Konsultan Pajak Berizin 2024 Wajib Lapor Tahunan tetapi Boleh Tak Memuat Realisasi PPL

IKPI, Jakarta: Pusat Pembinaan Profesi Keuangan (PPPK) Kementerian Keuangan menegaskan bahwa konsultan pajak yang telah memperoleh izin praktik wajib memenuhi kewajiban Pengembangan Profesional Berkelanjutan (PPL) mulai tahun berikutnya setelah izin diterbitkan. Hal ini disampaikan Tri Wury Handayani, Analis Laporan Profesi Keuangan PPPK, dalam sosialisasi bersama Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), Jumat (11/4/2025).

“Pemenuhan SKP-PPL untuk konsultan pajak yang baru memperoleh izin pada tahun 2024 tidak diwajibkan untuk tahun tersebut. Namun, mulai Januari 2025, kewajiban mengikuti PPL dan mengumpulkan SKP sudah berlaku,” ujar Wury dalam pemaparannya.

Ia menjelaskan bahwa konsultan pajak tingkat A wajib mengumpulkan minimal 20 SKP dalam setahun. Realisasi Pengembangan Profesional Berkelanjutan (PPL) ini akan menjadi bagian dari laporan tahunan yang harus disampaikan pada tahun berikutnya. “Jadi, ketika melaporkan di tahun 2026 untuk kegiatan 2025, SKP-nya sudah tidak boleh kosong lagi,” tegasnya.

Wury juga mengingatkan bahwa meskipun izin praktik diterbitkan di akhir tahun, misalnya November 2024, konsultan pajak tersebut tetap wajib menyampaikan laporan tahunan untuk 2024 paling lambat 30 April 2025. Namun, laporan tersebut belum diwajibkan memuat realisasi PPL karena kewajiban itu baru efektif di tahun 2025.

“Penting bagi para konsultan pajak untuk memahami bahwa kewajiban PPL ini merupakan bagian dari profesionalisme dan integritas dalam menjalankan praktik perpajakan,” ujarnya.

Dengan penegasan ini, PPPK berharap tidak ada lagi konsultan pajak yang lalai atau keliru dalam memahami batas waktu dan kewajiban realisasi PPL sesuai peraturan yang berlaku. (alf/bl)

Catat! Ini Empat Komponen yang Wajib Diserahkan dalam Laporan Tahunan Konsultan Pajak

IKPI, Jakarta: Konsultan pajak diwajibkan menyampaikan empat unsur utama dalam laporan tahunan, yaitu daftar klien, daftar realisasi Pengembangan Profesional Berkelanjutan (PPL), kartu tanda anggota asosiasi, dan surat keterangan bekerja. Penegasan ini disampaikan Analis Laporan Profesi Keuangan dari Pusat PembinaanProfesi Keuangan (PPPK), Tri Wury Handayani, dalam sosialisasi yang digelar bersama Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) pada Jumat (11/4/2025).

Wury menjelaskan bahwa daftar klien merupakan data wajib pajak yang menerima jasa perpajakan dari konsultan. Informasi yang harus dicantumkan meliputi tahun laporan, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), nama dan alamat wajib pajak, status Pengusaha Kena Pajak (PKP), cakupan jasa yang diberikan, serta keterangan tambahan.

“Setiap konsultan pajak wajib mengisi semua klien yang menjadi tanggung jawabnya. Jika pada tahun 2024 memberikan jasa kepada 100 klien, maka seluruhnya harus dilaporkan dalam daftar,” kata Wury.

Lebih lanjut, ia juga menyoroti pentingnya surat keterangan bekerja bagi konsultan pajak yang bekerja di perusahaan yang tidak memberikan jasa konsultasi perpajakan. Dalam kasus tersebut, nama perusahaan tempat bekerja tetap dapat dicantumkan dalam daftar klien dengan melampirkan surat keterangan tersebut.

“Kami beri tanda bintang khusus untuk surat keterangan bekerja ini, karena ini berlaku bagi konsultan pajak yang statusnya sebagai karyawan di perusahaan, bukan penyedia jasa konsultasi perpajakan,” jelasnya.

Wury berharap, dengan adanya penjelasan ini, tidak ada lagi kebingungan mengenai definisi dan kelengkapan daftar klien dalam laporan tahunan.

