Pejabat hingga Mahasiswa Kini Bisa Impor Barang Pindahan Tanpa Bea Masuk

IKPI, Jakarta: Pemerintah memperluas cakupan fasilitas pembebasan bea masuk atas barang pindahan dari luar negeri bagi Warga Negara Indonesia (WNI). Kini, pejabat negara turut masuk dalam daftar penerima fasilitas, menyusul diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 25 Tahun 2025 yang mulai berlaku pada 27 Juni 2025.

Sebelumnya, dalam PMK Nomor 28 Tahun 2008, ketentuan ini hanya berlaku untuk kalangan terbatas seperti Pegawai Negeri Sipil (PNS), anggota TNI, dan Polri yang bertugas atau belajar di luar negeri. Dengan aturan baru, cakupan subjek makin luas termasuk pejabat negara, serta Warga Negara Asing (WNA) yang sedang menempuh pendidikan di Indonesia.

“Dalam pengaturan ini, jangkauan subjeknya lebih luas. Ada pejabat negara, dan WNA yang belajar. Sebelumnya hanya WNA yang bekerja,” ujar Kepala Subdirektorat Impor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Chotibul Imam, dalam media briefing virtual pada Rabu (2/7/2025).

Barang Rumah Tangga Tak Dibatasi Nilai

Barang pindahan didefinisikan sebagai barang rumah tangga milik pribadi atau anggota keluarga yang sebelumnya berdomisili di luar negeri, kemudian dibawa pulang ke Indonesia. Tidak seperti barang penumpang yang dibatasi hingga US$500 atau barang kiriman umum yang dibatasi US$3, barang pindahan tidak memiliki batas nilai asalkan memenuhi kriteria.

“Nilainya bisa saja US$1.000 atau lebih, tidak masalah selama sesuai definisi barang pindahan. Tidak dikenakan PPN dan dikecualikan dari pemungutan PPh,” jelas Imam.

Namun demikian, pembebasan tidak berlaku untuk kendaraan bermotor seperti mobil dan sepeda motor, kapal cepat, pesawat udara, barang kena cukai, dan barang dalam jumlah berlebihan yang tidak wajar untuk barang pindahan.

Proses Semakin Mudah dan Gratis

Pengajuan fasilitas pembebasan bea masuk kini dapat dilakukan secara daring melalui laman barangpindahan.beacukai.go.id. Fasilitas ini disediakan tanpa pungutan biaya, kecuali jika menggunakan jasa pihak ketiga seperti Perusahaan Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK).

“Layanan Bea Cukai gratis. Kalau memakai jasa perusahaan, tentu ada biaya tersendiri dari perusahaan tersebut,” imbuh Imam.

Adapun ketentuan waktu mengatur bahwa barang pindahan harus tiba bersamaan dengan pemiliknya atau dalam rentang waktu paling lama 90 hari sebelum atau setelah kedatangan pemilik. Syarat lainnya, barang harus dikirim dari negara tempat domisili dan pemilik telah tinggal di luar negeri sekurang-kurangnya 12 bulan.

Pembaruan Aturan Sesuai Kebutuhan Zaman

Imam menegaskan bahwa pembaruan regulasi ini dilakukan karena aturan sebelumnya dianggap sudah tidak relevan dengan kondisi saat ini. Penyusunan aturan baru ini pun dilakukan secara lebih rinci untuk memperkuat tata kelola pelayanan kepabeanan.

“Kita revisi dengan menyusun regulasi yang sedemikian detail. Tujuannya tentu untuk memperbaiki tata kelola dan menyesuaikan dengan kebutuhan masyarakat,” pungkasnya. (alf)

 

Pemutihan PKB Jateng Rampung, Rp333 Miliar Mengalir ke Kas Daerah

IKPI, Jakarta: Program pemutihan pajak kendaraan bermotor (PKB) di Jawa Tengah bertajuk “Tak Diskon, Maka Tak Sayang!” resmi berakhir pada 30 Juni 2025. Program yang berlangsung selama hampir tiga bulan sejak 8 April ini berhasil menarik antusiasme tinggi dari masyarakat, dengan total 1.196.113 objek pajak memanfaatkan kebijakan penghapusan sanksi administratif tersebut.

Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Jawa Tengah, Nadi Santoso, mengungkapkan bahwa program ini sukses mendorong kesadaran pajak, terutama dari kendaraan yang sebelumnya menunggak.

“Artinya, satu juta sekian objek pajak yang dulunya tidak membayar, pada tahun 2025 itu membayar,” ujar Nadi saat, Rabu (2/7/2025).

Dari program ini, total Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang berhasil dihimpun mencapai Rp333,9 miliar, dengan kontribusi dari Opsen PKB (opsen pajak kendaraan bermotor) sebesar Rp219,4 miliar.

Nadi menegaskan pentingnya menjaga momentum ini agar masyarakat tetap patuh membayar pajak, meski masa pemutihan telah usai.

“Semoga, setelah pemutihan tetap konsisten dalam pembayaran PKB. Sekali lagi, PKB menjadi tumpuan PAD Provinsi Jawa Tengah,” tuturnya.

Dengan capaian tersebut, Pemerintah Provinsi Jateng berharap dapat terus mengoptimalkan PAD untuk mendukung berbagai program pembangunan daerah, sekaligus memperkuat budaya taat pajak di masyarakat. (alf)

Jangan Bikin Kaget! DPR Ingatkan Pemerintah Sosialisasikan Pajak E-Commerce Secara Matang

IKPI, Jakarta: Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) meminta pemerintah untuk tidak menerapkan kebijakan perpajakan e-commerce secara mendadak yang bisa membuat masyarakat dan pelaku usaha kelimpungan. Ketua Komisi XI DPR, Mukhamad Misbakhun, menegaskan pentingnya komunikasi intensif antara pemerintah dengan dunia usaha sebelum aturan tersebut resmi diterbitkan.

“Pemerintah sebaiknya tidak memberi efek kejut kepada rakyat. Harus ada dialog terbuka dengan asosiasi pedagang, penjual, dan produsen agar mekanisme pemajakannya dipahami bersama,” ujar Misbakhun saat ditemui di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (2/7/2025).

Ia menekankan bahwa kebijakan perpajakan atas penghasilan pelapak atau merchant daring memang diperlukan untuk menopang penerimaan negara, namun implementasinya harus melalui pendekatan yang partisipatif. Misbakhun juga mengingatkan bahwa pajak adalah kewajiban setiap warga negara, dan mekanisme pemungutannya baik secara online maupun offline harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

“Setiap transaksi pembelian sudah dikenai PPN 11%, bahkan barang mewah bisa sampai 12%. Pendapatan dari hasil penjualan online pun tetap menjadi objek pajak, dan itu harus dipahami oleh semua pihak,” jelasnya.

Namun demikian, Misbakhun juga mengakui bahwa hingga saat ini DPR belum diajak duduk bersama oleh pemerintah dalam membahas teknis kebijakan pajak e-commerce tersebut. “Sampai sekarang belum ada pembahasan formal dengan DPR. Mungkin karena ini masih dalam ranah administrasi yang jadi kewenangan penuh pemerintah,” katanya.

Ia berharap sebelum kebijakan diluncurkan, pemerintah bisa membangun komunikasi yang baik dan terbuka agar publik tidak merasa kebijakan ini bersifat sepihak.

“Rakyat tidak boleh dibiarkan terkaget-kaget terhadap kebijakan pemerintah. Ini soal kepercayaan publik, dan pemerintah perlu menjaganya lewat transparansi dan sosialisasi yang cukup,” tutup Misbakhun. (alf)

 

 

Lomba Cerdas Cermat Pajak IKPI 2025 Dibuka, 26 Kampus Sudah Mendaftar

IKPI, Jakarta: Panitia HUT ke-60 Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) resmi membuka pendaftaran Lomba Cerdas Cermat Pajak tingkat nasional yang ditujukan bagi mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia. Ketua Panitia, Nuryadin Rahman, mengajak seluruh Pengurus Daerah (Pengda) dan Pengurus Cabang (Pengcab) untuk aktif menyosialisasikan lomba ini agar keterlibatan kampus di seluruh wilayah semakin merata.

