Bank Wajib Laporkan Saldo Tabungan Nasabah Rp 1 Miliar ke Kantor Pajak, Ini Penjelasan DJP

IKPI, Jakarta: Sebagai bagian dari upaya meningkatkan pengawasan pajak, Bank diwajibkan melaporkan saldo tabungan nasabah yang mencapai Rp 1 miliar ke Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan. Hal ini disampaikan oleh Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Kemenkeu, Dwi Astuti, dalam klarifikasinya terhadap informasi yang beredar di media sosial.

Pernyataan yang pertama kali beredar melalui TikTok pada Kamis (5/12/2024) itu mengungkapkan bahwa nasabah yang menyimpan uang sebesar Rp 1 miliar di bank yang sama akan dilaporkan ke kantor pajak. Pengunggah tersebut menyarankan agar masyarakat menyebar simpanan mereka ke berbagai bank agar tidak mencapai batas tersebut.

Namun, Dwi memastikan bahwa kebijakan ini bukanlah hal baru. Ketentuan mengenai kewajiban bank melaporkan saldo rekening nasabah ke DJP sudah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 70/PMK.03/2017 yang terakhir diubah dengan PMK-19/PMK.03/2018. Dalam Pasal 2 PMK-19/PMK.03/2018, dijelaskan bahwa DJP berwenang memperoleh informasi keuangan untuk tujuan perpajakan dari Lembaga Jasa Keuangan (LJK), termasuk bank, jika saldo rekening nasabah mencapai minimal Rp 1 miliar.

Menurutnya, tujuan utama dari kewajiban pelaporan ini adalah untuk memperkuat basis data perpajakan Indonesia dan meningkatkan pengawasan wajib pajak, sekaligus memenuhi komitmen Indonesia dalam pertukaran informasi keuangan otomatis sebagai bagian dari keanggotaan dalam Global Forum on Transparency and Exchange of Information for Tax Purposes.

Dwi menegaskan bahwa meskipun bank wajib melaporkan informasi tersebut, tidak ada pemotongan pajak atas saldo rekening yang dilaporkan. “Namun, jika nasabah memperoleh penghasilan berupa bunga dari deposito atau tabungan, penghasilan tersebut akan dikenai pajak penghasilan (PPh) yang bersifat final,” ujarnya.

Selain kewajiban laporan otomatis, bank juga diwajibkan memberikan informasi dan bukti terkait kepada DJP jika diminta, dalam rangka pelaksanaan ketentuan perpajakan yang berlaku.

Dengan adanya kewajiban ini, diharapkan sistem perpajakan Indonesia akan semakin transparan, serta mendukung upaya pencegahan penghindaran pajak dan peningkatan kepatuhan pajak di kalangan masyarakat.(alf)

Dirjen Pajak Pastikan Coretax Siap Digunakan Januari 2025

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengumumkan bahwa proses pengujian akhir Core Tax Administration System (CTAS), atau Pembaruan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (PSIAP), telah selesai dan siap digunakan pada 1 Januari 2025. Sistem baru ini diharapkan dapat mempermudah administrasi perpajakan di seluruh Indonesia.

Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo, dalam konferensi pers APBN KiTa edisi Desember 2024, menyatakan mulai 1 Januari 2025 Core Tax System (Coretax) dapat digunakan untuk kegiatan administrasi perpajakan di Indonesia. Ia juga mengungkapkan bahwa tahap uji coba terakhir, yang disebut Operational Acceptance Test (OAT), telah selesai dilaksanakan pada 29 November 2024 dengan sukses, dan dilakukan di dua kantor wilayah DJP.

Setelah pengujian operasional, tahap berikutnya adalah uji coba sistem di seluruh kantor wilayah DJP di Indonesia, yang dimulai pada 16 Desember 2024. Pada tahap ini, sistem akan diuji coba di berbagai wilayah untuk memastikan kesiapan dan memberikan kesempatan bagi Wajib Pajak (WP) serta pegawai DJP untuk beradaptasi dengan sistem baru.

“Initial deployment kami coba lakukan, sehingga Direktorat Jenderal Pajak dan juga masyarakat nantinya diharapkan dapat melakukan uji coba terhadap sistem yang kami bangun sebelum betul-betul termanfaatkan di 1 Januari 2025 besok,” ujarnya.

