IKPI Tegaskan Siap Hadapi Modernisasi Perpajakan dengan Coretax

IKPI, Jakarta: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Jakarta Pusat menggelar seminar dengan tema “Pengenalan Simulator CoreTax System dan Poin-Poin Kunci PMK 81 Tahun 2024”, yang berlangsung pada Jumat (13/12/2024). Acara ini menjadi bagian dari upaya IKPI dalam menyambut dan mempersiapkan anggotanya menghadapi modernisasi sistem perpajakan melalui penerapan CoreTax System.

Dalam sambutannya, Ketua Umum IKPI Vaudy Starworld, menekankan pentingnya kesiapan seluruh pengurus dan anggota IKPI dalam menghadapi perubahan besar yang akan terjadi dalam sistem perpajakan Indonesia.

Vaudy juga mengapresiasi dukungan dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP), khususnya Kantor Wilayah DJP Jakarta Pusat, yang telah mendukung terselenggaranya seminar ini. Ia menambahkan bahwa penerapan CoreTax diharapkan dapat memodernisasi seluruh proses administrasi perpajakan, mulai dari pendaftaran wajib pajak hingga pembayaran dan pemeriksaan pajak, sehingga lebih cepat, akurat, dan transparan. Dengan begitu, diharapkan kepatuhan wajib pajak akan meningkat dan layanan perpajakan menjadi lebih mudah diakses.

(Foto: DOK. IKPI Cabang Jakarta Pusat)

Dalam sambutannya, Vaudy juga menyampaikan berbagai kegiatan yang telah dan akan diselenggarakan oleh Pengurus Pusat, diantaranya seminar pajak internasional di Hotelah Aston, Grogol, Jakarta Pusat pada 12 Desember 2024 yang dihadiri oleh 118 peserta yang terdiri dari konsultan pajak, praktisi, serta perwakilan dari berbagai instansi terkait. Acara dimulai dengan keynote speech dari Direktur Perpajakan Internasional, DJP, Mekar Satria Utama. Ia menyampaikan pentingnya kolaborasi antara lembaga perpajakan dan konsultan pajak dalam mendukung kebijakan perpajakan yang lebih baik di Indonesia.

Selain itu, seminar ini juga menghadirkan narasumber internasional, Prof. Kees Van Raad, yang berbicara mengenai perkembangan perpajakan internasional dan implementasi sistem CoreTax di beberapa negara. “Seminar ini menjadi bukti komitmen IKPI dalam memberikan pemahaman yang lebih dalam mengenai perpajakan, tidak hanya di tingkat nasional, tetapi juga internasional,” kata Vaudy.

Selain itu, ahli Kepabeanan dan Kuasa Hukum di Pengadilan Pajak ini juga menegaskan bahwa, sebagai bagian dari upaya pengembangan organisasi, ia juga telah membentuk cabang-cabang IKPI baru di beberapa daerah, seperti Buleleng dan Bitung. “Dengan pemekaran dan pembentukan cabang ini, kami berharap kegiatan IKPI di setiap daerah dapat lebih aktif dan semakin dekat dengan anggota,” ujarnya.

Ia juga menyampaikan rencananya untuk menggelar acara Outlook Perpajakan 2025 pada 19 Desember 2024 mendatang, yang akan dilanjutkan dengan penandatanganan MoU dengan perguruan tinggi dan entitas bisnis untuk memperluas manfaat bagi anggota, seperti penggunaan KTA IKPI sebagai kartu diskon di berbagai entitas bisnis.

(Foto: DOK. IKPI Cabang Jakarta Pusat)

“Dengan semangat untuk terus berkembang dan beradaptasi dengan perubahan, IKPI berkomitmen untuk terus menjadi garda terdepan dalam mendukung kemajuan sistem perpajakan Indonesia,” katanya.

Sekadar informasi, hadir sejumlah Pengurus Pusat IKPI pada acara tersebut:

1. Ketua Umum, Vaudy Starworld
2. Wakil Ketua Umum, Jetty
3. Ketua Departemen Focus Group Discussion (FGD) Suwardi Hasan –
4. Ketua Departemen Humas, Jemmi Sutiono
5. Ketua Departemen IT, Hendrik Saputra
6. Ketua Departemen Keanggotaan dan Etika Robert Hutapea
7. Anggota Dewan Kehormatan IKPI, Lam Sunjaya
8. Ketua IKPI Pengurus Daerah DKJ, Tan Alim
9. ⁠Ketua Bidang Humas Pengda DKJ Herry Juwana

Hadir juga tamu undangan lainnya:

1. Kepala Kantor Wilayah DJP Jakarta Pusat, Eddy Wahyudi
2. Kepala Bid. Humas Kanwil DJP Jakarta Pusat, Agustinus Dicky Hariadi
3. Pemateri, Togar Lumbantobing

(bl)

Italia Rencanakan Pengurangan Pajak Keuntungan Modal Kripto dalam Anggaran 2025

IKPI, Jakarta: Italia tengah mempersiapkan rencana untuk mengurangi pajak keuntungan modal atas mata uang kripto dalam anggaran negara 2025. Menurut laporan dari kantor berita internasional, aturan ini direncanakan akan diselesaikan pada akhir bulan ini.

