Kemenperin Usulkan Insentif dan Relaksasi Pajak untuk Pemulihan Sektor Otomotif

IKPI, Jakarta: Industri otomotif Indonesia diprediksi mengalami kontraksi signifikan sebesar 16,2% pada tahun 2024. Penurunan ini disebabkan oleh melemahnya daya beli masyarakat serta kenaikan suku bunga kredit kendaraan bermotor yang membebani konsumen. Dampaknya, sektor yang menyumbang kontribusi besar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia ini diperkirakan akan mengalami penurunan output sekitar Rp4,21 triliun, dengan sektor terkait (backward linkage) mengalami penurunan sebesar Rp4,11 triliun dan sektor hilir (forward linkage) Rp3,519 triliun.

Menurut Direktur Jenderal Industri Logam Mesin Alat Transportasi dan Elektronika Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Setia Diarta, industri otomotif Indonesia akan menghadapi tantangan yang lebih besar pada tahun 2025. Tantangan tersebut terutama terkait dengan kebijakan baru seperti kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan penerapan opsi Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) serta Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB).

“Dengan adanya kenaikan PPN serta penerapan opsi PKB dan BBNKB, kami memperkirakan akan ada dampak yang lebih besar pada daya beli masyarakat serta industri otomotif secara keseluruhan,” ungkap Setia Diarta dalam diskusi Forum Wartawan Industri (Forwin) yang bertajuk “Prospek Industri Otomotif 2025 dan Peluang Insentif dari Pemerintah” di Jakarta, Selasa (14/1/2024).

Menyadari pentingnya sektor otomotif bagi perekonomian nasional, Kemenperin mengusulkan sejumlah insentif untuk mendukung keberlanjutan sektor ini, terutama dalam menghadapi tantangan yang muncul pada tahun 2025. Salah satu usulan utama adalah pemberian insentif Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) Ditanggung Pemerintah (DTP) untuk kendaraan hybrid (PHEV, Full, Mild) sebesar 3%, serta insentif untuk kendaraan listrik (EV) dengan PPnBM DTP sebesar 10%.

Selain itu, pemerintah juga diminta untuk mempertimbangkan penundaan atau pemberian keringanan pada penerapan opsi PKB dan BBNKB, yang saat ini telah diberlakukan di 25 provinsi. Kebijakan ini diharapkan dapat menjaga daya beli konsumen dan meminimalisir dampak negatif bagi industri otomotif, baik di pasar domestik maupun global.

Kinerja Industri Otomotif 2024

Meski menghadapi tantangan besar, beberapa segmen industri otomotif Indonesia menunjukkan kinerja yang cukup baik sepanjang tahun 2024. Industri Kendaraan Bermotor (KBM) roda empat, misalnya, mencatatkan produksi sebesar 1,19 juta unit (113,9% dari target), penjualan 865 ribu unit (113,9%), dan ekspor CBU (Complete Built-Up) mencapai 472 ribu unit (16,5%). Sementara itu, industri KBM roda dua mencatatkan produksi sebesar 6,91 juta unit (11,5%), penjualan 6,33 juta unit (11,5%), serta ekspor CBU sebesar 572 ribu unit (10,45%).

Meskipun sektor otomotif dihadapkan pada tantangan berat, pemerintah dan pemangku kepentingan terkait terus berupaya mencari solusi guna menjaga pertumbuhan sektor ini. Langkah-langkah seperti insentif fiskal dan kebijakan relaksasi pajak diyakini dapat memberikan dorongan yang diperlukan agar industri otomotif kembali mencatatkan kinerja positif di masa depan.

Diharapkan, kebijakan ini tidak hanya mampu mengatasi tantangan jangka pendek, tetapi juga menjaga daya saing industri otomotif Indonesia di pasar global yang semakin kompetitif. (alf)

DJP Kaji Penghapusan PPN Minyakita untuk Tekan Harga

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sedang mengkaji kemungkinan penghapusan pajak pertambahan nilai (PPN) pada produk Minyakita. Langkah ini dilakukan merespons keluhan dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Pangan yang menilai kebijakan wajib pungut PPN menjadi penyebab lonjakan harga di pasar.

Menteri Perdagangan Budi Santoso bahkan telah menyurati Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk meminta relaksasi kewajiban tersebut. Hal ini diharapkan dapat menurunkan harga Minyakita yang saat ini dijual di kisaran Rp17 ribu hingga Rp19 ribu per liter, jauh di atas harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp15.700 per liter.

