Tutup Celah Kebocoran Pajak, Bidik Rp10 Triliun PAD 2025

IKPI, Jakarta: Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Pemprov Kaltim) semakin agresif memperkuat strategi fiskal untuk memacu Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebagai “bahan bakar utama” pembangunan daerah. Gubernur Kalimantan Timur, Rudy Mas’ud (Harum), menegaskan komitmennya menutup seluruh celah kebocoran pajak melalui kebijakan digitalisasi dan regulasi tegas.

Salah satu langkah strategis adalah diterbitkannya Peraturan Gubernur Nomor 35 Tahun 2025 tentang penunjukan badan usaha pemegang Izin Usaha Niaga Umum (IUNU) sebagai wajib pungut Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB). Regulasi ini diyakini akan memperkuat sistem pengawasan pendapatan daerah, terutama dari sektor energi.

“Dengan regulasi ini, kita pastikan tidak ada lagi kebocoran penerimaan daerah. Semua transaksi BBM dan gas bumi akan tercatat digital dan real time. Sekecil apa pun celah kebocoran pajak harus ditutup,” tegas Gubernur Harum dalam Rapat Koordinasi (Rakor) Sinkronisasi dan Sosialisasi Peningkatan PAD di Hotel Borobudur, Jakarta, Kamis (30/10/2025).

Sektor Alat Berat Jadi Fokus Pengawasan

Dari hasil verifikasi Pemprov Kaltim, tercatat lebih dari 11.300 unit alat berat beroperasi di sektor pertambangan, kehutanan, dan perkebunan. Namun, potensi pajak dari sektor ini masih belum tergarap maksimal. Gubernur Harum mengungkapkan banyak alat berat dan kendaraan dari luar daerah yang beroperasi di wilayah tambang batu bara dan perkebunan sawit tanpa pengawasan pajak yang memadai.

Selain itu, minimnya transparansi data harga alat berat dan lemahnya pengawasan lapangan juga menjadi penyebab utama kebocoran pendapatan. “Ini menjadi perhatian penting bagi kita semua dalam upaya optimalisasi PAD,” ujarnya.

Bentuk Tim Khusus Optimalisasi Pendapatan

Untuk memperkuat tata kelola fiskal, Pemprov Kaltim membentuk Tim Optimalisasi Pendapatan Daerah, yang bertugas melakukan supervisi, pendataan, hingga pengendalian pemungutan pajak. Tim ini juga memperkuat koordinasi lintas sektor antara Bapenda, Dinas ESDM, Kehutanan, dan Perkebunan.

“Sinergi dan integrasi data antarinstansi adalah kunci. Dengan sistem yang transparan dan digital, potensi pendapatan daerah dapat tergali secara optimal,” kata Harum.

Gubernur Harum juga meminta dukungan penuh dari para bupati dan wali kota se-Kaltim. Ia menekankan bahwa pajak provinsi seperti PBBKB, PKB, dan BBNKB turut memberikan manfaat langsung bagi kabupaten/kota melalui sistem bagi hasil.

Hingga Oktober 2025, Pemprov Kaltim telah menyalurkan Rp800 miliar dana bagi hasil pajak ke kabupaten/kota melalui mekanisme split bill. Jika target tercapai, total dana yang disalurkan pada akhir tahun diproyeksikan mencapai Rp4,8 triliun.

Dana tersebut diharapkan dapat dimanfaatkan bukan hanya untuk pembangunan infrastruktur, tetapi juga memperkuat pengawasan di sektor pertambangan, kehutanan, dan perkebunan. Untuk memastikan kepatuhan perusahaan, Pemprov Kaltim bahkan menggandeng Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Sekadar informasi, hingga 25 Oktober 2025, realisasi PAD Kaltim telah mencapai Rp6,8 triliun atau 68,58% dari target Rp10,04 triliun. Rinciannya, pajak daerah terealisasi Rp5,3 triliun (63,03%), retribusi Rp895 miliar (83,66%), hasil pengelolaan kekayaan daerah Rp319 miliar (71,06%), serta pendapatan lain-lain PAD sah mencapai Rp373 miliar atau 323% dari target awal.

Rakor tersebut juga dihadiri Wakil Gubernur Seno Aji, Sekda Sri Wahyuni, Forkopimda Kaltim, pejabat KPK, dan pimpinan OPD terkait.

Ia menegaskan bahwa agenda ini bukan sekadar kegiatan administratif, tetapi langkah nyata menuju sistem pajak daerah yang bersih dan berkeadilan.

“Kita ingin setiap rupiah pajak benar-benar kembali untuk rakyat, bukan untuk kepentingan pribadi. Mari kita bangun ekosistem pajak yang sehat, transparan, dan berpihak pada rakyat,” serunya. (alf)

China Akhiri Insentif Pajak Logam Mulia, Harga Emas Dunia Anjlok di Bawah US$4.000

IKPI, Jakarta: Harga emas dunia anjlok menembus batas psikologis US$4.000 per ons setelah Pemerintah China resmi mengakhiri kebijakan insentif pajak bagi sektor logam mulia. Langkah ini langsung mengguncang pasar global, mengingat China merupakan salah satu konsumen dan importir emas terbesar di dunia.