Ia menegaskan bahwa pemahaman yang tepat sangat penting untuk menjaga akuntabilitas dan profesionalisme konsultan pajak di Indonesia. (alf/bl)

 

 

Siapa yang Bayar Pajak BBM? Ini Penjelasan Lengkapnya

IKPI, Jakarta: Pajak atas Bahan Bakar Minyak (BBM) sering kali menjadi perbincangan publik, terutama saat harga BBM naik. Namun, siapa sebenarnya yang secara hukum diwajibkan membayar pajak BBM?

Menurut Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Provinsi DKI Jakarta, subjek Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) adalah konsumen. Artinya, setiap individu atau badan usaha yang membeli dan menggunakan BBM, baik untuk kendaraan pribadi maupun keperluan industri menanggung beban PBBKB.

Meski demikian, pungutan PBBKB tidak dilakukan langsung oleh pemerintah kepada konsumen. Pihak penyedia BBM seperti Pertamina atau SPBU lainnya yang memungut pajak tersebut saat transaksi pembelian, kemudian menyetorkannya ke pemerintah daerah. Dengan kata lain, penyedia BBM berperan sebagai wajib pajak.

Hal ini ditegaskan dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yang menyatakan bahwa wajib pajak PBBKB adalah orang pribadi atau badan yang menyediakan bahan bakar. Pemungutan dilakukan pada saat penyerahan BBM kepada konsumen akhir, sesuai dengan Pasal 9 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2023.

Selain PBBKB, konsumen juga dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas pembelian BBM nonsubsidi seperti Pertalite, Pertamax, dan Dexlite. Berdasarkan regulasi terbaru, tarif PPN yang berlaku saat ini adalah 12%. Sementara BBM bersubsidi, seperti Solar subsidi, tidak dikenakan PPN.

Tak hanya sampai di situ, dalam rantai distribusi BBM, produsen dan importir juga dikenai Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2024, tarif PPh yang dikenakan adalah 0,25% untuk penjualan ke SPBU milik Pertamina dan 0,3% untuk SPBU non-Pertamina. PPh ini bersifat final dan dikenakan atas nilai transaksi sebelum PPN.

Dengan memahami struktur pajak ini, masyarakat dapat menyadari bahwa beban pajak BBM dibagi di seluruh rantai pasok, dari produsen hingga konsumen. Transparansi dalam mekanisme ini penting agar publik memahami kontribusinya terhadap penerimaan negara dan keuangan daerah. (alf)

 

 

Wajib Pajak Bisa Ajukan Pengangsuran dan Penundaan Pembayaran, Ini Ketentuan Lengkapnya!

IKPI, Jakarta: Kabar baik bagi para Wajib Pajak, khususnya yang tengah menghadapi kendala keuangan. Pemerintah melalui Kementerian Keuangan memberikan peluang bagi Wajib Pajak untuk mengajukan pengangsuran atau penundaan pembayaran pajak. Hal ini tertuang dalam Pasal 113 dan 114 Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2024 tentang Tata Cara Pemenuhan Hak dan Kewajiban Perpajakan.

Ketentuan ini memungkinkan Wajib Pajak, baik individu maupun badan, untuk menunda atau mencicil pembayaran pajaknya dalam kondisi tertentu. Pemerintah menegaskan bahwa kebijakan ini diambil untuk memberikan ruang gerak lebih luas kepada Wajib Pajak yang sedang mengalami kesulitan likuiditas atau berada dalam situasi di luar kendalinya (force majeur).

Kapan Wajib Pajak Bisa Mengajukan Permohonan?

Berdasarkan Pasal 113 PMK 81/2024, permohonan pengangsuran atau penundaan pembayaran pajak dapat diajukan untuk:

• Kekurangan pembayaran pajak yang terutang sebagaimana tercantum dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan Pasal 29 (sesuai dengan Pasal 95 ayat (1)).

• Pajak yang masih harus dibayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 ayat (3) dan kewajiban pelunasan menurut Pasal 98 ayat (1).

Permohonan ini hanya dapat diajukan jika Wajib Pajak mengalami:

• Kesulitan likuiditas, yaitu kondisi keuangan yang membuat Wajib Pajak tidak mampu memenuhi kewajiban pajak pada waktunya; atau

• Keadaan di luar kekuasaan Wajib Pajak (force majeur), seperti bencana alam, kebakaran, krisis sosial, dan lainnya, yang menyebabkan ketidakmampuan memenuhi kewajiban pajak.