Menurutnya, DJP juga telah memulai program sosialisasi dan pelatihan sejak Agustus 2024, dengan menyediakan materi edukasi, termasuk video tutorial, di portal resmi DJP. Selain itu, pihaknya terus melatih pegawainya untuk memastikan mereka siap menggunakan sistem baru secara optimal dan dapat memberikan panduan yang jelas kepada masyarakat.

Dalam mendukung operasionalisasi sistem baru ini, Suryo juga mengungkapkan bahwa kerangka regulasi telah dipersiapkan dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2024 tentang Ketentuan Perpajakan dalam Rangka Pelaksanaan Sistem Inti Administrasi Perpajakan. Beberapa aturan turunan lainnya pun sedang disiapkan untuk memastikan implementasi yang lancar.

Dengan penerapan Core Tax Administration System pada Januari 2025, DJP berharap dapat meningkatkan efisiensi dan transparansi administrasi perpajakan di Indonesia, memberikan kemudahan bagi wajib pajak, serta memperkuat sistem perpajakan negara.(alf)

Pemerintah Targetkan Penerimaan Pajak 2025 Tumbuh Signifikan

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menegaskan pentingnya kontribusi pajak bagi pembangunan negara, khususnya dari kelompok masyarakat yang mampu menikmati hasil pembangunan. Dalam pidato yang disampaikan di Istana Kepresidenan, Jakarta,Selasa (10/12/2024). Sri Mulyani menegaskan bahwa kelompok yang tidak mampu akan terus dibantu melalui program sosial seperti bantuan pendidikan, kesehatan, subsidi, dan pembebasan pajak yang dibiayai oleh APBN.

“Kelompok yang mampu dan menikmati hasil pembangunan diminta untuk bergotong-royong memenuhi kewajiban pajaknya dengan patuh dan jujur, agar Indonesia terus berkembang dan maju,” ujar Sri Mulyani.

Ia juga mengungkapkan bahwa pemerintah tengah mendorong reformasi perpajakan dengan penerapan teknologi digital untuk memperbaiki layanan dan memperkuat basis pajak. Hal ini bertujuan untuk mengatasi ancaman praktik penghindaran pajak dan persaingan pajak global yang semakin ketat.

Dalam konteks tersebut, pemerintah menetapkan target penerimaan negara pada APBN 2025 sebesar Rp3.005,1 triliun. Dari jumlah tersebut, penerimaan pajak dipatok mencapai Rp2.490,9 triliun, sementara pendapatan negara bukan pajak diperkirakan mencapai Rp513,6 triliun.

Hibah yang diterima diperkirakan sebesar Rp0,6 triliun. Untuk belanja pemerintah pusat, pemerintah merencanakan sebesar Rp2.701,4 triliun, dengan transfer ke daerah mencapai Rp919,9 triliun. Defisit anggaran pada 2025 diproyeksikan sebesar Rp616,2 triliun atau setara dengan 2,53% dari produk domestik bruto (PDB).

Menurutnya, salah satu aspek yang menarik perhatian dalam APBN 2025 adalah proyeksi penerimaan pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 atau pajak karyawan yang mengalami kenaikan signifikan sebesar 45%. Pemerintah menargetkan penerimaan PPh 21 pada 2025 mencapai Rp313,5 triliun, naik Rp98,3 triliun dibandingkan dengan target 2024 yang sebesar Rp215,2 triliun.

“Kenaikan ini sejalan dengan total sasaran penerimaan pajak dalam negeri yang ditargetkan mencapai Rp2.433 triliun, naik 8,9% dibandingkan tahun sebelumnya,” ujarnya.

Di sisi lain kata Menkeu, penerimaan PPh Pasal 25/29 untuk pajak korporasi justru mengalami penurunan. Pemerintah menargetkan penerimaan pajak korporasi pada 2025 turun sebesar Rp58,6 triliun atau 13,6%, dari Rp428,59 triliun pada 2024 menjadi Rp369,95 triliun pada 2025. Meskipun mengalami penurunan, pajak korporasi tetap menjadi sumber penerimaan PPh terbesar kedua setelah pajak karyawan.

