Korea Selatan Rencanakan Rombak Sistem Pajak Warisan, Berlaku pada 2028

IKPI, Jakarta: Korea Selatan (Korsel) mengumumkan rencana untuk merombak sistem pajak warisan yang berlaku di negara tersebut. Revisi aturan pajak ini diperkirakan akan mulai berlaku pada tahun 2028 mendatang. Pemerintah berencana untuk memperkenalkan kebijakan baru yang memungut pajak berdasarkan jumlah warisan yang diterima oleh masing-masing penerima, bukan lagi berdasarkan total kekayaan pemberi warisan setelah meninggal dunia.

Revisi ini akan menggantikan sistem pajak berbasis harta warisan yang selama ini dipertahankan di Korsel, yang dianggap memberikan beban pajak yang terlalu besar bagi penerima warisan dibandingkan dengan jumlah aset yang mereka terima. Menurut Kepala Divisi Pajak Kementerian Ekonomi dan Keuangan Korsel, Jeong Jeong Hoon, perubahan ini merupakan langkah penting untuk memastikan sistem perpajakan Korsel lebih adil dan sejalan dengan standar global.

“Sistem perpajakan berbasis penerima ini lebih disukai karena dianggap lebih adil dalam hal redistribusi kekayaan,” ujar Jeong. “Kami telah berulang kali menerima tuntutan dan kritik terkait kebijakan pajak kami yang dianggap tidak sesuai dengan praktik internasional.”

Saat ini, Korea Selatan termasuk dalam kelompok negara yang masih menerapkan pajak berbasis harta warisan, bersama dengan Amerika Serikat, Inggris, dan Denmark. Menurut laporan OECD dan IMF, kebijakan pajak berbasis penerima lebih mendukung keadilan pajak dan penyebaran kekayaan yang lebih merata.

Pemberlakuan Perubahan Pajak

Menurut rancangan revisi yang diusulkan, pajak warisan untuk pasangan akan mendapatkan pengurangan pajak 100% jika nilai aset yang diwariskan kurang dari 1 miliar won (sekitar Rp 11,2 miliar). Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan batas pengurangan pajak saat ini yang hanya 500 juta won (sekitar Rp 5,6 miliar).

Anak-anak yang menerima warisan juga akan mendapatkan pengurangan yang signifikan. Jumlah pengurangan pajak untuk anak-anak akan meningkat sepuluh kali lipat, dari yang semula 50 juta won (sekitar Rp 560 juta) menjadi 500 juta won. Hal ini diharapkan dapat meringankan beban pajak pada keluarga-keluarga berpenghasilan menengah yang selama ini merasa terkendala oleh beban pajak yang terlalu besar.

Selain itu, keluarga yang terdiri dari pasangan dan dua anak akan bebas dari pajak warisan jika nilai kekayaan yang diwariskan berada antara 1 miliar won hingga 2 miliar won, sebuah ketentuan yang diakui sebagai langkah yang lebih realistis mengingat banyak rumah tangga yang diwarisi dengan jumlah kekayaan tersebut.

Dampak Sosial dan Ekonomi

Pemerintah Korea Selatan juga berharap perubahan ini akan mengurangi ketimpangan sosial yang semakin lebar, terutama dalam hal akumulasi kekayaan antargenerasi. Selama beberapa dekade terakhir, ekonomi Korsel mengalami pertumbuhan pesat yang tidak diimbangi dengan pemerataan kekayaan, sehingga membuat sebagian besar warisan terkonsentrasi pada keluarga-keluarga terkaya.

Meskipun beban pajak warisan di Korsel sangat tinggi—dengan tarif yang bisa mencapai 50%, tertinggi kedua di dunia setelah Jepang—pemerintah berjanji untuk mempertahankan tarif pajak maksimum, meskipun beban pajak keseluruhan diperkirakan akan berkurang hingga 60% dengan diterapkannya sistem berbasis penerima.

Menurut Park Hun, seorang profesor ekonomi di Universitas Seoul, perubahan ini akan memberikan manfaat langsung bagi banyak keluarga di Korsel. “Banyak rumah tangga yang akan mendapat keuntungan, terutama mereka yang mewarisi kekayaan dalam kisaran 1 hingga 2 miliar won,” kata Park.

Para ahli ekonomi juga menyambut baik perubahan ini, mengingat penurunan populasi yang sedang berlangsung di Korsel. Profesor Ha Joon Kyung dari Universitas Hanyang menyebut kebijakan ini tepat waktu, karena dapat membantu keluarga dengan banyak anak mengurangi beban pajak mereka.