Sebelumnya, usulan pemerintah Italia mengarah pada kenaikan pajak keuntungan modal atas mata uang kripto dari 26 persen menjadi 42 persen. Namun, perubahan ini mendapatkan tanggapan dari Maurizio Leo, Wakil Menteri Keuangan Italia, yang menyatakan bahwa daya tarik kripto yang semakin berkembang di negara tersebut menjadi alasan untuk menangguhkan rencana kenaikan pajak tersebut.

Meskipun masih harus menunggu keputusan final, laporan tersebut menyebutkan bahwa pemerintah Italia cenderung mempertahankan tarif pajak 26 persen yang ada saat ini. Keputusan ini diharapkan dapat memberikan kepastian bagi pasar dan mendorong pertumbuhan sektor kripto yang semakin populer di kalangan masyarakat Italia.

Dalam beberapa tahun terakhir, Italia telah mencatatkan adopsi kripto yang signifikan, dengan 11 persen populasi menggunakannya. Negara ini juga berada di peringkat ke-37 dalam Indeks Adopsi Global 2024 yang dirilis oleh Chainalysis. Survei terbaru yang dilakukan oleh YouGov dan disponsori oleh Bitpanda, menunjukkan bahwa mayoritas pengguna kripto di Eropa, termasuk Italia, berasal dari kalangan milenial dan Gen Z.

Eric Demuth, CEO Bitpanda, menyatakan bahwa kripto semakin populer di kalangan generasi muda di Eropa. “Kaum muda ini terus mendorong adopsi mata uang kripto. Masa depan keuangan ada di tangan generasi muda,” ujar Demuth, seperti yang dikutip dari Yahoo Finance.

Selain itu, Italia juga tetap menjadi salah satu negara yang berpartisipasi dalam regulasi baru yang penting di Eropa, yakni *Markets in Crypto Assets* (MiCA), yang bertujuan untuk mengatur lebih dari 1 triliun euro aset kripto di benua tersebut. Regulasi ini diharapkan dapat memberikan kerangka kerja yang lebih jelas dan aman bagi pasar kripto di Eropa.

Dengan perkembangan ini, Italia semakin memperlihatkan komitmennya untuk menciptakan ekosistem yang mendukung inovasi digital, termasuk dalam sektor kripto, sambil menjaga kestabilan dan transparansi di pasar keuangan.

Hingga November 2024 Pemerintah Himpun Rp10,59 Triliun dari Pajak Digital

IKPI, Jakarta: Pemerintah berhasil menghimpun pajak dari sektor digital mencapai Rp10,59 triliun sepanjang Januari hingga November 2024. Angka tersebut diperoleh dari berbagai sektor digital, termasuk perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE), kripto, fintech (P2P lending), dan Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah (SIPP).

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (P2 Humas DJP) Dwi Astuti, kontribusi terbesar berasal dari pajak pertambahan nilai (PPN) atas PMSE, yang mencapai Rp7,58 triliun. Selain itu, sektor kripto memberikan setoran pajak sebesar Rp511,8 miliar, sementara pajak dari sektor fintech P2P lending tercatat sebesar Rp1,31 triliun. Sektor SIPP turut berkontribusi dengan setoran pajak senilai Rp1,19 triliun.

Artinya, total pajak yang sudah dihimpun mencapai Rp24,5 triliun hingga November 2024. Angka ini didapatkan dari 171 pelaku PMSE yang telah ditunjuk dari 199 pelaku yang terdaftar. Pemerintah juga melakukan penunjukan baru pada bulan November 2024, dengan tujuh pelaku baru yang ditunjuk untuk memungut PPN PMSE, di antaranya Amazon Japan G.K., Vorwerk International & Co. KmG, dan Huawei Service (Hong Kong) Co., Limited. Selain itu, tercatat satu perubahan data dan satu pencabutan pelaku PMSE pada bulan yang sama.

Sekadar nformasi, sektor kripto mencatatkan setoran pajak sebesar Rp979,08 miliar hingga November 2024. Angka tersebut terdiri dari PPh 22 atas transaksi penjualan yang mencapai Rp459,35 miliar, serta PPN dalam negeri (DN) atas transaksi pembelian kripto di exchanger sebesar Rp519,73 miliar.

Sedangkan sektor P2P lending juga memberikan kontribusi signifikan dengan total setoran pajak mencapai Rp2,86 triliun. Setoran tersebut berasal dari tiga jenis pajak, yakni PPh 23 atas bunga pinjaman dalam negeri yang diterima oleh wajib pajak dalam negeri (WPDN) dan bentuk usaha tetap (BUT) sebesar Rp800,99 miliar, PPh 26 atas bunga pinjaman yang diterima wajib pajak luar negeri (WPLN) sebesar Rp558,57 miliar, serta PPN DN atas setoran masa sebesar Rp1,5 triliun.