Dilansir dari Bloomberg, harga emas batangan merosot hingga 0,6% menjadi sekitar US$3.978 per ons pada awal perdagangan Asia, Senin (3/11/2025). Harga emas spot pun turun ke level US$3.978,63 per ons pada pukul 07.46 pagi waktu Singapura. Sementara itu, indeks Spot Dolar Bloomberg tercatat relatif stabil, dengan harga perak ikut melemah, sedangkan platinum dan paladium sedikit menguat.

Kejatuhan harga ini dipicu oleh keputusan mengejutkan Beijing pada Sabtu (1/11/2025). Pemerintah mengumumkan berakhirnya kebijakan yang selama ini memperbolehkan beberapa pengecer emas untuk mengompensasi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas transaksi logam mulia yang dibeli dari Bursa Emas Shanghai (Shanghai Gold Exchange/SGE) dan Bursa Berjangka Shanghai. Aturan baru tersebut berlaku bagi penjualan langsung maupun setelah emas diproses, dan akan diberlakukan hingga akhir 2027.

Kebijakan ini secara efektif menghapus keuntungan pajak yang selama bertahun-tahun dinikmati oleh anggota SGE dan Bursa Berjangka Shanghai, termasuk bank besar, kilang, dan produsen emas yang berpartisipasi langsung dalam perdagangan. Akibatnya, pelaku industri memperkirakan biaya distribusi dan margin keuntungan akan tertekan.

Langkah Beijing ini merupakan sinyal kuat bahwa pemerintah ingin memperketat disiplin fiskal dan mengurangi distorsi di pasar logam mulia domestik.

China sebelumnya memberikan potongan atau kompensasi PPN bagi produsen yang menjual produk hilir emas kepada konsumen. Dengan insentif tersebut, harga jual emas di pasar domestik menjadi lebih kompetitif. Kini, tanpa kebijakan itu, biaya akhir yang ditanggung pembeli diperkirakan meningkat, sehingga dapat menekan permintaan ritel.

Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran di pasar global. Sebagai konsumen terbesar emas dunia, setiap perubahan kebijakan di China dapat mengguncang keseimbangan permintaan dan pasokan internasional. Jika pembelian emas di China melambat, tekanan jual bisa makin besar di pasar global.

Meski demikian, sebagian pelaku pasar menilai penurunan harga saat ini bisa bersifat sementara. Ketidakpastian ekonomi global, ketegangan geopolitik, serta potensi penurunan suku bunga bank sentral utama masih menjadi faktor yang dapat menopang daya tarik emas sebagai aset lindung nilai (safe haven).

Namun dalam jangka pendek, kebijakan fiskal baru China ini menjadi “angin sakal” bagi reli harga emas yang sempat mencetak rekor beberapa bulan lalu. Investor kini menanti langkah lanjutan Beijing dan arah kebijakan moneter global untuk menentukan posisi berikutnya di pasar logam mulia.

Jika tekanan jual terus berlanjut, analis memperkirakan harga emas bisa menguji level support berikutnya di kisaran US$3.950 per ons, titik yang akan menentukan apakah koreksi ini hanya jeda sementara atau awal dari tren penurunan yang lebih panjang. (alf)

IKPI Pengda DKJ dan GKI Serpong Gelar Seminar Pajak Gratis: Kupas Tuntas Pengisian SPT di Sistem Coretax Terbaru

IKPI, Tangerang: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Pengda DKJ bekerja sama dengan Posyanbankum dan Komisi Pekabaran Injil GKI Serpong menggelar seminar pajak gratis bertema “Kupas Tuntas Pengisian SPT PPh Orang Pribadi di Sistem Coretax Terbaru”, Sabtu (1/11/2025), di Bahtera Nuh GKI Serpong.

Kegiatan dimulai pukul 09.30 WIB dengan ibadah bersama, kemudian dilanjutkan sambutan oleh Ketua IKPI Pengda DKJ Tan Alim dan Ketua Posyanbankum GKI Serpong Teddy Sinaga. Dalam sambutannya, Tan Alim menyampaikan bahwa kegiatan ini merupakan bentuk nyata kontribusi IKPI dalam memberikan edukasi perpajakan kepada masyarakat.

(Foto: Istimewa)

“IKPI tidak hanya berperan dalam ranah profesi, tetapi juga memiliki tanggung jawab sosial untuk membantu masyarakat memahami kewajiban perpajakan, apalagi dengan penerapan sistem Coretax yang baru,” ujar Tan Alim.

Ia menambahkan, melalui kegiatan edukatif seperti ini, diharapkan masyarakat semakin paham cara melaporkan SPT tahunan dengan benar dan tepat waktu. Menurutnya, perubahan sistem administrasi pajak melalui Coretax seringkali menimbulkan kebingungan bagi wajib pajak, sehingga peran konsultan dan edukasi publik menjadi semakin penting.