“Pendaftaran sudah dibuka sejak 1 Juli 2025, dan kompetisi akan dimulai pada 28 Juli 2025. Kami berharap tiap Pengda dan Pengcab mendorong lebih banyak kampus untuk ikut serta. Saat ini partisipasi dari luar Pulau Jawa masih tergolong rendah,” kata Nuryadin, Kamis (3/7/2025).

Ia mencontohkan, kampus dari Pontianak sudah mengirimkan tim walaupun jumlahnya masih kurang, sementara sejumlah wilayah lainnya belum terlihat mengirim wakil. “Kami ingin tiap daerah mengirim lebih dari dua tim agar ada kompetisi di tingkat lokal sebelum ke nasional. Kalau cuma dua tim, otomatis mereka langsung lolos semi-final tanpa seleksi. Itu tentu kurang ideal,” ujarnya.

Tahapan Kompetisi:

• Penyisihan Daerah: Pengda memilih 2 tim terbaik hasil seleksi lokal

• Semi-Final Nasional: Memilih 3 tim terbaik dari seluruh Indonesia

• Final Nasional di Jakarta: Digelar pada 25 Agustus 2025, dengan seluruh akomodasi peserta ditanggung panitia

• Acara Puncak: 27 Agustus 2025, pengumuman pemenang dan penyerahan hadiah di panggung utama HUT IKPI

41 Tim dari 26 Perguruan Tinggi Telah Terdaftar:

Pengda DKI Jakarta

• Universitas Indonesia – Depok (3 tim)

• Bina Nusantara University – Jakarta Barat

• Universitas Dian Nusantara – Jakarta Barat (3 tim)

• Institut Ilmu Sosial dan Manajemen STIAMI – Jakarta Pusat (4 tim)

• Universitas Asa Indonesia – Jakarta Timur

• Perbanas Institute – Jakarta Selatan (2 tim)

• Institut STIAMI – Kota Bekasi

Pengda Banten

• Universitas Multimedia Nusantara – Kabupaten Tangerang

Pengda Jawa Barat

• UIN Siber Syekh Nurjati – Cirebon

• Universitas Singaperbangsa – Karawang

• Universitas Muhammadiyah – Bandung

Pengda Jawa Tengah

• Universitas Diponegoro – Semarang

• Universitas Muhammadiyah Karanganyar – Surakarta

Pengda Jawa Timur

• Universitas PGRI Madiun – Sidoarjo

• Universitas Katolik Widya Mandala – Surabaya (2 tim)

• Universitas Airlangga – Surabaya

• Universitas Brawijaya – Malang

Pengda Kalimantan

• Politeknik Tonggak Equator – Pontianak

• Universitas Widya Dharma – Pontianak

Pengda Sumatera Bagian Tengah

• Universitas Riau – Pekanbaru

• Universitas Muhammadiyah Riau – Pekanbaru

Pengda Sumatera Bagian Utara

• Universitas Pelita Harapan – Medan (3 tim)

• Universitas HKBP Nommensen – Medan (3 tim)

• Universitas Negeri Medan – Medan (2 tim)

Pengda Bali

• Universitas Hindu Indonesia – Denpasar

Nuryadin menegaskan bahwa lomba ini tidak sekadar ajang kompetisi, tapi juga menjadi wadah edukatif bagi generasi muda untuk memperdalam pemahaman perpajakan secara menyenangkan dan kompetitif.