“Di tengah penurunan jumlah penduduk, keluarga besar bisa lebih mudah mengalihkan warisan mereka dengan pajak yang lebih ringan, dan ini juga membantu distribusi kekayaan yang lebih merata,” kata Ha.

Pemerintah Korea Selatan berencana untuk mengajukan revisi kode pajak tersebut ke Majelis Nasional pada bulan Mei mendatang untuk mendapatkan persetujuan. Setelah itu, pedoman dan aturan tambahan akan disusun, dengan harapan perubahan ini bisa berlaku sepenuhnya pada 2028. (alf)

Pemerintah Perpanjang Insentif PPN-DTP untuk Rumah Tapak dan Rumah Susun Tahun 2025

IKPI, Jakarta: Pemerintah resmi memperpanjang pemberian insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN-DTP) untuk penyerahan rumah tapak dan satuan rumah susun hingga tahun anggaran 2025. Ketentuan ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 13 Tahun 2025 yang mulai berlaku sejak 4 Februari 2025.

Perpanjangan insentif ini merupakan kelanjutan dari kebijakan serupa yang telah diberikan pada tahun 2023 dan 2024. Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Dwi Astuti, menyatakan bahwa transaksi properti memiliki efek berantai yang besar terhadap sektor ekonomi lainnya.

“Sebagai bagian dari paket kebijakan ekonomi untuk kesejahteraan masyarakat, pemberian insentif PPN ini diharapkan dapat menjaga daya beli masyarakat dan mendorong pertumbuhan sektor ekonomi lainnya,” ujar Dwi dalam keterangan tertulisnya, Jumat (14/3/2025).

Ketentuan Insentif PPN-DTP

Berdasarkan PMK-13/2025, terdapat dua skema insentif PPN-DTP:

• Periode 1 Januari – 30 Juni 2025: Insentif PPN-DTP sebesar 100% dari PPN terutang untuk bagian harga jual hingga Rp2 miliar, dengan harga jual maksimal Rp5 miliar.

• Periode 1 Juli – 31 Desember 2025: Insentif PPN-DTP sebesar 50% dari PPN terutang untuk bagian harga jual hingga Rp2 miliar, dengan harga jual maksimal Rp5 miliar.

Sebagai contoh, jika seseorang membeli rumah seharga Rp2 miliar pada 14 Februari 2025, seluruh PPN akan ditanggung oleh pemerintah. Namun, jika seseorang membeli rumah seharga Rp2,5 miliar pada 15 Februari 2025, maka pembeli harus menanggung PPN sebesar 11% dari Rp500 juta, yaitu Rp55 juta.

Dwi menegaskan bahwa kebijakan ini tidak berlaku untuk rumah tapak atau satuan rumah susun yang telah mendapatkan fasilitas pembebasan PPN. Dengan adanya insentif ini, pemerintah berharap dapat membantu masyarakat memperoleh hunian dengan harga lebih terjangkau serta mendorong pertumbuhan sektor properti nasional.

“Kami berharap masyarakat dapat memanfaatkan kesempatan ini untuk memiliki rumah sekaligus mendukung geliat ekonomi nasional, terutama di sektor properti dan sektor terkait lainnya,” kata Dwi. (alf)

 

Optimalisasi Penerimaan Negara 2025: Kemenkeu Jalankan Empat Inisiatif Strategis dan Kolaborasi Internal

IKPI, Jakarta: Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan menjalankan empat Inisiatif Strategis serta empat Aspek Kolaborasi internal untuk mengoptimalkan penerimaan negara pada tahun 2025. Langkah ini akan dilaksanakan bersama kementerian, lembaga, pemerintah daerah (pemda), dan instansi lainnya guna meningkatkan efektivitas penerimaan negara.

Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu, mengungkapkan bahwa aspek kolaborasi internal terdiri dari kolaborasi sistem, pemanfaatan big data, regulasi, dan proses bisnis. Dalam aspek sistem, Kemenkeu akan melaksanakan interoperabilitas sistem/IT antar Core Revenue System dengan Core System K/L/D/I terkait. Pemanfaatan big data akan difokuskan pada optimalisasi penerimaan industri dan sumber daya alam (SDA).

Dari sisi regulasi, pemerintah akan melakukan harmonisasi regulasi, kebijakan, dan strategi pengamanan penerimaan. Sementara itu, dalam aspek proses bisnis, dilakukan sinkronisasi proses bisnis hulu-hilir sektor prioritas dengan fungsi pengawasan penerimaan Kemenkeu.