Syarat dan Dokumen yang Harus Dipenuhi

Dalam Pasal 114 dijelaskan lebih lanjut bahwa permohonan harus diajukan melalui surat resmi, dengan ketentuan berbeda tergantung alasan pengajuan:

A. Jika karena Kesulitan Likuiditas

Wajib Pajak wajib menyampaikan:

• SPT Tahunan PPh untuk dua tahun terakhir.

• SPT Masa PPN untuk tiga masa terakhir.

• Surat permohonan yang mencantumkan:

• Alasan permohonan karena kesulitan likuiditas.

• Jumlah kekurangan pembayaran yang dimohonkan untuk diangsur atau ditunda, termasuk jangka waktu dan besarnya angsuran atau penundaan.

• Dokumen pendukung berupa:

• Laporan keuangan interim (bagi yang melakukan pembukuan).

• Atau catatan penghasilan bruto (bagi yang menggunakan pencatatan).

• Jaminan berupa aset berwujud milik sendiri, tidak sedang diagunkan, dan dibuktikan dengan dokumen kepemilikan yang sah.

B. Jika karena Force Majeur

Syaratnya hampir sama, dengan tambahan penting berupa:

• Surat keterangan resmi dari pihak berwenang yang menyatakan bahwa Wajib Pajak memang sedang dalam kondisi force majeur.

Dokumen jaminan atas aset berwujud tetap menjadi syarat mutlak, sebagaimana pada permohonan karena kesulitan likuiditas.

Batas Waktu Pengajuan

Permohonan ini harus diajukan sebelum batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh dan sebelum SPT tersebut disampaikan. Artinya, Wajib Pajak tidak bisa mengajukan permohonan ini setelah telanjur melaporkan SPT tanpa lebih dulu meminta keringanan.

Tata Cara Pengajuan

Proses pengajuan mengikuti tata cara pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan sebagaimana diatur dalam Pasal 4 PMK 81/2024. Permohonan dapat diajukan secara tertulis ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat Wajib Pajak terdaftar, lengkap dengan seluruh dokumen pendukung.

 

 

Bank DKI Salurkan KJP Plus untuk 4.302 Siswa

IKPI, Jakarta: Sebagai fasilitator penyaluran bantuan sosial Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta khususnya dalam bidang pendidikan, Bank DKI menyalurkan Kartu Jakarta Pintar (KJP) Plus Tahap I 2025 kepada penerima baru sebanyak 43.502 siswa.

Kegiatan tersebut dilakukan selama 4 hari, mulai 18 April – 21 April 2025 pada berbagai lokasi Kantor Cabang/Cabang Pembantu Bank DKI, dan sekolah di 5 wilayah kota administratif Jakarta dan Kepulauan Seribu.

Direktur Utama Bank DKI Agus H. Widodo menyampaikan bahwa penyaluran tersebut merupakan bagian dari pendistribusian 126.000 penerima baru KJP Plus serta kelanjutan dari program penyaluran KJP Plus Tahap I 2025 kepada 707.622 siswa.

“KJP Plus merupakan program unggulan Pemprov DKI Jakarta yang bertujuan untuk menjamin akses pendidikan yang setara dan inklusif bagi seluruh anak usia sekolah di Jakarta,” kata Agus dalam keterangan tertulisnya, Jumat (19/4/2025).

Agus menyampaikan bahwa Bank DKI terus berkomitmen mendukung program Pemprov DKI Jakarta dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui akses pendidikan yang merata.

“Bank DKI terus mengoptimalkan peran sebagai bank pembangunan daerah dengan memastikan proses penyaluran KJP dapat berjalan tepat waktu, tepat sasaran, dan transparan,” ujarnya.

Sementara itu, Sekretaris Perusahaan Bank DKI, Arie Rinaldi mengimbau seluruh penerima manfaat KJP agar senantiasa berhati-hati dan waspada dalam melakukan transaksi keuangan, terutama tidak memberikan PIN dan informasi pribadi kepada orang lain yang mengatasnamakan Bank DKI.

Arie turut menginformasikan bagi penerima yang telah menerima dana pada tahun sebelumnya namun tidak mendapatkannya di tahun ini, dapat melakukan pemeriksaan status penerimaan KJP melalui situs https://edujakarta.id/cek_bansos_disdik/#form atau mengajukan pengaduan ke Kantor P4OP Dinas Pendidikan atau Suku Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta yang tersebar pada 44 wilayah Kecamatan di DKI Jakarta.