“Ini bukan hanya tentang menang, tapi tentang membangun semangat belajar dan mengenalkan dunia perpajakan lebih luas ke generasi mahasiswa. Jadi kami harap semua wilayah ikut bergerak dan kampus-kampus segera mendaftar sebelum kompetisinya dimulai,” tegasnya. (bl)

 

 

“NGOTAK” Bareng IKPI Jakarta Pusat: Kupas Cara Hindari Jerat Pidana Pajak

IKPI, Jakarta: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Jakarta Pusat kembali menggelar seri diskusi edukatif “Ngobrol Tentang Perpajakan” (NGOTAK) yang kali ini telah memasuki edisi ke-5. Bertempat di Hotel Ibis Jakarta Harmoni, kegiatan yang digelar pada Senin, 30 Juni 2025 ini mengangkat tema “Pemeriksaan Bukti Permulaan dan Penyidikan Vol. 2: Bagaimana Caranya Terhindar dari Jerat Pasal Alpa dan/atau Turut Serta dalam Tindak Pidana Perpajakan?”.

Acara ini dihadiri oleh 35 anggota IKPI Jakarta Pusat, yang secara aktif mengikuti jalannya diskusi mulai pukul 13.30 hingga 17.30 WIB.

(Foto: DOK. IKPI Jakarta Pusat)

Meski bersifat free alias tanpa pungutan biaya, kegiatan ini dikemas secara profesional dan menarik. Hadir sebagai pembicara utama adalah Hendri Tumbur, praktisi dan ahli di bidang penegakan hukum perpajakan. Diskusi dimoderatori oleh Heri Purwanto, dengan pembawa acara Edwin yang turut menjaga suasana acara tetap interaktif.

Ketua IKPI Jakarta Pusat, Suryani, menyampaikan bahwa NGOTAK Vol. 5 menjadi momentum penting untuk membekali para konsultan pajak dalam menghadapi tantangan praktik perpajakan, khususnya dalam konteks pemeriksaan bukti permulaan dan potensi penyidikan pajak.

(Foto: DOK. IKPI Jakarta Pusat)

“Topik ini sangat krusial. Konsultan pajak harus memahami batasan profesional agar tidak terseret dalam perkara pidana, baik karena kealpaan, kelalaian, maupun karena dianggap turut serta dalam rekayasa pajak klien. Melalui forum NGOTAK ini, kami ingin memberi ruang belajar dan diskusi yang praktis, aplikatif, dan relevan dengan realita di lapangan,” ungkap Suryani, Kamis (3/7/2025).

Ia menambahkan, pemahaman yang mendalam terhadap aspek hukum dalam perpajakan bukan hanya melindungi konsultan pajak secara pribadi, tetapi juga memperkuat integritas dan kepercayaan publik terhadap profesi ini.

(Foto: DOK. IKPI Jakarta Pusat)

“Tantangan profesi konsultan pajak saat ini semakin kompleks. Kesalahan kecil bisa berdampak besar, termasuk ancaman pidana. Karena itu, peningkatan kapasitas dan pengetahuan harus dilakukan secara terus menerus. NGOTAK adalah salah satu bentuk komitmen kami terhadap hal itu,” tambahnya.

Kegiatan ini pun disambut antusias oleh peserta. Diskusi berlangsung dinamis, dengan sesi tanya-jawab yang menunjukkan tingginya minat anggota terhadap isu perlindungan hukum bagi konsultan pajak.

Suryani menegaskan bahwa IKPI Jakarta Pusat akan terus menghadirkan forum-forum serupa secara berkala, tidak hanya untuk memperkuat kompetensi teknis, tetapi juga memperluas wawasan etika dan hukum bagi para anggotanya.

“Kami ingin agar anggota IKPI tidak hanya andal dalam menghitung pajak, tapi juga cerdas dalam bersikap, bijak dalam bertindak, dan aman dari risiko hukum yang bisa muncul sewaktu-waktu,” ujarnya.