Empat Inisiatif Strategis

• Transformasi Joint Program Sinergi Penerimaan

Kemenkeu akan melakukan analisis, pengawasan, pemeriksaan, penagihan, hingga intelijen terhadap lebih dari 2.000 wajib pajak (WP) yang selama ini belum terjangkau sistem perpajakan.

“Transformasi joint program antara eselon 1 di Kementerian Keuangan ini diharapkan mampu meningkatkan penerimaan negara,” ujar Anggito.

• Penguatan Perpajakan Transaksi Digital

Kemenkeu akan menerapkan sistem trace and track serta program digitalisasi untuk mengurangi penyelundupan, terutama dalam cukai dan rokok palsu.

• Intensifikasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) SDA

Pemerintah akan mengoptimalkan penerimaan dari komoditas batubara, nikel, timah, bauksit, serta melalui Satuan Tugas (Satgas) Sawit.

“Kami akan segera menyampaikan perubahan kebijakan tarif dan harga batu bara acuan agar dapat diterima oleh masyarakat,” jelas Anggito.

• Intensifikasi PNBP K/L Layanan Premium

Pemerintah akan mengintensifkan penerimaan dari layanan premium di sektor imigrasi, kepolisian, dan perhubungan untuk masyarakat kelas menengah ke atas.

Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa pemerintah telah menyiapkan strategi tambahan untuk menutup potensi kehilangan penerimaan negara akibat batalnya penerapan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12% untuk semua barang dan jasa pada 2025.

Presiden Prabowo Subianto telah menetapkan bahwa tarif PPN 12% hanya berlaku untuk barang mewah, sementara barang dan jasa lainnya tetap dikenakan tarif 11%.

“PPN 12% tidak diberlakukan untuk semua komoditas, dan untuk mengompensasi penerimaan yang hilang, kami akan menempuh upaya ekstra seperti yang disampaikan Pak Anggito,” ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN di Kementerian Keuangan.

Langkah-langkah ini diharapkan mampu memperkuat penerimaan negara di tengah tantangan ekonomi dan dinamika kebijakan fiskal yang terus berkembang. (alf)

Negara Tanpa Pajak Penghasilan: Destinasi Menarik bagi Ekspatriat

IKPI, Jakarta: Beberapa negara di dunia diketahui tidak memungut pajak penghasilan dari warganya. Hal ini menarik perhatian banyak ekspatriat yang ingin mengoptimalkan penghasilan mereka.

Meskipun pajak merupakan sumber pendapatan utama bagi banyak negara, negara-negara ini mampu membebaskan pajak berkat pemasukan yang cukup dari sektor lain.

Dikutip dari Detik Finance, inilah 10 negara yang tidak memungut pajak penghasilan dari warganya:

1. Monako

Monako dikenal sebagai salah satu tempat paling diminati di Eropa, berkat lokasinya yang strategis di French Riviera. Penduduk Monako tidak perlu membayar pajak atas keuntungan modal, pendapatan investasi, dividen, kekayaan, hingga pembelian properti. Meski demikian, sewa dikenakan pajak sebesar 1% dari sewa tahunan. Monako sendiri dikenal sebagai salah satu tempat termahal di dunia untuk ditinggali.

2. Bahrain

Bahrain merupakan negara kaya yang juga membebaskan pajak penghasilan bagi warganya. Negara ini memiliki komunitas ekspatriat yang besar, khususnya di kota Manama. Namun, mendapatkan tempat tinggal permanen bisa menjadi tantangan karena persyaratan investasi atau status pensiun yang cukup ketat.

3. Kepulauan Cayman

Kepulauan Cayman tidak mengenakan pajak penghasilan, pajak properti, pajak keuntungan modal, dan pajak gaji kepada penduduknya. Kepulauan ini juga menarik perhatian perusahaan multinasional karena tidak memberlakukan pajak perusahaan. Ada tiga cara untuk memperoleh tempat tinggal di Kepulauan Cayman: bekerja di perusahaan berbasis di sana, melakukan investasi besar, atau mendirikan bisnis.

4. Brunei Darussalam

Brunei tidak memungut pajak penghasilan berkat kekayaan minyaknya yang melimpah. Meski demikian, tinggal di Brunei cukup sulit karena kebijakan yang ketat terhadap orang asing. Mendapatkan status penduduk tetap atau kewarganegaraan sangat sulit tanpa persetujuan Sultan.

5. Kuwait

Dengan industri minyak yang besar, Kuwait tidak mengenakan pajak penghasilan. Negara ini juga dikenal ramah terhadap ekspatriat dengan populasi warga asing yang cukup besar. Namun, memperoleh status penduduk tetap biasanya membutuhkan koneksi keluarga atau pekerjaan formal di negara tersebut.

