DJP dan Ditjen Dukcapil Kolaborasi Pemanfaatan NIK

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan melanjutkan kolaborasi dengan Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) terkait pemanfaatan nomor induk kependudukan, data kependudukan, dan kartu tanda penduduk elektronik dalam layanan DJP.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Dwi Astuti mengatakan, kerja sama tersebut untuk memperbarui perjanjian kerja sama pada 2018. Sebelumnya, perjanjian tersebut juga telah dilakukan adendum pada 19 Mei 2022.

“Sehubungan dengan telah dekatnya jangka waktu berakhirnya perjanjian tersebut pada 31 Mei 2023 nanti dan melihat besarnya manfaat kerja sama tersebut, Ditjen Pajak dan Dukcapil sepakat untuk melanjutkan kerja sama melalui adendum kedua ini,” ujarnya seperti dikutip dari Republika.co.id, Sabtu (20/5/2023).

Menurutnya, adendum kedua ini bertujuan untuk meningkatkan kemudahan bagi wajib pajak dalam mengakses dan menerima layanan perpajakan melalui integrasi data yang kedua instansi lakukan. Selain itu, adendum ini juga bertujuan untuk terus mengefektifkan fungsi dan peran para pihak guna sinkronisasi, verifikasi, dan validasi dalam rangka pendaftaran dan perubahan data wajib pajak, melengkapi master file wajib pajak, serta mendukung kegiatan ekstensifikasi dan intensifikasi perpajakan melalui pemanfaatan nomor induk kependudukan, data kependudukan, dan KTP elektronik.

Integrasi data kependudukan dan perpajakan juga akan semakin memperkuat upaya penegakan kepatuhan perpajakan karena data kependudukan merupakan data sumber yang digunakan oleh banyak instansi dan lembaga pemerintah maupun non-pemerintah, sehingga dapat meningkatkan efektivitas pengawasan kepatuhan perpajakan. (bl)

Pemerintah Rombak Ulang Rumusan Tukin ASN

IKPI, Jakarta: Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) bersama Kementerian Keuangan tengah membahas perombakan tunjangan kinerja (tukin) aparatur sipil negara (ASN). Skema akan dibuat menjadi lebih adil bagi setiap birokrat.

Menteri PANRB Abdullah Azwar Anas mengatakan, rumusan ini berlaku untuk setiap pegawai di berbagai institusi pemerintahan, baik di pusat dan daerah. Maka, aturannya ditargetkan berlaku tahun depan.

“Kita bicara tadi per orang, karena ini kan misalnya ada daerah yang tukin nya X misalnya, ternyata dapat X semua ini, padahal mestinya yang kerja sama enggak kerja mestinya beda dong. Kalau enggak ada diferensiasi nanti semangatnya mesti berkurang, nah ini yang sedang kita rumusin, kerja keras,” ujar Anas seperti dikutip dari CNBC Indonesia, Jumat (19/5/2023).

Bagaimana dengan Ditjen Pajak?

Kebijakan ini berlaku kepada semua, tak terkecuali terhadap institusi yang selama ini dianggap masyarakat memiliki besaran tukin tertinggi diantara kementerian atau lembaga lainnya, yaitu Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan.

Tukin terendah di DJP ditetapkan sebesar Rp 5.361.800 untuk level jabatan pelaksana dan tertinggi sebesar Rp 117.375.000 untuk level eselon I atau Direktur Jenderal Pajak. Ini di luar Gaji pokok PNS ditetapkan sebesar Rp 1.560.800 untuk masa jabatan terendah hingga Rp 5.901.200 untuk masa jabatan tertinggi.

“Ini sedang kita hitung bahwa ke depan mereka yang berkinerja lebih baik dapat tunjangan kinerja lebih bagus tentunya, tapi mereka yang tidak berkinerja tentu tunjangannya tidak sama. Karena sekarang dipukul rata, tunjangan kinerja menjadi hak, ya kinerjanya begitu-begitu saja,” ujarnya.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pun secara spesifik pernah mengatakan bahwa tukin di DJP yang dianggap ketinggian tengah dievaluasi olehnya bersama Anas. Ini dia ungkapkan saat rapat dengan DPR beberapa bulan lalu.

“Memang kami dengan Menteri PANRB sedang melakukan berbagai evaluasi dan juga ada beberpaa program desain yang dibuat Menteri PANRB. Kami sekarang sedang sama-sama Menteri PANRB bahas terkait tukin itu,” ungkap Sri Mulyani pada Senin (27/3/2023)

Pernyataan ini Sri Mulyani lontarkan saat merespons cecaran anggota DPR di Komisi XI terkait tukin DJP. Rentetan kasus yang melanda para pegawai di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) terkait harta jumbo, gaya hidup mewah, hingga pamer harta membuat para anggota DPR geram.

