Pajak Gula: Solusi atau Beban Baru?

Darah kita manis, tapi kantong semakin pahit. Itulah mungkin yang dirasakan banyak orang ketika mendengar wacana penerapan pajak gula. Pemerintah berencana mengenakan cukai pada minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK), sebuah langkah yang digadang-gadang bisa menekan konsumsi gula berlebih dan mengurangi beban penyakit seperti diabetes dan obesitas. Tapi, benarkah kebijakan ini akan efektif di Indonesia, atau hanya sekadar menjadi pemasukan baru bagi negara tanpa dampak signifikan bagi kesehatan publik?

Pemerintah, melalui Kementerian Keuangan, beralasan bahwa langkah ini bukan sekadar mencari tambahan pendapatan, melainkan investasi jangka panjang untuk kesehatan masyarakat. “Ini tentang mengoreksi perilaku konsumsi. Kita ingin masyarakat lebih sehat, mengurangi risiko penyakit tidak menular yang biaya pengobatannya justru sangat membebani negara,” jelas seorang pejabat Kementerian Keuangan yang enggan disebutkan namanya. Mereka merujuk pada kesuksesan negara-negara seperti Inggris, Meksiko, dan Thailand yang berhasil menurunkan konsumsi minuman manis melalui kebijakan serupa.

Namun, para ahli kesehatan masyarakat melihatnya dengan mata yang lebih skeptis sekaligus penuh harap. Dr. Ahmad Syafiq, Ph.D., Pakar Gizi Masyarakat, mengapresiasi niat baik pemerintah namun mengingatkan bahwa kebijakan ini tidak bisa berdiri sendiri. “Pajak gula ibarat pil penurun demam, bukan obat penyembuh. Ia bisa menurunkan angka konsumsi dalam jangka pendek, tetapi tanpa edukasi nutrisi yang masif dan akses pada pilihan minuman yang lebih sehat, dampaknya bisa terbatas,” ujarnya. Ia menekankan bahwa masyarakat miskin justru bisa paling terdampak secara finansial tanpa benar-benar mengubah pola konsumsi mereka jika alternatif sehatnya tidak tersedia atau terlalu mahal.

Di sisi lain, pengamat ekonomi kebijakan publik, Faisal Basri, menyoroti sisi implementasi. “Tantangan terbesarnya ada pada pengawasan dan struktur tarif. Harus jelas, apa saja yang kena pajak, berapa besar tarifnya agar benar-benar berpengaruh pada harga, dan yang paling penting, menghindari manipulasi dari industri,” tegasnya. Ia khawatir, tanpa desain yang matang, industri akan mencari celah, misalnya dengan mengurangi volume kemasan tetapi mempertahankan harga, sehingga beban akhirnya tetap jatuh ke konsumen tanpa mengubah kebiasaan beli.

Lalu, akankah efektif? Jawabannya tidak hitam putih. Keberhasilan pajak gula sangat bergantung pada apa yang dilakukan dengan penerimaannya. Jika uang dari pajak ini dialokasikan kembali (earmarked) untuk program Kesehatan, seperti subsidi buah dan sayur, edukasi gizi di sekolah, atau fasilitas olahraga public maka dampaknya akan berlipat ganda. Namun, jika hanya masuk ke kas umum tanpa tujuan yang jelas, ia berisiko menjadi sekadar pajak regresif yang membebani rakyat kecil.

Menurut Penulis, pajak gula adalah sebuah langkah berani yang patut didukung, tetapi dengan catatan. Ia bukan solusi ajaib. Ia adalah sebuah puzzle kecil dalam gambar besar reformasi sistem pangan dan kesehatan kita. Tanpa komitmen kuat untuk membangun lingkungan yang mendukung pola hidup sehat, kebijakan ini hanya akan menjadi pemanis buatan di atas masalah yang jauh lebih pahit.

Penulis adalah anggota IKPI Cabang Sidoarjo

Muhammad Ikmal

Email: ikmal.patarai@gmail.com

Disclaimer: Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis

 

Purbaya Terangkan Peran APBN di Kehidupan Sehari-hari kepada Siswa SMA Peran 

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa turun langsung ke ruang kelas untuk membumikan konsep Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) kepada para pelajar. Dalam program Kemenkeu Mengajar 10, Purbaya mengajar siswa SMAN 3 Jakarta dan menjelaskan bagaimana APBN hadir dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.