6. Oman

Oman membebaskan pajak penghasilan berkat kekayaan dari industri minyak dan gas. Namun, negara ini memiliki budaya yang cukup konservatif dan tidak terlalu membutuhkan modal asing, sehingga ekspatriat memerlukan koneksi yang kuat untuk bisa tinggal di sana.

7. Qatar

Qatar, negara kaya di Timur Tengah, menawarkan penghasilan tanpa pajak bagi warganya. Meskipun menyenangkan untuk ditinggali, ekspatriat yang ingin memperoleh status penduduk tetap harus tinggal di negara ini lebih dari 20 tahun dan menguasai bahasa Arab dengan baik.

8. Uni Emirat Arab

Uni Emirat Arab tidak hanya membebaskan pajak pendapatan, tetapi juga pajak perusahaan. Negara ini dianggap ramah bagi ekspatriat karena ekonominya yang stabil, keamanan yang tinggi, serta fasilitas pendidikan dan layanan berbahasa Inggris yang baik.

9. Saint Kitts dan Nevis

Negara kepulauan ini tidak memungut pajak pendapatan pribadi, kekayaan, hadiah, warisan, maupun keuntungan modal. Meskipun program kewarganegaraannya cukup mahal, prosesnya terbilang cepat dengan waktu 2-4 bulan saja.

10. Maladewa

Maladewa yang terkenal dengan keindahan laut dan pantainya, tidak memungut pajak penghasilan berkat pemasukan yang tinggi dari sektor pariwisata. Meski begitu, pendatang yang bisa tinggal jangka panjang di Maladewa harus beragama Islam Sunni, dan negara ini tidak menyediakan program penduduk tetap maupun kewarganegaraan bagi orang asing.

Negara-negara ini menawarkan peluang menarik bagi individu yang ingin menikmati penghasilan mereka tanpa beban pajak yang berat. Namun, setiap negara memiliki aturan dan persyaratan yang unik bagi para pendatang yang ingin menetap. (alf)

 

 

Setoran Pajak Sektor Industri Menurun Akibat Koreksi Harga Komoditas dan Faktor Ekonomi

IKPI, Jakarta: Setoran pajak dari sejumlah sektor industri utama mengalami penurunan signifikan pada awal 2025. Wakil Menteri Keuangan, Anggito Abimanyu, menjelaskan bahwa penurunan ini disebabkan oleh berbagai faktor ekonomi, termasuk koreksi harga komoditas andalan ekspor Indonesia.

Penurunan di Sektor Pertambangan

Sektor industri pertama yang mengalami penurunan setoran pajak ialah industri pertambangan. Per Februari 2025, pajak yang disetor hanya mencapai Rp 15,9 triliun, turun dari Rp 16,9 triliun pada Januari 2025 dan jauh lebih rendah dibandingkan Desember 2024 yang mencatat Rp 29,6 triliun. Menurut Anggito, penurunan ini disebabkan oleh koreksi harga komoditas utama ekspor Indonesia. Harga minyak mentah merosot 5,2% secara tahunan, batu bara turun 11,8%, dan nikel menyusut 5,9%.

“Jadi ini bisa menjelaskan kenapa penerimaan pajak di sektor pertambangan turun di Januari dan flat di Februari,” jelas Anggito.

Penurunan di Sektor Industri Pengolahan

Sektor berikutnya yang mengalami penurunan ialah industri pengolahan. Pada Desember 2024, setoran pajaknya mencapai Rp 63,9 triliun, namun turun drastis menjadi Rp 42,1 triliun pada Januari 2025. Per Februari 2025, terjadi sedikit kenaikan menjadi Rp 42,9 triliun. Anggito menjelaskan bahwa tren ini konsisten dengan kondisi ekspansi yang terlihat pada Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur yang mencapai 53,6 pada Februari 2025. Selain itu, konsumsi listrik sektor industri juga tumbuh 11% secara tahunan di bulan tersebut, mencerminkan adanya peningkatan aktivitas di sektor ini.

Penurunan di Sektor Jasa Keuangan

Sektor jasa keuangan juga mengalami penurunan setoran pajak. Pada Januari 2025, setoran pajak mencapai Rp 15,6 triliun, turun dari Rp 22,5 triliun pada Desember 2024. Per Februari 2025, setoran pajak di sektor ini kembali sedikit menurun menjadi Rp 15,5 triliun. Meski begitu, Anggito menilai kinerja sektor ini masih positif, didukung oleh peningkatan dana pihak ketiga dan penyaluran kredit perbankan.