“Terkait penghapusan PPN dan dampaknya terhadap penjualan Minyakita, saat ini masih dalam pembahasan,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Kemenkeu Dwi Astuti, Selasa (14/1/2025).

Ia menegaskan bahwa kewajiban BUMN sebagai pemungut PPN bukanlah kebijakan baru. Ketentuan tersebut telah berlaku sejak 2012 berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 85/PMK.03/2012, yang kemudian diperkuat oleh PMK Nomor 8/PMK.03/2021.

Namun, Kementerian Perdagangan (Kemendag) menilai aturan ini menjadi salah satu penyebab harga Minyakita sulit dikendalikan. “Tantangan BUMN Pangan dalam mendistribusikan Minyakita salah satunya adalah karena mereka membutuhkan relaksasi wajib pungut,” ujar Staf Ahli Kemendag, Iqbal Shoffan Shofwan, dalam rapat koordinasi pengendalian inflasi, Senin (13/1/2025).

Minyakita, yang dikenakan PPN sebesar 11 persen, menjadi lebih mahal di pasar. Meski demikian, Kemendag belum memberikan data konkret terkait kontribusi wajib pungut terhadap kenaikan harga.

Kemendag optimistis bahwa penghapusan atau relaksasi PPN dapat menjadi solusi untuk menekan harga Minyakita. Namun, Kemenkeu belum memastikan apakah usulan ini akan diterima.

“Saat ini fokus kami adalah menyeimbangkan kepentingan fiskal dengan stabilitas harga di pasar. Langkah apa pun yang diambil, akan memperhatikan kedua hal tersebut,” kata Dwi Astuti.

Masyarakat dan pelaku usaha kini menunggu keputusan pemerintah terkait kebijakan ini. Jika penghapusan PPN diterapkan, diharapkan harga Minyakita dapat kembali sesuai dengan HET dan terjangkau bagi masyarakat luas. (alf)

Dirjen Pajak Sampaikan Relaksasi Sanksi Administrasi Selama Transisi Coretax

IKPI. Jakarta: Dalam upaya mendukung implementasi sistem inti administrasi pajak (Coretax) Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan memberikan pembebasan sanksi administrasi bagi wajib pajak. Keputusan ini diumumkan oleh Direktur Jenderal Pajak, Suryo Utomo, dalam diskusi daring yang diadakan bersama Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo).

Suryo menegaskan bahwa pembebasan sanksi ini berlaku untuk kesalahan atau keterlambatan yang disebabkan oleh kendala teknis selama masa transisi implementasi Coretax yang dimulai sejak 1 Januari 2025. “DJP memastikan tidak akan ada beban tambahan kepada wajib pajak berupa sanksi administrasi atas keterlambatan atau kesalahan dalam pembuatan Faktur Pajak yang disebabkan oleh kendala teknis dalam implementasi Coretax,” ujar Suryo dikutip dari keterangan resmi Apindo yang diterima, Rabu (15/1/2025).

Masa transisi Coretax belum memiliki tenggat waktu pasti. Menurut Suryo, periode ini masih memerlukan pengkajian lebih lanjut. “Masa transisi ini akan diatur melalui Peraturan Direktur Jenderal Pajak (Perdirjen) guna memberikan kepastian hukum bagi wajib pajak,” tambahnya.

Sementara itu, Sekretaris Dewan Pertimbangan Apindo, Suryadi Sasmita, menyampaikan harapan agar DJP memberikan perlindungan dan pembinaan kepada pelaku usaha selama masa transisi. “Pelaku usaha membutuhkan jaminan bahwa mereka dapat tetap menjalankan aktivitas bisnis tanpa khawatir akan sanksi selama proses transisi yang menjadi ranah di luar kendali mereka,” kata Suryadi.

DJP menyatakan telah menyiapkan berbagai langkah untuk menangani kendala teknis dalam implementasi Coretax. Salah satu masalah utama adalah pelaporan PPh Pasal 26 untuk masa Desember 2024, yang sementara masih dapat dilakukan melalui aplikasi legacy seperti e-Bupot PPh Pasal 21 atau e-Bupot Unifikasi.