Acara kemudian dilanjutkan dengan sesi seminar yang dipandu oleh moderator Humala Napitupulu dan menghadirkan narasumber Daniel Mulia. Sekitar 40 peserta mengikuti kegiatan ini dengan antusias, terlihat dari banyaknya pertanyaan yang diajukan seputar pengisian SPT dan penggunaan fitur baru di sistem Coretax.

(Foto: Istimewa)

“Antusiasme peserta luar biasa. Ini menandakan masyarakat ingin memahami lebih dalam tentang cara pelaporan pajak yang benar di era digital,” ujar Daniel Mulia di sela sesi tanya jawab.

Selain Tan Alim, kegiatan ini juga dihadiri oleh jajaran Pengda DKJ lainnya, antara lain Mardi D. Muljana, Humala Napitupulu, Daniel Mulia, Yeni Halim, Ferry Halimi, dan Hery Juwana.

Acara ditutup pada pukul 12.30 WIB dengan sesi foto bersama seluruh peserta dan panitia. Tan Alim berharap kegiatan seperti ini dapat terus berlanjut di berbagai wilayah sebagai bentuk kolaborasi antara IKPI dan lembaga masyarakat dalam meningkatkan literasi pajak.

“Kami ingin semangat tax education ini terus hidup, agar kepatuhan pajak tumbuh dari kesadaran, bukan karena kewajiban semata,” tutup Tan Alim. (bl)

Pemerintah Kucurkan Insentif Bebas Pajak, Ini Daftar Penerimanya

IKPI, Jakarta: Pemerintah kembali memberikan kemudahan perpajakan bagi masyarakat dan pelaku usaha. Melalui serangkaian kebijakan baru yang tertuang dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) dan aturan turunannya, sejumlah kalangan kini berhak menikmati insentif hingga pembebasan pajak.

Kebijakan ini merupakan bagian dari strategi pemerintah menjaga daya beli masyarakat, mendorong pemulihan ekonomi nasional, serta memperkuat sektor riil di tengah ketidakpastian global.

Salah satu insentif terbaru diberikan kepada pekerja di sektor pariwisata. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 72 Tahun 2025 yang merevisi PMK Nomor 10 Tahun 2025, pemerintah menanggung Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 bagi pegawai tetap maupun tidak tetap dengan penghasilan maksimal Rp10 juta per bulan. Insentif ini berlaku untuk masa pajak Oktober hingga Desember 2025.

Kebijakan tersebut merupakan perluasan dari insentif serupa yang lebih dulu diterima pekerja di sektor tekstil, alas kaki, furnitur, kulit, dan pakaian jadi, yang telah menikmati fasilitas PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah (DTP) sejak Januari 2025.

Dalam regulasi itu disebutkan, pemberian insentif dilakukan untuk mendukung program akselerasi ekonomi 2025 dan memperluas penciptaan lapangan kerja, khususnya di sektor yang padat karya dan terdampak fluktuasi ekonomi global.

Selain pekerja di sektor pariwisata, beberapa kelompok lain juga memperoleh kelonggaran pajak. Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2022, pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dengan omzet tidak melebihi Rp500 juta per tahun dibebaskan dari kewajiban membayar PPh Final 0,5%. Meski demikian, pelaku usaha tetap diminta untuk melaporkan SPT Tahunannya, dengan masa berlaku fasilitas ini selama tujuh tahun sejak NPWP diterbitkan.

Pemerintah juga menegaskan bahwa pekerja dengan penghasilan di bawah Rp4,5 juta per bulan tidak dikenakan pajak, sesuai batas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang masih berlaku. Mereka yang tergolong dalam kategori ini bahkan dapat mengajukan status Non-Efektif (NE) sehingga tidak wajib melaporkan SPT Tahunan.

Sementara itu, bagi perusahaan yang mengalami kerugian, pemerintah memberikan kelonggaran dalam bentuk kompensasi kerugian selama lima tahun berturut-turut, sebagaimana diatur dalam UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. Ketentuan ini memungkinkan perusahaan untuk menekan beban pajak pada tahun-tahun berikutnya hingga kondisi keuangannya kembali pulih.

Beragam insentif tersebut menunjukkan komitmen pemerintah untuk menjaga keseimbangan antara kepatuhan pajak dan keberlanjutan ekonomi. Melalui pendekatan berbasis keadilan fiskal, pemerintah berharap masyarakat kecil, pekerja sektor padat karya, dan pelaku UMKM dapat terus bertahan dan tumbuh tanpa terbebani kewajiban pajak yang berat. (alf)

IKPI Cabang Medan dan KPP Pratama Medan Lubuk Pakam Jalin Sinergi dalam Peningkatan Kepatuhan Wajib Pajak

IKPI, Medan: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Medan melaksanakan audiensi dengan KPP Pratama Medan Lubuk Pakam pada Kamis, (30/10/2025). Kegiatan ini bertujuan untuk memperkuat kerja sama dan sinergi antara IKPI dan otoritas pajak dalam meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak serta mendukung penerimaan negara. Audiensi diterima langsung oleh Kepala KPP Pratama Medan Lubuk Pakam, Bapak Daniel Zebua, yang menyampaikan pentingnya kolaborasi dengan para konsultan pajak.