Dampak Terhadap Total Penerimaan Pajak

Secara keseluruhan, setoran pajak yang masuk ke kas negara selama Januari-Februari 2025 hanya mencapai Rp 187,8 triliun, turun 30% dibandingkan periode yang sama pada 2024 yang mencatat Rp 269,02 triliun.

“Tapi kondisinya cukup normal dan kita bisa jelaskan penurunan di Januari dan Februari,” tutup Anggito dalam konferensi pers APBN di Kantor Pusat Kementerian Keuangan pada Jumat (14/3/2025). (alf)

 

 

IKPI Depok Tebar Kebaikan, Bagikan 500 Pax Takjil di Lampu Merah Ramanda

IKPI, Depok: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Depok kembali menebar kebaikan di bulan Ramadan dengan menggelar kegiatan sosial berbagi 500 pax takjil gratis kepada pengendara yang melintas di lampu merah Ramanda, Depok, Jawa Barat, Jumat (14/3/2025).

Ketua IKPI Cabang Depok Hendra Damanik, menyampaikan bahwa kegiatan ini merupakan tradisi tahunan yang rutin dilakukan oleh pihaknya selama bulan suci Ramadan.

(Foto: Departemen Humas PP-IKPI/Bayu Legianto)

“Marhaban ya Ramadan, di bulan penuh berkah ini IKPI menebar kebaikan untuk sesama. Kegiatan ini sebenarnya sudah menjadi tradisi IKPI Cabang Depok setiap bulan Ramadan. Kami ingin membantu dan berbagi kebahagiaan dengan berbagi untuk meringankan saudara-saudara kita yang sedang berpuasa dengan memberikan takjil secara gratis,” ujar Hendra Damanik di lokasi acara.

Hendra menjelaskan bahwa kegiatan tersebut tidak hanya bertujuan untuk membantu masyarakat yang berpuasa, tetapi juga sebagai momen mempererat silaturahmi dan menumbuhkan semangat kebersamaan di bulan suci ini.

“Respon masyarakat sangat positif. Banyak yang mengucapkan terima kasih dan merasa sangat terbantu, terutama mereka yang mungkin kesulitan untuk membeli takjil saat menjelang buka puasa. Momen yang paling mengesankan adalah ketika kami melihat senyum kebahagiaan dari mereka yang menerima takjil. Itu membuat kami merasa bahwa kegiatan ini benar-benar memberikan manfaat,” ujarnya.

(Foto: Departemen Humas PP-IKPI/Bayu Legianto)

Selain berbagi takjil, kegiatan sosial ini juga menjadi kesempatan untuk mempererat tali silaturahmi antara seluruh pengurus IKPI Cabang Depok. Acara tersebut diakhiri dengan buka puasa bersama yang semakin mempererat kekompakan di antara anggota.

“Harapan kami tentu ingin kegiatan ini semakin berkembang dan bisa menjangkau lebih banyak orang, terutama mereka yang membutuhkan. Kami juga berharap semoga semakin banyak komunitas atau individu yang tergerak untuk berpartisipasi dalam kegiatan serupa, sehingga semangat berbagi di bulan Ramadan ini bisa lebih dirasakan oleh banyak orang,” kata Hendra.

Sementara itu, Ketua IKPI Cabang Depok periode 2014-2024 Nuryadin Rahman, menyampaikan bahwa kegiatan berbagi takjil ini merupakan tradisi rutin yang dilakukan setiap Ramadan.

“Tahun lalu kami berbagi takjil di wilayah Cinere. Kali ini, kami memilih lokasi di perempatan lampu merah ramanda,” ujar Nuryadin.

(Foto: Departemen Humas PP-IKPI)

Menurut Nuryadin, kegiatan ini bertujuan untuk membantu masyarakat yang sedang dalam perjalanan agar dapat berbuka puasa tepat waktu. “Kami berharap melalui kegiatan ini, IKPI Depok dapat semakin dekat dengan masyarakat sekaligus mempererat silaturahmi antara anggota IKPI,” tambahnya.

Selain berbagi takjil, IKPI Depok juga membagikan selebaran berisi informasi terkait kegiatan “Pojok Pajak” yang akan dilaksanakan pada 22-27 Maret 2025 di Depok Mall. Dalam kegiatan tersebut, masyarakat dapat memperoleh layanan konsultasi dan pengisian Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak Penghasilan (PPH) Orang Pribadi secara gratis atau pro bono.