Sementara ntuk sektor SIPP turut menyumbang total setoran pajak senilai Rp2,71 triliun, terdiri dari PPh sebesar Rp183,83 miliar dan PPN sebesar Rp2,53 triliun.

“Pemerintah terus melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap sektor-sektor digital ini guna memastikan kepatuhan pajak yang optimal. Upaya ini sejalan dengan komitmen Pemerintah untuk memajukan sektor digital dan memperkuat basis pajak di Indonesia,” ujar Dwi kepada media baru-baru ini. (alf)

Hadi Poernomo: Transparansi Harusnya Jadi Solusi Meningkatkan Rasio Pajak, Bukan Kenaikan PPN

IKPI, Jakarta: Kebijakan pemerintah untuk menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12% bagi barang mewah yang akan diterapkan mulai tahun 2025 dikritisi mantan Dirjen Pajak periode 2001-2006 Hadi Poernomo. Menurutnya, langkah ini bukanlah solusi yang tepat untuk meningkatkan rasio pajak Indonesia yang masih rendah.

Anggota Kehormatan dari Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) ini mengungkapkan bahwa menaikkan tarif PPN justru bisa menjadi jalan terakhir untuk mendongkrak penerimaan negara. Sebaliknya, ia menilai tarif PPN seharusnya tetap dipertahankan pada 10%.

“Idealnya, rasio pajak seharusnya meningkat seiring dengan penurunan tarif pajak, bukan sebaliknya,” ujar pria yang akrab di sapa Pung seperti dikutip dari podcast Cuap-Cuap Cuan yang disiarkan oleh CNBC Indonesia, Jumat (13/12/2024).

Menurut Pung, solusi yang lebih efektif untuk meningkatkan rasio pajak adalah dengan memperbaiki sistem kepatuhan pajak. Salah satu cara yang disarankan adalah dengan memperkuat pengawasan atau monitoring terhadap pembayaran pajak secara mandiri oleh Wajib Pajak (WP) melalui sistem self-assessment.

Dalam sistem ini, setiap transaksi keuangan dan non-keuangan WP harus dilaporkan secara transparan, sehingga dapat mengurangi potensi kebocoran pajak dan praktek korupsi yang sering terjadi. “Sistem ini bagaikan CCTV bagi penerimaan negara,” kata Pung.

Dengan adanya transparansi, lanjutnya, petugas pajak tidak akan semena-mena dalam menjalankan tugasnya, dan WP pun diharapkan lebih patuh dalam melaporkan kewajiban pajaknya. Melalui penerapan sistem digitalisasi yang lebih ketat, data transaksi keuangan, rekening bank, hingga transaksi luar negeri dapat terhubung langsung dengan sistem pajak.

Pemerintah Indonesia menurut Pung, sudah memiliki dasar hukum yang kuat untuk menerapkan sistem ini, yaitu Undang-Undang (UU) No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Perpajakan dan Perpu Nomor 1 Tahun 2017 yang mengatur tentang akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan. Bahkan, ia menambahkan, lembaga jasa keuangan dan perbankan wajib menyampaikan data transaksi kepada otoritas pajak secara otomatis.

Dengan demikian, Pung meyakini bahwa sistem pengawasan pajak yang lebih transparan dan digital dapat meningkatkan kepatuhan WP, yang pada gilirannya dapat mendongkrak penerimaan pajak.

Ia optimistis bahwa target rasio pajak Indonesia yang sebesar 16% yang ditetapkan oleh Presiden Prabowo Subianto bisa tercapai dalam beberapa tahun ke depan. “Monitoring self-assessment bisa meningkatkan rasio pajak antara 1-2%, yang setara dengan Rp 250 triliun hingga Rp 500 triliun,” ujarnya.

Dengan demikian, Pung meyakini, meskipun kebijakan peningkatan tarif PPN dapat memberikan tambahan penerimaan pajak dalam jangka pendek, pendekatan yang lebih berkelanjutan melalui peningkatan kepatuhan pajak dan transparansi sistem perpajakan diharapkan bisa menjadi kunci utama dalam mengoptimalkan rasio pajak Indonesia di masa depan. (alf)

IKPI Gelar International Tax, Ketum Vaudy: Ini jadi Kick Off Kegiatan Internasional Kepengurusan 2024-2029

IKPI, Jakarta: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) menggelar seminar perpajakan internasional dengan tema “Taxation Issues In Cross Border Transactions” di Hotel Aston, Jakarta Barat, Kamis (12/12/2024). Kegiatan yang berlangsung tahun ini menjadi langkah awal bagi IKPI untuk menyelenggarakan acara serupa secara rutin setiap tahunnya, dengan tujuan meningkatkan pemahaman para konsultan pajak Indonesia tentang isu-isu perpajakan internasional.