Salah satu anggota DPR yang menyuarakan hal ini adalah Anggota Komisi XI dari Fraksi Demokrat Vera Febyanthy. Ia mengungkapkan, kasus-kasus itu yang kini dialami Rafael Alun Trisambodo, eks pejabat eselon 3 di DJP dan tengah diperiksa KPK seperti kotak pandora bahwa tunjangan kinerja di DJP ketinggian.

“Apakah menjadi kontak pandora atas kejanggalan jumlah harta kekayaan pribadi dan perilaku yang hedonis dikalangan DJP Kemenkeu. Berdasarkan fakta remunerasi di Kemenkeu, Perpres 37 Tahun 2015 tunjangan DJp paling rendah Rp 5,3 juta, tertinggi Rp 117,3 juta,” kata Vera dihadapan Sri Mulyani.

Menurut Vera, tukin yang diperoleh para pegawai DJP itu sangat timpang dengan pegawai negeri sipil (PNS) di kementerian atau lembaga lain. Misalnya seperti PNS di lingkungan DPR yang paling rendah hanya mendapat Rp 1,56 juta dan tetinggi Rp 19 juta. Padahal total PNS nya hanya 3000 orang sednagkan PNS di DJP sebanyak 44,6 ribu.

Demikian juga tukin para PNS di Kementerian Agama, yang menurut Vera sesuai Pepres 130 Tahun 2018, paling terendah hanya mendapat Rp 1,97 juta dan tertinggi Rp 29 juta. Ini kata Vera sangat tidak adil sehingga ketika muncul kasus flexing di para pegawai DJP dan pegawai Kementerian Keuangan lain membuat kecemburuan sosial di antara kalangan pegawai kementerian atau lembaga lain.

“Apa ini bisa ibu perbaiki, tentu harapan di tangan ibu. Kami harap dengan tukin yang diberikan ibu menkeu periode lalu 2005 ibu reformasi, setelah kasus Gayus mencapai 100%, bahkan berturut-turur terjadi peningkatan tukin PNS di Kemenkeu sudah berkali-kali, sudah berapa ratus kalilipat perubahan, apa ini masih kurang?” tuturnya.

Oleh sebab itu, Anggota Komisi XI dari Fraksi Gerindra, Heri Gunawan turut meminta kepada Sri Mulyani supaya tunjangan kinerja yang dinikmati PNS di Kementerian Keuangan, khususnya di Direktorat Jenderal Pajak, perlu dievaluasi dan disetarakan saja dengan para PNS di lingkungan kementerian atau lembaga lainnya.

“Perlu ada peninjauan tunjangan remunerasi di seluruh K/L yang ada supaya ada pemerataan dan keadilan sehingga spendingnya tidak terlalu jauh,” tegas Heri pada kesempatan yang sama. (bl)

BRIN Siapkan Skema Keringanan Pajak untuk Lembaga Riset Terdaftar di SeBaRis

IKPI, Jakarta: Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyiapkan berbagai skema fasilitasi baik pendanaan, infrastruktur, mobilitas sumber daya manusia hingga keringanan pajak bagi lembaga riset yang terdaftar dalam Sistem Registrasi Lembaga Riset (SeBaRis). Deputi Fasilitasi Riset dan Inovasi BRIN, Agus Haryono mengajak agar lembaga riset non-pemerintah untuk segera mendaftarkan agar dapat mendapatkan akses fasilitasi yang disediakan BRIN.

Kami harap agar seluruh lembaga riset di Indonesia dapat teregistrasi melalui aplikasi SeBaRis yang dikembangkan oleh BRIN, sesuai dengan UU Sisnas Iptek yang mengamanatkan wajib serah dan wajib simpan,” kata Agus seperti dikutip dari Brin.go.id, dalam Kick Off dan Talkshow Sistem Registrasi Lembaga Riset (SeBaRis) di Auditorium Gedung BJ Habibie, Jakarta, Selasa (16/5/2023).

Dijelaskan Agus, SeBaris merupakan kegiatan registrasi lembaga riset di luar BRIN untuk memperoleh nomor identitas lembaga yang bertujuan untuk mengetahui jumlah, sebaran, dan kompetensi serta kualitas lembaga riset. Dengan adanya registrasi lembaga riset, pihaknya dapat mengetahui potensi riset dan inovasi nasional, baik dari sisi infrastruktur, sumber daya manusia, dan juga pendanaan.

Dengan data-data tersebut, BRIN dapat mengarahkan utilisasi dan program fasilitasi BRIN untuk melengkapi kebutuhan lembaga-lembaga riset. Tentunya kami juga akan berpegang teguh pada prinsip kerahasiaan dan keamanan data,” tandasnya.

Agus mengatakan bahwa pendaftaran SeBaRis dapat diakses secara online. Sehingga bisa dilakukan di mana dan kapan saja, melalui https://sebaris.brin.go.id. Penggunaan aplikasi sebaris juga sangat simple dan mudah. Hal ini karena tidak banyak form yang harus diisi. Ada dua form yang harus diisi dalam aplikasi sebaris. Pertama berisikan profile lembaga riset. Kedua, data mengenai belanja/biaya riset dan juga sumber daya manusianya,” jelasnya.

