Kanwil Bea Cukai Bekasi Perkuat Kepatuhan dan Kemitraan Dunia Usaha

IKPI, Jakarta: Dalam upaya memperkuat kepatuhan perusahaan terhadap regulasi kepabeanan serta mempererat kemitraan dengan dunia usaha, Kantor Wilayah (Kanwil) Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Bekasi menggelar kegiatan asistensi bagi perusahaan yang telah memperoleh status Operator Ekonomi Bersertifikat (AEO). Kegiatan ini merupakan bagian dari program unggulan “Didik” (Diskusi Bareng Bea Cukai Bekasi di Pabrik) yang kali ini dilaksanakan di PT JFE Shoji Steel Indonesia dan PT Yamaha Music Manufacturing Asia (YMMA).

Pada Rabu (19/02), Kanwil Bea Cukai Bekasi mengadakan kegiatan refreshment untuk PT JFE Shoji Steel Indonesia, sebuah perusahaan pemasok material besi bahan baku industri (coil center) yang telah menyandang status AEO sejak 2017. Perusahaan ini baru saja melakukan perpanjangan sertifikat AEO setelah evaluasi oleh Direktorat Teknis Kepabeanan.

Kepala Seksi Penyuluhan dan Layanan Informasi Kanwil Bea Cukai Bekasi, Undani, menegaskan bahwa status AEO bukan hanya sebuah pengakuan, melainkan juga sebuah tanggung jawab besar bagi perusahaan untuk menjaga kepatuhan dan transparansi operasional mereka. “Monitoring serta audit internal menjadi aspek yang sangat penting untuk memastikan bahwa perusahaan tetap mematuhi regulasi yang berlaku. Jika ditemukan ketidaksesuaian, status AEO bisa dibekukan atau dicabut,” jelas Undani dalam keterangan resminya, Selasa (25/2/2025).

Selain itu, Vice President Director PT JFE Shoji Steel Indonesia, Oze Tamura, mengakui bahwa menjaga kepatuhan sebagai perusahaan AEO adalah hal yang sangat penting. “Dengan berbagai manfaat yang diperoleh dari status AEO, kami juga memiliki tanggung jawab untuk selalu mematuhi aturan dan meningkatkan standar operasional kami,” ujar Tamura.

Sebelumnya, pada 12 Februari 2025, Kanwil Bea Cukai Bekasi juga menggelar kegiatan serupa di PT Yamaha Music Manufacturing Asia (YMMA). Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman perusahaan mengenai status AEO, termasuk aturan tentang audit dan monitoring mandiri yang harus diterapkan oleh perusahaan penerima fasilitas kepabeanan.

Kanwil Bea Cukai Bekasi menekankan pentingnya prosedur monitoring mandiri bagi perusahaan yang memiliki fasilitas Tempat Penimbunan Berikat (TPB) bersertifikat AEO atau Kawasan Berikat Mandiri. Dalam kegiatan tersebut, perusahaan diberikan penjelasan terkait manfaat, persyaratan, serta proses audit dan evaluasi status AEO yang harus dilakukan secara berkala.

Melalui kegiatan asistensi ini, Kanwil Bea Cukai Bekasi berharap dapat terus memperkuat sinergi dengan perusahaan AEO, serta menciptakan ekosistem perdagangan yang aman, lancar, dan patuh terhadap regulasi. Undani juga menyampaikan harapan bahwa program ini akan terus dilanjutkan untuk memperkuat peran Bea Cukai sebagai mitra strategis dunia usaha dalam menjalankan aktivitas perdagangan internasional yang efektif dan efisien.

“Program ini akan kami galakkan terus sebagai bukti bahwa kami tidak hanya berperan sebagai regulator, tetapi juga sebagai mitra strategis bagi dunia usaha,” tutup Undani.(alf)

Melalui Podcast, IKPI dan Pajak.com Perkuat Kolaborasi Tingkatkan Literasi Perpajakan

IKPI, Jakarta: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) terus menunjukkan komitmennya dalam meningkatkan literasi perpajakan di Indonesia dengan menjalin kerja sama strategis bersama Pajak.com. Kerja sama ini bertujuan untuk memperluas pemahaman masyarakat mengenai hak dan kewajiban perpajakan serta meningkatkan kepatuhan pajak secara keseluruhan.