(Foto: DOK. IKPI Jakarta Pusat)

Usai kegiatan, seluruh peserta memberikan kejutan kepada salah satu anggota (Tara) yang saat itu berulang tahun. Sebagai rasa sukur dan kebersamaan, mereka merayakan hari kelahiran Tara tersebut dengan makan bersama di restoran Padang. (bl)

Perlukah Pengenaan PPh 22 Untuk Penjualan Online ?

Pemerintah baru-baru ini mengumumkan akan mengenakan pajak atas transaksi melalui e-commerse dimana setiap penjual akan dikenakan PPh Pasal 22 sebesar 0,5% dari peredaran usaha, pengenaan PPh ini akan dikenakan bagi penjual yang mempunyai omzet antara 500 juta sd 4,8 Milyar setahun, sehingga bagi penjualan yang omzetnya kurang dari 500 juta per tahun tidak akan dikenakan PPh. Di satu sisi wacana pengenaan PPh tersebut merupakan terobosan dan memberikan keadilan antara penjual bagi yang melakukan penjualan online maupun offline, selain itu untuk mencegah terjadinya shadow economy, namun disisi lain banyak juga yang mengecam rencana pengenaan PPh tersebut, apalagi di tengah kondisi ekonomi yang sedang tidak baik-baik saja.

Berdasarkan data transaksi selama 6 tahun terakhir, terjadi peningkatan nilai transaksi melalui e-commerse tersebut sebagaimana data berikut ini :

Penulis berpendapat pentingnya perluasan basis pajak yang menjunjung keadilan, kepastian hukum, dan kesederhanaan. Metode withholding tax (pengenaan PPh Pasal 22) mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan dengan system pembayaran pajak lainnya. Keunggulan system withholding tax tersebut antara lain :

1. Meningkatkan efektifitas dan kepastian penerimaan pajak;

2. Mengurangi resiko penghindaran dan penggelapan pajak;

3.Biaya administrasi lebih efisien;

4.Mendorong kepatuhan sukarela;

5. Penerimaan pajak lebih stabil.

Namun upaya Pemerintah mengatasi shortfall penerimaan pajak dengan pengenaan PPh 22 bagi pelaku usaha yang mempunyai peredaran usaha lebih dari 500 juta per tahun sd 4,8 Milyar per tahun masih menyisakan banyak pertanyaan seperti berikut :

  1. Sifat PPh Pasal 22 adalah pajak tidak final, artinya bagi pelaku usaha yang telah dipungut PPh Pasal 22 oleh pengusaha marketplace, namun masih mempunyai kewajiban membayar PPh Final UMKM sebesar 0,5%. Memang kelebihan pembayaran pajak bisa dilakukan restitusi (pengembalian) namun prosesnya harus melalui pemeriksaan dan sangat rumit.
  2. Bagaimana bagi pengusaha yang mempunyai omzet lebih dari 4,8 Milyar setahun, jika tidak dipungut PPh Pasal 22, maka dimana keadilannya ?
  3. Pemilik marketplace akan dibebani untuk memungut, membayar, dan melaporkan PPh Pasal 22 tersebut, dan mempunyai kewajiban untuk memberikan bukti pemungutan PPh 22 kepada penjual di marketplace, apakah pemilik marketplace sudah siap secara administrasinya ?
  4. Bagaimana jika pelaku usaha memiliki omzet dibawah 500 jt setahun hanya untuk 1 marketplace, sedangkan jika digabung dengan omzet di marketplace lain omzetnya bisa lebih dari 500 juta?
  5. Penerapan pajak yang mendadak tanpa ada waktu sosialisasi yang cukup bagi pelaku usaha, disamping menimbulkan penolakan, juga akan menyulitkan para pihak.

Ada hal yang perlu dicermati, sampai saat ini Pemerintah hanya meningkatkan basis pajaknya hanya ditujukan kepada WP dalam Negeri, namun hal yang tidak lupa dilakukan ialah meningkatkan juga basis pajak bagi pengusaha luar negeri yang sekian lama menerima penghasilan dari Indonesia, seperti youtube, facebook, instragram, netflik, dsbnya.