Hadirnya aplikasi SeBaRis, lanjut Agus, menjadi support dari pemerintah untuk mendorong peranan lembaga riset non-pemerintah dalam pembangunan riset dan inovasi nasional. Di samping itu, memungkinkan kolaborasi kelompok riset dengan industri dan perguruan tinggi.

Lebih jauh, Agus menyebutkan kemajuan industri nasional harus ditunjang oleh kemandirian riset dan inovasi. Oleh kaena itu, BRIN memasukkan industri dan perguruan tinggi ke dalam rencana nasional memajukan riset dan inovasi.

“Dunia industri tidak hanya bertindak selaku konsumen dari inovasi teknologi, akan tetapi lebih dari itu, juga diharapkan dapat berperan serta menciptakan inovasi.  Di sisi lain, kita juga beruntung memiliki perguruan tinggi yang secara terus menerus menghasilkan tenaga ahli riset dan teknologi,” pungkasnya. (bl)

Jalankan Organisasi dengan Profesional, IKPI Segera Bentuk Manajemen Eksekutif

IKPI, Jakarta: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) segera membuat manajemen eksekutif di dalam organisasinya. Tujuannya adalah, untuk memperlancar dan mengimplementasikan program-program yang telah disusun oleh para pengurus IKPI.

“Dalam waktu dekat ini, sekira Agustus 2023 kami akan melakukan rekrutmen untuk posisi Direktur Eksekutif IKPI. Tugasnya adalah menjalankan manajemen dan kebijakan organisasi, yang tentunya hal itu sudah terlebih dahulu ditetapkan oleh pengurus,” kata Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Ruston Tambunan, di sela acara halal bihalal IKPI di Kantor Pusat IKPI, Pejaten, Jakarta Selatan, Sabtu (13/5/2023).

Ditegaskan Ruston, selama ini roda organisasi IKPI secara operasional dijalankan oleh pengurus. Padahal, pengurus mempunyai waktu yang terbatas, karena semuanya mempunyai kesibukan melayani klien dan mengurus kantor masing-masing.

Akibatnya lanjut Ruston, seringkali ada program-program organisasi yang akhirnya terhambat eksekusi karena alasan kesibukan masing-masing pengurus. “Dengan adanya manajemen eksekutif, hal seperti ini tidak boleh terjadi lagi,” katanya.

“Jadi nantinya yang berkaitan dengan manajemen, semuanya akan dikelola dan dilakukan oleh orang-orang yang profesional,” ujarnya.

Lebih lanjut Ruston mengungkapkan, dengan demikian nantinya kegiatan organisasi tidak lagi terhambat dengan kesibukan pekerjaan para pengurus IKPI. Sebab, dengan adanya manajemen ini, posisi pengurus lebih kepada pengambilan kebijakan dan yang melakukan eksekusi adalah manajemen eksekutif.

Diharapkan kata dia, manajemen eksekutif ini bisa menjadikan organisasi semakin mandiri. Karena, saat ini IKPI bukan hanya sebagai organisasi konsultan pajak terbesar dan tertua di Indonesia, melainkan harus menjadi cerminan positif dari organisasi serupa dan bahkan bisa menjadi referensi pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

“Untuk memajukan IKPI, organisasi akan memberikan kepercayaan penuh dalam hal pengelolaan kepada manajemen eksekutif, khususnya untuk memajukan organ-organ yang ada di dalam organisasi. Namun jika untuk kebijakan umum, pengambilan keputusan tetap sepenuhnya kewenangan dari pengurus,” katanya.

Ruston mengaku, saat ini dirinya dan pengurus harian IKPI sedang mematangkan dan memformulasikan apa saja yang nantinya menjadi tanggung jawab manajemen aksekutif sehingga tidak berbenturan dengan tugas pengurus. “Jadi harus benar-benar dimatangkan tugas pokok dan fungsi dari manajemen aksekutif, termasuk bagaimana melakukan koordinasi dengan pengurus dalam pelaksanaan tugasnya,” katanya.

Lebih lanjut Ruston mengungkapkan, jika fungsi manajemen eksekutif itu nantinya berjalan sesuai rencana, maka aturan mainnya akan ditetapkan dalam anggaran rumah tangga IKPI.

“Jadi, jika sudah resmi dimasukan kedalam anggaran rumah tangga maka manajemen eksekutif telah resmi menjadi bagian dari IKPI. Kalau sekarang belum masuk, tetapi sudah ada amanat kongres untuk membentuk manajemen ini,” ujarnya.

Keseriusan IKPI membentuk manajemen eksekutif, juga ditunjukan dengan meminta pendapat dari beberapa organisasi profesi seperti Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) yang sudah lebih dahulu membentuk manajemen tersebut. “Jadi memang kita harus benar-benar mengambil orang yang profesional dibidangnya,” kata Ruston.

Menurutnya, manajemen harus bekerja kreatif. Karena mereka bukan hanya bertugas untuk mengatur pegawai atau dokumen saja, melainkan harus berimprovisasi bagaimana mencari uang agar bisa terus mengembangkan IKPI.