Kemudahan Penggunaan KJP dalam mendukung kenyamanan dan kemudahan transaksi bagi para penerima manfaat, pihaknya menyediakan kemudahan penggunaan dana KJP melalui berbagai merchant yang telah bekerja sama dan dilengkapi dengan mesin Electronic Data Capture (EDC) Bank DKI.

Dengan demikian, penerima manfaat dapat melakukan pembelanjaan kebutuhan pendidikan secara langsung di berbagai toko perlengkapan sekolah, toko buku, dan merchant lainnya yang bekerja sama dengan Bank DKI. Adapun daftar toko dan lokasi EDC Bank DKI yang dapat digunakan bertransaksi KJP, dapat dilihat pada tautan berikut: https://bit.ly/merchant-kjp.

Sementara itu untuk penggunaan tarik tunai, ketentuan penarikan tunai untuk Kartu Jakarta Pintar (KJP) yaitu maksimal Rp100.000 per minggu. Sedangkan sisa dana dapat digunakan untuk melakukan pembelanjaan secara non-tunai untuk membeli perlengkapan sekolah. Apabila penerima manfaat membutuhkan informasi lebih lanjut dapat menghubungi Layanan Call Center Bank DKI di nomor (021) 1500-351. (bl)

Pengusaha Bisa Kreditkan Pajak Masukan Sebelum Jadi PKP, Ini Syarat dari PMK 81/2024

IKPI, Jakarta: Pemerintah melalui Kementerian Keuangan resmi menetapkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2024 yang mengatur mengenai pengkreditan Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP).

Dalam Pasal 378 PMK tersebut, ditegaskan bahwa Pajak Masukan atas transaksi perolehan maupun impor BKP/JKP, serta pemanfaatan BKP tidak berwujud dan/atau JKP dari luar daerah pabean, dapat dikreditkan oleh Pengusaha setelah dikukuhkan sebagai PKP. Ketentuan ini berlaku terhadap Masa Pajak sebelum tanggal pengukuhan yang tercantum dalam surat resmi pengukuhan PKP.

Namun, pengkreditan hanya berlaku terhadap Pajak Masukan yang dihitung menggunakan pedoman sebesar 80% dari Pajak Keluaran yang seharusnya dipungut sejak saat pengusaha seharusnya dikukuhkan hingga sebelum tanggal pengukuhan sebenarnya.

Untuk dapat menggunakan pedoman tersebut, pengusaha wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa PPN, atau hasil pemeriksaan yang menetapkan kewajiban PPN. Meski demikian, Pajak Masukan dari Faktur Pajak sebelum pengukuhan tidak dapat dikreditkan secara langsung.

Lebih lanjut, PMK No. 81 Tahun 2024 juga menegaskan bahwa penggunaan pedoman ini tidak dapat digabungkan dengan penggunaan nilai lain sebagai dasar pengenaan pajak (Pasal 8A UU PPN), maupun besaran tertentu sebagaimana diatur dalam Pasal 9A ayat (1) UU PPN.

Surat Pemberitahuan Masa PPN tersebut harus disampaikan untuk Masa Pajak terakhir dalam tahun buku sebelum pengukuhan, dan/atau Masa Pajak terakhir sebelum pengukuhan dalam tahun buku saat pengukuhan dilakukan. (alf)

 

 

Kebijakan Tarif AS Tak Ganggu Swasembada Pangan, Indonesia Siapkan Diversifikasi Impor

IKPI, Jakarta: Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, memastikan bahwa kebijakan tarif baru yang diterapkan oleh Amerika Serikat (AS) tidak akan mengganggu program swasembada pangan nasional. Hal ini disampaikan dalam konferensi pers virtual bertajuk Perkembangan Terkini Negosiasi dan Diplomasi Perdagangan Indonesia – AS pada Jumat (18/4/2025).

Airlangga menegaskan bahwa meskipun terdapat perubahan dalam kebijakan perdagangan global, khususnya terkait tarif atas komoditas pangan yang diimpor dari negara tertentu termasuk AS, pemerintah tetap berkomitmen menjaga keberlangsungan program swasembada.

“Kita tidak akan mengganggu program swasembada, sehingga swasembada pangan sama sekali tidak terganggu dengan apa yang direncanakan dibeli dari AS,” ujarnya.