Walaupun telah ada dasar hukumnya yaitu Peraturan Pemerintah No. 80 Tahun 2019, di Pasal 7 ayat

  1. Pelaku Usaha Luar Negeri yang secara aktif melakukan penawaran dan/atau melakukan PMSE kepada Konsumen yang berkedudukan di wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang memenuhi kriteria tertentu dianggap memenuhi kehadiran secara fisik di Indonesia dan melakukan kegiatan usaha secara tetap di wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.
  2. Kriteria tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:

a. jumlah transaksi;

b.nilai transaksi;

c.jumlah paket pengiriman; dan/atau

d. jumlah traffic atau pengakses.

Sampai saat ini Pelaku usaha PMSE luar negeri belum ada yang ditetapkan sebagai bentuk usaha tetap (BUT) sehingga atas penghasilan nya dapat dipajaki oleh Pemerintah, memang sekarang Pemerintah telah banyak menetapkan PSME tersebut sebagai pemungut PPN, namun PPN yang dipungut itu beban konsumen Indonesia, dan bukan penghasilan dari pelaku usaha luar negeri tersebut. Walaupun penetapan PMSE luar negeri sebagai BUT Indonesia tentunya tidak mudah, karena akan mendapatkan tentangan dari negara lain. Namun itulah yang harus terus diperjuangkan oleh Pemerintah, agar penghasilan yang berasal dari Indonesia dapat dikenakan pajak juga oleh Indonesia.

Penulis adalah Ketua Departemen PPKF IKPI

Pino Siddharta

Email: pinosiddharta@gmail.com

Disclaimer: Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis

 

 

 

Pemprov DKI Kenakan Pajak 10% untuk Lari hingga Padel

IKPI, Jakarta: Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta resmi menambah daftar aktivitas olahraga yang dikenakan Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) dalam kategori Jasa Kesenian dan Hiburan, sebagaimana tertuang dalam Keputusan Kepala Bapenda DKI Jakarta Nomor 257 Tahun 2025 yang berlaku sejak 20 Maret 2025.

Melalui kebijakan ini, sejumlah cabang olahraga mulai dari padel, lari, futsal, hingga yoga dan pilates secara eksplisit ditetapkan sebagai objek pajak hiburan dengan besaran tarif 10 persen. Kebijakan tersebut merupakan perubahan kedua atas keputusan sebelumnya, yakni Keputusan Kepala Bapenda Nomor 854 Tahun 2024.

Meskipun keputusan terbaru hanya memuat dua pasal, isinya berdampak signifikan terhadap sektor olahraga rekreatif di Ibu Kota. Dengan aturan ini, pengelola fasilitas olahraga permainan diwajibkan memungut pajak dari setiap pengguna jasa, baik dalam bentuk tiket masuk, sewa lapangan, maupun sistem keanggotaan, untuk kemudian disetorkan ke kas daerah.

Penetapan tarif PBJT sendiri masih merujuk pada Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2024, di mana disebutkan bahwa jasa hiburan termasuk aktivitas permainan, ketangkasan, dan rekreasi dikenakan pajak sebesar 10%. Hal ini tercantum jelas dalam Pasal 53 ayat 1 Perda tersebut.

Berikut ini adalah 21 fasilitas olahraga yang kini termasuk dalam objek PBJT berdasarkan Keputusan Kepala Bapenda terbaru:

  1. Tempat kebugaran (termasuk yoga, pilates, zumba)
  2. Lapangan futsal/sepak bola/mini soccer
  3. Lapangan tenis
  4. Kolam renang
  5. Lapangan bulutangkis
  6. Lapangan basket
  7. Lapangan voli
  8. Lapangan tenis meja
  9. Lapangan squash
  10. Lapangan panahan
  11. Lapangan bisbol/sofbol
  12. Lapangan tembak
  13. Tempat bowling
  14. Tempat biliar
  15. Tempat panjat tebing
  16. Tempat ice skating
  17. Tempat berkuda
  18. Sasana tinju/bela diri
  19. Tempat atletik/lari
  20. Wahana jetski
  21. Lapangan padel