Di hadapan para siswa, Purbaya menegaskan bahwa APBN bukan sekadar angka-angka dalam dokumen keuangan, melainkan bentuk gotong royong seluruh rakyat Indonesia dalam membangun negeri.

“Saya ingin mereka tidak hanya mengkritik, tetapi juga memahami konteksnya,” ujar Purbaya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (10/11/2025).

Ia menjelaskan bahwa dari pendidikan, kesehatan, pangan, energi, jalan raya, hingga bantuan sosial semuanya berjalan karena negara memiliki APBN yang dikelola untuk kepentingan rakyat.

Menurut Purbaya, generasi muda perlu memahami bahwa keberlangsungan APBN menentukan masa depan mereka.

“Saya senang sekali karena mereka sangat kreatif dan aktif berdiskusi. Ini menunjukkan potensi luar biasa generasi muda kita,” ujarnya.

Tahun ini, Kemenkeu Mengajar memasuki satu dekade penyelenggaraan dengan jumlah relawan terbesar. Lebih dari 7.000 pegawai Kemenkeu, SMV, dan mahasiswa PKN STAN menjadi pengajar di 267 sekolah, menjangkau 69.000 siswa dari SD hingga SMA, termasuk SLB dan Sekolah Indonesia di luar negeri.

Tidak hanya Purbaya, jajaran pejabat tinggi Kemenkeu turut mengajar di berbagai sekolah:

• Wamenkeu I Suahasil Nazara – Sekolah Rakyat MA 33 Tangerang Selatan

• Wamenkeu II Thomas Djiwandono – SMAN 6 Jakarta

• Dirjen Strategi Ekonomi & Fiskal Febrio Kacaribu – SMAN 6 Jakarta

• Dirjen Perbendaharaan Astera Primanto Bhakti – SMAN 2 Kediri

• Dirjen Kekayaan Negara Rionald Silaban, Dirjen SPSK Masyita Crystallin, Staf Ahli Yon Arsal – SMAN 34 Jakarta

• Dirjen Perimbangan Keuangan Askolani – SMPN 3 Palembang

• Dirjen Pajak Bimo Wijayanto – Labschool Jakarta

• Dirjen Anggaran Luky Alfirman – SMPN 29 Jakarta

• Kepala LNSW Oza Olavia – SMAN 5 Tangerang

Melalui kehadiran langsung para pejabat tersebut, Kemenkeu ingin menanamkan pemahaman bahwa pengelolaan UangKita adalah tugas kolektif, bukan hanya pemerintah.

Purbaya menyebut sepuluh tahun Kemenkeu Mengajar sebagai perjalanan panjang pelayanan publik dan penanaman nilai integritas sejak bangku sekolah.

Ia meyakini masa depan Indonesia akan semakin kuat jika seluruh lapisan masyarakat memahami, mengawasi, dan menjaga APBN sebagai aset bangsa. (alf)

Komunitas Tenis & Padel IKPI Jabodetabek Siap Jadi Mesin Branding dan Jaringan Organisasi

IKPI, Jakarta: Komunitas Tenis & Padel Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) se-Jabodetabek resmi terbentuk dan langsung mengusung misi besar untuk menjadikan olahraga sebagai sarana membangun citra organisasi, memperluas jejaring, dan mempererat solidaritas antaranggota.

Koordinator komunitas, Dicky Darmawi, menyebut lahirnya komunitas ini merupakan langkah progresif yang sejalan dengan amanat Ketua Umum IKPI, Vaudy Starworld untuk membawa aktivitas organisasi masuk ke ruang publik, tidak hanya bergerak di ranah profesi dan keilmuan.

“Komunitas ini bukan hanya wadah olahraga. Ini adalah platform strategis untuk membangun relasi, memperkuat branding organisasi, dan menjadi pintu gerbang bagi masyarakat untuk mengenal IKPI,” ujarnya, Senin (10/11/2025).

Sport untuk Networking

Dicky menjelaskan, komunitas akan rutin mengadakan latihan bersama anggota, hingga mabar (main bareng) dengan Kanwil dan KPP. Bahkan, jika dukungan sponsor memungkinkan, pihaknya akan menggagas “IKPI Open Invitational”, yakni turnamen tenis atau padel yang mengundang komunitas olahraga dari berbagai korporasi, kedutaan besar, instansi pemerintah, hingga organisasi masyarakat.