“Sekarang ini perpajakan sudah banyak mengalami pembaruan. Kita perlu terus mengimbau dan mengedukasi Wajib Pajak agar memahami perubahan tersebut,” ujar Daniel.
“Kami berharap, KPP Pratama Medan Lubuk Pakam dan IKPI Cabang Medan dapat terus bersinergi untuk mengedukasi Wajib Pajak.” tambahnya.

Dari pihak IKPI Cabang Medan, Ketua IKPI Cabang Medan, Eben Ezer Simamora (Eben), turut menjelaskan berbagai langkah yang telah dilakukan IKPI dalam mendukung edukasi dan peningkatan kepatuhan Wajib Pajak. 

“IKPI Cabang Medan telah melakukan sekitar sepuluh audiensi dengan KPP dan Kanwil DJP di wilayah Sumatera Utara. Kami aktif membantu sosialisasi perpajakan kepada masyarakat melalui kegiatan seperti Pojok Pajak, Kuliah Umum, dan program edukasi lainnya,” kata Eben, Senin (3/11/2025). 

Selain itu, Eben juga mengungkapkan bahwa IKPI Medan juga terus mengadakan Pendidikan Profesional Berkelanjutan (PPL) bagi anggota agar selalu mengikuti perkembangan peraturan perpajakan yang dinamis.

Sebagai bagian dari komitmen di bidang edukasi, IKPI Medan juga membuka kursus perpajakan Brevet A/B yang bertempat di Gedung Sekretariat IKPI Cabang Medan, Jalan H.M. Yamin No. 6H, Medan. Program ini terbuka bagi profesional, mahasiswa, dan masyarakat umum yang ingin memperdalam pemahaman mengenai perpajakan.

Tidak hanya itu, Wakil Ketua II IKPI Cabang Medan, Pony, ikut menegaskan komitmennya dalam mendukung program-program KPP Pratama Medan Lubuk Pakam. 

“IKPI Cabang Medan pastilah selalu siap mendukung penuh program KPP, baik melalui sosialisasi langsung kepada Wajib Pajak maupun kegiatan bersama untuk meningkatkan kesadaran dan kepatuhan pajak,” ujarnya.

Kegiatan audiensi ini juga dihadiri oleh jajaran pengurus IKPI Cabang Medan dari perwakilan tiap bidang, antara lain: 

• Ketua: Eben Ezer Simamora

• Wakil Ketua I: Hang Bun 

• Wakil Ketua II: Pony

• Wakil Sekretaris: Novianna 

• Wakil Bendahara: Usman 

• Bidang Kesekretariatan dan Pengembangan Organisasi:Ibu Rosmina, SE (Koordinator) 

• Bidang PPL, Pendidikan dan Brevet: Stheven Tiuji (Anggota) 

• Bidang Humas, Information & Technology dan Kemitraan: Herlina (Anggota) 

• Bidang Keanggotaan, Etika dan Kaderisasi: Dorkas Rosmiati (Koordinator) dan Sarina (Anggota) 

• Tim Khusus Bidang Hukum, FGD, Konsultasi & Aspirasi: Monang (Anggota) 

Di akhir acara, IKPI Cabang Medan menyerahkan plakat sebagai tanda terjalinnya kerja sama, serta cenderamata berupa dua mug dan dua totebag IKPI kepada pihak KPP Pratama Medan Lubuk Pakam. Kegiatan kemudian ditutup dengan sesi foto bersama sebagai bentuk keakraban dan komitmen berkelanjutan antara kedua pihak.

Mahasiswa UI dan IKPI Bahas Tantangan Pajak di Era Digital dan AI

IKPI, Jakarta: Revolusi digital telah mengubah hampir semua aspek kehidupan, termasuk dunia perpajakan. Dalam podcast spesial Hari Sumpah Pemuda yang digelar oleh Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), topik tersebut menjadi sorotan utama.

Diskusi yang menghadirkan Dewi Sukowati, Pengurus Pusat IKPI; Rian Sumarta, Sekretaris IKPI Cabang Jakarta Utara; serta dua mahasiswa Universitas Indonesia, Muhammad Hermaen Pasha dan Ryan wahyu Setiawan.

Dalam perbincangan, Rian Sumarta menyoroti reformasi digital yang tengah dilakukan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melalui sistem Coretax (Core Tax Administration System). Ia menyebut sistem itu sebagai tonggak baru untuk mempercepat transformasi layanan perpajakan nasional.