Selain itu, DJP mempercepat migrasi data untuk memastikan pelaporan manual tetap berjalan lancar. Masalah akses direktur tenaga kerja asing (TKA) yang memiliki NPWP namun kesulitan mendapatkan sertifikat elektronik juga tengah diatasi melalui validasi data imigrasi dan perbaikan sistem Coretax.

Pendekatan ini diharapkan dapat mendukung pelaku usaha beradaptasi lebih cepat dengan sistem baru sekaligus meningkatkan kepercayaan terhadap pemerintah. “Pendekatan yang kooperatif sangat penting untuk menjaga keberlanjutan usaha dan kepercayaan dunia usaha terhadap pemerintah,” tutup Suryadi. (alf)

Pemerintah Optimistis Coretax Tingkatkan Penerimaan Pajak dan Tutup Tax Gap Indonesia

IKPI, Jakarta: Ketua Dewan Ekonomi Nasional Luhut Binsar Pandjaitan, menegaskan dukungannya terhadap penerapan sistem administrasi perpajakan baru, Coretax, yang mulai dioperasikan pada 1 Januari 2025. Dalam kunjungannya ke Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) di Jakarta Selatan, Selasa (14/1/2025), Luhut berdialog dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, guna memastikan kelancaran transisi sistem baru tersebut.

Coretax dirancang untuk menggantikan sistem perpajakan lama, dengan harapan dapat mengoptimalkan penerimaan pajak Indonesia. Meskipun sejumlah kendala teknis muncul dalam implementasi awalnya, Luhut tetap yakin bahwa sistem ini akan berfungsi lebih baik seiring berjalannya waktu. “Saya juga mendorong keberlanjutan layanan bantuan (helpdesk) selama masa implementasi awal ini agar tantangan yang dihadapi dapat segera diatasi,” ujar Luhut.

Menurut Luhut, penerapan Coretax diproyeksikan dapat memberikan dampak positif yang signifikan terhadap penerimaan pajak Indonesia. Merujuk pada analisis Bank Dunia, ia mengungkapkan bahwa sistem ini bisa meningkatkan tax ratio Indonesia hingga 2% poin dalam beberapa tahun mendatang dan menutup tax gap yang diperkirakan sebesar 6,4% dari produk domestik bruto (PDB). “Coretax membuka peluang untuk mengoptimalkan potensi pajak hingga Rp1.500 triliun dalam lima tahun ke depan,” katanya.

Seiring dengan pengoperasian Coretax, sejumlah wajib pajak melaporkan kendala teknis, terutama dalam akses aplikasi dan pembuatan faktur pajak. Direktur P2Humas, DJP, Dwi Astuti, menjelaskan bahwa perbaikan telah dilakukan pada beberapa proses bisnis yang bermasalah. Tiga perbaikan utama yang dilakukan adalah: peningkatan proses masuk sistem, perbaikan pengiriman kode OTP, serta pembaruan data profil perusahaan dan karyawan.

Selain itu, DJP juga mengatasi permasalahan dalam pembuatan faktur pajak yang disampaikan dalam format *.xml, serta memperbaiki proses penandatanganan faktur menggunakan kode otorisasi Ditjen Pajak atau sertifikat elektronik. Dwi mengungkapkan bahwa perbaikan tersebut telah menghasilkan peningkatan signifikan dalam penerbitan faktur pajak. Hingga 13 Januari 2025 pukul 10.00 WIB, tercatat lebih dari 53.000 wajib pajak berhasil membuat faktur pajak, dengan total faktur yang telah diterbitkan mencapai 1,67 juta dan yang divalidasi sebanyak 670.000.

Data menunjukkan adanya kemajuan yang pesat, dengan jumlah faktur pajak yang diterbitkan meningkat dua kali lipat dalam waktu empat hari, dari 845.514 pada 9 Januari 2025 menjadi lebih dari 1,67 juta pada 13 Januari 2025. Dwi menambahkan, pihaknya terus melakukan perbaikan dan berharap tidak ada lagi masalah yang menghambat layanan Coretax bagi wajib pajak.

Penerapan Coretax diharapkan tidak hanya meningkatkan efisiensi administrasi perpajakan, tetapi juga menciptakan ekosistem yang lebih transparan, akuntabel, dan berorientasi pada pelayanan. Luhut menekankan pentingnya integrasi sistem perpajakan ini dengan sistem digital pemerintahan lainnya untuk memastikan interoperabilitas data antar instansi. Pemerintah pun optimistis bahwa dengan implementasi Coretax, pondasi ekonomi Indonesia akan semakin kuat dalam menghadapi tantangan global di masa depan.