Ketua Umum IKPI Vaudy Starworld mengatakan, seminar ini menghadirkan narasumber internasional yang berkompeten di bidangnya. Hadir sebagai pembiacara kunci yakni, Direktur Perpajakan Internasional, Direktorat Jenderal Pajak, DR Mekar Satria Utama, Profesor Internasional Tax Law dari Leiden University, Prof. Kees Van Raad (narasumber), dengan Moderator Andreas Adoe dari Departemen Hubungan Internasional IKPI

Menurut Vaudy, penyelenggaraan seminar ini sebagai respon terhadap permintaan anggota IKPI. “Seminar internasional tax ini menjadi kick off di masa kepengurusan IKPI periode 2024-2029,” kata Vaudy di lokasi acara.

IKPI berkomitmen untuk membawa narasumber dari luar negeri guna memberikan wawasan yang lebih mendalam mengenai perkembangan pajak internasional. “Ini adalah seminar pajak internasional pertama pada kepengurusan IKPI yang saya pimpin. Rencananya, ini akan menjadi agenda tahunan organisasi,” ungkapnya.

Menurutnya, langkah ini merupakan respons terhadap permintaan dari anggota, terutama yang disampaikan melalui grup WhatsApp (WAG) IKPI. Para anggota secara aktif meminta agar ada lebih banyak kegiatan yang membahas pajak internasional. “Kami sangat responsif terhadap permintaan anggota. Banyak yang meminta agar ada pembahasan mengenai pajak internasional, dan ini adalah jawaban atas permintaan tersebut,” ujarnya.

Selain menggelar acara utama ini, IKPI juga merencanakan serangkaian kegiatan lainnya, termasuk webinar internasional yang akan melibatkan narasumber dari luar negeri. Webinar ini dirancang untuk dapat diakses oleh seluruh anggota secara gratis dan bekerja sama dengan berbagai asosiasi konsultan pajak internasional.

Dengan demikian kata Vaudy, anggota IKPI memiliki kesempatan untuk memperoleh wawasan dan pengetahuan dari praktisi maupun akademisi di luar Indonesia tanpa biaya tambahan. “Kegiatan ini akan memperluas akses bagi anggota, agar mereka bisa belajar langsung dari pakar-pakar pajak internasional yang kompeten,” ujarnya.

Ahli ilmu Kepabeanan dan Kuasa Hukum di Pengadilan Pajak ini juga menegaskan, bahwa kehadiran Prof. Kees Van Raad menjadi kesempatan berharga bagi para anggota IKPI untuk mendapatkan pemahaman lebih dalam mengenai teori dan praktik pajak internasional dari akademisi yang berkompeten. “Kami ingin anggota IKPI mendapatkan pandangan yang luas mengenai pajak internasional, dan tidak hanya mendengarnya dari mahasiswa atau pihak lain, tetapi langsung dari sumber yang kompeten,” kata Vaudy.

Menurutnya, Prof. Kees Van Raad dikenal luas di kalangan akademisi pajak internasional. Ia menyampaikan materi yang sangat relevan mengenai perkembangan terbaru dalam kebijakan pajak internasional. Materi yang disampaikan sangat penting bagi para konsultan pajak Indonesia, mengingat pentingnya pemahaman yang mendalam terkait kebijakan pajak lintas negara dalam dunia globalisasi ekonomi saat ini.

“Prof. Kees Van Raad juga menekankan pentingnya kolaborasi internasional dalam hal perpajakan untuk menghadapi tantangan ekonomi global,” katanya.

Selain akademisi, IKPI juga berencana untuk mengundang praktisi dan asosiasi pajak internasional pada kegiatan-kegiatan mendatang. “Kami ingin menghadirkan lebih banyak narasumber, baik itu dari akademisi maupun praktisi yang memiliki pengalaman langsung dalam bidang perpajakan internasional. Hal ini penting untuk memberikan variasi pandangan dan pengetahuan yang lebih komprehensif bagi anggota,” ujarnya.

Ia menyadari bahwa pemahaman mengenai pajak internasional sangat penting untuk membantu konsultan pajak di Indonesia menghadapi tantangan perpajakan yang semakin kompleks, terutama terkait transaksi lintas negara dan penerapan regulasi perpajakan internasional yang semakin berkembang. Oleh karena itu, kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan kompetensi dan kemampuan anggota dalam memberikan layanan terbaik kepada klien mereka.

IKPI juga merencanakan kegiatan berbasis online seperti webinar yang melibatkan pakar-pakar pajak internasional dari seluruh dunia. Kerja sama dengan asosiasi pajak internasional juga akan terus diperkuat agar anggota IKPI dapat terus memperoleh pembaruan informasi yang relevan. “Ini adalah bagian dari upaya kami untuk memastikan bahwa anggota IKPI selalu mendapatkan informasi terkini dan pengetahuan yang dapat diterapkan dalam praktek konsultan pajak mereka,” katanya.