Ketua Departemen Humas IKPI Jemmi Sutiono, mengungkapkan bahwa pihaknya menyambut baik program edukasi perpajakan yang digagas bersama Pajak.com. Menurutnya, program Podcast perpajakan ini berpotensi meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya pajak.

“Pajak.com ini sangat menarik karena bergerak di bidang kemediaan yang fokus mempublikasikan kegiatan-kegiatan profesional. Kami menanggapi program ini dengan baik, dan ini adalah peluncuran perdana untuk menarik antusiasme pasar dan wajib pajak,” ujar Jemmi.

Lebih lanjut, Jemmi menegaskan pada Podcast perdananya dengan Pajak.com, diharapkan bisa menjadi wadah edukasi perpajakan terutama di era digital. Dengan perkembangan teknologi, masyarakat diharapkan lebih mudah memahami hak dan kewajibannya dalam hal perpajakan.

“Harapannya, literasi perpajakan dapat membuka cakrawala berpikir masyarakat agar lebih sadar terhadap kepentingan pajak. Hak dan kewajiban perpajakan harus seimbang, karena selama ini hak wajib pajak jarang disuarakan,” kata Jemmi.

Sejalan dengan IKPI, Pemimpin Redaksi Pajak.com, Aldino Kurniawan, juga menegaskan komitmen perusahaannya dalam memperkuat kerja sama ini. Pajak.com berperan sebagai media yang tidak hanya memberitakan informasi perpajakan tetapi juga turut serta dalam edukasi masyarakat.

“Kami sejak awal sudah menjajaki kerja sama dengan IKPI, baik dalam pemberitaan maupun hal-hal yang bersifat edukasi secara umum,” ungkap Aldino. Menurutnya, peran media dan konsultan pajak menjadi faktor penting dalam menciptakan ekosistem perpajakan yang lebih baik.

Salah satu inisiatif yang akan dilakukan adalah penyajian edukasi perpajakan melalui format yang lebih menarik, seperti podcast. “Kami berharap melalui kerja sama dengan IKPI, khususnya dalam format podcast, bisa menghadirkan literasi perpajakan dengan cara yang lebih variatif dan kekinian,” kata Aldino.

Pada kesempatan yang sama, Ketua Departemen Investasi dan Pengembangan Bisnis Organisasi, IKPI Argi Evansarid Hughie Janitra, mengungkapkan bahwa kegiatan Podcast ini sebagai bentuk komitmen konkret, atas Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan Pajak.com beberapa Waktu lalu.

“Terima kasih juga buat Pajak.com. Akhirnya kita bisa launching PKS ini sebagai awal yang baik,” ujar Argi. Ia berharap kerja sama ini dapat berjalan secara rutin dan semakin sering dilakukan ke depannya.

Argi juga menekankan pentingnya dukungan dari berbagai pihak, termasuk dari internal IKPI, Pajak.com, serta pembaca setia Pajak.com dan anggota IKPI. Ia mengungkapkan harapannya agar kerja sama ini tidak hanya sebatas podcast, tetapi juga mencakup berbagai bentuk aktivitas lainnya.

“Kami ingin terus menggali lebih banyak format edukasi yang bisa diterima oleh masyarakat luas, termasuk seminar daring, webinar, hingga pelatihan langsung yang bisa melibatkan berbagai kalangan, mulai dari pelaku usaha hingga akademisi,” ujar Argi.

Lebih lanjut, ia juga menyoroti bahwa kerja sama ini tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan kesadaran perpajakan masyarakat, tetapi juga untuk memberikan masukan kepada pemerintah dalam menciptakan kebijakan perpajakan yang lebih adil dan transparan.

Dengan adanya kerja sama ini, IKPI dan Pajak.com semakin menegaskan perannya dalam meningkatkan literasi perpajakan dan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya pajak. Melalui berbagai inisiatif yang akan terus dikembangkan, keduanya berharap dapat memberikan manfaat lebih luas bagi masyarakat, meningkatkan kepatuhan pajak, serta mendukung kebijakan perpajakan yang lebih baik dan berimbang di Indonesia.