“Dengan Coretax pelaporan dan pembayaran pajak jadi lebih cepat dan efisien. Tapi memang, tantangan di lapangan masih ada, terutama di daerah yang belum sepenuhnya siap secara digital,” kata Rian.

Pandangan serupa disampaikan oleh Pasha, yang menilai reformasi digital adalah langkah maju meski belum sempurna. “Masih banyak error karena masa transisi. Tapi arah perubahannya sudah benar—menuju digitalisasi dan pelayanan satu pintu,” jelasnya.

Menurutnya, digitalisasi pajak akan membuka ruang bagi generasi muda untuk terlibat dalam inovasi sistem dan penyederhanaan regulasi.

Selain membahas Coretax, podcast ini juga menyinggung pengalaman para mahasiswa saat magang di kantor konsultan pajak. Ryan menceritakan tantangan menghadapi klien dari berbagai latar belakang.

“Wajib pajak di Indonesia sangat beragam. Ada yang belum paham aturan, ada juga perusahaan asing yang suka membandingkan kebijakan Indonesia dengan negaranya. Di situlah kita harus tanggap menjelaskan perbedaan secara profesional,” ujarnya.

Pasha menambahkan, perubahan regulasi yang cepat membuat para calon konsultan pajak harus terus belajar. “Tahun ini aja sudah ada Omnibus Law, aturan Coretax  sampai global minimum tax. Kita harus paham semuanya supaya bisa bantu wajib pajak dengan benar,” ujarnya.

Diskusi kemudian berlanjut pada topik masa depan profesi konsultan pajak di era kecerdasan buatan (AI). Pasha sempat bertanya apakah teknologi mampu menggantikan peran manusia dalam bidang perpajakan. Pertanyaan itu memicu respons menarik.

Rian menegaskan bahwa teknologi hanyalah alat bantu, bukan pengganti. “AI bisa bantu analisis data, tapi tidak bisa menggantikan empati, interpretasi, dan komunikasi manusia. Profesi konsultan pajak bukan sekadar menghitung, tapi memahami konteks dan niat wajib pajak,” katanya.

Sementara Dewi menilai bahwa AI justru dapat menjadi mitra strategis bagi konsultan pajak. Dengan bantuan teknologi, pekerjaan bisa lebih efisien tanpa menghilangkan nilai kemanusiaan di dalam profesi.

“AI bisa mempercepat pekerjaan, tapi human touch—kemampuan menjelaskan, menenangkan, dan membimbing klien itu tetap tak tergantikan,” ujarnya.

Dewi juga menekankan bahwa di tengah percepatan teknologi, semangat kemanusiaan dan etika profesional justru harus diperkuat. “Kecerdasan buatan bisa meniru logika, tapi tidak bisa meniru empati. Itu sebabnya konsultan pajak tetap relevan, karena mereka bekerja dengan hati,” tegasnya.

Dewi juga menegaskan, mereka bisa belajar banyak dari semangat Sumpah Pemuda, bahwa perubahan besar selalu dimulai dari generasi muda yang berani beradaptasi. Digitalisasi dan AI bukan ancaman, tapi peluang untuk berkontribusi lebih baik bagi negeri. (bl)

Airlangga: Tarif Impor AS 19% Sudah Final, RI Bidik Nol Persen untuk Komoditas Unggulan

IKPI, Jakarta: Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memastikan tarif impor Amerika Serikat (AS) terhadap produk Indonesia sebesar 19 persen sudah bersifat final. Meski begitu, pemerintah tidak akan berhenti di situ. Indonesia akan kembali bernegosiasi untuk sejumlah komoditas strategis agar bisa memperoleh tarif nol persen, terutama bagi produk yang tidak dapat diproduksi di AS.

“Yang 19 persen sudah final. Jadi tinggal mencari komoditas-komoditas yang dikecualikan,” ujar Airlangga dalam keterangan resmi, Sabtu (1/11/2025).

Menurutnya, pemerintah telah menyiapkan daftar komoditas yang diusulkan untuk mendapatkan tarif nol persen. Di antaranya kelapa sawit, kakao, dan karet, yang selama ini menjadi andalan ekspor nonmigas Indonesia di pasar global.

“Komoditas seperti sawit, cocoa, rubber, dan lainnya kita usulkan agar bisa masuk kategori nol persen, karena itu produk yang tidak bisa diproduksi di Amerika,” lanjutnya.

Selain sektor pertanian dan perkebunan, pemerintah juga tengah menyoroti komoditas mineral kritis (critical minerals) yang menjadi perhatian global. Airlangga menegaskan, pembahasan tarif untuk sektor ini akan dilakukan secara terpisah.

“Untuk critical mineral, pembahasannya sendiri, terkait supply chain dan masuk dalam kerja sama yang kita sebut sebagai industrial communities,” jelasnya.

Airlangga menambahkan, non-tariff barrier (NTB) atau hambatan non-tarif juga menjadi isu penting dalam negosiasi lanjutan. Pemerintah ingin memastikan agar regulasi perdagangan tidak menjadi penghalang bagi produk Indonesia yang telah memenuhi standar internasional.