“Melalui implementasi Coretax, pemerintah berharap dapat memperkuat pondasi ekonomi Indonesia untuk menghadapi tantangan global di masa depan,” kata Luhut.(alf)

Barcelona Manfaatkan Pajak Pariwisata untuk Atasi Dampak Perubahan Iklim dan Tantangan Overtourism

IKPI, Jakarta: Barcelona, salah satu destinasi wisata terpopuler di Eropa, kini menghadapi tantangan serius akibat overtourism. Pada musim panas tahun lalu, penduduk setempat menggelar protes terhadap dampak negatif pariwisata yang berlebihan. Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah kota berencana memanfaatkan pajak pariwisata guna mendukung berbagai inisiatif lingkungan dan memperbaiki infrastruktur publik.

Sebagai rumah bagi 1,6 juta penduduk, Barcelona menyambut jutaan turis setiap tahun, yang tertarik dengan arsitektur ikonis, budaya semarak, dan pesona Mediterania. Namun, lonjakan jumlah wisatawan memicu sejumlah persoalan, seperti kekurangan perumahan, kenaikan harga kebutuhan, dan tekanan besar pada infrastruktur publik, terutama selama musim panas yang ekstrem akibat perubahan iklim.

Untuk mengatasi tantangan ini, pemerintah Barcelona mengalokasikan pendapatan dari pajak pariwisata untuk mendanai proyek-proyek berkelanjutan. Wakil Walikota Laia Bonet menjelaskan bahwa pajak ini dipungut dari wisatawan yang menginap di hotel atau apartemen wisata. “Penggunaan pajak pariwisata sangat penting agar kota kita dapat menerima pariwisata secara berkelanjutan,” ujar Bonet seperti dikutip dari CBS News.

Dana tersebut digunakan untuk berbagai program, termasuk:

1.Meningkatkan infrastruktur publik, seperti menambahkan sistem pendingin udara di sekolah-sekolah umum.

2. Menanam pohon dan memperluas ruang hijau, untuk mengurangi efek pulau panas perkotaan.

3. Memasang panel surya di gedung publik, guna mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil.

4. Mengembangkan sistem penangkapan air hujan, untuk menghadapi kekeringan yang berkepanjangan.

Langkah ini menunjukkan komitmen Barcelona dalam menangani dampak perubahan iklim sekaligus meningkatkan kualitas hidup warganya.

Meskipun pemerintah melihat langkah ini sebagai solusi, tidak semua pihak setuju. Aktivis antipariwisata Agnes Rodriguez menilai kebijakan ini keliru. “Pemerintah seharusnya melakukan ini tanpa bergantung pada pariwisata. Ini adalah masalah kesehatan masyarakat,” ujarnya.

Menurut Rodriguez, warga Barcelona harus menjadi prioritas utama, bukan wisatawan. “Kami bukan taman hiburan. Kami ingin tetap menjadi kota yang layak huni bagi penduduknya,” tegasnya.

Masa Depan Pariwisata di Barcelona

Kebijakan ini menunjukkan upaya Barcelona dalam mencari keseimbangan antara menjaga daya tarik wisata dan melindungi lingkungan serta kesejahteraan penduduk. Namun, tantangan tetap ada, terutama dalam memastikan keberlanjutan langkah-langkah ini tanpa mengorbankan kebutuhan warga lokal.

Dengan berbagai langkah inovatif ini, Barcelona mungkin dapat menjadi model bagi kota-kota lain yang menghadapi tantangan serupa akibat overtourism. (alf)

Setoran Pajak Crazy Rich Indonesia Baru 1,54% dari Total Penerimaan, Pemerintah Diminta Lakukan Optimalisasi

IKPI, Jakarta: Setoran pajak penghasilan (PPh) dari kelompok super kaya atau crazy rich Indonesia hingga Agustus 2024 masih terbilang minim. Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan, kelompok ini hanya menyumbang Rp 18,5 triliun ke kas negara.

Angka tersebut berasal dari 11.268 Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) yang membayar pajak dengan lapisan tarif tertinggi sebesar 35%. Jika dibandingkan dengan total penerimaan pajak yang mencapai Rp 1.196,54 triliun pada periode yang sama, kontribusi mereka hanya sekitar 1,54%.