Selain itu, target pajak pertambahan nilai (PPN) yang dipungut baik dari dalam negeri maupun impor juga ditingkatkan menjadi Rp917,79 triliun pada 2025, dengan tarif PPN 12% yang baru akan diterapkan.

Dengan rencana tersebut, pemerintah berharap dapat mencapai tujuan fiskal yang berkeadilan, dengan mengandalkan partisipasi aktif masyarakat mampu dalam memenuhi kewajiban perpajakannya untuk memastikan kelangsungan pembangunan negara yang lebih baik. (alf)

Tiga Asosiasi Konsultan Pajak Ikuti Edukasi Coretax

IKPI, Jakarta: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Pengda Sumatera Bagian Tengah (Sumbagteng) dan IKPI Cabang Pekanbaru mengikuti kegiatan bertajuk “Edukasi Coretax untuk Konsultan Pajak” . pada tanggal 11 Desember 2024 bertempat di Aula Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Riau Kegiatan ini dihadiri oleh 45 peserta dari berbagai asosiasi Konsultan Pajak, dengan 38 di antaranya merupakan anggota IKPI.

Ketua IKPI Pengda Sumbagteng Lilisen, menjelaskan bahwa kegiatan ini melibatkan tiga asosiasi konsultan pajak yang diundang, yakni IKPI, AKP2I, dan P3KPI. “Saya berharap kegiatan ini dapat memberikan manfaat bagi para konsultan pajak yang hadir, khususnya dalam pemahaman dan implementasi sistem Coretax yang baru,” ujarnya, Rabu (11/12/2024).

Ia menegaskan, sebagai Konsultan Pajak yang merupakan ujung tombak dari DJP, mereka berharap dengan kegiatan ini, peserta dapat menyampaikan informasi ini kepada klien-klien mereka. Hal ini diyakini dapat membantu klien dalam menggunakan sistem baru ini dengan baik dalam pelaksanaan proses bisnis mereka.

(Foto: DOK. IKPI Pengda Sumbagteng)

Lebih lanjut Lilisen mengungkapkan, Coretax akan menyajikan data yang lebih detail dan terintegrasi, serta memberikan ruang bagi wajib pajak untuk menyimpan deposit pembayaran pajak, yang diharapkan dapat mencegah denda atas terlambatnya pembayaran pajak. “Semoga perubahan yang dilakukan untuk menuju ke arah yang lebih baik ini dapat membawa manfaat besar bagi wajib pajak,” ujarnya.

Sementara itu, Kepala Bidang P2Humas Kanwil DJP Riau Bambang Setiawan, yang mewakili Kepala Kanwil DJP Riau, menyampaikan harapannya agar kegiatan ini tidak hanya meningkatkan pengetahuan dan kompetensi konsultan pajak, tetapi juga memperkuat peran konsultan pajak sebagai mitra yang dapat meningkatkan pemahaman perpajakan masyarakat.

Selain itu, Lilisen juga menekankan pentingnya kegiatan serupa untuk mengedukasi konsultan pajak mengenai aturan-aturan terbaru yang terus berkembang di dunia perpajakan.

Sekadar informasi, dalam kegiatan ini, peserta juga diajak untuk berkompetisi dalam lomba Kahoot, dan anggota IKPI, yaitu Candra Irawan, Ceri, dan Ida Bagus Ananta, berhasil meraih kemenangan.

Kegiatan ini menunjukkan komitmen IKPI dalam terus memberikan edukasi kepada anggotanya untuk meningkatkan pemahaman dan kompetensi dalam dunia perpajakan, serta mendukung upaya Direktorat Jenderal Pajak dalam mendorong kepatuhan pajak di Indonesia.(bl)

Pesan Hadi Poernomo untuk Kemajuan Sektor Perpajakan RI

IKPI, Jakarta: Pada acara silaturahmi Pengurus Pusat Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) dengan Anggota Kehormatan IKPI yang dihadiri Hadi Purnomo dan Machfud Sidik di Restoran Plataran, Senayan, Jakarta Selatan, Rabu (11/12/2024) telah memberikan pemikiran yang mendalam mengenai peran pajak dalam mengatasi berbagai tantangan, termasuk korupsi dan hukum di Indonesia.