“Bayangkan turnamen yang mempertemukan para profesional lintas sektor, networking terbentuk dengan sendirinya, sementara brand IKPI makin terlihat,” katanya.

Sebagai bagian dari strategi komunikasi, seluruh kegiatan komunitas akan diangkat melalui media sosial seperti Instagram, LinkedIn, hingga WhatsApp Channel. Selain itu, seluruh anggota akan menggunakan atribut resmi seperti jersey, topi, dan perlengkapan dengan logo IKPI yang menonjol.

“Jika kita aktif dan tampil di ruang publik, orang akan melihat IKPI bukan organisasi kaku, tetapi modern, sehat, dan bersahabat,” tambah Dicky.

Komunitas ini juga akan bersinergi dengan program sosial dan edukatif organisasi, mulai dari sosialisasi perpajakan, donor darah, hingga rencana Charity Match untuk penggalangan dana sosial.

“Kegiatan olahraga ini harus punya dampak. Tidak hanya untuk kebugaran, tapi juga memberi manfaat bagi anggota dan masyarakat,” ucapnya.

Dengan strategi tersebut, Dicky optimistis Komunitas Tenis & Padel IKPI Jabodetabek akan menjadi wajah baru organisasi di mata publik aktif, kolaboratif, dan mudah didekati.

“Komunitas sudah terbentuk, semangat sudah menyala. Sekarang kita jalankan bersama dan jadikan ini ruang kebersamaan yang membawa nama baik IKPI semakin luas,” ujarnya. (bl)

IKPI Sidoarjo Siapkan Sosialisasi Coretax SPT Tahunan, Gandeng Kanwil DJP Jatim II

IKPI, Sidoarjo: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Sidoarjo bergerak cepat menyongsong musim pelaporan SPT Tahunan 2025. Dipimpin Ketua IKPI Sidoarjo, Budi Tjiptono, sejumlah pengurus melakukan silaturahmi ke Bidang Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas (P2Humas) Kanwil DJP Jawa Timur II pada Senin (10/11/2025).

Pertemuan tersebut membahas rencana pelaksanaan Training of Trainers (ToT) dan sosialisasi penggunaan Coretax untuk pelaporan SPT Tahunan Orang Pribadi (OP) dan Badan. Program ini ditujukan bagi para anggota IKPI Sidoarjo agar lebih siap mendampingi wajib pajak menghadapi implementasi sistem inti administrasi perpajakan yang kini semakin menyeluruh.

“IKPI Sidoarjo ingin memastikan seluruh anggota memahami prosedur pelaporan SPT Tahunan dengan sistem baru. Semakin siap konsultan, semakin mudah wajib pajak memenuhi hak dan kewajibannya,” ujar Budi Tjiptono.

Rencana akan digelar 27 November di Kanwil DJP Jatim II

Berdasarkan hasil koordinasi, ToT akan dilaksanakan pada:

• Tanggal: 27 November 2025

• Tempat: Aula Lantai 4 Kanwil DJP Jawa Timur II

• Waktu: 08.00 – 17.00 WIB

• Materi: Tata cara pelaporan SPT Tahunan WPOP dan Badan melalui Coretax

• Peserta: 40 orang, boleh didampingi pendamping, dengan syarat menyerahkan NIK serta NPWP perusahaan

Budi menegaskan, sinergi antara DJP dan komunitas konsultan pajak penting untuk memastikan implementasi Coretax berjalan mulus di lapangan.

“Kami ingin anggota IKPI berada di garda depan dalam edukasi pajak. Dengan pelatihan ini, konsultan tidak hanya paham aturan, tetapi juga mampu mengedukasi pelaku usaha dan masyarakat secara benar,” katanya.

Dengan langkah ini, IKPI Sidoarjo berharap tingkat kepatuhan wajib pajak di wilayah Jawa Timur semakin meningkat, sekaligus mengurangi kendala teknis ketika pelaporan SPT dimulai awal tahun depan. (bl)

Brasil Bebaskan Pajak Penghasilan untuk Jutaan Warga Kelas Menengah

IKPI, Jakarta: Brasil resmi membebaskan jutaan warga kelas menengah dari kewajiban membayar pajak penghasilan. Kebijakan bersejarah ini mulai berlaku setelah Senat menyetujui rancangan undang-undang (RUU) reformasi pajak pada Rabu (5/11/2025). Langkah ini disebut sebagai kemenangan besar pemerintah Presiden Luiz Inácio Lula da Silva dalam mendorong keadilan sosial lewat sistem perpajakan.