Sekadar informasi, Podcast perdana hasil kolaborasi IKPI Bersama Pajak.com ini mengangkat tema “Coretax: Lanjut atau Berhenti? Tantangan, Peluang, dan Manfaat Coretax” ini dilakukan di Studio Podcast Mochamad Soebakir, IKPI, Fatmawati, Jakarta Selatan, Selasa (25/2/2025). Podcast ini menghadirkan dua narasumber berkompeten di bidang perpajakan yakni Pino Siddharta (Ketua Departemen Penelitian dan Pengkajian Kebijakan Fiskal, IKPI) dan Ajib Hamdani (Analis Kebijakan Ekonomi, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo). Podcast ini dipandu oleh Jemmi Sutiono (Ketua Departemen Humas, IKPI) sebagai moderator. (bl)

Anggota, Masyarakat hingga Pelaku Usaha Antusias ikuti Seminar Pajak IKPI Makassar

IKPI, Makassar: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Makassar kembali menyelenggarakan seminar selama pada 21 dan 22 Februari 2025. Seminar ini merupakan yang ketiga kalinya sejak kepengurusan periode 2024 – 2029 terbentuk.

Ketua IKPI Makassar Ezra Palisungan mengatakan, acara ini berlangsung di Hotel Grand Asia, Panakukang, Kota Makassar dan dihadiri oleh 94 peserta, yang terdiri dari anggota IKPI serta peserta umum dari berbagai perusahaan.

Diungkapkannya, pada hari pertama, seminar dibagi menjadi dua sesi, sesi pertama mengangkat topik “Critical Point dalam Penyusunan SPT PPh OP 2024” dengan narasumber Dr. Suwandi Ng, akademisi dan konsultan pajak dari Universitas ATmajaya Makassar. Sesi kedua menghadirkan penyuluh dari Kanwil DJP Sulawesi Selatan, Barat, dan Tenggara yang membahas “Update Coretax: Fitur, Setting, dan Pelaporan SPT Masa”.

(Foto: DOK. IKPI Cabang Makassar)

Selanjutnya kata Ezra, pada hari kedua menghadirkan narasumber Anwar Hidayat dari Jakarta dengan topik “Seluk-Beluk Manajemen Pajak Pasca Implementasi Coretax dan Isu-Isu PPN Terkini”. Dalam sesi ini, peserta antusias mengajukan pertanyaan, berbagi pengalaman, serta membahas kendala yang mereka hadapi dalam penerapan regulasi pajak di lapangan.

Ia menjelaskan, pemilihan topik seminar disesuaikan dengan kondisi terkini yang dihadapi anggota IKPI dan wajib pajak secara umum. “Sebentar lagi kita akan disibukkan dengan penyusunan SPT PPh Orang Pribadi, sementara implementasi Coretax masih menyisakan banyak tantangan. Selain itu, beberapa peraturan terkait PPN juga mengalami perubahan di tahun 2025 ini,” ujar Ezra, Selasa (25/02/2025).

Ezra menegaskan bahwa IKPI Cabang Makassar berkomitmen untuk terus meningkatkan profesionalisme anggotanya dengan memperbarui pengetahuan terkait perubahan regulasi dan isu perpajakan terbaru. Selain itu, IKPI juga ingin berkontribusi dalam membantu otoritas pajak dengan mengedukasi wajib pajak serta memperkenalkan eksistensi IKPI di Makassar melalui kegiatan semacam ini.

Dengan adanya seminar ini, ia berharap IKPI Makassar dapat semakin memperkuat perannya dalam memberikan edukasi perpajakan serta menjalin hubungan yang lebih erat dengan wajib pajak dan otoritas pajak di wilayah tersebut. (bl)

Sosialisasi Perubahan Pelaporan SPOP PBB P5L: Kanwil DJP Jaksel II Kenalkan Aplikasi Coretax

IKPI, Jakarta: Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Selatan (Kanwil DJP Jaksel) II menggelar sosialisasi terkait perubahan cara pelaporan dan pengembalian Surat Pemberitahuan Objek Pajak Bumi dan Bangunan sektor perhutanan, pertambangan minyak dan gas bumi, serta sektor lainnya (SPOP PBB P5L). Acara yang berlangsung di Aula Lantai 2 Kanwil DJP Jaksel II ini turut dihadiri oleh 36 perwakilan Wajib Pajak dari sektor perkebunan dan pertambangan pengusahaan panas bumi.