Dengan penyelenggaraan kegiatan ini, Vaudy berharap dapat memperluas wawasan anggotanya dan mendukung mereka untuk menghadapi tantangan globalisasi ekonomi dan perpajakan. Tidak hanya itu, IKPI juga ingin memastikan bahwa konsultan pajak Indonesia dapat bersaing secara kompetitif di kancah internasional dengan pemahaman yang lebih dalam dan pengetahuan yang lebih luas mengenai pajak internasional.

Sekadar informasi, kegiatan ini juga menjadi bagian dari komitmen IKPI dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) di sektor perpajakan Indonesia. Dalam era globalisasi dan integrasi ekonomi dunia, pemahaman mengenai pajak internasional menjadi sangat krusial, terutama dengan adanya perjanjian pajak internasional dan praktik perpajakan lintas negara yang semakin berkembang.

Dengan menghadirkan narasumber internasional dan menyelenggarakan kegiatan berbasis online, Vaudy berharap dapat mengimbangi perkembangan tren perpajakan global dan membantu anggotanya untuk lebih siap dalam menghadapi tantangan profesional.

Dengan demikian, kegiatan Seminar International Tax yang digelar oleh IKPI ini bukan hanya sekadar acara tahunan, tetapi juga menjadi langkah strategis untuk memperkuat kompetensi konsultan pajak Indonesia dalam menghadapi dinamika pajak internasional yang semakin kompleks.

Sekadar informasi, sebelumnya IKPI juga pernah menggelar Seminar Pajak Internasional di Hotel Fairmont tgl 24-26 Agustus 2016 dengan menghadirkan Prof. Kees Van Raad, sebagai narasumber utaman. (bl)

Ini Kata Hadi Poernomo Penyebab Gagalnya Tax Amnesty di Indonesia

IKPI, Jakarta: Dirjen Pajak periode 2001-2006 Hadi Poernomo, mengungkapkan penyebab gagalnya program tax amnesty di Indonesia dalam meningkatkan rasio pajak. Meskipun sudah dua kali dilaksanakan, program amnesti pajak jilid I pada 2016 dan jilid II dengan nama program Pengungkapan Sukarela (PPS) pada 2022, rasio pajak Indonesia tetap stagnan di kisaran 10% terhadap PDB, bahkan sempat turun hingga 8,33% pada 2020.

Mengutip dari acara Cuap Cuap Cuan yang disiarkan CNBC Indonesia pada Jumat (13/12/2024) Anggota Kehormatan dari Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) ini menjelaskan, bahwa rendahnya rasio pajak disebabkan oleh tidak tercapainya akses informasi yang utuh dari wajib pajak.

Ia menegaskan, meski program tax amnesty bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan pajak, otoritas pajak di Indonesia tidak memperoleh informasi perpajakan yang lengkap, sehingga menyulitkan pengawasan terhadap pengemplang pajak.

Pria yang akrab disapa Pung ini juga mengatakan, pengalaman Afrika Selatan yang sukses menerapkan tax amnesty dengan terlebih dahulu meminta akses informasi keuangan dari wajib pajak.

Menurutnya, sebelum pelaksanaan amnesti pajak, Ditjen Pajak harus terlebih dahulu memastikan bahwa akses informasi yang diperoleh sesuai dengan peraturan yang berlaku. Akses tersebut harus sepenuhnya berdasarkan hukum dan tidak bertentangan dengan peraturan yang ada.

Adanya masalah lain yang memengaruhi keberhasilan program pengampunan pajak adalah rendahnya kemampuan Ditjen Pajak dalam menguji Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) pajak.

“Kunci utamanya adalah kemampuan untuk menguji SPT dengan lebih efisien. Jika semua negara mampu menguji SPT dengan baik, proses restitusi pajak bisa berjalan cepat tanpa perlu audit yang rumit,” kata Pung.

Lebih lanjut ia mengatakan, kesalahan dalam pengisian SPT sering kali tidak terdeteksi karena adanya celah yang tidak diperiksa secara menyeluruh. Untuk itu, Pubg mengusulkan perbaikan sistem pajak, sehingga setiap wajib pajak wajib mengisi SPT dengan benar, lengkap, dan jelas, yang pada gilirannya akan meningkatkan tingkat kepatuhan pajak di Indonesia.

Dengan stagnannya rasio pajak yang memprihatinkan, Pung menekankan bahwa pemerintah dan otoritas pajak perlu mengambil langkah-langkah strategis untuk memastikan transparansi, pengawasan yang ketat, dan reformasi sistem perpajakan agar program tax amnesty yang dijalankan dapat memberikan dampak positif terhadap perekonomian Indonesia. (alf)

Pemerintah Siapkan Paket Stimulus Pajak Dukung Sektor Otomotif dan Properti

IKPI, Jakarta: Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, mengumumkan bahwa pemerintah akan meluncurkan paket stimulus ekonomi terbaru yang ditujukan untuk mendongkrak pertumbuhan dua sektor penting dalam perekonomian Indonesia, yakni otomotif dan properti. Paket ini akan berupa insentif pajak yang diharapkan dapat meningkatkan daya beli masyarakat serta memperkuat daya saing industri domestik.