Direktur Eksekutif MUC Tax Research Wahyu Nuryanto, menilai bahwa potensi pajak dari kelompok super kaya ini sebenarnya masih sangat besar. “Peningkatan penerimaan pajak dari individu super kaya dapat dilakukan melalui penguatan dan optimalisasi kebijakan eksisting,” ujarnya kepada media baru-baru ini.

Wahyu menyarankan pengenaan pajak atas pemberian fasilitas perusahaan untuk para pejabat serta memperkuat pengawasan melalui Automatic Exchange of Information (AEoI) dengan akses data perbankan. Untuk jangka panjang, pemerintah juga diusulkan untuk mempertimbangkan kebijakan baru seperti pajak atas warisan dan pajak atas kekayaan (wealth tax).

Ia juga menekankan pentingnya menggunakan indikator lain, seperti kepemilikan aset, untuk mengukur kepatuhan pajak kelompok super kaya. “Kepemilikan aset juga bisa menunjukkan seberapa besar penghasilan mereka,” kata Wahyu.

Dengan adanya langkah-langkah strategis ini, diharapkan penerimaan pajak dari kalangan crazy rich dapat lebih optimal, sejalan dengan potensi besar yang mereka miliki. (alf)

Pengusaha Apresiasi Penerapan Coretax, Tetapi Perlu Sosialisasi dan Persiapan Matang

IKPI, Jakarta: Ketua Umum Himpunan Kawasan Industri (HKI) Sanny Iskandar, menyampaikan pandangannya terkait penerapan sistem administrasi perpajakan digital terbaru (Coretax) yang dirancang oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

Meskipun mengapresiasi langkah DJP dalam memulai penerapan sistem ini, Sanny menilai ada beberapa tantangan yang harus segera ditangani, terutama dalam hal sosialisasi dan persiapan.

“Menurut saya, DJP memulai ini sudah cukup baik, tetapi persiapan dan sosialisasinya harus lebih ditekankan,” ujar Sanny saat ditemui di Jakarta, Selasa (14/1/2025).

Sanny menyoroti masih adanya banyak pertanyaan yang belum terjawab dari para pengusaha, terutama terkait prosedur penerbitan faktur dan aspek lain dalam sistem perpajakan. Ketidakpastian ini menimbulkan keraguan di kalangan wajib pajak.

“Masih banyak pertanyaan yang belum terjawab mengenai penerbitan faktur dan lain-lain. Ini menjadi pekerjaan rumah yang harus segera ditangani, khususnya oleh Kementerian Keuangan,” jelasnya.

Ia juga menekankan bahwa keberhasilan Coretax tidak hanya bergantung pada perangkat keras dan perangkat lunak, tetapi juga pada infrastruktur pendukung lainnya, seperti kesiapan petugas pajak dan pelatihan dalam digitalisasi. Menurutnya, dukungan Kementerian Keuangan sangat penting untuk memastikan kelancaran implementasi sistem ini.

“Coretax adalah sistem terpadu yang bagus untuk memperluas basis wajib pajak. Namun, pemerintah perlu memastikan infrastruktur, baik hardware, software, maupun petugasnya, siap mendukung digitalisasi ini,” tambah Sanny.

Meski begitu, Sanny mengapresiasi komunikasi yang dilakukan DJP dengan para pengusaha. Dirjen Pajak Suryo Utomo sebelumnya telah melakukan dialog langsung dengan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) untuk mendapatkan masukan terkait Coretax.

“Pak Dirjen baru saja bertemu dengan Apindo, membahas banyak hal terkait perpajakan secara menyeluruh. Ini langkah yang baik, tetapi tetap ada hal-hal yang perlu diperbaiki,” ujarnya.

Layanan Coretax dan Kendala Awal

Sebagai informasi, Coretax resmi diperkenalkan DJP pada 1 Januari 2025. Sistem ini bertujuan untuk memudahkan wajib pajak dalam berbagai layanan, termasuk registrasi, pembayaran, hingga pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT). Meski demikian, implementasi awal sistem ini sempat terkendala downtime pada Sabtu (11/1/2025), yang memicu keluhan dari beberapa pengguna. DJP segera melakukan perbaikan untuk mengatasi masalah tersebut.