“Jadi, nanti manajemen eksekutif itu juga mengatur bagaimana melaksanakan PPL atau hal-hal lainnya sebagai sumber dana untuk menggerakan roda organisasi,” ujarnya.

Demikian juga dalam hal kehumasan kata Ruston. Manajemen juga bertanggung jawab untuk memperkenalkan IKPI kepada masyarakat luas, dan tentunya membranding organisasi kearah yang positif.

Terakhir, Ruston juga menyampaikan bahwa manajemen aksekutif nantinya bukan hanya diisi oleh seorang direktur eksekutif saja, melainkan ada jabatan lain yang berada di bawahnya untuk membantu jalannya manajemen agar dikelola secara profesional.

“Jadi akan ada struktur pegawai dalam manajemen itu. Nah ini masuk salah satu yang sedang kami rumuskan,” ujarnya.

Dia menargetkan, pembentukan manajemen eksekutif ini bisa selesai sebelum digelarnya Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) IKPI pada 2024 mendatang. (bl)

 

Pemutihan Sanksi Pajak Kendaraan di Jatim Berakhir 14 Juli

IKPI, Jakarta: Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa memberikan insentif Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) berupa pembebasan sanksi administratif PKB dan BBNKB hingga bebas PKB progresif. Tak hanya itu, wajib pajak juga dapat menikmati fasilitas berupa pembebasan Bea Balik Nama (BBN) ke II dan seterusnya.

Khofifah mengatakan pemutihan pajak dilakukan selama 120 hari terhitung mulai 14 April-14 Juli tahun 2023. Kebijakan ini berdasarkan pada Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor 188/176/KPTS/013/2023 tentang Pembebasan Pajak Daerah Provinsi Jawa Timur.

“Pembebasan sanksi administratif atau pemutihan ini diharapkan dapat meringankan beban bagi masyarakat terutama dalam menyongsong momentum lebaran Idul Fitri,” ujar Khofifah seperti dikutip dari Detik.com, Jumat (14/4/2023).

“Mari seluruh masyarakat memanfaatkan momentum ini untuk berbondong-bondong membayarkan pajak kendaraan bermotornya melalui berbagai layanan milik Bapenda (Badan Pendapatan Daerah) Provinsi Jatim,” ungkapnya.

Khofifah menjelaskan pembebasan sanksi pajak kendaraan ini juga dilakukan untuk mendorong tingkat kesadaran wajib pajak di Jatim. Termasuk dalam mendorong balik nama kendaraan agar diperoleh kesesuaian kendaraan dengan pemilik kendaraan di Jawa Timur.

“Kebijakan ini akan mendorong seluruh wajib pajak domisili Jawa Timur yang memiliki kendaraan di luar Jatim untuk segera melaksanakan balik nama, sehingga diperoleh kesesuaian kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor,” jelasnya.

Khofifah menegaskan pembebasan pajak ini juga dalam rangka mewujudkan reformasi birokrasi yang pro rakyat secara berkelanjutan dengan memberikan keringanan kepada masyarakat melalui insentif pajak daerah.

Selain itu, diharapkan lewat pemutihan pajak ini dapat terwujud sekaligus tercipta tertib administrasi pemungutan pajak daerah yang tercermin dalam berkurangnya potensi jumlah tunggakan pajak di Jawa Timur.

“Kami akan berupaya untuk meningkatkan akurasi database kendaraan bermotor dan menjamin kepastian hak kepemilikan kendaraan bermotor,” jelasnya.

Melalui pemutihan ini, diprediksi insentif yang akan diberikan selama kebijakan ini berlangsung sebesar Rp 153.851.712.599,00 dengan potensi penerimaan PKB sebesar Rp 907.553.479.457,00.

Khofifah menyebut dengan pemutihan ini diharapkan dapat meningkatkan akurasi data kepemilikan kendaraan bermotor di Jatim. Mengingat berdasarkan hasil pendataan dan laporan wajib pajak masih terdapat obyek pajak yang mengalami peralihan hak kepemilikan namun belum dilakukan Balik Nama Kendaraan. (bl)

Indonesia Ajak Otoritas Pajak Dunia Lawan Pengemplang Pajak

IKPI, Jakarta: Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo mengajak para pemimpin otoritas pajak di berbagai negara untuk sama-sama melawan para pengemplang pajak.

Pernyataan ini ia sampaikan saat memimpin pertemuan tingkat tinggi keempat Asia Initiatives di New Delhi, India akhir bulan lalu. Menurutnya, dalam menghadapi pengemplang pajak tidak dapat dilakukan oleh satu negara saja.

“Usaha otoritas perpajakan untuk menangkal praktik pengelakan pajak tidak dapat dilakukan secara individual melainkan harus secara bersama-sama dalam bentuk kerja sama multilateral,” kata dia dikutip dari pajak.go.id, Selasa (16/5/2023)

Saat memberi kata sambutan dalam pertemuan itu, ia menyampaikan keterbukaan informasi perpajakan dan pertukaran informasi atau exchange of information menjadi alat efektif untuk menghadapi para pengemplang pajak.