“Pojok Pajak ini sudah menjadi kegiatan rutin kami setiap tahun. Kali ini akan lebih meriah karena akan ada sesi talk show yang memberikan edukasi terkait pelaporan pajak yang benar,” kata Nuryadin.

Lebih lanjut, Nuryadin menambahkan bahwa kegiatan ini penting karena sistem pelaporan pajak berbasis self-assessment berpotensi menimbulkan kesalahan.

“Melalui Pojok Pajak, IKPI berharap masyarakat bisa mendapatkan bimbingan dari konsultan profesional agar laporan SPT mereka lebih akurat,” ujarnya.

Untuk menarik lebih banyak peserta, pihak pengelola Depok Mall turut mendukung dengan memasang spanduk besar berisi informasi layanan Pojok Pajak gratis tersebut. Mereka juga mengimbau para tenant dan pengunjung mall untuk memanfaatkan layanan ini.

“Saya saat ini dipercaya oleh Ketua Umum IKPI Vaudy Starworld untuk menjadi Ketua Departemen Organisasi. Nah, saya berniat agar seluruh cabang bisa maju dengan cara menggelar berbagai kegiatan. Jadi semua harus aktif,” ujarnya.

Dengan rangkaian kegiatan ini, IKPI Depok harus berkomitmen untuk terus mendukung edukasi perpajakan yang bermanfaat bagi masyarakat.

Turut hadir dalam kegiatan ini sejumlah pengurus IKPI Cabang Depok dan PP IKPI, di antaranya:

• Nuryadin Rahman (Ketua Periode 2019-2024)

• Hendra Damanik (Ketua Periode 2024-2029)

• Taslim Syahputra (Sekretaris 1)

• Edy Mulyanto (Bendahara)

• Parlin Silitonga

• Farizan Dwi Syahputra (Divisi PPL)

• Nizar Hidayat

• Kasan Bisri (Humas)

• Yusuf Ginanjar (Humas)

• Sukasdi (Bendahara Periode 2019-2024)

• Ronsianus B. Daur (Departemen Humas PP IKPI)

(bl)

Foto: IKPI Cabang Depok Tebar Kebaikan di Bulan Ramadan dengan Berbagi Takjil

IKPI, Depok: Dalam semangat berbagi di bulan suci Ramadan, Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Depok mengadakan kegiatan sosial dengan membagikan 500 pax takjil kepada para pengguna jalan yang melintas di kawasan lampu merah Ramanda, Depok, Jawa Barat, pada Jumat (14/3/2025).

Kegiatan ini disambut antusias oleh masyarakat yang melintas, baik pengendara motor, mobil, hingga pejalan kaki. Momen berbagi tersebut tidak hanya menjadi ajang menebar kebaikan, tetapi juga mempererat tali silaturahmi di antara para anggota IKPI Cabang Depok.

Kegiatan ini merupakan kelanjutan dari program pada kepengurusan sebelumnya. Ini merupakan bentuk konsistensi IKPI Depok dalam melakukan kegiatan sosial.

Kegiatan ini juga diakhiri dengan berbuka puasa bersama.

Turut hadir dalam kegiatan ini sejumlah pengurus IKPI Cabang Depok dan PP IKPI, di antaranya:

🔹 Nuryadin Rahman (Ketua Periode 2019-2024)

🔹 Hendra Damanik (Ketua Periode 2024-2029)

🔹 Taslim Syahputra (Sekretaris 1)

🔹 Edy Mulyanto (Bendahara)

🔹 Parlin Silitonga

🔹 Farizan Dwi Syahputra (Divisi PPL)

🔹 Nizar Hidayat

🔹 Kasan Bisri (Humas)

🔹 Yusuf Ginanjar (Humas)

🔹 Sukasdi (Bendahara Periode 2019-2024)

🔹 Ronsianus B. Daur (Departemen Humas PP IKPI)

#IKPIDepok #BerbagiBerkah #Ramadan2025 #PeduliSesama”

(Foto: Departemen Humas PP-IKPI/Bayu Legianto)

Perdagangan Karbon Sektor Kehutanan Berpotensi Capai Ratusan Triliun Rupiah

IKPI, Jakarta: Menteri Kehutanan (Menhut) Raja Juli Antoni mengungkapkan bahwa perdagangan karbon dari sektor kehutanan akan segera diresmikan sebagai bagian dari upaya mitigasi perubahan iklim dan percepatan ekonomi hijau. Menhut menegaskan bahwa program ini tidak hanya berfokus pada pengurangan emisi, tetapi juga berperan dalam percepatan reforestasi melalui konservasi dan strategi Afforestation, Reforestation and Revegetation (ARR).