Menurut Airlangga, paket stimulus ini akan terdiri dari dua jenis insentif pajak utama. Pertama, relaksasi pajak penjualan barang mewah (PPnBM) untuk sektor otomotif, dan kedua, insentif pajak pertambahan nilai (PPN) yang ditanggung pemerintah (DTP) untuk sektor properti. Pengumuman resmi mengenai kedua insentif ini dijadwalkan akan dilakukan dalam waktu dekat, yaitu pekan ini.

Stimulus untuk Sektor Otomotif

Airlangga menjelaskan bahwa insentif PPnBM akan diberikan kepada industri otomotif dalam rangka mendorong peningkatan penjualan kendaraan bermotor. Pemerintah berharap dengan adanya insentif ini, sektor otomotif yang sempat terpuruk akibat pandemi COVID-19 dapat kembali bangkit, serta memperkuat daya beli masyarakat. “Kami berharap paket ekonomi ini bisa kami selesaikan dan memberikan dampak positif bagi industri otomotif,” ujar Airlangga kepada media di kantornya, Kamis (12/12/2024).

Pemerintah menilai sektor otomotif memiliki peran penting dalam perekonomian Indonesia, baik sebagai sektor yang menyerap tenaga kerja maupun sebagai motor penggerak industri lainnya. Dengan adanya insentif pajak, diharapkan permintaan terhadap kendaraan baru akan meningkat, yang pada gilirannya akan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.

Stimulus untuk Sektor Properti

Selain sektor otomotif, paket stimulus ini juga akan mencakup insentif pajak untuk sektor properti. Airlangga mengungkapkan bahwa pemerintah akan memberikan insentif PPN DTP (ditanggung pemerintah) untuk sektor perumahan. Insentif ini dimaksudkan untuk menurunkan harga jual rumah bagi masyarakat, khususnya bagi kelas menengah yang tengah mengalami tekanan ekonomi akibat inflasi dan kenaikan harga barang.

Diharapkan, dengan adanya insentif ini, masyarakat akan lebih mudah membeli rumah yang sekaligus bisa mendongkrak permintaan di sektor properti. Sektor ini, yang merupakan salah satu sektor besar yang menyerap banyak tenaga kerja, diharapkan dapat kembali menunjukkan tren positif pasca-pandemi.

“Ini adalah langkah strategis untuk memperkuat daya beli masyarakat, khususnya di sektor perumahan,” kata Airlangga.

Selain itu, Airlangga juga menekankan pentingnya kedua insentif pajak ini dalam menjaga daya saing industri domestik, terutama di sektor padat karya. Ia menyatakan bahwa insentif pajak ini sangat dibutuhkan untuk memastikan bahwa pelaku industri nasional tidak kalah saing dengan pelaku industri baru yang didukung oleh dana investasi asing.

Melalui paket stimulus ini, pemerintah berharap bisa menciptakan iklim yang lebih kondusif bagi pelaku industri lokal untuk berinovasi dan berkembang.

Sektor properti dan otomotif merupakan dua sektor yang sangat berpengaruh terhadap perekonomian Indonesia, baik dari sisi konsumsi masyarakat maupun penciptaan lapangan pekerjaan.

Oleh karena itu lanjit Airlangga, insentif pajak ini diharapkan dapat mempercepat pemulihan ekonomi Indonesia pasca-pandemi dan menghadapi tantangan ekonomi global yang penuh ketidakpastian.

Airlangga juga menyatakan bahwa meskipun rencananya pengumuman kedua insentif ini akan dilakukan bersamaan, namun pihaknya masih belum bisa memastikan tanggal pastinya. Ia menyebutkan bahwa jika memungkinkan, kedua insentif ini akan diumumkan dalam waktu bersamaan, namun jika tidak memungkinkan, pengumuman bisa dilakukan secara bertahap.

Menurutnya, paket stimulus ini sangat penting untuk memberikan dukungan langsung kepada masyarakat kelas menengah yang membutuhkan akses lebih mudah terhadap properti dan kendaraan bermotor. “Kami akan terus memonitor dan mengevaluasi dampak dari kebijakan ini agar bisa memberikan hasil yang maksimal bagi perekonomian nasional,” ujarnya.

Dengan adanya kebijakan ini, pemerintah berharap sektor otomotif dan properti dapat kembali menjadi penggerak ekonomi, menciptakan lapangan pekerjaan, serta meningkatkan konsumsi domestik yang pada akhirnya akan mempercepat pemulihan ekonomi Indonesia. Pemerintah juga berharap stimulus ini akan mampu menciptakan peluang bisnis baru di sektor-sektor terkait, sekaligus memperkuat daya saing Indonesia di kancah global. (alf)

Puluhan Anggota IKPI Cabang Surakarta Ikuti Edukasi Coretax di Kanwil DJP Jawa Tengah II

IKPI, Jakarta: Sebanyak 46 anggota Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Surakarta berkesempatan mengikuti acara Edukasi Coretax yang diselenggarakan Kanwil Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jawa Tengah II, di Aula Lantai 4 Kanwil DJP Jawa Tengah II, Surakarta, pada Rabu (11/12/2024).

