Tarif PPh Impor RI untuk Elektronik hingga Ponsel  hanya 0,5%

IKPI, Jakarta: Pemerintah terus melakukan langkah strategis untuk menjaga daya saing industri dalam negeri di tengah meningkatnya tekanan eksternal. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengumumkan rencana penurunan tarif Pajak Penghasilan (PPh) Impor dan penyesuaian bea masuk untuk sejumlah produk impor strategis.

Dalam pernyataannya, Sri Mulyani menyebut bahwa tarif PPh Impor untuk produk tertentu seperti elektronik, ponsel, dan laptop akan diturunkan dari 2,5% menjadi 0,5%. “Langkah ini setara dengan pelonggaran pungutan sebesar 2%,” ujar Menkeu di acara Sarasehan Ekonomi bersama Presiden Prabowo, baru-baru ini.

Selain itu, pemerintah juga akan menyesuaikan tarif bea masuk terhadap produk-produk impor asal Amerika Serikat yang termasuk dalam kategori Most Favored Nation (MFN). Produk-produk tersebut mencakup besi dan baja, alat kesehatan, produk teknologi informasi, hingga barang tambang. Tarif bea masuknya akan dikurangi dari kisaran 5-10% menjadi 0-5%, yang berarti penurunan beban tarif hingga 5%.

“Ini berarti mengurangi lagi 5% beban tarif. Ini untuk produk-produk yang berasal dari Amerika Serikat yang masuk dalam most favored nation,” jelas Sri Mulyani.

Kebijakan ini diharapkan dapat membantu industri nasional dalam menjaga efisiensi dan daya saingnya, sekaligus menjadi bantalan terhadap dampak tekanan global yang semakin meningkat. (alf)

 

Kenaikan Upah Minimum Provinsi 2025 Ditetapkan 6,5%, Ini Data Lengkapnya

IKPI, Jakarta: Pemerintah resmi menetapkan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) sebesar 6,5% pada tahun 2025, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 16 Tahun 2024 tentang Upah Minimum. Kenaikan ini berlaku mulai 1 Januari 2025 di seluruh provinsi di Indonesia.

Menteri Ketenagakerjaan Yassierli menjelaskan bahwa kenaikan ini bertujuan untuk menjaga daya beli pekerja, sesuai arahan Presiden Prabowo Subianto.

“Kebijakan ini diambil untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja dan mendorong pertumbuhan ekonomi di tengah tantangan global,” ujarnya, baru-baru ini.

Rincian Kenaikan UMP

Sebagai contoh, UMP DKI Jakarta mengalami kenaikan dari Rp5.067.381 pada 2024 menjadi Rp5.396.761 tahun ini. Di Banten, UMP naik menjadi Rp2.905.119 dari Rp2.727.812, sedangkan di Papua UMP naik menjadi Rp4.285.850 dari Rp4.024.270.

Berikut adalah rincian UMP tahun 2025 dari semua provinsi setelah kenaikan 6,5%:

1. Aceh: Rp3.685.615 (sebelumnya Rp3.460.672)

2. Sumatera Utara: Rp2.992.599 (sebelumnya Rp2.809.915)

3. Sumatera Barat: Rp2.994.193 (sebelumnya Rp2.811.449)

4. Sumatera Selatan: Rp3.681.570 (sebelumnya Rp3.456.874)

5. Kepulauan Riau: Rp3.623.653 (sebelumnya Rp3.402.492)

6. Riau: Rp3.508.775 (sebelumnya Rp3.294.625)

7. Lampung: Rp2.893.069 (sebelumnya Rp2.716.497)

8. Bengkulu: Rp2.670.039 (sebelumnya Rp2.507.079)

9. Jambi: Rp3.234.533 (sebelumnya Rp3.037.121)

10. Bangka Belitung: Rp3.876.600 (sebelumnya Rp3.640.000)

11. Banten: Rp2.905.119 (sebelumnya Rp2.727.812)

12. DKI Jakarta: Rp5.396.760 (sebelumnya Rp5.067.381)

13. Jawa Barat: Rp2.191.232 (sebelumnya Rp2.057.495)

14. Jawa Tengah: Rp2.169.348 (sebelumnya Rp2.036.947)

15. Jawa Timur: Rp2.305.984 (sebelumnya Rp2.165.244)

16. DI Yogyakarta: Rp2.264.080 (sebelumnya Rp2.125.897)

17. Bali: Rp2.996.560 (sebelumnya Rp2.816.672)

18. Nusa Tenggara Timur (NTT): Rp2.328.969 (sebelumnya Rp2.186.826)

19. Nusa Tenggara Barat (NTB): Rp2.602.931 (sebelumnya Rp2.444.067)

20. Kalimantan Barat: Rp2.878.286 (sebelumnya Rp2.702.616)

21. Kalimantan Tengah: Rp3.473.621 (sebelumnya Rp3.261.616)

22. Kalimantan Selatan: Rp3.496.194 (sebelumnya Rp3.282.812)

23. Kalimantan Utara: Rp3.580.160 (sebelumnya Rp3.361.653)

24. Kalimantan Timur: Rp3.579.313 (sebelumnya Rp3.360.858)

25. Sulawesi Utara: Rp3.775.425 (sebelumnya Rp3.545.000)

26. Sulawesi Tengah: Rp2.914.583 (sebelumnya Rp2.736.698)

27. Sulawesi Tenggara: Rp3.073.551 (sebelumnya Rp2.885.964)

28. Sulawesi Selatan: Rp3.657.527 (sebelumnya Rp3.443.298)

29. Sulawesi Barat: Rp3.104.430 (sebelumnya Rp2.914.958)

30. Gorontalo: Rp3.221.731 (sebelumnya Rp3.025.100)

31. Maluku Utara: Rp3.408.000 (sebelumnya Rp3.200.000)

32. Maluku: Rp3.141.699 (sebelumnya Rp2.949.953)

33. Papua: Rp4.285.850 (sebelumnya Rp4.024.270)

34. Papua Barat: Rp3.615.000 (sebelumnya Rp3.393.500)

35. Papua Barat Daya: Rp3.614.000 (sebelumnya Rp3.393.500)

36. Papua Tengah: Rp4.285.848 (sebelumnya Rp4.024.270)

37. Papua Selatan: Rp4.285.850 (sebelumnya Rp4.024.270)

38. Papua Pegunungan: Rp4.285.847 (sebelumnya Rp4.024.270)

Kenaikan UMP diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan pekerja sekaligus mendukung perekonomian nasional.

Secara keseluruhan, kenaikan ini diharapkan mampu meningkatkan kualitas hidup pekerja dan memberikan dampak positif bagi perekonomian daerah.

Kenaikan UMP ini disambut baik oleh sebagian besar pekerja, meskipun masih menuai tantangan dari beberapa sektor usaha kecil dan menengah yang mengaku perlu waktu untuk menyesuaikan biaya operasional. Pemerintah juga memastikan pengawasan implementasi kenaikan UMP berjalan lancar, guna mencegah pelanggaran oleh pihak perusahaan.

Dengan kebijakan ini, pemerintah optimis bahwa daya beli masyarakat akan terjaga, sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi nasional pada tahun 2025. (alf)

Pemerintah Siapkan Insentif untuk Pelaku Industri Terkait Kenaikan UMP 6,5%

IKPI, Jakarta: Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengungkapkan bahwa pihaknya sedang membahas berbagai insentif dan stimulus untuk membantu pelaku industri, seiring dengan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) sebesar 6,5% yang baru-baru ini diumumkan. Pembahasan ini bertujuan untuk memastikan dunia usaha dapat beradaptasi dengan kebijakan tersebut.

“Kemarin kita membahas bantuan atau insentif yang perlu dan akan disiapkan oleh pemerintah untuk membantu dunia usaha, khususnya industri,” ujar Menperin Agus dalam keterangan pers di Jakarta pada Kamis (5/12/2024).

Sebagai contoh, salah satu insentif yang dibahas adalah yang berkaitan dengan sektor otomotif. Pemerintah akan memberikan stimulus berupa pengurangan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) dan Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPn DTP), tidak hanya untuk kendaraan listrik, tetapi juga untuk kendaraan hybrid dan jenis mobil lainnya. Hal ini diharapkan dapat mendorong daya beli masyarakat serta membantu industri otomotif.

Menperin menjelaskan bahwa kenaikan UMP yang ditetapkan oleh Presiden Prabowo Subianto bertujuan untuk meningkatkan daya beli masyarakat, yang menurutnya sangat penting untuk menjaga pertumbuhan ekonomi.

“Kenaikan ini perlu dilakukan untuk menciptakan daya beli yang lebih baik di masyarakat,” ujarnya.

Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Eko Cahyanto juga menyatakan bahwa para pelaku industri akan menyesuaikan kebijakan tersebut dengan memperhatikan ketentuan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Ia berharap kebijakan dan regulasi yang dikeluarkan dapat mendukung peningkatan daya saing industri di Indonesia.