“Exchange of information merupakan perangkat yang sangat bermanfaat bagi otoritas pajak untuk menangkal praktik-praktik pengelakan pajak,” ungkap Suryo.

Pertemuan ini dihadiri oleh 51 delegasi yang terdiri dari perwakilan 14 yurisdiksi anggota Asia Initiatives, 4 lembaga internasional yang menjadi partner Asia Initiatives, Co-Chair Africa Initiatives, dan pimpinan Global Forum on Tax Transparency and Exchange of Information for Tax Purposes atau Global Forum.

Dalam pertemuan tersebut, dibahas beberapa agenda kegiatan sebagai program prioritas dan program tambahan demi meningkatkan keterbukaan informasi di bidang perpajakan di wilayah Asia.

Program-program itu antara lain pemanfaatan yang lebih luas pertukaran informasi, pemberian bantuan dalam melakukan penagihan pajak, hingga pemanfaatan pertukaran informasi untuk kepentingan Pajak Pertambahan Nilai.

Selain itu, para delegasi juga melakukan diskusi dan saling berbagi pengalaman mengenai upaya-upaya yang dapat dilakukan negara-negara di wilayah Asia untuk bisa lebih mendapatkan manfaat dari kegiatan pertukaran informasi. Terutama dari informasi yang diperoleh melalui skema automatic exchange of information (AEOI) on financial account information.

Para delegasi pun menyetujui untuk membentuk working group sebagai upaya untuk meningkatkan efektivitas pemanfaatan informasi rekening keuangan yang diterima otoritas perpajakan melalui skema AEOI on financial account information.

Dalam pertemuan tersebut juga diluncurkan Tax Transparency in Asia 2023: Asia Initiative Progress Report oleh Global Forum. Dokumen ini merupakan laporan pertama yang berisi tentang perkembangan keterbukaan informasi dalam bidang perpajakan di wilayah Asia dalam rentang tahun 2009 hingga 2022.

Dalam laporan itu, disebutkan bahwa kerugian negara-negara di wilayah Asia akibat kegiatan praktik pengelakan pajak dan illicit financial flows mencapat sekitar US$ 3 triliun dalam kurun waktu 2004-2013.

Selain itu, tercatat juga ada EUR 1,2 triliun harta penduduk Asia yang disimpan di luar negeri yang berakibat hilangnya potensi penerimaan pajak sebesar EUR 25 miliar per tahun.

Namun, dengan adanya Global Forum yang anggotanya sudah semakin berkembang, dari 11 yurisdiksi pada 2009 menjadi 22 yurisdiksi pada 2022, setidaknya mereka telah mendapatkan tambahan penerimaan negara lebih dari EUR 20,1 miliar sejak 2009 sebagai akibat dilakukannya pertukaran informasi di bidang perpajakan antar yurisdiksi.

Asia Initiatives sendiri merupakan kerangka kerja sama regional di wilayah Asia yang dibentuk dalam rangka mendorong dan meningkatkan kapasitas otoritas perpajakan terkait keterbukaan informasi di bidang perpajakan sesuai dengan standar internasional.

Asia Initiatives diluncurkan pada November 2021 dalam Plenary Meeting of the Global Forum, yang kemudian dideklarasikan secara resmi pada 14 Juli 2022 melalui penandatanganan Bali Declaration oleh 13 Menteri Keuangan yurisdiksi di wilayah Asia.

Hingga saat ini, sudah terdapat 17 yurisdiksi yang menyatakan bergabung dalam Asia Initiatives yaitu Indonesia, Armenia, Brunei Darussalam, Republik Rakyat Tiongkok, Hong Kong, India, Jepang, Kazakhstan, Korea Selatan, Makau, Malaysia, Maladewa, Mongolia, Pakistan, Filipina, Singapura, dan Thailand.

Pada 2023, Asia Initiatives dipimpin secara bersama oleh Suryo Utomo, Direktur Jenderal Pajak dari Indonesia dan Sanjay Malhotra, Revenue Secretary dari India.(bl)

 

 

 

 

 

 

 

 

Halal Bihalal IKPI Diharapkan Ciptakan Sinergi dan Silaturahmi Sesama Anggota

IKPI, Jakarta: Lebih dari 500 anggota dan pengurus Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) dari pusat, daerah maupun cabang menghadiri Halal Bihalal IKPI 2023, Sabtu (13/5/2023). Kegiatan yang digelar di Kantor Pusat IKPI di Pejaten, Jakarta Selatan ini diharapkan bisa menjadi sinergi dan silaturahmi yang baik sesama anggota diseluruh Indonesia.