Sosialisasi ini diselenggarakan dalam rangka menginformasikan perubahan yang terjadi seiring berlakunya aplikasi Coretax mulai 1 Januari 2025. Dalam sambutannya, Kepala Bidang Pendaftaran, Ekstensifikasi, dan Penilaian Kanwil DJP Jaksel II, Yeheskiel Minggus Tiranda, menjelaskan bahwa sejak tahun 2025, pelaporan SPOP PBB P5L tidak lagi berdasarkan lokasi objek pajak, melainkan berdasarkan lokasi administrasi Wajib Pajak.

“Perubahan administrasi ini sebenarnya bukan tantangan utama bagi Wajib Pajak karena pelaporan bisa dilakukan secara daring. Namun, tantangan terbesar adalah perubahan sistem pelaporan SPT atau SPOP yang kini menggunakan aplikasi Coretax yang baru,” ungkap Yeheskiel.

Ia juga mengingatkan bahwa keterlambatan dalam pelaporan e-SPOP PBB P5L dapat berpotensi memicu pemeriksaan dan dikeluarkannya Surat Ketetapan Pajak (SKP). Jika SKP sudah diterbitkan, Wajib Pajak diberikan waktu satu bulan untuk menyelesaikan kewajiban pembayaran PBB P5L.

“Sosialisasi ini bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak dalam melaporkan e-SPOP PBB P5L secara tepat waktu, lengkap, dan benar,” tambah Yeheskiel.

Materi sosialisasi disampaikan oleh Fungsional Penyuluh Pajak Ahli Madya Kanwil DJP Jaksel II, Fransiska Yansye, dan Fungsional Penyuluh Pajak Ahli Pertama KPP Madya Jaksel II, Krisna Setyawan. Acara ditutup dengan sesi diskusi dan tanya jawab, di mana beberapa peserta mengajukan pertanyaan terkait pelaksanaan teknis penatausahaan PBB P5L serta kendala yang ditemui dalam penggunaan aplikasi core tax di lapangan. (alf)

DJP: Insentif PPh DTP Tak Ganggu Penerimaan Tetapi Diharapkan Dukung Pemulihan Ekonomi

IKPI,Jakarta: Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Dwi Astuti menegaskan pemberian insentif pajak berupa Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 atas Penghasilan Tertentu yang Ditanggung Pemerintah (DTP) tidak akan mengganggu penerimaan pajak negara. Sebaliknya, kebijakan ini justru diharapkan dapat mendorong peningkatan daya beli masyarakat dan memacu pertumbuhan ekonomi.

Dikutip dari acara Squawk Box CNBC TV pada Senin (24/2/2025), Dwi menyatakan bahwa skema PPh DTP dirancang untuk mengurangi beban pajak yang biasa dipotong dari gaji pekerja. Dengan pengurangan beban tersebut, penghasilan bersih yang diterima oleh karyawan menjadi lebih besar, yang berpotensi meningkatkan daya beli masyarakat.

“Pajak yang biasanya dipotong dari gaji karyawan kini ditanggung pemerintah. Hal ini akan meningkatkan pendapatan yang bisa dibelanjakan oleh pekerja, yang diharapkan dapat memperkuat konsumsi masyarakat,” ujarnya.

Menurut Dwi, peningkatan konsumsi ini akan menciptakan perputaran uang yang lebih besar dalam perekonomian, yang pada gilirannya akan memberikan dampak positif bagi pertumbuhan ekonomi dan penerimaan negara. “Yang kita harapkan adalah multiplier effect, di mana pergerakan ekonomi dari konsumsi masyarakat ini akhirnya akan membawa dampak yang positif untuk penerimaan negara,” katanya.

Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa meskipun pemerintah menanggung PPh 21 untuk pekerja, kewajiban pembayaran pajak tersebut tetap dilakukan oleh pemberi kerja setiap bulan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 10 Tahun 2025, yang diterbitkan pada 4 Februari 2025, mengatur tentang insentif pajak PPh 21 DTP sebagai bagian dari stimulus ekonomi. Kebijakan ini diambil sebagai langkah untuk mempertahankan daya beli masyarakat, sekaligus menjaga stabilitas perekonomian nasional pasca-kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 1% menjadi 12% pada 1 Januari 2025 lalu.