Acara ini merupakan bagian dari persiapan implementasi dan pengenalan sistem Coretax yang akan diterapkan oleh DJP kepada seluruh Wajib Pajak. Coretax, yang dijadwalkan mulai diberlakukan pada 1 Januari 2025, akan menjadi sistem baru dalam pengelolaan pajak yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi, transparansi, dan kepatuhan pajak di Indonesia.

Ketua IKPI Cabang Surakarta Suparman, mengungkapkan rasa terima kasih atas kesempatan yang diberikan kepada anggota IKPI untuk mengikuti edukasi ini. Ia menyatakan bahwa kegiatan ini sangat penting sebagai sarana bagi para konsultan pajak untuk memahami secara mendalam mengenai perubahan sistem yang akan diterapkan.

Suparman juga berharap agar informasi yang diperoleh dapat diimplementasikan dengan baik oleh seluruh anggota IKPI dan masyarakat luas sebagai Wajib Pajak. Menurutnya, kesuksesan implementasi Coretax sangat bergantung pada pemahaman yang menyeluruh dari para pihak terkait, termasuk konsultan pajak yang berperan sebagai mitra Wajib Pajak.

“Harapan kami, hasil dari kegiatan Edukasi Coretax ini bisa diterapkan dengan optimal oleh anggota IKPI dan pada akhirnya memberikan dampak positif bagi peningkatan kepatuhan pajak di Indonesia,” kata Suparman, Jumat (13/12/2024).

Ia juga menekankan pentingnya komunikasi yang terus terjalin antara IKPI dan DJP untuk mendukung keberhasilan implementasi sistem baru ini.

Dalam kesempatan yang sama, Kanwil DJP Jawa Tengah II yang diwakili oleh Kepala Bidang Pengawasan dan Hubungan Masyarakat (P2 Humas) Herlin Sulismiyarti, menyampaikan bahwa DJP sangat mengapresiasi partisipasi IKPI Cabang Surakarta dalam acara edukasi ini.

Ia menegaskan bahwa edukasi dan sosialisasi mengenai Coretax merupakan langkah penting untuk mempersiapkan Wajib Pajak dalam menghadapi perubahan sistem yang akan datang.

“Dengan adanya komunikasi dan kerja sama yang baik antara DJP dan IKPI, kami berharap edukasi dan sosialisasi mengenai Coretax bisa sampai ke seluruh lapisan masyarakat, terutama Wajib Pajak yang akan terdampak oleh perubahan ini,” kata Herlin.

Ia menambahkan bahwa DJP akan terus berusaha memberikan informasi yang jelas dan akurat mengenai sistem Coretax agar penerapannya pada 1 Januari 2025 berjalan lancar.

Edukasi Coretax ini diharapkan menjadi awal yang baik untuk membangun kesadaran dan pemahaman tentang sistem perpajakan baru yang lebih modern dan terintegrasi. Kegiatan semacam ini juga menjadi bukti nyata dari upaya bersama antara DJP dan asosiasi konsultan pajak dalam meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak di Indonesia.

Lebih lanjut Suparman mengatakan, dengan adanya pelatihan dan informasi yang diberikan pada acara ini, diharapkan para anggota IKPI Cabang Surakarta dapat menjadi agen perubahan yang mampu membantu Wajib Pajak dalam mengimplementasikan Coretax dengan lebih mudah dan efektif. (bl)

IKPI Tegaskan Pentingnya Pemahaman Pajak Internasional

IKPI, Jakarta: Ketua Departemen Hubungan Iternasional, Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) David Tjhai menggarisbawahi pentingnya pemahaman mendalam tentang pajak internasional, terutama dalam konteks globalisasi dan interaksi Indonesia dengan perusahaan asing. Hal itu dikatakannya di sela seminar pajak internasional bertema “Taxation Issue In Cross Border Transactions” di Hotel Aston, Jakarta Barat, Kamis (12/12/2024).

Dalam acara yang menghadirkan pembicara kunci dari Direktur Perpajakan Internasional, Direktorat Jenderal Pajak, DR Mekar Satria Utama dan Profesor Internasional Tax Law dari Leiden University, Prof. Kees Van Raad sebagai narasumber Utama, serta Andreas Adoe dari Departemen Hubungan Internasional IKPI sebagai moderator, David menjelaskan bahwa meskipun Indonesia adalah negara yang memiliki kebijakan pajaknya sendiri, namun penting bagi berbagai pihak untuk mengadopsi standar internasional agar aturan pajak yang diterapkan dapat dipahami dan diimplementasikan dengan tepat.

Menurut David, banyak orang hanya memahami pajak internasional secara permukaan, terutama yang terkait dengan penerapan Tax Treaty. Oleh karena itu, perlu ada pemahaman yang lebih mendalam dan komprehensif, sehingga aplikasinya dapat dilakukan dengan benar.