Dalam keterangannya di Jakarta, Kamis, Menhut mengatakan bahwa perdagangan karbon ini membuka peluang besar bagi Indonesia untuk mengelola sumber daya alam secara berkelanjutan serta memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat dan pelaku usaha. “Langkah ini sejalan dengan visi Astacita yang diusung Presiden RI Prabowo Subianto dalam mewujudkan keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan keberlanjutan lingkungan,” ujar Raja Antoni.

Pada tahap awal, perdagangan karbon ini mencakup skema pengelolaan hutan oleh swasta (Pemegang Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan/PBPH) dan Perhutanan Sosial. PBPH memiliki potensi menyerap karbon sebesar 20-58 ton CO2 per hektare dengan harga USD 5-10 per ton CO2. Sementara itu, Perhutanan Sosial berpotensi menyerap hingga 100 ton CO2 per hektare dengan harga mencapai 30 euro per ton CO2.

Potensi perdagangan karbon dari sektor ini pada tahun 2025 diperkirakan mencapai 26,5 juta ton CO2, dengan nilai transaksi berkisar Rp1,6 triliun hingga Rp3,2 triliun per tahun. Jika dioptimalkan hingga 2034, potensi tersebut diproyeksikan meningkat signifikan, mencapai Rp97,9 triliun hingga Rp258,7 triliun per tahun. Dari potensi tersebut, kontribusi pajak diprediksi mencapai Rp23 triliun hingga Rp60 triliun, sementara Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) ditaksir mencapai Rp9,7 triliun hingga Rp25,8 triliun per tahun.

Selain manfaat ekonomi, program ini diharapkan mampu menciptakan 170 ribu lapangan kerja di berbagai lokasi proyek karbon.

Untuk memastikan daya saing perdagangan karbon Indonesia secara global, Kementerian Kehutanan bersama Kementerian Lingkungan Hidup telah berkoordinasi dengan Utusan Khusus Presiden untuk Urusan Iklim, Hashim Djojohadikusumo. Salah satu langkah strategis yang tengah didorong adalah penyelesaian Mutual Recognition Agreement (MRA) dengan standar internasional seperti Verra, Gold Standard, dan Plan Vivo yang ditargetkan rampung pada Mei 2025.

Selain itu, pemerintah juga tengah merevisi Peraturan Presiden No. 98 Tahun 2021 terkait Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon (NEK) guna meningkatkan efektivitas dan transparansi perdagangan karbon.

“Dengan berbagai langkah ini, Kementerian Kehutanan optimistis bahwa perdagangan karbon sektor kehutanan akan menjadi penggerak utama pembangunan ekonomi hijau, ketahanan pangan dan energi, serta penguatan komitmen Indonesia dalam menghadapi perubahan iklim,” pungkas Raja Antoni. (alf)

 

 

Penerimaan Pajak Digital Capai Rp 33,73 Triliun Hingga Februari 2025

IKPI, Jakarta: Pemerintah mencatat penerimaan pajak dari sektor usaha ekonomi digital sebesar Rp 33,73 triliun hingga akhir Februari 2025. Jumlah tersebut diperoleh dari beberapa jenis pajak, yaitu Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE), pajak kripto, pajak fintech (P2P lending), serta pajak dari transaksi melalui Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah (SIPP).

Menurut Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Dwi Astuti, pemerintah telah menunjuk 222 pelaku usaha PMSE sebagai pemungut PPN. Hingga saat ini, sebanyak 188 di antaranya telah melakukan pemungutan dan penyetoran PPN PMSE senilai Rp 26,18 triliun.

“Jumlah tersebut terdiri dari Rp 731,4 miliar setoran tahun 2020, Rp 3,90 triliun setoran tahun 2021, Rp 5,51 triliun setoran tahun 2022, Rp 6,76 triliun setoran tahun 2023, Rp 8,44 triliun setoran tahun 2024, dan Rp 830,3 miliar setoran tahun 2025,” ujar Dwi dalam keterangan tertulis, Jumat (14/3/2025).

Selain itu, penerimaan pajak kripto mencapai Rp 1,39 triliun. Jumlah ini terdiri dari Rp 246,45 miliar penerimaan tahun 2022, Rp 393,12 miliar tahun 2023, Rp 620,4 miliar tahun 2024, dan Rp 126,39 miliar penerimaan pada tahun 2025. Rincian pajak kripto mencakup Rp 560,61 miliar dari Pajak Penghasilan (PPh) 22 atas transaksi penjualan kripto di exchanger dan Rp 825,75 miliar dari PPN DN atas transaksi pembelian kripto di exchanger.