Dalam pertemuan itu, Hadi Purnomo yang juga pernah menjabat Dirjen Pajak periode 2001-2006, menekankan bahwa pajak memiliki potensi besar untuk menjawab tantangan korupsi dan permasalahan hukum yang ada. Ia menegaskan bahwa untuk mencapai itu, dibutuhkan data yang kuat dan sistem yang transparan.

“Pajak harus memiliki sumber data yang kuat sehingga bisa mendeteksi praktik korupsi dan underground economy. Dengan adanya sistem yang komprehensif, seperti integrasi data dari berbagai sektor dan kementerian, kita bisa meminimalkan penyalahgunaan dan meningkatkan kepatuhan pajak,” ujar Hadi.

Selain itu, ia juga menyoroti pentingnya digitalisasi dan analisis data untuk mengidentifikasi ketidaksesuaian dalam laporan pajak, serta bagaimana transparansi dapat membantu mencegah praktik korupsi. “Ketika data sudah transparan dan terintegrasi, tidak ada ruang bagi ketidakwajaran. Ini menjadi kunci untuk memastikan bahwa pajak dapat berfungsi dengan baik dan mengurangi korupsi,” ujarnya.

Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) periode 2009-2014 menekankan tiga manfaat utama yang dapat diperoleh dari penerapan sistem pajak yang transparan. Pertama, rasio pajak yang lebih tinggi dengan tarif yang lebih rendah. Kedua, pengurangan korupsi yang signifikan. Dan ketiga, penerimaan pajak yang lebih besar dapat mendukung pembangunan negara, termasuk dalam meningkatkan utang negara untuk program-program strategis.

Meskipun pajak merupakan salah satu kewajiban yang tidak bisa dihindari, Hadi menegaskan bahwa melalui sistem yang efektif, Indonesia bisa menjadi negara yang lebih sejahtera. “Di dunia, hanya ada dua hal yang pasti, yaitu kematian dan pajak. Kita harus menerima kenyataan ini dan bekerja untuk sistem pajak yang lebih baik,” katanya.

Ia juga menegaskan peran penting IKPI dalam mendukung pemerintah. “Sebagai konsultan pajak, kita harus bekerja bersama pemerintah untuk memastikan sistem pajak yang transparan dan efisien, yang akan membawa manfaat besar bagi bangsa ini,” ujar Hadi.

Diakhir percakapannya, Hadi berharap para anggota IKPI dapat terus berinovasi dalam membantu menjadikan sistem perpajakan Indonesia lebih baik, dengan transparansi dan akuntabilitas sebagai landasan utama. (bl)

Pertemuan Perdana Ketua Umum IKPI dengan Anggota Kehormatan IKPI: Optimalkan Peran untuk Maju Bersama

IKPI, Jakarta: Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), Vaudy Starworld, mengadakan pertemuan perdana dengan Anggota Kehormatan IKPI di Jakarta, Rabu (11/12/2024). Pertemuan tersebut bertujuan untuk mempererat hubungan dan membahas peran strategis Anggota Kehormatan dalam memajukan IKPI serta ekosistem perpajakan Indonesia.

Dalam kesempatan tersebut, Vaudy menekankan pentingnya peran aktif Anggota Kehormatan tidak hanya sebagai undangan dalam acara-acara IKPI, tetapi juga sebagai pihak yang turut berkontribusi dalam mengenalkan IKPI kepada masyarakat umum.

(Foto: Departemen Humas PP-IKPI/Bayu Legianto)

Selain itu, mereka diharapkan dapat menjadi narasumber di berbagai kegiatan yang diselenggarakan oleh IKPI, berbagi pengetahuan, dan memberikan wawasan yang berguna bagi perkembangan dunia perpajakan.

Ahli ilmu kepabeanan dan kuasa hukum di Pengadilan Pajak ini juga mengungkapkan bahwa IKPI berencana untuk mengoptimalkan peran Anggota Kehormatan dalam membangun ekosistem perpajakan yang lebih baik di Indonesia. Dalam hal ini, Anggota Kehormatan juga diminta untuk membantu memberikan suara mengenai pembahasan Undang-Undang Konsultan Pajak (UU KP), yang menjadi isu penting dalam perkembangan regulasi perpajakan di tanah air.