Melalui RUU tersebut, ambang batas penghasilan bebas pajak dinaikkan menjadi 5.000 real Brasil per bulan (sekitar Rp15,5 juta), jauh lebih tinggi dari batas lama, yakni 3.036 real (Rp9,4 juta). Kebijakan ini diperkirakan akan membebaskan sekitar 16 juta pekerja kelas menengah dari kewajiban membayar pajak mulai 2026.

Tak hanya itu, pekerja yang berpenghasilan 5.000 hingga 7.350 real per bulan (Rp15,5 juta–Rp22,9 juta) juga akan menikmati penurunan tarif pajak. Pemerintah menegaskan bahwa langkah ini diarahkan untuk memperkuat daya beli keluarga dan mengurangi tekanan ekonomi pada masyarakat kelas menengah yang selama ini dianggap menanggung porsi pajak paling besar.

“Inisiatif ini dirancang untuk meringankan beban pajak keluarga kelas menengah dan mendukung inklusi sosial,” ujar Menteri Keuangan Brasil, Fernando Haddad, dikutip Bloomberg.

Beban Pajak Dialihkan ke Kaum Berpenghasilan Tinggi

Untuk menutup potensi penurunan penerimaan negara, pemerintah memperkenalkan pajak minimum progresif baru bagi individu dengan penghasilan lebih dari 600.000 real per tahun (sekitar Rp1,8 miliar). Kebijakan ini menargetkan sekitar 140 ribu orang kaya di Brasil, atau hanya segelintir populasi dengan pendapatan tertinggi.

Selain itu, Brasil akan mulai mengenakan pajak 10% atas dividen yang diterima pemegang saham, baik warga lokal maupun asing, mulai Januari 2026. Selama puluhan tahun, dividen di Brasil tidak tersentuh pajak, membuatnya menjadi salah satu negara yang paling ramah bagi investor berpenghasilan tinggi.

“Kebijakan ini mengalihkan beban pajak ke golongan super kaya dan merupakan langkah ke arah keadilan pajak,” kata Arthur Lira, pendukung RUU tersebut, dikutip Yahoo Finance.

Didorong Tekanan Publik, Disambut sebagai Kemenangan Keadilan Pajak

RUU ini melenggang mulus dalam pemungutan suara di Dewan Perwakilan dengan dukungan hampir bulat. Presiden Lula menyambutnya sebagai tonggak besar dalam upaya menata ulang sistem pajak yang selama puluhan tahun dianggap tidak berpihak pada masyarakat kecil.

Pemerintah memperkirakan sedikitnya 15 juta pekerja akan langsung merasakan manfaatnya.

Di berbagai kota, gerakan massa dan serikat buruh sebelumnya melakukan tekanan politik agar Senat mempercepat pengesahan RUU. Meski ada sebagian oposisi yang mencoba mengajukan perubahan, mayoritas publik mendukung langkah ini.

“Kebijakan ini menandai langkah pertama menuju redistribusi yang lebih adil dan mengurangi ketimpangan sosial,” ujar legislator Fernanda Melchionna, dikutip Global Times.

Keberhasilan reformasi pajak ini memperkuat posisi politik Presiden Lula yang sejak kampanye menjanjikan ekonomi yang lebih inklusif. Pemerintahannya diprediksi akan melanjutkan agenda reformasi lain yang menargetkan celah-celah perpajakan yang selama ini menguntungkan kelas atas.

Brasil kini disebut memasuki babak baru dalam sistem pajak: kelas menengah mendapat napas panjang, sementara kelompok super kaya mulai merasakan tekanan fiskal yang lebih besar. (alf)

Kolombia Batal Terapkan Pajak 1,5% Transaksi Digital, Pemerintah Kalah oleh Penolakan Industri

IKPI, Jakarta: Pemerintah Kolombia resmi mundur dari rencana pengenaan pajak pemotongan 1,5% untuk seluruh pembayaran digital. Keputusan itu diumumkan Kementerian Keuangan pada Jumat (7/11/2025) setelah gelombang protes dari pelaku usaha, perbankan, hingga sektor fintech yang menilai aturan tersebut bisa memukul ekosistem ekonomi digital yang sedang tumbuh pesat.