Penerbitan PMK tersebut diharapkan dapat menjadi salah satu upaya pemerintah dalam mendorong konsumsi domestik, yang merupakan salah satu pilar penting dalam pemulihan ekonomi pasca-pandemi. (alf)

Kanwil DJP Sumut I Edukasi GAPKI Sumut tentang Kewajiban Perpajakan dan Penggunaan Core Tax

IKPI, Jakarta: Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara (Kanwil DJP Sumut I) memberikan edukasi mengenai kewajiban perpajakan kepada Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Cabang Sumut. Salah satu materi penting yang dibahas adalah penggunaan Coretax, aplikasi digital yang memudahkan Wajib Pajak dalam mengelola kewajiban perpajakan.

Ketua GAPKI Cabang Sumut, Timbas P. Ginting, menyampaikan apresiasi terhadap upaya Kanwil DJP Sumut I dalam memberikan pemahaman mendalam terkait aturan perpajakan terkini. Ia juga menekankan pentingnya kegiatan edukasi seperti ini untuk membantu para pengusaha kelapa sawit dalam memahami kewajiban perpajakan mereka dengan lebih baik.

“Kami sangat mendukung kegiatan seperti ini karena dapat membantu para pengusaha kelapa sawit untuk lebih memahami kewajiban perpajakan mereka,” ujar Ginting.

Dalam kesempatan tersebut, Kepala Bidang Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (P2Humas) Kanwil DJP Sumut I, Lusi Yuliani, menegaskan bahwa kegiatan ini merupakan bagian dari komitmen pihaknya untuk memperkuat sinergi dengan berbagai stakeholder dalam meningkatkan pemahaman dan kepatuhan perpajakan.

“Kami berkomitmen untuk terus meningkatkan pemahaman dan kepatuhan pajak melalui berbagai kegiatan edukasi dan sosialisasi seperti ini,” kata Lusi.

Edukasi teknis mengenai pajak disampaikan oleh Fungsional Penyuluh Pajak Kanwil DJP Sumut I, Muan Ridhani Panjaitan, dan Nazri Syafitri Nazar. Muan memberikan materi tentang  Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk Barang Hasil Pertanian Tertentu (BHPT), yang memiliki ketentuan khusus yang penting untuk dipahami oleh pelaku usaha di sektor pertanian dan perkebunan, termasuk pengusaha kelapa sawit.

Sementara itu, Nazri memberikan penjelasan mengenai  Coretax, aplikasi berbasis digital yang mengintegrasikan 21 proses bisnis perpajakan. Aplikasi ini dirancang untuk memudahkan wajib pajak dalam mengelola kewajiban perpajakan mereka, mulai dari pendaftaran hingga pengelolaan data pihak ketiga. Integrasi ini meliputi berbagai proses, seperti pelayanan, pengawasan kewilayahan, pengelolaan SPT tahunan/masa, hingga pemeriksaan bukti permulaan dan tax account management.

Selain itu, acara ini juga diisi dengan Forum Group Discussion (FGD) yang membahas mengenai Program Ketahanan Pangan, khususnya terkait dengan penanaman jagung sebagai salah satu fokus pemerintah dalam menjaga stabilitas pangan nasional. Diskusi ini melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk perwakilan dari lembaga di sektor pertanian dan perkebunan.

Dengan adanya kegiatan edukasi seperti ini, Kanwil DJP Sumut I berharap agar para pelaku usaha dapat lebih memahami dan memenuhi kewajiban perpajakan mereka, yang pada akhirnya dapat berkontribusi lebih optimal dalam pembangunan ekonomi dan pajak nasional.(alf)

Kenaikan Pajak Impor CPO India Berpotensi Menekan Ekspor Sawit Indonesia

IKPI, Jakarta: Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) menilai kebijakan pemerintah India yang menaikkan pajak impor minyak kelapa sawit atau Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya akan berdampak pada kinerja ekspor industri sawit nasional tahun ini.

Ketua Umum GAPKI, Eddy Martono, menyatakan bahwa dampak dari kebijakan ini akan signifikan mengingat India, bersama dengan China, merupakan negara tujuan utama ekspor CPO Indonesia.

“India merupakan importir minyak sawit dari Indonesia terbesar kedua setelah China. Jadi kalau ini (kenaikan pajak impor) berlangsung lama, sudah pasti akan berpengaruh terhadap ekspor minyak sawit Indonesia,” ujar Eddy dikutip, Selasa (25/02/2025).