(Foto: Departemen Humas PP-IKPI/Bayu Legianto)

“Melalui sinergi ini, kami berharap IKPI dapat semakin berkembang, dengan memperkuat kolaborasi antara seluruh anggota, termasuk Anggota Kehormatan. Peran aktif mereka sangat penting dalam mendukung IKPI sebagai organisasi yang terus berkontribusi pada kemajuan perpajakan di Indonesia,” ujar Vaudy, Rabu (11/12/2024).

Ia betharap pertemuan ini menjadi langkah awal yang positif untuk memperkuat hubungan antara pengurus dan Anggota Kehormatan, sekaligus mempertegas komitmen IKPI dalam mengoptimalkan peran mereka dalam mendorong perubahan positif di sektor perpajakan.

(Foto: Departemen Humas PP-IKPI/Bayu Legianto)

Daftar Anggota Kehormatan IKPI:

1. DR. Darmin Nasution

2. Prof. DR. Gunadi, MSc, Ak

3. Hadi Purnomo

4. Haryadi B. Sukamdani

5. Prof. R. Hendrawan Supratikno (Politisi PDIP)

6. Hotman Paris Hutapea, SH, MH

7. Sonny Triharsono, SH, MSc

8. Drs. Sutadi Sukarya (Alm)

9. Dr. Machfud Sidik, M.Sc

10. Drs. Achmad Din

11. Dr. Ahmad Fuad Rahmany

12. Dr. Fuad Bawazier

13. Dr. Robert Pakpahan

14. Dr. Mukhamad Misbakhun, S.E., M.H.

15. Drs. Mochamad Tjiptardjo, MA

(bl)

IKPI Pengda Sumbagteng Gandeng Perusahaan DGS Gelar Seminar Perpajakan

IKPI, Jakarta: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) menggelar seminar pertama kalinya di Kota Bukittinggi, yang bertujuan untuk memberikan sosialisasi kepada wajib pajak mengenai persiapan pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 81 tahun 2024 tentang Coretax, serta pelaporan Pajak Penghasilan (PPh) 21 untuk masa Desember 2024, SPT Orang Pribadi (OP), dan SPT Badan.

“Seminar ini akan dilaksanakan pada 16-17 Desember 2024, di Monopoli Hotel & Resort Bukittinggi,” kata Ketua IKPI Pengda Sumatera Bagian Tengah (Sumbagteng), Selasa (10/12/2024).

Diungkapkan Lilisen, seminar ini mengangkat tema “Persiapan PMK 81 2024 tentang Coretax, Persiapan Pelaporan PPh 21 Masa Desember, SPT OP dan Badan.”Tema tersebut dipilih dengan tujuan untuk memastikan bahwa pada awal tahun 2025, seluruh wajib pajak (WP) diharapkan sudah memahami implementasi sistem Coretax yang akan diberlakukan. Selain itu, seminar juga bertujuan untuk mengingatkan wajib pajak tentang pentingnya pelaporan pajak yang tepat, khususnya pelaporan SPT PPh 21 untuk masa Desember 2024, SPT OP, dan SPT Badan , guna menghindari kesalahan yang dapat berakibat pada SP2DK dan pemeriksaan pajak,” ujarnya.

Ia menargetkan, seminar ini bisa hadiri sedikitnya oleh 100 peserta yang berasal dari berbagai sektor, termasuk instansi swasta, pemerintahan, rumah sakit, dan kampus-kampus yang ada di Bukittinggi. “Jadi, selain anggota IKPI, kami juga menyasar peserta dari luar organisasi,” katanya.

Lilisen menyampaikan harapannya agar sosialisasi ini dapat membantu wajib pajak lebih memahami aturan pajak dan mengikuti setiap perubahan yang ada, sehingga dapat menghindari kesalahan pelaporan. “Dengan memahami aturan pajak, kami berharap kepatuhan pajak di wilayah Bukittinggi akan meningkat, yang pada gilirannya akan berkontribusi pada peningkatan penerimaan negara,” ujarnya.