Rencana pajak ini sebelumnya termuat dalam rancangan peraturan yang diajukan pada Oktober 2025. Aturannya akan mewajibkan pemotongan 1,5% setiap transaksi digital—mulai dari dompet elektronik, transfer antar bank, hingga pembayaran non-tunai lainnya.

“Kami ingin menciptakan kesetaraan perpajakan untuk seluruh metode pembayaran non-tunai,” kata perwakilan Kementerian Keuangan, dikutip dari Bloomberg, Senin (10/11/2025).

Industri Serempak Menolak

Penolakan muncul dari asosiasi bisnis, pelaku UMKM, hingga lembaga keuangan. Mereka menilai pajak tersebut justru akan menaikkan biaya transaksi, menekan margin keuntungan, dan menghambat adopsi pembayaran digital—yang selama ini menjadi strategi pemerintah untuk mengurangi ketergantungan pada uang tunai.

“Pajak ini bisa menghambat revolusi pembayaran digital yang sedang kami bangun,” tegas Asobancaria, asosiasi perbankan Kolombia.

Sektor fintech juga angkat suara. Mereka memperingatkan rencana pajak ini dapat merusak sistem pembayaran instan Bre-B, inovasi bank sentral Kolombia yang baru diluncurkan untuk mempercepat transaksi elektronik di dalam negeri.

Bagi UMKM, potensi dampaknya terasa langsung. Banyak pemilik usaha khawatir pajak tambahan di setiap transaksi akan memaksa mereka menaikkan harga atau kembali ke pembayaran tunai. Hal ini dinilai kontraproduktif dengan agenda digitalisasi ekonomi yang sedang digenjot pemerintah.

Pemerintah Putar Arah

Menghadapi kritik bertubi-tubi, Kementerian Keuangan akhirnya menarik rem.

“Setelah mendengar masukan dari berbagai sektor, kami menyimpulkan kebijakan ini belum menjadi solusi yang tepat saat ini,” ujar Menteri Keuangan Kolombia dalam konferensi pers resmi.

Dengan keputusan itu, rancangan pajak dipastikan ditunda sekaligus dibatalkan. Pemerintah memilih fokus menyusun aturan perpajakan yang lebih seimbang, tidak menghambat inovasi digital, dan tetap menjaga kesehatan fiskal negara.

Langkah ini sekaligus memperlihatkan perubahan pendekatan pemerintah: bukan sekadar mengejar penerimaan, tetapi memastikan transformasi ekonomi digital tetap melaju tanpa beban tambahan. (alf)

IKPI Jakarta Pusat dan KPP Cempaka Putih Sepakati Sosialisasi Coretax Bersama

IKPI, Jakarta: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Jakarta Pusat melakukan kunjungan silaturahmi ke KPP Pratama Jakarta Cempaka Putih pada Kamis, (6/11/2025). Rombongan dipimpin Ketua IKPI Jakarta Pusat, Suryani, dan diterima langsung oleh Kepala KPP Cempaka Putih, Sofian, bersama jajarannya.

Dalam pertemuan tersebut, KPP Cempaka Putih memaparkan kondisi terkini kepatuhan wajib pajak di era Coretax. Saat ini terdapat sekitar 23.000 wajib pajak terdaftar, namun baru sekitar tiga ribu yang tervalidasi di sistem baru tersebut. Untuk mempercepat adaptasi, KPP tengah merancang berbagai langkah sosialisasi dan pendampingan.

Melihat kebutuhan tersebut, IKPI Jakarta Pusat mengajukan inisiatif kolaborasi, di mana konsultan pajak bersertifikat turut terlibat dalam proses edukasi kepada wajib pajak. Kesepakatan awal pun tercapai, sosialisasi Coretax akan dilakukan bersama antara IKPI Jakarta Pusat dan tim KPP Cempaka Putih.

(Foto: DOK. IKPI Cabang Jakarta Pusat)

Suryani menyampaikan bahwa kolaborasi ini bukan hanya bentuk dukungan terhadap program DJP, tetapi juga bagian dari peran profesi konsultan pajak dalam meningkatkan literasi perpajakan masyarakat.