“Selain tarif, kita juga harus bicara tentang NTB yang seringkali justru lebih menghambat dari tarif itu sendiri,” tegasnya.

Negosiasi lanjutan dengan Amerika Serikat akan digelar setelah Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) APEC 2025 di Gyeongju, Korea Selatan. Pemerintah berharap hasil pembahasan tersebut dapat membuka peluang ekspor yang lebih luas bagi produk unggulan nasional.

“Negosiasi dengan Amerika akan kita lanjutkan setelah APEC ini,” ujar Airlangga.

Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto juga menegaskan bahwa diplomasi dagang dengan Amerika Serikat masih terus berjalan intensif. Menurutnya, Indonesia berkomitmen memperluas kerja sama ekonomi yang saling menguntungkan.

“Iya, masih terus negosiasi,” kata Prabowo di sela-sela agenda KTT APEC 2025, Jumat (31/10/2025). (alf)

Prabowo Pastikan Negosiasi Tarif Impor AS Berlanjut, Indonesia Bidik 0 Persen untuk Sawit dan Kakao

IKPI, Jakarta: Presiden Prabowo Subianto memastikan pemerintah Indonesia terus memperjuangkan kepentingan nasional dalam negosiasi tarif impor dengan Amerika Serikat (AS). Ia menegaskan bahwa pembicaraan antara kedua negara masih berlangsung intensif dan menunjukkan kemajuan signifikan.

Kepastian itu disampaikan Prabowo di sela-sela Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC) 2025 baru baru ini. Dalam keterangannya, ia menyambut baik pertemuan antara Presiden AS Donald Trump dengan Presiden China Xi Jinping yang dinilainya membawa ketenangan baru dalam perekonomian global.

“Pertemuan dua pemimpin besar dunia ini memberikan sinyal positif. Dunia butuh stabilitas. Bagi Indonesia, kami terus bernegosiasi dengan Amerika Serikat untuk memastikan produk kita mendapat perlakuan yang adil,” ujar Prabowo.

Sebelumnya, Indonesia berhasil menurunkan tarif impor AS dari 32 persen menjadi 19 persen setelah proses diplomasi panjang. Keberhasilan itu, menurut Prabowo, merupakan hasil kerja sama erat antara dirinya dan jajaran ekonomi nasional, termasuk Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.

Pemerintah bahkan mengirim tim negosiasi khusus yang dipimpin langsung oleh Menko Perekonomian Airlangga Hartarto. Dalam proses tersebut, Prabowo juga melakukan komunikasi langsung dengan Presiden AS Donald Trump melalui sambungan telepon berdurasi hampir 17 menit, pada Selasa (15/7/2025) malam waktu Eropa.

“Dalam percakapan yang serius namun hangat itu, kedua pemimpin membahas berbagai isu penting, terutama soal kebijakan tarif. Akhirnya, dicapai kesepakatan penurunan tarif impor terhadap produk Indonesia,” kata Juru Bicara Presiden, Teddy Indra Wijaya, Rabu (16/7/2025).

Menurut Teddy, hasil negosiasi tersebut menunjukkan kepercayaan dan penghormatan antara kedua pemimpin. Amerika Serikat memahami kepentingan Indonesia sebagai negara berkembang dengan basis ekspor komoditas kuat, seperti sawit, karet, dan kakao.

Namun perjuangan Indonesia belum berhenti. Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan optimismenya bahwa Indonesia akan segera mendapatkan tarif 0 persen dari Amerika Serikat, sebagaimana yang telah diterima beberapa negara Asia Tenggara lainnya.

“Negosiasi masih berjalan. Kami optimistis Indonesia akan mendapat fasilitas yang sama seperti Malaysia, Vietnam, Thailand, dan Kamboja, terutama untuk produk yang tidak bisa diproduksi di AS seperti sawit, kakao, dan rubber,” kata Airlangga di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (29/10/2025).

Ia menjelaskan bahwa pembicaraan teknis antara kedua negara saat ini berada pada tahap akhir. Jika berjalan lancar, kesepakatan penuh diharapkan tercapai paling lambat pada November mendatang. “Kita juga mengusulkan tarif nol persen untuk komoditas yang menjadi bagian dari rantai pasok industri medis global,” tambahnya.

Airlangga menegaskan, pemerintah tidak hanya mengejar angka tarif rendah, tetapi juga membuka peluang investasi lanjutan. Negosiasi ini, menurutnya, menjadi langkah strategis untuk memperluas pasar ekspor Indonesia dan memperkuat posisi dalam rantai pasok global. (alf)

Mantan Pejabat DJP Tegaskan Kepatuhan Pajak Harus Tumbuh dari Kepercayaan, Bukan Ketakutan

IKPI, Jakarta: Mantan pejabat di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan, Catur Rini Widosari, menegaskan bahwa kepatuhan pajak tidak boleh dibangun atas dasar rasa takut terhadap sanksi, melainkan atas kesadaran dan kepercayaan terhadap institusi perpajakan. Pernyataan itu disampaikan dalam podcast Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) bertema “Kepatuhan Pajak: Takut Sanksi atau Sadar Kewajiban?”  yang dipandu oleh Agnez, dengan narasumber pendamping Asih Arianto, selaku Direktur Eksekutif IKPI, baru baru ini.