Namun, Eddy belum dapat memastikan seberapa besar penurunan ekspor yang akan terjadi akibat kebijakan ini. Ia menjelaskan bahwa dampaknya akan tergantung pada durasi penerapan tarif tersebut.

“Turunnya (ekspor) berapa persen belum bisa dipastikan sebab harus dilihat berapa lama akan diberlakukan tarif tersebut,” tambahnya.

India Naikkan Pajak Impor CPO untuk Kedua Kalinya

Sebelumnya, laporan Reuters pada Jumat (21/02/2025) menyebutkan bahwa India kembali menaikkan pajak impor CPO dalam kurun waktu kurang dari enam bulan. Pada 14 September 2024, pemerintah India telah menaikkan pajak impor CPO, minyak kedelai mentah, dan minyak biji bunga matahari dari 5,5% menjadi 27,5%. Sedangkan, minyak olahan dari ketiga jenis minyak tersebut dikenakan pajak impor sebesar 35,75%.

Dampak langsung dari kebijakan ini mulai terasa, di mana industri penyulingan minyak di India dikabarkan membatalkan pesanan sebanyak 100.000 metrik ton minyak kelapa sawit mentah yang dijadwalkan untuk pengiriman antara Maret hingga Juni tahun ini.

Terkait informasi pembatalan ekspor CPO tersebut, Eddy menyebut pihaknya masih melakukan pengecekan untuk memastikan kebenarannya.

“Saya belum mendapatkan info yang valid. Apakah itu (pembatalan) baru rencana kalau pajak impor naik, saya harus cek ke importir di India,” ungkapnya.

Gapki Dorong Pemerintah untuk Intervensi

GAPKI berencana mengajukan surat kepada Pemerintah Indonesia agar melakukan intervensi sebelum kenaikan pajak impor CPO oleh India resmi berlaku. “Gapki akan bersurat ke Pemerintah. Agar ada lobby dari pemerintah Indonesia perihal ini,” kata Eddy.

Dengan adanya kebijakan baru ini, pelaku industri sawit Indonesia diharapkan dapat mencari solusi guna mempertahankan daya saing ekspor di pasar global. (alf)

DJP Riau Catatkan Kinerja Positif, Penerimaan Pajak 2024 Capai 100,26% dari Target

IKPI, Jakarta: Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Riau kembali mencatatkan kinerja positif dalam penerimaan pajak tahun 2024. Hingga akhir tahun, realisasi penerimaan pajak di wilayah ini mencapai Rp23,23 triliun atau 100,26% dari target yang ditetapkan sebesar Rp23,17 triliun.

Kepala Kanwil DJP Riau Ardiyanto Basuki, mengungkapkan bahwa capaian ini menandai keberhasilan keempat kalinya berturut-turut bagi DJP Riau dalam mencapai target penerimaan pajak sejak tahun 2021.

“Pertumbuhan penerimaan pajak sebesar 0,32% dibanding tahun lalu semakin memperkuat tren positif ini,” ujarnya, Senin (24/2/2025).

Selain peningkatan penerimaan pajak, tingkat kepatuhan pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan juga mengalami peningkatan. Realisasi pelaporan SPT Tahunan mencapai 104,86%, dengan total 455.308 SPT telah dilaporkan. Mayoritas pelaporan berasal dari wajib pajak orang pribadi karyawan, diikuti oleh wajib pajak non-karyawan, dan badan usaha.

Memasuki tahun 2025, DJP Riau menghadapi tantangan baru dengan implementasi sistem administrasi perpajakan Coretax serta penyesuaian tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Coretax diharapkan dapat menyederhanakan layanan perpajakan, meskipun masih dalam tahap optimalisasi.

Di sisi lain, DJP Riau mengingatkan wajib pajak untuk segera melaporkan SPT Tahunan sebelum tenggat waktu guna menghindari kendala teknis menjelang Idulfitri. Batas akhir pelaporan SPT Tahunan untuk wajib pajak orang pribadi ditetapkan pada 31 Maret 2025, sementara untuk badan usaha jatuh pada 30 April 2025.