Ia juga menekankan, pentingnya kegiatan seminar ini sebagai langkah awal dalam memperkenalkan IKPI kepada masyarakat dan otoritas pajak di Bukittinggi, serta meningkatkan kesadaran pajak di Sumatera Barat. Kegiatan ini terlaksana berkat kolaborasi IKPI dengan PT Delfinis Global Solusi, sebuah perusahaan yang telah terkenal di Bukittinggi dan memiliki peran penting dalam dunia pendidikan dan pelatihan perpajakan.

“Ibu Delfinis, pemilik PT Delfinis Global Solusi (DGS), juga menjabat sebagai Ketua Bidang PPL & Pendidikan IKPI Sumbagteng,” kata Lilisen.

Ketua IKPI Cabang Pekanbaru 2019-2024 ini berharap, seminar ini dapat menjadi langkah awal bagi banyak wajib pajak di Bukittinggi untuk lebih memahami dan mematuhi kewajiban perpajakan mereka. Selain itu, ia berharap kegiatan ini dapat menjadi bagian dari upaya berkelanjutan dalam memperkuat literasi pajak di masyarakat.(bl)

Sebanyak 521.282 Wajib Pajak Belum Padankan NIK, DJP Imbau Segera Lakukan Secara Mandiri

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mencatat hingga 3 Desember 2024, sebanyak 75.939.355 NIK (Nomor Induk Kependudukan) telah dipadankan dengan NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak). Angka tersebut mencakup 99,32% dari total wajib pajak orang pribadi dalam negeri, yang berjumlah 76.460.637. Namun, masih ada sekitar 521.282 NIK yang belum terpadankan, atau setara dengan 0,68% dari jumlah keseluruhan.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat DJP, Dwi Astuti, mengungkapkan bahwa dari jumlah NIK yang sudah dipadankan dengan NPWP, sekitar 71,34 juta NIK dipadankan melalui sistem, sementara sekitar 4,59 juta NIK lainnya dipadankan secara mandiri oleh wajib pajak.

“Masih ada waktu tersisa, kami terus mengimbau agar wajib pajak segera menyelesaikan pemadanan NIK dan NPWP agar tidak terkendala dalam urusan perpajakan,” kata Dwi Astuti baru-baru ini.

Bagi wajib pajak yang belum melakukan pemadanan NIK dan NPWP, DJP telah menyediakan cara mudah untuk melakukannya. Langkah pertama adalah dengan mengakses laman DJP Online di www.pajak.go.id dan melakukan login menggunakan NIK atau NPWP yang terdaftar. Setelah login, wajib pajak dapat memperbarui data profil, termasuk nomor HP dan alamat email yang aktif.

Setelah memperbarui profil, sistem akan mengirimkan kode verifikasi melalui SMS atau email untuk memastikan kebenaran data. Setelah profil diperbarui, wajib pajak juga dapat melengkapi informasi tambahan, seperti klasifikasi lapangan usaha (KLU) dan data anggota keluarga.

Untuk memeriksa apakah NIK dan NPWP sudah terpadankan, wajib pajak dapat mengunjungi laman ereg.pajak.go.id, memasukkan NIK dan nomor Kartu Keluarga (KK), serta kode captcha yang tersedia. Setelah itu, wajib pajak cukup mengklik “Cari” untuk mengetahui apakah NIK sudah terintegrasi dengan NPWP.

DJP mengingatkan agar seluruh wajib pajak segera melakukan pemadanan NIK dan NPWP guna menghindari masalah administrasi di masa mendatang.(alf)

Tarif PPN 12 Persen: Indonesia dan Filipina Tertinggi di ASEAN

IKPI, Jakarta: Pemerintah Indonesia mengumumkan kebijakan baru terkait tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang akan diterapkan pada 1 Januari 2025. Tarif PPN yang dikenakan adalah sebesar 12% untuk barang-barang mewah, sementara barang kebutuhan pokok tetap dikenakan PPN sebesar 11%. Kebijakan ini bertujuan untuk melindungi rakyat kecil dengan membedakan antara barang kebutuhan dasar dan barang mewah.