Ketua Panitia Halal Bihalal IKPI 2023 Hijrah Hafiddudin mengatakan, halal bihalal pada tahun ini mengabil tema “Perkuat Silaturahmi, Tingkatkan Keharmonisan”. Tentu saja harapan yang ingin dicapai dari kegiatan tersebut nantinya bisa sesuai tema, agar kedepan seluruh anggota IKPI bukan hanya harmonis tetapi asosiasinya bisa selalu jaya dan tetap menjadi yang terdepan dalam hal kepercayaan publik, pemerintah maupun swasta.

Halal Bihalal Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) 2023. (Foto: Humas IKPI/Bayu Legianto)

Dikatakan Hijrah, kegiatan ini adalah rutin dilakukan IKPI pada setiap tahunnya. Hal itu bukan hanya untuk membangun sinergi sesama anggota IKPI, tetapi untuk membangun sinergi antara IKPI dengan pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Kementerian Keuangan dan asosiasi konsultan pajak lainnya.

Selain itu kata Hijrah, acara ini juga bertujuan memperkuat tali silaturahmi antar sesama anggota dan pengurus IKPI baik itu di tingkat pusat, daerah maupun cabang. Halal bihalal juga untuk saling mengenal satu sama lain, baik itu secara langsung maupun tidak langsung.

Ketua Pengawas IKPI Sistomo. (Foto: Humas IKPI/ Lutfi)

“Ini adalah momentum yang sangat baik bagi para pengurus dan juga anggota IKPI diseluruh Indonesia,” kata Hijrah di lokasi acara.

Dia berharap kedepannya, seluruh anggota bisa saling mengenal bahkan mengerjakan bisnis atau kegiatan bersama seperti seminar, menangani klien atau mungkin bahkan bisa menjalin hubungan bisnis lainnya di luar konsultan pajak.

Menurutnya, hal itu bisa menimbulkan keuntungan pribadi tetapi juga bisa menumbuhkan potensi perekonomian di masing-masing daerah. “Bukan tidak mungkin dari bisnis yang dijalankan para konsultan pajak, akhirnya berdampak juga kepada meningkatnya perekonomian nasional. Nah itu tujuan kami,” katanya.

Ketua Departemen Sosial dan Pengabdian Masyarakat IKPI Alwi A Tjandra. (Foto: Humas IKPI/Bayu Legianto)

Hijrah menyatakan Alhamdulillah atas kelancaran penyelengaraan kegiatan ini. “Tahun ini kami menghadirkan penceramah nasional Ustadz AA Jufri, dan seluruh peserta menyambut baik beliau. Padahal, tidak seluruhnya peserta yang hadir beragama Islam, tetapi mereka menerima apa yang disampaikan penceramah,” ujarnya.

Lebih lanjut dia mengungkapkan, isi ceramah Ustadz Jufri bukan hanya sekadar memberikan makna dalam sebuah kehidupan khususnya bagi para konsultan pajak, melainkan juga menjadi hiburan karena isi ceramah yang disampaikan membuat ratusan peserta baik yang hadir di Kantor Pusat IKPI, maupun peserta yang hadir melalui aplikasi Zoom. Sesekali, ceramah yang disampaikan Ustadz Jufri memancing seluruh peserta tertawa lepas.

Ketua IKPI Cabang Depok (kanan) Nuryadin Rahman. (Foto: Humas IKPI/Lutfi).

Sekadar informasi, dalam ceramahnya dihadapan seluruh anggota dan pengurus IKPI baik pusat, daerah maupun cabang ada pesan tersirat yang disampaikan bahwa berlomba-lomba-lah kalian dalam menggapai kebaikan. Karena dengan berbuat kebaikan, seseorang bukan hanya mendapatkan keberkahan di dunia melainkan juga di akhirat.

Apa yang disampaikan Ustadz Jufri, sebelumnya juga diamini oleh Ketua Umum IKPI Ruston Tambunan. Dihadapan seluruh anggotanya yang ikut berpartisipasi dalam halal bihalal tersebut, dia kembali menegaskan betapa pentingnya seorang konsultan pajak menjunjung tinggi integritas. Karena dengan integritas, di mana di dalamnya mengadung banyak sekali makna kebaikan yang membuat semua orang tidak ingin terperosok kedalam sesuatu yang salah.

“Jadi, kedepannya saya berharap IKPI bisa dikenal oleh dunia luar sebagai asosiasi yang seluruh anggotanya sangat menjujung tinggi integritas. Dengan demikian, jika itu sudah dilakukan bukan hanya diri sendiri yang bisa berbangga tetapi asosiasi juga terdampak atas apa yang dilakukan anggotanya,” kata Ruston.

Ustadz AA Jufri. (Foto: Humas IKPI/Bayu Legianto)

Pada kesempatan yang sama, Ketua IKPI Cabang Depok Nuryadin Rahman menyatakan bahwa dirinya menyambut baik kegiatan halal bihalal yang diselenggarakan IKPI Pusat.

“Ini memang acara rutin yang diselengarakan setiap tahun. Tetapi untuk tahun ini, gelarannya sangat meriah karena dihadiri oleh lebih dari 500 anggota IKPI dari pusat, daerah maupun cabang,” katanya.