(alf)

 

 

 

 

DJP Jakbar Catat 334 Ribu SPT Masuk, Wajib Pajak Diimbau Segera Aktivasi Coretax

IKPI, Jakarta: Hingga akhir Mei 2025, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Barat (Kanwil DJP Jakbar) telah menerima 334.644 Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan. Meski angkanya tinggi, capaian ini masih sedikit tertinggal dari rata-rata nasional, yakni baru mencapai 83,24 persen dari target 402.188 SPT, sementara rata-rata nasional telah menembus 84,70 persen.

Kepala Kanwil DJP Jakbar Farid Bachtiar mengingatkan para Wajib Pajak untuk segera melakukan aktivasi akun serta registrasi Kode Otorisasi/Sertifikat Digital (KO/SD) di sistem Coretax sebagai syarat pelaporan SPT tahun pajak 2025 pada tahun depan.

“Pelaporan SPT Tahunan PPh tahun pajak 2025 dilakukan melalui Coretax. Karena itu, kami imbau Wajib Pajak segera mengaktifkan akun dan mendaftarkan KO/SD sebelum masa pelaporan dimulai,” ujar Farid dalam keterangan tertulis, Rabu (2/7/2025).

KO/SD merupakan tanda tangan digital resmi yang digunakan untuk menandatangani dokumen elektronik di Coretax. Tanpa KO/SD, pelaporan pajak secara daring tak bisa dilakukan.

Realisasi Pajak Tembus Rp30,82 Triliun

Dari sisi penerimaan, Kanwil DJP Jakbar berhasil mengumpulkan pajak sebesar Rp30,82 triliun atau 39,22 persen dari target tahunan yang sebesar Rp78,59 triliun dalam APBN 2025.

Farid memaparkan, kontribusi terbesar berasal dari Pajak Penghasilan (PPh) dengan realisasi mencapai Rp16,66 triliun atau 54,04 persen dari total penerimaan neto. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) menyumbang Rp13,42 triliun atau 43,53 persen, sementara jenis pajak lainnya menyumbang Rp728,13 miliar.

Adapun penerimaan dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) serta Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) tercatat sebesar Rp18,5 miliar.

Empat sektor ekonomi mendominasi penerimaan pajak di wilayah Jakarta Barat, dengan kontribusi total mencapai 78,74 persen. Sektor perdagangan menyumbang paling besar dengan nilai Rp13,84 triliun atau 44,91 persen. Diikuti sektor industri pengolahan Rp6,97 triliun (22,66 persen), sektor pengangkutan dan pergudangan Rp2,09 triliun (6,78 persen), serta sektor konstruksi Rp1,37 triliun (4,44 persen).

Dengan pencapaian tersebut, DJP Jakbar terus mendorong peningkatan kepatuhan melalui transformasi digital, khususnya dengan memanfaatkan sistem Coretax yang menjadi tulang punggung pelaporan pajak ke depan. (alf)

 

 

Semester I 2025, Setoran Pajak Seret Dibayangi Restitusi

IKPI, Jakarta: Penerimaan pajak nasional sepanjang semester I 2025 masih jauh dari target. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan hingga Juni 2025, total setoran pajak neto baru mencapai Rp 831,27 triliun, atau sekitar 38% dari target APBN sebesar Rp 2.189,3 triliun.

Menurut Sri Mulyani, salah satu penyebab utama rendahnya capaian ini adalah lonjakan restitusi di awal tahun. “Untuk netonya memang jauh lebih dalam kontraksinya Januari 41,9% karena restitusi cukup besar. Sampai Februari masih terasa dampaknya,” ujar Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Badan Anggaran DPR RI, Selasa (1/7/2025).