Namun, tarif PPN Indonesia yang baru ini ternyata tidak termasuk yang tertinggi di kawasan Asia Tenggara. Beberapa negara tetangga Indonesia seperti Filipina juga menerapkan tarif PPN 12%, yang dihitung berdasarkan harga jual bruto barang atau jasa.

Meskipun demikian, terdapat sejumlah negara ASEAN lainnya yang menetapkan tarif PPN lebih rendah, antara 6 hingga 10%, seperti Vietnam, Laos, Myanmar, dan Kamboja, yang mengenakan tarif PPN sebesar 10%. Sementara negara seperti Malaysia dan Singapura hanya mengenakan tarif PPN sebesar 6% dan 7%, masing-masing.

Tarif PPN yang berlaku di negara-negara ASEAN:

1. Filipina 12 persen
2. Indonesia 12%  pada 2025
3. Kamboja 10%
4. Laos 10%
5. Vietnam 10%
6. Malaysia pajak penjualan 10%, pajak layanan 8%
7. Singapura 9%
8. Thailand 7%

9. Timor-Leste pajak penjualan atas barang impor 2,5%, pajak penjualan atas barang lain 0%
10. Myanmar 0 % PPN, pajak komersial dengan tarif umum 5%.
11. Brunei Darussalam 0%.

Sementara itu, negara-negara lain di luar ASEAN juga menerapkan tarif pajak yang beragam. Di India, misalnya, tarif Pajak Barang dan Jasa (GST) berkisar antara 5% hingga 28% tergantung kategori barang atau jasa, dengan tarif umum sebesar 18% untuk sebagian besar barang dan jasa. Di Eropa, negara-negara seperti Hungaria dan Denmark memberlakukan tarif PPN yang lebih tinggi, mencapai 25%. Di sisi lain, beberapa negara Timur Tengah seperti Uni Emirat Arab tidak mengenakan pajak PPN sama sekali. Timor Leste juga memiliki kebijakan pajak yang lebih rendah, yakni 2,5% untuk barang impor dan 0% untuk produk dalam negeri.

Meskipun tarif PPN Indonesia tergolong cukup tinggi di kawasan ASEAN, kebijakan ini tetap sebanding dengan negara tetangga seperti Filipina yang juga memberlakukan tarif 12%. Selain itu, Pemerintah Indonesia menegaskan bahwa tarif PPN 12% akan dikenakan secara selektif pada barang mewah, sesuai dengan Pasal 4a Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa serta Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Dengan demikian, kebijakan ini diharapkan dapat menyeimbangkan penerimaan negara dengan melindungi daya beli masyarakat.

Presiden Prabowo Subianto mengonfirmasi bahwa kebijakan PPN 12% akan tetap diterapkan pada 1 Januari 2025, dengan pendekatan selektif terhadap barang mewah, seperti yang disampaikan dalam pernyataannya pada Jumat, 6 Desember 2024, di Istana Kepresidenan. Penerapan pajak ini diharapkan dapat memberikan perlindungan terhadap kelompok masyarakat berpendapatan rendah dan mendorong konsumsi yang lebih bijak.

Dengan kebijakan baru ini, pemerintah berharap dapat memperbaiki sistem perpajakan yang ada, memberikan dampak positif pada sektor ekonomi, dan meningkatkan penerimaan negara, sekaligus menjaga stabilitas harga barang-barang yang sangat dibutuhkan masyarakat.(alf)

IKPI Jakarta Selatan dan KPP Setiabudi Satu Siap Tingkatkan Kolaborasi

IKPI, Jakarta: Pengurus Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Jakarta Selatan melakukan audiensi ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Setiabudi Satu, Jumat, (6/12/2024). Adapun tujuan kegiatan ini untuk mempererat hubungan dan menjajaki peluang kolaborasi dalam mendukung program perpajakan nasional.

Dalam kunjungan tersebut, Ketua IKPI Cabang Jakarta Selatan Sahata Eddy Situmorang, ditemani sejumlah pengurus IKPI lainnya.