Podcast tersebut dikemas santai namun mendalam antara praktisi dan mantan pejabat pajak mengenai akar masalah kepatuhan di Indonesia yang sering kali masih bersifat formalitas.

Dalam sesi tersebut, Catur (sapaan akrab) menekankan bahwa efektivitas sistem perpajakan nasional tidak bisa hanya bertumpu pada ancaman sanksi atau kekuatan otoritas, tetapi harus ditopang oleh trust (kepercayaan) masyarakat terhadap pemerintah.

“Mau sekuat apa pun aturan dibuat, tanpa adanya kepercayaan, masyarakat tidak akan takut pada sanksi itu. Karena yang lebih penting adalah bagaimana kita membangun kepercayaan terhadap institusi,” ujar Catur.

Menurutnya, banyak wajib pajak yang selama ini patuh hanya karena takut diperiksa atau dikenai denda. Padahal, kepatuhan sejati justru lahir dari kesadaran bahwa pajak adalah bentuk kontribusi bersama untuk membangun negara.

“Kepatuhan tidak cukup hanya sekadar melapor SPT. Datang memenuhi SP2DK pun sudah bagian dari kepatuhan. Tapi kalau masyarakat memahami tujuan pajak, mereka akan patuh tanpa harus ditekan,” jelasnya.

SP2DK Bukan Ancaman, tapi Kesempatan untuk Klarifikasi

Catur juga menyoroti persepsi keliru masyarakat terhadap surat SP2DK atau Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan Keterangan dari DJP, yang sering kali dianggap sebagai ancaman.

Padahal, menurutnya, SP2DK adalah sarana klarifikasi yang justru memberi ruang dialog antara wajib pajak dan fiskus.

“SP2DK itu bukan surat ancaman, tapi permintaan penjelasan. Kalau belum paham, wajib pajak bisa datang dan bertanya. Kalau belum siap, mereka berhak meminta waktu tambahan. DJP harus melayani, bukan menakuti,” tegas Catur.

Ia menambahkan, era digital membuat pengawasan pajak semakin terbuka melalui integrasi data ILAP (Institusi, Lembaga, Asosiasi, dan Pihak Lain) serta sistem Coretax. Sistem ini memungkinkan data ekonomi mengalir otomatis ke DJP tanpa perlu pelaporan manual. Namun, kemajuan teknologi harus dibarengi dengan peningkatan kualitas pelayanan.

“Sekarang semua serba transparan, tidak ada lagi tempat bersembunyi. Tapi pelayanan juga harus seimbang edukatif, komunikatif, bukan intimidatif,” katanya.

Catur menjelaskan bahwa rendahnya tingkat kepatuhan sebagian masyarakat sering kali bukan karena enggan bayar pajak, melainkan karena rasa tidak percaya bahwa uang pajak benar-benar dikelola dengan baik.

“Banyak yang bilang, ‘Saya tidak masalah bayar pajak, tapi uangnya dipakai untuk apa?’ Nah, di situ letak tantangannya. Membangun kepercayaan itu tidak bisa hanya dari DJP, tapi dari seluruh pemerintah,” ungkapnya.

Ia menilai kepercayaan publik akan meningkat jika pemerintah konsisten menjaga transparansi penggunaan anggaran, memperbaiki pelayanan publik, dan menunjukkan hasil nyata dari penerimaan pajak.

Contohnya, infrastruktur yang baik, bantuan sosial yang tepat sasaran, serta peningkatan kesejahteraan masyarakat menjadi bukti nyata manfaat pajak yang bisa dirasakan langsung.

“Jangan menuntut hasil langsung dari pembayaran pajak. Lihatlah di sekitar jalan yang lebih baik, fasilitas publik yang lebih rapi itu semua hasil kontribusi kita bersama,” ucapnya.

Pendidikan Pajak Jadi Kunci

Sebagai akademisi dan pembimbing mahasiswa setelah pensiun dari DJP, Catur menekankan pentingnya edukasi pajak sejak dini.

Ia berpendapat, literasi pajak harus menjadi bagian dari pembentukan karakter warga negara agar generasi muda memahami fungsi pajak bukan sekadar kewajiban administratif, tetapi juga tanggung jawab moral.

“Kepatuhan lahir dari tahu, paham, lalu sadar. Karena kalau sudah sadar, orang akan patuh bahkan tanpa diawasi,” tuturnya.

Ia menegaskan bahwa dunia pendidikan dan profesi pajak harus berperan aktif dalam menanamkan nilai integritas dan kesadaran pajak.