Dengan capaian ini, ia optimistis dapat terus meningkatkan pelayanan dan kepatuhan perpajakan di tahun mendatang. (alf)

Pemerintah Dorong Perkembangan Industri 5G dengan Insentif Pajak

IKPI, Jakarta: Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Perindustrian (Kemenperin) semakin serius dalam mendorong perkembangan industri 5G dengan menawarkan berbagai insentif strategis. Insentif tersebut mencakup pembebasan lahan, tax allowance, hingga tax holiday. Langkah ini diharapkan dapat mempercepat adopsi teknologi 5G di Indonesia, meningkatkan daya saing industri nasional, dan memperkuat posisi Indonesia dalam ekosistem digital global.

Seiring dengan pesatnya pertumbuhan ekonomi digital, Indonesia terus memperkuat ekosistem industri digital. Pada tahun 2024, transaksi ekonomi digital nasional diperkirakan meningkat sebesar 13 persen, mencapai nilai 90 miliar dolar Amerika Serikat (AS). Angka ini menggambarkan potensi besar yang perlu dimanfaatkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional, meningkatkan daya saing global, serta menciptakan pemerataan ekonomi.

Emmy Suryandari, Staf Ahli Bidang Percepatan Transformasi Industri 4.0 Kemenperin, menyampaikan bahwa transformasi industri Indonesia menuju era 4.0 sudah dimulai sejak 2018 dengan peluncuran program *Making Indonesia 4.0*. Program ini bertujuan untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi, dan daya saing industri di Indonesia, terutama melalui penerapan teknologi-teknologi canggih seperti kecerdasan buatan (AI), machine learning, dan digitalisasi.

Dalam mendukung kesiapan industri Indonesia memasuki era 4.0, Kemenperin juga telah mengembangkan Indonesia Industry 4.0 Readiness Index (INDI 4.0), yang digunakan untuk mengukur sejauh mana kesiapan sektor industri Indonesia dalam beradaptasi dengan perkembangan teknologi. “Melalui penerapan AI, machine learning, dan digitalisasi, kami berharap seluruh industri di Indonesia dapat meningkatkan kesiapan mereka seiring dengan perkembangan teknologi global,” ujar Emmy.

Pemerintah Indonesia tidak hanya berfokus pada penerapan teknologi canggih, tetapi juga pada pengembangan ekosistem 5G dalam negeri. Kemenperin terus mendorong industri lokal untuk memproduksi perangkat-perangkat yang kompatibel dengan teknologi 5G, mulai dari ponsel, antena, hingga perangkat keras lainnya. “Kami ingin industri lokal dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri dan memperkuat posisi Indonesia sebagai pemain utama dalam ekosistem 5G global,” tambah Emmy.

Untuk itu, Kemenperin juga berkoordinasi dengan kementerian terkait untuk menyediakan perangkat jaringan 5G, seperti router, switch, dan antena yang dirancang untuk mendukung kecepatan dan kapasitas tinggi. Selain itu, Kemenperin melihat potensi besar bagi industri lokal dalam memproduksi perangkat 5G broadcasting, termasuk radio unit, fronthaul, distributed unit, dan centralized unit.

Peningkatan investasi di sektor elektronika menjadi fokus utama pemerintah, dengan proyeksi investasi yang meningkat dari Rp5,11 triliun pada 2023 menjadi Rp8,29 triliun pada 2024. Kemenperin menekankan pentingnya mengurangi ketergantungan pada impor bahan baku dan barang modal untuk memperkuat sektor hulu dan antarindustri, serta mengurangi defisit neraca perdagangan.

“Kebijakan-kebijakan seperti pengoptimalan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) serta berbagai insentif ini diharapkan dapat mempercepat pertumbuhan industri 5G dan AI di Indonesia, serta membuka peluang bagi perusahaan lokal untuk tumbuh dan bersaing di pasar global,” kata Emmy.

Selain pengembangan industri, pemerintah juga memprioritaskan peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) melalui program pendidikan vokasi yang membekali tenaga kerja dengan keterampilan teknis yang relevan di era 5G dan AI. Untuk mendukung hal ini, Kemenperin juga mendirikan Pusat Industri Digital 4.0 (PIDI 4.0), yang diharapkan dapat menjadi pusat solusi bagi industri 4.0 dan menjembatani kerja sama antara sektor industri dalam negeri dan mitra internasional.

Emmy Suryandari menambahkan, “Pemerintah akan terus menjaga iklim investasi yang kondusif melalui insentif fiskal dan non-fiskal, guna mendorong masuknya investasi dan transfer teknologi yang dibutuhkan untuk menghadapi tantangan era 5G dan AI.”