Pemerintah terus mendorong sektor industri untuk beradaptasi dengan berbagai kebijakan baru yang akan diterapkan dalam rangka menjaga stabilitas ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. (alf)

Ini UMKM yang Tak Lagi Dapat Tarif PPh 0,5%

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mengungkapkan bahwa tarif pajak penghasilan (PPh) bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) ada yang tak lagi dikenakan sebesar 0,5% pada tahun ini, melainkan kembali ke tarif normal.

UMKM yang tarifnya tak lagi 0,5% pada 2024 itu di antaranya adalah UMKM orang pribadi dengan omzet tidak melampaui Rp4,8 miliar setahun yang memanfaatkan tarif PPh final sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2022 sejak tahun pajak 2018.

Namun, tarif yang dikenakan, menurut Ditjen Pajak bukanlah tarif pajak baru yang dinaikkan, melainkan tarif pajak normal sesuai Pasal 17 ayat (1) UU PPh, yang kini sudah diganti dengan undang-undang baru yakni Undang-Undang Harmonisasi Perpajakan (UU HPP).

Berdasarkan Pasal 17 UU HPP, penghasilan Rp0 sampai dengan Rp60.000.000 dikenakan tarif pajak 5%, penghasilan di atas Rp60.000.000 sampai dengan Rp250.000.000, dikenakan tarif pajak 15%, Penghasilan di atas Rp250.000.000 sampai dengan Rp500.000.000, dikenakan tarif pajak 25%, penghasilan di atas Rp500.000.000 sampai dengan Rp5 miliar, dikenakan tarif pajak 30%, dan penghasilan di atas Rp5 miliar, dikenakan tarif pajak 35%.

“Tidak ada kenaikan tarif pajak untuk UMKM, yang ada adalah kembali ke tarif normal jika jangka waktu yang disyaratkan telah selesai,” dikutip penjalasan Ditjen Pajak melalui akun X @DitjenPajakRI, Senin (29/1/2024).

Berdasarkan PP 55/2022, masa berlaku tarif 0,5% ini adalah maksimal 7 tahun untuk WP UMKM Orang Pribadi, maksimal 3 tahun untuk WP Badan Usaha berbentuk PT, dan maksimal 4 tahun untuk WP Badan Usaha berbentuk CV, Firma, koperasi, BUMDes/Bersama.

“Sebagai ilustrasi, jika WP Orang Pribadi terdaftar tahun 2015, maka dia bisa menggunakan fasilitas tarif PPh final 0,5% sejak 2018 hingga 2024,” tulis Ditjen Pajak melalui akun X itu. “Sementara jika terdaftar tahun 2020, maka bisa memanfaatkan tarif PPh final 0,5% sejak 2020 hingga 2026.”

Ditjen Pajak menjelaskan, tujuan adanya batasan masa berlaku tarif PPh final 0,5% adalah agar para pelaku UMKM dapat terus mengembangkan diri dengan tarif pajak yang terjangkau. Selain itu Ditjen Pajak juga memberikan pembebasan PPh Final bagi UMKM Orang Pribadi dengan omzet hingga Rp 500 juta per tahun.

Pada tahun terakhir penggunaan tarif PPh final 0,5% Wajib Pajak UMKM pun tetap masih dapat menggunakan tarif 0,5% sampai dengan akhir Tahun Pajak bersangkutan. Perhitungan dengan tarif PPh Pasal 17 UU PPh baru dilakukan Tahun Pajak berikutnya.

“Dengan menggunakan tarif PPh Pasal 17 bisa jadi lebih menguntungkan karena apabila UMKM rugi maka tidak ada pajak yang harus dibayar, sedangkan dengan tarif PPh Final tidak melihat kondisi untung rugi UMKM tetap bayar 0,5% dari omzet,” tulis Ditjen Pajak.

Jika telah menggunakan PPh Pasal 17 UU PPh, Wajib Pajak UMKM wajib menggunakan pembukuan atau pencatatan sebagai dasar penghitungan PPh.

“Jadi, UMKM bukan dikenakan tarif pajak lebih tinggi, melainkan habis masa pengenaan PPh Final 0,5% -nya dan beralih ke tarif PPh Pasal 17 UU PPh sesuai ketentuan yang berlaku tersebut,” sebagaimana tertera dalam utas X akun Ditjen Pajak.

 

 

id_ID