Menurutnya, para mahasiswa dan calon konsultan pajak perlu memahami bahwa mereka bukan hanya pekerja pajak, tapi juga bagian dari sistem yang menjaga keberlanjutan fiskal negara.

Perjalanan Karier dan Refleksi

Dalam kesempatan itu, Catur juga bercerita tentang pengalamannya saat dipindah ke Direktorat Keberatan Pajak DJP sebuah posisi yang awalnya mengejutkan namun kemudian menjadi titik penting dalam kariernya.

“Awalnya saya kaget juga, tapi saya percaya pada takdir. Tidak ada pilihan selain menjalankan amanah dengan ikhlas. Yang penting kita bekerja sesuai etika dan menjaga integritas,” ucapnya.

Ia menilai, kejujuran dan ketulusan dalam bekerja adalah bagian dari kepatuhan moral yang sejalan dengan nilai-nilai pajak itu sendiri: gotong royong, kontribusi, dan tanggung jawab sosial.

Namun, ia mengingatkan bahwa membangun kepatuhan pajak adalah pekerjaan jangka panjang yang harus dilakukan bersama oleh pemerintah, aparat pajak, konsultan, akademisi, dan masyarakat.

“Kita harus beralih dari kepatuhan karena takut menjadi kepatuhan karena sadar. Karena ketika kepercayaan tumbuh, kepatuhan akan datang dengan sendirinya,” pungkasnya. (bl)

Pemerintah Siapkan Pemutihan Tunggakan BPJS Kesehatan, DPR: Awal Baru bagi Peserta dan Fiskal Negara

IKPI, Jakarta: Pemerintah berencana menghapus seluruh tunggakan iuran peserta mandiri Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola BPJS Kesehatan. Langkah ini diharapkan menjadi titik balik bagi jutaan peserta yang selama ini terbebani tunggakan, sekaligus memperkuat stabilitas fiskal lembaga jaminan sosial tersebut.

Anggota Komisi IX DPR RI, Ade Rezki Pratama, menyambut positif rencana pemutihan tersebut. Ia menilai, kebijakan ini bukan hanya berorientasi pada keringanan beban masyarakat, tetapi juga menjadi solusi jangka panjang untuk menyehatkan neraca keuangan BPJS Kesehatan.

“Rencana ini dapat membantu peserta mandiri yang menunggak pembayaran iuran, sekaligus memperkuat posisi keuangan BPJS Kesehatan. Kami berharap kebijakan ini disesuaikan dengan kemampuan APBN agar berkelanjutan,” ujar Ade dalam keterangan resminya, Sabtu (2/11/2025).

Ia menegaskan bahwa kebijakan pemutihan ini harus menjadi momentum bagi peserta untuk memperbaiki kepatuhan di masa depan. Dengan dimulainya kewajiban dari nol, diharapkan peserta lebih disiplin membayar iuran setiap bulan.

“Ini bukan hanya soal penghapusan utang, tapi juga pembenahan perilaku fiskal masyarakat. Jangan sampai setelah dihapus, muncul lagi tunggakan baru,” tegasnya.

Ade juga mengingatkan masyarakat agar memanfaatkan kesempatan ini dengan bijak. Menurutnya, BPJS Kesehatan telah menjadi penyelamat bagi banyak keluarga ketika menghadapi kondisi darurat medis.

“Dengan kepesertaan yang aktif, masyarakat tidak perlu khawatir soal biaya rumah sakit karena sudah dijamin BPJS. Jadi manfaatkan program ini untuk menjamin kesehatan keluarga,” katanya.

Namun, ia menyoroti kelompok peserta yang secara ekonomi tergolong mampu tetapi masih menunggak iuran. “BPJS Kesehatan adalah wujud gotong royong nasional. Ketika seseorang tidak sakit, iurannya membantu peserta lain yang sedang membutuhkan perawatan. Jadi, bagi yang mampu, bayarlah iuran tepat waktu,” ujar Ade.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat Abdul Muhaimin Iskandar mengungkapkan bahwa pemerintah sedang menyiapkan langkah konkret untuk menghapus beban tunggakan peserta BPJS Kesehatan yang nilainya telah mencapai puluhan triliun rupiah.

“Saya terus berupaya agar tunggakan seluruh peserta BPJS bisa dibebaskan, sehingga tidak dianggap utang lagi. Setelah dilunasi pemerintah, peserta bisa memulai kewajiban baru tanpa beban masa lalu,” tutur Muhaimin di Jakarta.

Kebijakan pemutihan ini tengah dikaji lintas kementerian agar sesuai dengan kemampuan fiskal negara dan tidak mengganggu alokasi anggaran kesehatan lainnya. Pemerintah menargetkan skema final dapat diumumkan dalam waktu dekat.

Jika rencana ini terealisasi, Indonesia akan mencatat langkah bersejarah dalam reformasi jaminan sosial yakni menghapus tunggakan lama untuk membuka jalan menuju sistem pembiayaan kesehatan yang lebih sehat, berkeadilan, dan berkelanjutan. (alf)

id_ID