Menurut Sahata, tujuan utama dari kunjungan ini adalah untuk mempererat hubungan antara IKPI Jakarta Selatan dengan KPP Setiabudi Satu, serta menjajaki potensi kolaborasi dalam mendukung program perpajakan nasional.

“Kunjungan ini juga untuk menggali peluang bersama dalam memberikan edukasi kepada Wajib Pajak (WP), yang diharapkan dapat meningkatkan kesadaran dan kepatuhan pajak,” kata Sahata di Jakarta, Senin (9/12/2024).

(Foto: DOK. IKPI Cabang Jakarta Selatan)

Ia menegaskan, melalui kolaborasi yang erat, kedua pihak berharap dapat mencapai target penerimaan negara yang tinggi. Sinergi antara IKPI Jakarta Selatan dan KPP Setiabudi Satu diharapkan akan terus berlanjut, dengan fokus pada optimalisasi penerimaan pajak melalui berbagai kegiatan edukasi dan sosialisasi bersama.

Sementara itu, Kepala Kantor KPP Setiabudi Satu, Elija Setyawan, yang didampingi  enam kepala seksinya menyampaikan beberapa point pada audiensi tersebut.

KPP Setiabudi Satu, berhasil mencapai 112 persen dari target penerimaan negara pada tahun 2024. Realisasi penerimaan tersebut tercatat sekitar Rp6 Triliun, hasil dari strategi pendekatan yang efektif kepada Wajib Pajak. Keberhasilan ini menjadi bukti keberhasilan KPP Setiabudi Satu dalam mencapai target yang ditetapkan.

Menurut Elija, salah satu kunci utama dari keberhasilan ini adalah pendekatan “negosiasi” dalam arti positif, yang dilakukan oleh jajarannya. Dalam pendekatan ini, tujuan utamanya adalah mencari kesamaan persepsi antara Wajib Pajak dan petugas pajak.

(Foto: DOK. IKPI Cabang Jakarta Selatan)

Meskipun Undang-Undang Pajak yang berlaku bersifat umum, perbedaan dalam penafsiran dan pemahaman sering kali muncul. Oleh karena itu, diperlukan dialog yang konstruktif untuk menyatukan sudut pandang antara Wajib Pajak dan petugas pajak.

Elija  menekankan bahwa membayar pajak bukan hanya kewajiban, tetapi juga dapat dipandang sebagai amal baik. Dalam penjelasannya, ia memberikan analogi bahwa hubungan antara Wajib Pajak dan Pegawai Pajak mirip dengan hubungan antara dokter dan pasien.

Menurutnya, seperti halnya dokter yang menjadi lebih pandai karena belajar dari kasus-kasus pasien, pegawai pajak juga memperdalam pengetahuan mereka melalui interaksi dengan Wajib Pajak. Oleh karena itu, sinergi ini sangat penting untuk meningkatkan kualitas pelayanan pajak.

Pada kesempatan yang sama, Sekretaris IKPI Cabang Jakarta Selatan Faryanti Tjandra menambahkan, kesiapan untuk berkolaborasi lebih lanjut antara IKPI Jakarta Selatan dengan KPP Setiabudi Satu. Hal ini diwujudkan dalam rangka mendukung sosialisasi dan edukasi perpajakan.

Menurut Faryanti, beberapa kegiatan yang diusulkan antara lain Focus Group Discussion (FDG) untuk membahas isu perpajakan terkini, serta penyelenggaraan Booth Pajak di lokasi-lokasi strategis untuk memberikan edukasi langsung kepada masyarakat.

Selain itu kata Faryanti, pengurus IKPI Jaksel juga menyampaikan kegiatan lain yang dapat meningkatkan pemahaman dan kepatuhan perpajakan juga akan dieksplorasi lebih lanjut dalam kerja sama ini.

Ia berharap audiensi ini menjadi momentum yang baik untuk mempererat sinergi antara IKPI Jakarta Selatan dan KPP Setiabudi Satu. Dengan terjalinnya kolaborasi yang lebih erat, diharapkan kedua pihak dapat terus mendukung upaya optimalisasi penerimaan pajak melalui berbagai kegiatan edukasi dan sosialisasi yang melibatkan berbagai elemen masyarakat dan Wajib Pajak. (bl)

en_US