Dengan potensi besar yang dimiliki Coretax, Sanny berharap sistem ini dapat membawa perubahan positif bagi sistem perpajakan Indonesia, asalkan tantangan dalam implementasinya segera diatasi. (alf)

Kementerian UMKM Siapkan Rp 20 Triliun untuk KUR Peralatan Produksi

IKPI, Jakarta: Kementerian Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) tengah menyiapkan kebijakan strategis untuk mendukung ketahanan pangan nasional melalui pembiayaan penyediaan peralatan produksi. Salah satu langkah yang diambil adalah mengalokasikan dana sebesar Rp 20 triliun untuk Kredit Usaha Rakyat (KUR) khusus peralatan produksi.

Menteri UMKM Maman Abdurrahman menyatakan bahwa upaya ini bertujuan untuk memastikan keberlangsungan dan peningkatan kontribusi UMKM dalam mendukung ketahanan pangan. “Kami sedang menyiapkan Peraturan Menteri (Permen) untuk mengalokasikan Rp 20 triliun khusus untuk penyaluran KUR peralatan produksi,” ujar Maman di Jakarta, Selasa (14/1/2025).

Program ini dirancang untuk membantu petani, peternak, dan pelaku UMKM di sektor perikanan mendapatkan akses peralatan usaha dengan plafon pinjaman hingga Rp 2 miliar. Pembiayaan ini akan disalurkan melalui Pusat Investasi Pemerintah (PIP) dengan bunga rendah sebesar 4 persen, khusus untuk pembiayaan UMKM non-KUR.

“Dukungan ini juga mencakup Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), membuka peluang bagi pemerintah daerah untuk memperluas akses pembiayaan di tingkat desa,” kata Maman.

Saat ini, dari 46 lembaga penyalur KUR, sebanyak 75% penyaluran dilakukan oleh Bank Himbara. Untuk memperluas jangkauan ke UMKM di daerah, Kementerian UMKM juga berencana melibatkan Bank Pembangunan Daerah (BPD) dalam proses penyaluran.

“Ini adalah langkah afirmatif untuk memastikan UMKM di seluruh pelosok tanah air mendapatkan akses pembiayaan yang adil dan merata,” ujarnya.

Langkah ini diharapkan dapat menjadi pendorong bagi UMKM untuk lebih produktif dan mendukung ketahanan pangan nasional secara berkelanjutan. (alf)

Jelang 60 Tahun Berdiri, Ketum IKPI Tekankan Peningkatan Profesionalisme Anggota

IKPI, Jakarta: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) akan merayakan momen bersejarah, yakni pada 27 Agustus mendatang IKPI akan merayakan ulang tahun ke-60. Selama enam dekade berdiri, IKPI telah tumbuh menjadi asosiasi konsultan pajak terbesar di Indonesia, dengan jumlah anggota yang kini mencapai lebih dari 7.000 dan tersebar di seluruh wilayah di Indonesia.

Ketua Umum (Ketum) IKPI Vaudy Starworld, menekankan bahwa pencapaian ini bukan hanya sekadar angka melainkan sebuah tonggak penting dalam sejarah asosiasi yang terus berkomitmen untuk meningkatkan profesionalisme anggotanya.

“Usia ke-60 ini menjadi momentum untuk lebih memperkuat keberadaan IKPI sebagai asosiasi yang tidak hanya menjaga keluruhan dan kebersamaan di antara anggota, tetapi juga berperan aktif dalam memberikan kontribusi nyata kepada bangsa dan negara,” ujar Vaudy dalam sambutannya saat kunjungan ke Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Sumatera Selatan dan Bangka Belitung, Selasa (14/1/2025).
.
Sebagai asosiasi yang berfokus pada pengembangan sumber daya manusia di bidang perpajakan, Vaudy juga menyoroti pentingnya peran edukasi dalam menjaga kualitas anggota. IKPI terus berkomitmen untuk mendukung proses pendidikan, tidak hanya di tingkat profesional, tetapi juga di kalangan mahasiswa dan organisasi himpunan mahasiswa yang tergabung.

Melalui berbagai program edukasi, seperti seminar, pelatihan, dan workshop, IKPI bertujuan untuk membekali anggotanya dengan pengetahuan dan keterampilan yang relevan dengan dinamika dunia perpajakan yang terus berkembang.