“Kami sangat mengapresiasi sambutan hangat dari jajaran KPP Pratama Cempaka Putih. Kunjungan ini bukan sekadar silaturahmi, tetapi bentuk komitmen IKPI untuk terus hadir mendukung administrasi perpajakan di era Coretax. Banyak wajib pajak yang masih membutuhkan bimbingan teknis, dan di sinilah konsultan pajak berperan penting sebagai pendamping profesional yang terakreditasi,” ujarnya, Kamis (6/11/2025).

Melalui kolaborasi ini, Suryani berharap program sosialisasi bisa dilakukan lebih masif dan tepat sasaran. Ketika wajib pajak merasa terbantu, paham kewajiban, serta nyaman dalam proses pelaporan, maka kepatuhan akan meningkat secara otomatis. Hal ini tentu berdampak positif bagi penerimaan negara dan iklim usaha yang lebih sehat.

“IKPI Jakarta Pusat siap membuka ruang kerja sama, berbagi pengetahuan, dan turun langsung ke lapangan bersama tim KPP Cempaka Putih. Kami ingin kehadiran konsultan pajak tidak hanya terlihat saat pelaporan, tetapi menjadi mitra strategis dalam edukasi, pendampingan, dan peningkatan literasi perpajakan masyarakat,” ujarnya.

Sementara itu, Sofian juga menyambut baik kesepakatan tersebut dan menyatakan bahwa jadwal serta teknis pelaksanaan akan segera disusun. Menurutnya, keterlibatan konsultan pajak dapat meningkatkan efektivitas sosialisasi dan membuat wajib pajak merasa lebih percaya diri menggunakan sistem Coretax.

Hadir dalam kegiatan:

Pengurus Daerah IKPI DKJ

• Hery Juwana

• Kosasih

Pengurus Cabang IKPI Jakarta Pusat

• Suryani – Ketua

• Maykel Susanto – Humas

• Edwin Setiadi – Humas

• Santoso Aliwarga – Sekretaris

• Rissiana – Bendahara

• Tara Kartika – Sie Keanggotaan

• Tri Muryani – Sie PPL

(bl)

Menkeu Sebut Tax Ratio Rendah Bikin APBN Bergantung Utang

IKPI, Jakarta: Rasio perpajakan Indonesia yang tidak pernah menembus 11% dalam lima tahun terakhir membuat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) bergantung pada utang untuk menutup kebutuhan belanja. Kondisi ini dinilai mengurangi ruang fiskal dan menambah tantangan pengelolaan keuangan negara. Hal itu ditegaskan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70 Tahun 2025 yang menjadi peta jalan peningkatan penerimaan negara.

Dalam beleid tersebut dituliskan bahwa tax ratio yang rendah mencerminkan potensi penerimaan perpajakan belum tergarap optimal. Data Kementerian Keuangan menunjukkan rasio perpajakan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada 2020 hanya 8,17%, kemudian naik menjadi 9,11% pada 2021, dan menyentuh 10,41% pada 2022. Namun pada 2023 turun kembali menjadi 10,31% dan melemah lebih jauh ke 10,08% pada 2024.

“Rendahnya rasio pajak ini menyebabkan ketergantungan yang tinggi terhadap utang dan mengakibatkan pengelolaan fiskal semakin menantang,” tulis Purbaya dalam PMK 70/2025 yang ia tanda tangani pada 10 Oktober 2025, dikutip, Senin (10/11/2025).

Untuk menghindari semakin lebarnya defisit APBN, pemerintah menetapkan target agresif peningkatan tax ratio dalam lima tahun ke depan. Pada 2025, target tax ratio dipatok 10,24%. Kemudian secara bertahap dinaikkan hingga berada pada kisaran 11,52% sampai 15% pada 2029. Pemerintah juga berkomitmen menjaga defisit tetap sesuai batas aman Undang-Undang Keuangan Negara, yakni 2,24%–2,5% pada 2029. Sementara rasio utang pemerintah dipertahankan pada posisi sekitar 38,55%–38,64% terhadap PDB.