Indonesia selama ini memang mengimpor sejumlah bahan pangan penting dari luar negeri, di antaranya gandum, kedelai (soya bean), dan susu kedelai (soya bean milk). Meski AS menjadi salah satu mitra dagang utama, Airlangga menyebut bahwa pasokan tidak sepenuhnya bergantung pada Negeri Paman Sam.

“Selama ini baik itu gandum, soya bean maupun soya bean milk, kita juga impor, tetapi tidak hanya dari AS, tetapi juga dari Australia, dari Ukraine, dan beberapa negara lain,” jelasnya.

Sebagai antisipasi atas dampak kebijakan tarif tersebut, pemerintah berencana melakukan diversifikasi sumber impor. Langkah ini diambil untuk mengurangi ketergantungan terhadap satu negara saja dan menjamin kestabilan pasokan pangan di dalam negeri.

“Nah, sehingga kita hanya melakukan pengalihan daripada impor bahan baku untuk pangan tersebut,” tambahnya. (alf)

 

 

Indonesia Tawarkan Insentif Pajak dan Deregulasi untuk Perusahaan AS, Respons Tarif Resiprokal Trump

IKPI, Jakarta: Pemerintah Indonesia akan memberikan kemudahan perizinan dan insentif, termasuk di sektor perpajakan, kepada perusahaan-perusahaan Amerika Serikat (AS) yang beroperasi di Tanah Air. Langkah ini merupakan bagian dari strategi negosiasi Indonesia dalam merespons kebijakan tarif impor resiprokal yang diumumkan oleh Presiden AS Donald Trump.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan bahwa pemerintah akan memfasilitasi perusahaan AS melalui berbagai insentif dan deregulasi guna meningkatkan daya saing Indonesia serta menciptakan iklim usaha yang kondusif.

“Indonesia akan memfasilitasi perusahaan-perusahaan Amerika Serikat yang selama ini beroperasi di Indonesia, tentunya ada hal-hal yang terkait dengan perizinan dan insentif yang dapat diberikan,” ujar Airlangga dalam konferensi pers daring, Jumat (18/4/2025).

Ia mengungkapkan bahwa tim deregulasi akan segera dibentuk untuk mengkaji pemberian fasilitas tersebut, termasuk insentif fiskal, guna memperkuat ease of doing business di Indonesia.

Salah satu bentuk deregulasi yang ditawarkan adalah relaksasi kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN), sebagaimana telah disampaikan Presiden Prabowo Subianto dalam Sarasehan Ekonomi Nasional pada 8 April lalu. Menurut Prabowo, kebijakan TKDN dapat diubah mekanismenya melalui pemberian insentif kepada investor demi menjaga daya saing industri nasional.

“Dari Amerika Serikat ada permintaan terhadap produk-produk tertentu yang sifatnya bukan murni impor-ekspor, seperti data center. Ini sedang kami kaji dan siapkan rekomendasinya,” tambah Airlangga.

Negosiasi ini merupakan respons atas kebijakan tarif resiprokal yang diberlakukan AS pada 2 April 2025. Dalam kebijakan tersebut, Indonesia dikenakan tarif impor sebesar 32 persen, lebih tinggi dibandingkan Filipina (17%), Singapura (10%), dan Malaysia (24%).

Meski demikian, Presiden Trump pada 9 April memberikan jeda 90 hari untuk penerapan tarif tersebut kepada sejumlah negara, termasuk Indonesia kecuali China. (alf)

 

 

India Pertimbangkan Bebaskan Bea Masuk LPG dan Etana dari AS 

IKPI, Jakarta: Pemerintah India tengah mengkaji rencana penghapusan tarif impor terhadap produk energi asal Amerika Serikat, termasuk etana dan gas petroleum cair (LPG), sebagai bagian dari strategi dagang bilateral yang lebih luas. Langkah ini bertujuan mengurangi surplus perdagangan India terhadap AS serta menekan beban tarif yang selama ini membebani industri dan konsumen domestik.

Mengutip laporan Reuters, kebijakan ini difokuskan pada produk energi seperti LPG bahan bakar utama untuk kebutuhan rumah tangga dan etana, yang digunakan dalam industri petrokimia. India juga mempertimbangkan untuk membebaskan bea masuk gas alam cair (LNG) dari AS guna memperluas diversifikasi sumber energi nasional.