(Foto: DOK. Ikatan Konsultan Pajak Indonesia)

“Tujuan kami adalah membawa pemahaman yang tepat tentang pajak internasional, agar Indonesia dapat sejajar dengan standar internasional dan mampu berinteraksi dengan negara lain dalam hal ini,” ujarnya.

David juga mengingatkan kepada anggota IKPI akan pentingnya pemahaman mengenai aturan pajak internasional, khususnya bagi perusahaan Indonesia yang memiliki transaksi atau hubungan dengan perusahaan asing. Hal ini untuk mencegah kesalahan yang bisa berujung pada beban pajak yang tidak perlu.

Salah satu contohnya adalah, pentingnya pengelolaan pembayaran pajak yang tepat dalam transaksi dengan perusahaan asing agar tidak terjadi masalah hukum atau beban finansial di kemudian hari.

Lebih lanjut ia menegaskan, meskipun Indonesia negara yang independent terkait peraturan pajak, tetapi tetap perlu menyesuaikan peraturan pajaknya dengan standar internasional. “Walaupun Indonesia boleh membuat aturan pajak sendiri, jika aturannya tidak sesuai dengan praktik internasional yang logis, maka aturan tersebut tidak akan efektif dan tidak akan diterima dalam perjanjian pajak internasional,” ujarnya.

Selain itu, David mengatakan bahwa acara ini menjadi ajang untuk memperkenalkan IKPI sebagai asosiasi konsultan pajak dengan anggota yang memiliki kemampuan berstandar internasional, yang siap berperan aktif dalam kancah internasional.

Diharapkan, melalui kegiatan ini, lebih banyak klien asing dan perusahaan multinasional yang akan bekerja sama dengan anggota IKPI, memberikan dampak positif bagi industri pajak di Indonesia. “Kami ingin berinteraksi dan berdialog dengan mitra luar negeri agar bisa berbicara dalam satu bahasa yang sama, serta membawa klien kami ke level yang lebih tinggi dalam hal kepatuhan pajak internasional,” ujarnya.

Dengan semakin meningkatnya interaksi Indonesia dengan dunia global lanjut David, pemahaman mendalam tentang pajak internasional menjadi semakin penting bagi para praktisi pajak di Indonesia. Para ahli sepakat bahwa pembekalan pengetahuan pajak internasional yang tepat akan membantu menjaga keberlanjutan investasi asing di Indonesia dan memastikan kepatuhan terhadap peraturan pajak global.(bl)

IFA Indonesia Gelar Seminar Pajak Internasional ke-12 di Jakarta

IKPI, Jakarta: International Fiscal Association (IFA) Indonesia sukses menggelar “The 12th IFA Indonesia Annual International Tax Seminar” pada 10-11 Desember 2024 di Financial Hall Graha CIMB Niaga, Jakarta. Seminar ini menghadirkan para otoritas, praktisi, akademisi, dan korporasi untuk membahas isu-isu perpajakan global terkini dan memberikan panduan dalam merespons kebijakan perpajakan internasional.

Ketua IFA Indonesia Ichwan Sukardi, menjelaskan bahwa seminar ini bertujuan untuk memberikan pemahaman tentang dampak kebijakan pajak internasional bagi perusahaan serta memberikan arahan tentang langkah-langkah yang perlu diambil oleh berbagai pihak terkait.

“Seminar ini diharapkan dapat memberikan pencerahan bagi wajib pajak, membantu mereka memahami dampak kebijakan perpajakan global terhadap perusahaan mereka, serta memberikan masukan kepada otoritas terkait dalam penyusunan kebijakan perpajakan,” ujar Ichwan melalui keterangan tertulisnya yang diterima, Kamis (12/12/2024).

Sekadar informasi, selama dua hari, seminar ini menghadirkan sesi-sesi mendalam dan partisipatif yang membahas berbagai topik, termasuk perspektif dari narasumber yang berasal dari Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), IFA Internasional, praktisi perpajakan dari berbagai negara, serta akademisi.

Pembahasan utama dalam seminar kali ini mencakup isu-isu kebijakan pajak internasional yang paling aktual, termasuk Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) 2.0, khususnya Pilar I dan Pilar II.

Ichwan menekankan bahwa Pilar II, yang berkaitan dengan pajak minimum global atau Global Minimum Tax (GMT), menjadi topik yang sangat relevan bagi Indonesia, terutama dengan rencana Kementerian Keuangan yang sedang menyusun Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tentang GMT.

“Pilar II ini akan langsung berdampak pada perusahaan multinasional di Indonesia, mengingat kesepakatan global menetapkan bahwa perusahaan dengan pendapatan lebih dari 750 juta euro harus membayar pajak minimal 15 persen atas keuntungan mereka,” kata Ichwan.

Ia berharap, seminar ini dapat memperkaya wawasan para peserta dan memberikan kontribusi positif dalam penyusunan kebijakan perpajakan Indonesia yang lebih berkelanjutan dan responsif terhadap perkembangan global. (alf)

id_ID