Upaya mengejar lonjakan penerimaan itu ditempuh melalui transformasi besar pada sisi regulasi, proses bisnis, dan digitalisasi layanan penerimaan negara. Pemerintah akan menyederhanakan administrasi perpajakan, memperbaiki proses keberatan dan banding, serta mengintegrasikan sistem pembayaran dan pengawasan PNBP. Tata kelola ekspor-impor juga akan dibenahi untuk menekan biaya logistik dan mempercepat arus barang.

Selain itu, intensifikasi dan ekstensifikasi penerimaan negara dilakukan dengan memanfaatkan basis data tunggal wajib pajak dan wajib bayar, pemanfaatan big data untuk menggali potensi, hingga penambahan objek pajak dan cukai baru seperti pajak karbon dan ekonomi digital. Kebijakan bea masuk dan bea keluar juga diperkuat untuk melindungi industri dalam negeri dan mendorong hilirisasi sumber daya alam.

Di sisi pengawasan, pemerintah memperluas penggunaan kecerdasan buatan dan analitik lanjutan dalam pemantauan kepatuhan wajib pajak. Penagihan tunggakan juga diperketat melalui skema automatic blocking, serta peningkatan patroli pengawasan di laut untuk menekan pelanggaran ekspor-impor.

Dengan strategi ini, Purbaya berharap Indonesia keluar dari bayang-bayang ketergantungan pada utang. Peningkatan tax ratio diproyeksikan menjadi kunci agar APBN dapat lebih mandiri dan ruang fiskal cukup untuk mengejar pembangunan tanpa terbebani pinjaman berlebih. (alf)

IKPI Resmikan Komunitas Tenis & Padel: Vaudy Starworld Sebut Olahraga Jadi Jantung Kebersamaan Profesi 

IKPI, Jakarta: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) terus memperluas ruang kebersamaan bagi para anggotanya. Terbaru, IKPI meresmikan Komunitas Tenis & Padel IKPI di Permata Sport Arena, Jakarta Barat, Minggu (9/11/2025). Momen ini menjadi langkah awal bagi lahirnya kegiatan olahraga terstruktur di lingkungan IKPI, sekaligus memperkuat silaturahmi lintas cabang dan lintas generasi.

Ketua Umum IKPI, Vaudy Starworld, hadir langsung sekaligus memberikan pesan penting tentang makna dibentuknya komunitas tersebut. Ia menegaskan bahwa sebuah organisasi profesional tidak bisa hanya dibangun dari aktivitas formal seperti rapat, diskusi teknis, atau forum ilmiah. Dibutuhkan ruang sosial yang lebih cair, tempat anggota saling mengenal bukan sebagai kolega semata, tetapi sebagai sahabat.

“Dalam organisasi sebesar IKPI, kekompakan tidak lahir dari rapat saja. Kita butuh ruang ketiga selain ruang kerja dan ruang organisasi untuk saling mengenal secara personal. Komunitas olahraga menjadi tempat itu,” ujar Vaudy di lokasi acara.

Menurutnya, olahraga memiliki kekuatan unik tanpa hirarki jabatan, tanpa sekat cabang, dan tanpa nuansa formalitas. Saat bertanding atau berlatih bersama, setiap orang berdiri sebagai individu yang sama. Dari interaksi inilah tumbuh rasa memiliki, keakraban, dan ikatan emosional yang sulit muncul hanya dalam suasana resmi.

“Dari tempat seperti inilah muncul modal sosial social capital yang membuat organisasi punya daya tahan. Ketika anggotanya saling terhubung secara emosional, IKPI akan semakin solid dalam menghadapi tantangan profesi ke depan,” jelasnya.

Lebih lanjut, Vaudy menilai pembentukan Komunitas Tenis & Padel IKPI juga membawa dimensi strategis bagi citra profesi konsultan pajak. Selama ini, profesi terkait perpajakan sering dipandang kaku, serius, dan jauh dari dunia gaya hidup sehat. Padahal, konsultan pajak adalah bagian dari masyarakat modern yang aktif, energik, dan memiliki jejaring sosial luas.

“Ketika IKPI menggelar turnamen, charity run, atau pertandingan persahabatan, publik akan melihat bahwa konsultan pajak adalah profesional yang sehat, sportif, dan menjunjung nilai kebersamaan,” jelasnya.