India saat ini mengenakan tarif impor sebesar 2,5 persen untuk etana, propana, dan butana komponen utama LPG. Dalam tahun fiskal 2023–2024, negara ini mengimpor sekitar 18,5 juta ton LPG senilai 10,4 miliar dolar AS, dengan sebagian besar pasokan berasal dari Timur Tengah.

Namun, AS semakin menjadi pilihan alternatif, khususnya setelah perang dagang antara Washington dan Beijing menyebabkan lonjakan tarif dan melemahkan ekspor AS ke Tiongkok. India, sebagai importir etana terbesar kedua dari AS setelah Tiongkok, mencatatkan volume impor sekitar 65.000 barel per hari pada 2024.

Reliance Industries, milik taipan Mukesh Ambani, menjadi pembeli utama etana dari AS untuk memenuhi kebutuhan kompleks petrokimia miliknya, yang merupakan salah satu terbesar di dunia. Namun, analis menilai peningkatan signifikan dalam impor etana India terbatas oleh infrastruktur transportasi dan penyimpanan yang belum memadai.

Sementara itu, potensi peningkatan impor LPG dari AS dinilai lebih realistis. Menurut Wakil Presiden ICRA, Prashant Vashisth, dari sisi logistik LPG lebih mudah disalurkan dan mampu melengkapi kebutuhan nasional yang saat ini masih tergantung pada impor hingga 60 persen.

Rencana relaksasi tarif ini sejalan dengan target perdagangan India-AS yang ditetapkan pada Februari 2025, yaitu peningkatan nilai perdagangan bilateral hingga 500 miliar dolar AS pada akhir dekade ini, serta pengurangan surplus perdagangan India yang kini mencapai 45,7 miliar dolar AS. Keputusan akhir terkait penghapusan tarif akan ditentukan oleh Kementerian Perdagangan dan Kementerian Keuangan India. (alf)

Pemprov DKI Tambah Syarat Pembebasan PBB-2: NIK Harus Tervalidasi di Pajak Online

IKPI, Jakarta: Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta resmi menambahkan syarat baru bagi warga yang ingin mendapatkan pembebasan pokok Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) tahun 2025. Mulai tahun ini, Nomor Induk Kependudukan (NIK) wajib sudah tervalidasi di akun Pajak Online sebagai syarat mutlak untuk mengakses insentif pajak tersebut.

Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) DKI Jakarta Lusiana Herawati membenarkan penambahan syarat tersebut sebagai bagian dari perbaikan dan pemutakhiran data.

“Betul (NIK jadi syarat baru). Iya, perbaikan data,” ujarnya, Kamis (17/4/2025).

Validasi NIK dimaksudkan untuk mendeteksi apakah Wajib Pajak (WP) memiliki lebih dari satu properti. Jika ditemukan lebih dari satu objek pajak, maka hanya rumah pertama yang bisa dibebaskan, sementara rumah kedua dan seterusnya dikenakan PBB sebesar 50 persen.

Kebijakan ini tertuang dalam Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 281 Tahun 2025 tentang Kebijakan PBB-P2 Tahun 2025 yang ditandatangani Gubernur Pramono Anung pada 25 Maret lalu. Beleid ini mencakup pembebasan pokok, pengurangan pokok, keringanan pokok, dan pembebasan sanksi administratif.

Syarat Pembebasan Pokok PBB-P2 2025:

• Wajib Pajak adalah orang pribadi.

• Objek pajak berupa rumah tapak dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) maksimal Rp2 miliar atau rumah susun dengan NJOP maksimal Rp650 juta.

• Jika memiliki lebih dari satu objek pajak, hanya satu objek dengan NJOP tertinggi yang dapat dibebaskan.

• NIK wajib sudah tervalidasi di akun Pajak Online.

Ketentuan Validasi NIK di Pajak Online:

• NIK harus milik nama yang tertera pada SPPT PBB-P2.

• Sistem Pajak Online telah terintegrasi dengan database kependudukan sehingga validitas NIK bisa diverifikasi secara otomatis.

• NIK dinyatakan valid jika pemiliknya masih hidup, tercatat di database kependudukan, dan nama pada SPPT sesuai dengan data NIK.

• Jika nama pada SPPT sudah meninggal dunia, maka pemohon wajib mengajukan permohonan mutasi atau balik nama PBB-P2 terlebih dahulu. (alf)

 

 

en_US