Sementara itu, pajak fintech (P2P lending) menyumbang Rp 3,23 triliun. Jumlah tersebut berasal dari Rp 446,39 miliar penerimaan tahun 2022, Rp 1,11 triliun tahun 2023, Rp 1,48 triliun tahun 2024, dan Rp 196,49 miliar penerimaan tahun 2025.

Pajak fintech ini terdiri dari PPh 23 atas bunga pinjaman yang diterima Wajib Pajak Dalam Negeri (WPDN) dan Bentuk Usaha Tetap (BUT) sebesar Rp 832,59 miliar, PPh 26 atas bunga pinjaman yang diterima Wajib Pajak Luar Negeri (WPLN) sebesar Rp 720,74 miliar, dan PPN DN atas setoran masa sebesar Rp 1,68 triliun.

Adapun penerimaan pajak dari SIPP mencapai Rp 2,94 triliun. Rinciannya meliputi Rp 402,38 miliar penerimaan tahun 2022, Rp 1,12 triliun pada 2023, Rp 1,33 triliun pada 2024, dan Rp 93,93 miliar pada 2025. Pajak SIPP terdiri dari PPh sebesar Rp 199,96 miliar dan PPN sebesar Rp 2,74 triliun.

“Pemerintah akan terus menggali potensi penerimaan pajak dari sektor usaha ekonomi digital, termasuk pajak kripto, pajak fintech atas bunga pinjaman, dan pajak SIPP atas transaksi pengadaan barang dan/atau jasa melalui Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah,” pungkas Dwi. (alf)

 

PNBP Februari 2025 Capai Rp76,4 Triliun, Terkontraksi 4,5 Persen

IKPI, Jakarta: Pemerintah mencatat penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sebesar Rp76,4 triliun hingga Februari 2025. Jumlah tersebut setara 14,9 persen dari target APBN yang ditetapkan sebesar Rp513,6 triliun. Realisasi ini mengalami kontraksi sebesar 4,5 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) dibandingkan rekor pada periode yang sama tahun lalu sebesar Rp80 triliun.

“Realisasi PNBP konsisten dengan kondisi ekonomi,” ujar Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu dalam konferensi pers APBN KiTa Edisi Maret 2025, di Jakarta, Kamis (13/3/2025).

Rincian Penerimaan PNBP

• Sektor Sumber Daya Alam (SDA) Migas

• Penerimaan: Rp17,5 triliun (15,5 persen dari target APBN)

• Terjadi kontraksi 1,7 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

• Penurunan ini disebabkan oleh turunnya harga minyak mentah Indonesia (ICP) serta penurunan produksi gas bumi akibat penyusutan alami.

• Sektor SDA Nonmigas

• Penerimaan: Rp16,3 triliun (16,8 persen dari target APBN)

• Terkontraksi 7,2 persen akibat turunnya harga dan produksi batu bara.

• Komponen Kekayaan Negara Dipisahkan (KND)

• Penerimaan: Rp10,9 triliun (12,1 persen dari target APBN)

• Tumbuh signifikan sebesar 60,7 persen, didorong oleh setoran dividen interim dari BUMN perbankan.

• PNBP dari Badan Layanan Umum (BLU)

• Penerimaan: Rp8,4 triliun (10,8 persen dari target APBN)

• Mengalami kontraksi sebesar 16,9 persen akibat penurunan tarif pungutan ekspor kelapa sawit.

• PNBP Lainnya

• Penerimaan: Rp23,3 triliun (18,3 persen dari target APBN)

• Terkontraksi 16 persen yoy akibat penurunan penjualan hasil tambang serta PNBP dari kementerian/lembaga.

Kinerja Pendapatan dan Belanja Negara

Secara keseluruhan, pendapatan negara hingga akhir Februari 2025 mencapai Rp316,9 triliun atau 10,5 persen dari target APBN 2025 yang sebesar Rp3.005,1 triliun. Dari total pendapatan tersebut, penerimaan perpajakan menyumbang Rp240,4 triliun (9,7 persen dari target), terdiri atas:

• Penerimaan pajak: Rp187,8 triliun

• Penerimaan dari kepabeanan dan cukai: Rp52,6 triliun

Sementara itu, belanja negara tercatat mencapai Rp348,1 triliun atau 9,6 persen dari target APBN sebesar Rp3.621,3 triliun.

Dengan realisasi tersebut, APBN Februari 2025 mengalami defisit sebesar Rp31,2 triliun atau setara 0,13 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). (alf)

 

id_ID