Ia bahkan menyebut komunitas ini bisa menjadi diplomasi sosial profesi. Saat kegiatan olahraga melibatkan komunitas profesi lain, lembaga negara, BUMN, dunia usaha, atau sponsor, IKPI memiliki kesempatan memperluas jejaring, meningkatkan visibilitas, sekaligus memperkuat hubungan antar lembaga.

Gelar Latihan dan Pertandingan Persahabatan

Usai peresmian, komunitas ini dijadwalkan mengadakan latihan rutin dan kompetisi internal di berbagai kota. Vaudy berharap, komunitas serupa juga muncul dalam bentuk olahraga lain, mulai dari badminton, bersepeda, hingga lari maraton.

“Tidak semua kebersamaan harus serius. Ada saatnya kita berkeringat, tertawa, dan menikmati waktu bersama. Dari sini, kepercayaan tumbuh dengan sendirinya,” ujarnya.

Vaudy juga mengajak seluruh anggota IKPI di berbagai daerah untuk ikut terlibat. Baginya, semakin banyak ruang kebersamaan, semakin kuat fondasi organisasi.

“IKPI harus dikenal bukan hanya profesional, tetapi juga humanis. Kita ingin menunjukkan bahwa konsultan pajak punya kehidupan sosial yang sehat, peduli relasi, dan menjaga etika dalam setiap interaksi,” katanya.

Hadir Pengurus Pusat IKPI:

1. Vaudy Starworld (Ketum) 

2. ⁠Rusmadi (Ketua Departemen KSSO)

3. ⁠Hendrik Saputra (Ketua Departemen IT)

4. ⁠Johanes Santoso Wibowo (Ketua Bidang Sosial)

5. ⁠Tintje Beby (Anggota Departemen Pendidikan)

6. ⁠Asih Arianto (Direktur Eksekutif)

 (bl)

Purbaya Andalkan Sektor Swasta untuk Pacu Tax Ratio ke 11,52% hingga 15%

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menargetkan rasio pajak Indonesia pada 2029 berada di kisaran 11,52% hingga 15% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Target ambisius ini tercantum dalam lampiran PMK Nomor 70 Tahun 2025 tentang Rencana Strategis Kemenkeu 2025–2029.

Namun tantangannya tidak kecil. Hingga Kuartal III-2025, tax ratio Indonesia baru mencapai 8,58%—terendah sejak masa pandemi Covid-19 dan masih jauh dari target tahunan.

Meski begitu, Purbaya mengaku optimistis. Dalam acara Sarasehan 100 Ekonom, Selasa (28/10), ia menegaskan bahwa kunci peningkatan tax ratio bukan menaikkan tarif pajak, melainkan menghidupkan kembali sektor swasta.

Sektor Swasta Jadi Mesin Utama

Menurut Purbaya, struktur ekonomi dalam beberapa tahun terakhir lebih banyak digerakkan oleh BUMN dan pemerintah. Akibatnya, kontribusi swasta—yang justru menjadi penyumbang terbesar perpajakan—mengecil.

“Zaman pak SBY itu private sector yang jalan. Zamannya pak Jokowi itu BUMN dan government sector kira-kira. Kalau sekarang saya hidupkan lagi private sector, kan kira-kira tax ratio-nya akan naik 0,5% sampai 1%,” jelasnya.

Jika sektor riil swasta kembali bergeliat, Purbaya memperkirakan rasio pajak dapat meningkat 0,5% hingga 1%. Dampaknya besar: potensi tambahan penerimaan Rp 120 triliun hingga Rp 240 triliun per tahun.

“Itu income tambahan saya itu Rp 120 triliun sampai Rp 240 triliun tanpa ngapa-ngapain. Jadi saya aktifkan di sana untuk menaikkan pendapatan pajak saya,” tegasnya.

Dengan posisi tax ratio yang melemah, langkah menuju target 11,52% hingga 15% bukan perkara ringan. Pemerintah perlu mempercepat pemulihan aktivitas usaha, memperluas basis pajak, dan mendorong iklim investasi agar sektor swasta kembali ekspansif.

Meski jalan masih panjang, strategi ini menegaskan pendekatan baru pemerintah: mengejar penerimaan tanpa mengutak-atik tarif pajak. Jika sektor swasta benar-benar bangkit, ratusan triliun rupiah penerimaan tambahan bukan mustahil menjadi kenyataan. (alf)

id_ID