Dengan langkah-langkah strategis ini, Indonesia bertekad untuk menjadi salah satu pemain utama dalam industri 5G dan digitalisasi global, memperkuat daya saing ekonomi, serta menciptakan pemerataan ekonomi di seluruh wilayah tanah air.(alf)

Pajak Air Tanah (PAT): Apa Itu dan Bagaimana Cara Menghitungnya?

IKPI, Jakarta: Pajak Air Tanah (PAT) mungkin masih terdengar asing bagi sebagian besar orang. Namun, bagi mereka yang mengambil dan memanfaatkan air tanah, pajak ini menjadi hal yang wajib diperhitungkan. Lalu, apa sebenarnya yang dimaksud dengan Pajak Air Tanah, siapa yang wajib membayar, dan bagaimana cara menghitungnya? Berikut penjelasannya.

Apa Itu Pajak Air Tanah?

Pajak Air Tanah adalah pajak yang dikenakan atas pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah. Air tanah sendiri adalah air yang tersimpan dalam lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan tanah. Artinya, setiap orang atau badan yang mengambil dan memanfaatkan air tanah, baik untuk keperluan pribadi atau usaha, akan dikenakan pajak.

Objek Pajak Air Tanah

Objek pajak air tanah mencakup seluruh kegiatan yang melibatkan pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah. Namun, ada beberapa pengecualian yang tidak dikenakan pajak, antara lain:

  1. Keperluan dasar rumah tangga
  2. Pengairan pertanian rakyat
  3. Perikanan rakyat
  4. Peternakan rakyat
  5. Keperluan ibadah atau keagamaan
  6. Pemadaman kebakaran
  7. Keperluan pemerintah

Dengan demikian, penggunaan air tanah untuk kebutuhan rumah tangga sehari-hari, seperti mandi atau mencuci, tidak akan dikenakan pajak.

Siapa yang Wajib Membayar Pajak Air Tanah?

Terdapat dua istilah penting dalam pajak air tanah:

  • Subjek Pajak: Orang pribadi atau badan yang mengambil atau memanfaatkan air tanah.
  • Wajib Pajak: Orang pribadi atau badan yang berkewajiban untuk membayar pajak.

Jika kamu atau perusahaanmu menggunakan air tanah untuk kegiatan usaha, maka kamu termasuk Wajib Pajak yang harus membayar Pajak Air Tanah.

Bagaimana Cara Menghitung Pajak Air Tanah?

Perhitungan pajak air tanah didasarkan pada nilai perolehan air tanah, yang dihitung dengan mempertimbangkan beberapa faktor, antara lain:

  • Harga air baku: Berdasarkan biaya pemeliharaan dan pengendalian air tanah.
  • Bobot air tanah: Ditentukan oleh berbagai aspek seperti sumber air, lokasi, tujuan pemanfaatan, volume, kualitas, dan dampak terhadap lingkungan.

Tarif pajak air tanah ditetapkan sebesar 20% dari nilai perolehan air tanah. Semakin besar nilai perolehan air tanah, semakin besar pula jumlah pajak yang harus dibayarkan.

Kapan Pajak Air Tanah Terutang?

Pajak air tanah mulai terutang saat air tanah diambil atau dimanfaatkan. Artinya, jika air tanah digunakan untuk keperluan usaha, maka kewajiban pajak ini berlaku sejak saat itu juga.

Wilayah Pemungutan Pajak Air Tanah

Wilayah pemungutan Pajak Air Tanah ini mencakup Provinsi DKI Jakarta. Jadi, pajak ini hanya berlaku bagi siapa saja yang mengambil dan/atau memanfaatkan air tanah di wilayah Jakarta.

Kesimpulan

Pajak Air Tanah adalah pajak yang dikenakan bagi siapa saja yang mengambil dan memanfaatkan air tanah, dengan pengecualian untuk keperluan tertentu seperti rumah tangga, pertanian rakyat, dan kegiatan sosial lainnya. Tarif pajak ini adalah 20% dari nilai perolehan air tanah, yang wajib dibayar sejak air tanah mulai digunakan.

Dengan membayar pajak air tanah, kita turut berkontribusi dalam menjaga keseimbangan dan kelestarian sumber daya air tanah agar tetap bermanfaat bagi semua. (alf)

id_ID