Nuryadin juga menyinggung hadirnya penceramah dalam kegiatan halal bihalal tahun ini. Menurutnya, mengundang ustadz dalam kegiatan ini adalah hal yang sangat tepat. Apalagi isi ceramah yang disampaikan cukup ringan dan berisi.

Bukan hanya itu saja, gelak tawa dari seluruh peserta yang hadir saat mendengarkan ceramah, juga menunjukan bahwa apa yang disampaikan penceramah bisa diterima seluruh agama.

“Semoga acara serupa bisa diselengarakan kembali pada tahun dan depan. Dan jika memungkinkan, bisa lebih ditingkatkan baik dari jumlah peserta maupun isi acaranya biar bisa terlihat lebih meriah,” katanya.

Sekadar informasi, hadir dalam kegiatan tersebut Ketua Umum IKPI Ruston Tambunan, Sekretaris Umum IKPI Jetty, Ketua Pengawas IKPI Sistomo, Ketua Departemen Humas IKPI Henri PD Silalahi, Ketua Departemen Sosial dan Pengabdian Masyarakat IKPI Alwi A Tjandra, Ketua Departemen Hubungan Internasional IKPI T Arsono, Ketua Departemen Teknologi Informasi IKPI Norman Wijayantoko, Ketua Departemen Pendidikan IKPI Lisa Purnama Sari.

Sementara hadir juga dalam acara tersebut tamu undangan lainnya dari, Asosiasi Konsultan Pajak Publik Indonesia (AKP2I), Perkumpulan Konsultan Praktisi Perpajakan Indonesia (Perkoppi) serta Perkumpulan Praktisi dan Profesi Konsultan Pajak Indonesia (P3KPI). (bl)

Pemprov Sumbar Sebut Kenaikan Penerimaan Pajak Dampak dari Program Triple Untung

IKPI, Jakarta: Pemerintah Provinsi Sumatra Barat (Sumbar) melalui Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) berhasil meningkatkan pemasukan daerah secara signifikan setelah pelaksanaan Program Triple Untung+. Program ini memberikan keringanan pembayaran pajak kendaraan bagi masyarakat.

“Program itu meningkatkan pemasukan daerah,” kata Kepala Bapenda Sumbar, Maswar Dedi seperti dikutip dari Republika.co.id, Jumat (12/5/2023).

Ia merinci untuk penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) melalui program Triple Untung+, total penerimaan Pemprov Sumbar mencapai Rp 119,4 miliar dengan rata-rata per hari mencapai Rp 3,3 miliar dan unit kendaraan berjumlah 149.016 unit. Untuk penerimaan dari Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), kebijakan Triple Untung+ mencapai Rp 58,9 miliar dengan rata-rata per hari mencapai Rp 1,6 miliar dengan total kendaraan mencapai 19.530 unit.

Sementara untuk kebijakan penghapusan denda PKB dan pemberian diskon PKB, jumlah unit PKB yang dibebaskan mencapai 17.697 unit dengan pokok nilai PKB mencapai Rp 19,8 miliar dan denda mencapai Rp 5,1 miliar.

Kebijakan pembebasan BBNKB nomor BA, jumlah BBNKB yang dibebaskan mencapai 155 unit dengan nilai pokok mencapai Rp 2,6 miliar dan denda mencapai Rp133.6 juta. Sedangkan jumlah PKB yang dibebaskan berdasarkan jumlah tahun tagihan, untuk dua tahun sebanyak 7.136 unit, tiga tahun (3.256 unit), empat tahun (2.250 unit) dan lebih lima tahun (5.055 unit).

Maswar Dedi menyebut dari pencapaian tersebut, yang menjadi catatan adalah penerimaan PKB harian naik setelah kebijakan keringanan Triple Untung+ dan 5 Untung yang dilaksanakan. “Kenaikan rata-rata Rp 2,8 miliar menjadi Rp 3,1 miliar per hari,” katanya.

Catatan lainnya, sasaran Triple Untung+ untuk memutasikan kendaraan non-BA menjadi BA dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat. Sebanyak 1.923 unit kendaraan nomor BA telah dimutasikan ke BA dengan nominal PKB dan BBN sebesar Rp 2,3 miliar. Program tersebut telah dilaksanakan sejak 1 Maret hingga 2 Mei 2023 berupa pemberian keringanan berupa, penghapusan denda pajak kendaraan bermotor, penghapusan denda Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (SWDKLLJ), bebas BBNKB mutasi masuk provinsi.

Selain itu pemberian diskon 50 persen PKB tahun pertama untuk kendaraan motase masuk, serta diskon PKB 2 persen hingga 4 persen. (bl)

 

Sebanyak 6,08 Juta Wajib Pajak Belum Laporkan SPT Tahunan

IKPI, Jakarta: Masih terdapat 6,08 juta wajib pajak yang belum melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan ke Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan, meskipun batas akhir pelaporan telah lewat.

Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo mengatakan, dari total estimasi wajib pajak yang harus melaporkan SPT pada 2023 sebanyak 19,44 juta, baru 13,36 juta wajib pajak yang melaporkan hingga 10 Mei 2023. Artinya ada 6,08 juta wajib pajak yang belum lapor SPT.

“Jadi ini akan terus kita tunggu sampai akhir 2023,” kata Suryo seperti dikutip dari CNBC Indonesia, Jumat (12/5/2023).

Total wajib pajak yang telah melaporkan SPT itu terdiri dari wajib pajak orang pribadi (WP OP) sebanyak 12,39 juta orang dan wajib pajak badan (WP Badan) sebanyak 975.194. Untuk WP OP batas akhir pelaporan pada 31 Maret dan WP Badan 30 April.

“Jadi tidak berhenti di batas waktu Maret untuk WP OP dan April WP Badan. Tapi kami bergerak terus, kami letakkan estimasi WP yang sampaikan SPT 19,44 juta,” ujarnya.

Adapun untuk target masing-masing dari wajib pajak yang harusnya melaporkan SPT pada tahun ini sebanyak 19,44 juta, terdiri dari WP OP sebanyak 17,51 juta dan WP Badan sebanyak 1,92 juta. Artinya untuk WP OP masih kurang 5,12 juta orang dan WP Badan 950 ribu.

Sekedar mengingatkan, jika ada masyarakat yang dengan sengaja tidak melaporkan SPT, konsekuensinya denda administrasi hingga masuk penjara. Pemerintah telah menetapkannya dalam Pasal 39 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP).

Pasal ini menegaskan bahwa setiap orang dengan sengaja tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dikenakan sanksi pidana.

“Sanksinya adalah pidana penjara paling singkat 6 bulan dan paling lama 6 tahun dan denda paling sedikit 2 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar,” tulis pasal tersebut.

Adapun, sanksi administratif tidak melapor SPT tertuang dalam Undang-Undang (UU) Ketentuan Umum Perpajakan (KUP). Berdasarkan Pasal 7 ayat 1 UU KUP, adapun sanksi administrasi yang dikenakan kepada WP yang tidak melakukan pelaporan SPT, yakni:

1. Denda sebesar Rp500.000 untuk SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

2. Denda sebesar Rp100.000 untuk SPT Masa lainnya

3. Denda sebesar Rp1.000.000 untuk SPT Pajak Penghasilan (PPh) Wajib Pajak Badan

4. Denda sebesar Rp100.000 untuk SPT PPh Wajib Pajak Perorangan

Patut diingat, jika WP terlambat menyetor uang denda, maka denda tersebut dapat bertambah lagi. Penambahan biaya denda mengikuti tingkat suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) lalu ditambah 5% dibagi 12 bulan.

Ketentuan ini berubah dari sebelumnya sebesar 2% per bulan, dimana aturan ini tertuang dalam ketentuan di Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. (bl)

 

 

 

 

Di Halal Bihalal IKPI Ruston Minta Anggotanya Selalu Jaga Integritas

IKPI, Jakarta: Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Ruston Tambunan, kembali mengimbau kepada seluruh anggotanya untuk menjunjung tinggi integritas dengan berpegang teguh kepada kode etik dan standar profesi yang semuanya telah tertuang di dalam aturan asosiasi. Hal itu diungkapkannya dalam Halal Bihalal IKPI, yang dihadiri oleh ratusan anggota serta tamu undangan baik secara tatap muka (di Gedung IKPI, Pejaten, Jakarta Selatan) maupun online, Sabtu (13/5/2023).

Ruston menegaskan, selain untuk mempererat tali silaturahmi dan saling memaafkan sesama anggota IKPI di seluruh Indonesia, dalam kesempatan halal bihalal ini dia berharap seluruh anggotanya dapat berjalan dengan langkah tegap dan percaya diri dalam menjalankan profesi.

Artinya lanjut Ruston, ketika melayani klien seluruh konsultan berpegang pada aturan perundangan-undangan yang berlaku serta menjunjung tinggi kode etik profesi, maka sangat kecil kemungkinan seorang konsultan ikut terseret dalam kasus pidana yang menjerat klien mereka atau pejabat pemerintah/swasta.

“Jadi ini menyangkut akhlak dan etika yang harus dipegang teguh oleh seluruh konsultan pajak. Pada momentum ini, saya berharap tidak ada lagi konsultan pajak yang terseret dalam kasus pidana, untuk itu saya menegaskan bahwa integritas itu sangat penting,” kata Ruston di lokasi acara.

Karena kata dia, sebagai pihak yang membantu wajib pajak (WP) dalam menjalankan hak dan kewajiban perpajakan, antara konsultan pajak dan wajib pajak dalam praktiknya bisa saling memengaruhi.

Selain itu, Ruston berharap IKPI bisa dikenal sebagai asosiasi yang seluruh anggotanya memiliki integritas yang tinggi dan tidak gampang digoyahkan oleh wajib pajak dan otoritas pajak. (bl)

id_ID