Pada Januari 2025, penerimaan pajak tercatat hanya Rp 88,9 triliun, anjlok dari Rp 152,9 triliun pada Januari tahun sebelumnya. Meskipun sempat membaik pada Maret dengan kenaikan 3,5% year-on-year menjadi Rp 134,8 triliun dan naik lagi pada April menjadi Rp 234,4 triliun, penerimaan kembali tertekan pada Mei sebelum berangsur positif di Juni.

“Pada Mei kontraksi lagi karena restitusi dan Juni sudah mulai positif setelah Dirjen Pajak baru melakukan adjustment,” kata Sri Mulyani.

Dia menyebut, fluktuasi serupa juga kerap terjadi di tahun-tahun sebelumnya. Namun, pemerintah tetap optimistis penerimaan negara dapat distabilkan pada semester II.

Rinciannya, PPh Badan tercatat sebesar Rp 152,49 triliun atau turun 11,7% dibanding tahun lalu, sedangkan PPN dan PPnBM turun 19,7% menjadi Rp 267,27 triliun.

Di sisi lain, beberapa jenis pajak menunjukkan kinerja positif, seperti PPh Orang Pribadi yang naik 35,6% menjadi Rp 14,03 triliun dan PBB yang melonjak 247,2% menjadi Rp 11,53 triliun.

“Penerimaan negara adalah tulang punggung fiskal. Harapannya semester kedua bisa kita stabilisasi,” ujarnya. (alf)

 

 

Sri Mulyani Beberkan Strategi Perpajakan 2026: Digitalisasi Jadi Senjata Utama

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan komitmen pemerintah dalam menggenjot penerimaan negara melalui reformasi perpajakan yang mengedepankan digitalisasi dan konektivitas sistem. Dalam Rapat Paripurna DPR RI ke-21 Masa Persidangan IV 2024–2025, Selasa (1/7/2025), ia mengungkapkan tiga alat utama yang akan menjadi ujung tombak pencapaian target pajak tahun 2026.

Dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) untuk RAPBN 2026, pendapatan negara dan hibah ditargetkan mencapai 11,71 persen hingga 12,22 persen dari produk domestik bruto (PDB), sementara target pajak dipatok sebesar 10,08 persen hingga 10,45 persen dari PDB.

Untuk mendukung pencapaian tersebut, pemerintah mengandalkan tiga sistem utama: Coretax, Customs-Excise Information System and Automation (CEISA), dan Sistem Informasi PNBP Online (SIMPONI).

“Ketiga sistem ini akan diintegrasikan untuk menciptakan pengawasan yang konsisten, transparan, dan akurat. Ini juga akan memperkuat pelayanan publik serta pemungutan penerimaan negara, baik dari sektor pajak, kepabeanan, maupun PNBP,” jelas Sri Mulyani.

Ia juga menyoroti pentingnya sistem perpajakan yang adaptif terhadap perkembangan ekonomi digital dan dinamika perpajakan global. Menurutnya, aktivitas ekonomi lintas batas semakin memperbesar potensi erosi basis pajak (tax base erosion), sehingga Indonesia harus aktif dalam kerja sama internasional guna melindungi potensi penerimaan negara.

“Sistem perpajakan Indonesia harus compatible dengan arsitektur ekonomi digital. Kita aktif dalam forum global untuk menjaga hak pemajakan nasional,” tegasnya.

Ia juga menekankan, bahwa upaya peningkatan pendapatan negara tetap dilakukan dengan prinsip keberlanjutan dan menjaga iklim usaha.

“Pendekatan kami mencakup reformasi perpajakan, peningkatan kepatuhan, perluasan basis pajak, hingga optimalisasi sumber daya alam tanpa mengabaikan kelestarian lingkungan dan stabilitas investasi,” ujarnya.

Lebih jauh, Sri Mulyani mengungkap bahwa mobilisasi pendapatan juga dilakukan lewat penguatan tata kelola sumber daya alam dan optimalisasi pemanfaatan barang milik negara. Strategi ini diharapkan mampu menjawab tantangan fiskal jangka menengah sekaligus mendukung transformasi ekonomi nasional. (alf)

 

id_ID