“Dengan adanya peningkatan kualitas profesionalisme, kami berharap dapat mendukung kemajuan negara melalui kontribusi para konsultan pajak yang berkompeten dan berintegritas. IKPI memiliki peran strategis dalam memastikan bahwa sektor perpajakan Indonesia dikelola dengan baik dan sesuai dengan prinsip-prinsip yang berlaku,” ujarnya.

Dalam perjalanan menuju usia 60 tahun lanjut Vaudy, IKPI tidak hanya memfokuskan diri pada peningkatan kualitas anggotanya, tetapi juga menjalin kolaborasi dengan berbagai pihak, baik pemerintah, perusahaan, maupun organisasi lainnya. Hal ini dilakukan untuk memperkuat sektor perpajakan di Indonesia yang semakin kompleks dan membutuhkan tenaga profesional yang handal.

Menurutnya, sebagai asosiasi yang memiliki visi untuk menciptakan konsultan pajak yang berkualitas, IKPI terus berinovasi dan beradaptasi dengan perkembangan zaman. Dengan berpegang pada nilai-nilai kebersamaan, profesionalisme, dan integritas, IKPI berkomitmen untuk terus mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia melalui sektor perpajakan yang lebih baik dan transparan.

IKPI juga merencanakan berbagai kegiatan yang melibatkan anggota dan masyarakat, sebagai bentuk apresiasi terhadap kontribusi semua pihak yang telah mendukung perjalanan panjang organisasi ini. Di usia yang matang ini, Vaudy berharap asosiasi yang dipimpinnya dapat semakin memperkokoh peranannya dalam dunia perpajakan Indonesia dan memberikan dampak positif bagi kemajuan bangsa.

Dengan semangat dan komitmen yang tinggi, IKPI bertekad untuk tetap menjadi garda terdepan dalam meningkatkan profesionalisme konsultan pajak di Indonesia, serta berkontribusi dalam pembangunan negara melalui sistem perpajakan yang lebih baik dan berkeadilan. (bl)

Di Hadapan Kepala Kanwil, Ketum Vaudy Sampaikan Apresiasi Kepada Pengda dan Pengcab se-Sumbagsel dalam Meningkatkan Profesionalisme Konsultan Pajak

IKPI, Jakarta: Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Vaudy Starworld, bersama dengan jajaran pengurus pusat, pengurus daerah dan pengurus cabang melakukan kunjungan ke Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Sumatera Selatan dan Bangka Belitung, Selasa (14/1/2025).

Dalam sambutannya dihadapan Kepala Kanwil dan jajarannya, Vaudy menyampaikan apresiasi dan penghargaan atas inisiatif yang telah dilakukan oleh pengurus daerah dan ngurus cabang IKPI, khususnya di wilayah Sumatera bagian Selatan dalam mendukung pengembangan kompetensi dan profesionalisme para konsultan pajak.

Ia menekankan pentingnya pendidikan dan kegiatan yang diadakan oleh organisasi tersebut, yang secara langsung berkontribusi pada peningkatan kualitas layanan konsultan pajak di Indonesia.

“IKPI telah konsisten mendukung peningkatan kompetensi anggota demi pengabdian pada bangsa dan negara. Kami selalu berkomitmen untuk terus melahirkan konsultan pajak yang tidak hanya memiliki keahlian, tetapi juga integritas tinggi dalam menjalankan tugasnya,” ujar Vaudy yang disambut tepuk tangan dari para anggota dan jajaran Kanwil.

Menurut Vaudy, pelantikan pengurus ini menjadi momentum penting bagi IKPI Sumatera Bagian Selatan (Sumbagsel) dan cabang-cabang yang berada di bawah koordinasinya dalam memperkuat perannya di dunia perpajakan Indonesia.

Sebagai organisasi konsultan pajak, IKPI terus berusaha untuk menjaga profesionalisme anggotanya agar dapat memberikan kontribusi positif bagi perkembangan ekonomi nasional.

Dengan adanya pelantikan ini, diharapkan pengurus yang baru dilantik dapat membawa IKPI menuju kemajuan yang lebih signifikan, serta meningkatkan kualitas layanan konsultan pajak di wilayah Sumbagsel.

“Melalui edukasi, pelatihan, dan kolaborasi antaranggota, IKPI optimis dapat mewujudkan visi untuk menjadi organisasi yang unggul dalam dunia konsultan pajak,” ujarnya. (bl)

id_ID