Hakim Pengadilan Pajak Ingatkan DJP Perkuat Prosedur Pemeriksaan dan Pengawasan

IKPI, Jakarta: Hakim Pengadilan Pajak, Junaidi Eko Widodo, mengingatkan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) agar lebih cermat menjalankan prosedur pemeriksaan dan pengawasan. Pasalnya, tren sengketa perpajakan mulai bergeser: Wajib Pajak kini tidak hanya menggugat besaran Surat Ketetapan Pajak (SKP), tetapi juga proses pemeriksaan yang dinilai tidak sesuai aturan.

“Sengketa di Pengadilan Pajak lebih banyak muncul karena proses pemeriksaan dan pengawasan dalam menentukan SKP. Bahkan, sudah ada gugatan soal prosedur pemeriksaan yang tidak benar, sehingga SKP-nya ikut tidak benar,” ujar Junaidi dalam diskusi Kupas Tuntas Perpajakan Ekonomi Digital, Rabu (5/11/2025).

Junaidi menilai sebagian sengketa sebenarnya bisa dihindari jika fiskus menjalankan pemeriksaan sesuai ketentuan. Karena itu, ia menekankan perlunya pembenahan internal agar proses pemeriksaan tidak dianggap sewenang-wenang dan tetap berlandaskan hukum. 

“Penting untuk memperkuat prosedur pemeriksaan dan pengawasan,” tegasnya.

Saat ini, dasar hukum pemeriksaan pajak diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 15 Tahun 2025 (PMK 15/2025). Aturan tersebut mewajibkan pemeriksa memiliki kompetensi, melakukan pengujian dengan metode yang tepat, mendokumentasikan seluruh proses pemeriksaan, serta menyusun Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang berbasis bukti kuat.

Dengan semakin kompleksnya model bisnis dan ekonomi digital, kesalahan prosedur berpotensi memicu sengketa lebih besar. Jika fiskus tidak disiplin, Pengadilan Pajak akan terus dipenuhi gugatan yang sebenarnya dapat dicegah sejak awal. (alf)

Ekonom: Jangan Sampai Pajak Rakyat Jadi Penolong Proyek Gagal Hitung

IKPI, Jakarta: Proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung kembali menjadi sorotan setelah isu beban utang mencuat ke publik. Total investasi proyek Whoosh mencapai US$ 7,27 miliar atau sekitar Rp 120 triliun, dengan sekitar 75% dibiayai melalui pinjaman luar negeri. Konsekuensinya, PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) sebagai operator harus menanggung cicilan utang dan bunga yang sangat besar.

Di tengah tekanan finansial proyek tersebut, muncul isyarat bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dapat digunakan untuk membantu pembayaran utang. Sinyal itu disampaikan Presiden Prabowo Subianto saat meninjau Stasiun Manggarai dan meresmikan Stasiun Tanah Abang Baru pada 4 November 2025. “Presiden RI yang ambil alih. Jangan ribut, kita mampu dan kita kuat. Duitnya ada,” ujarnya. Pernyataan ini dibaca publik sebagai bentuk kesiapan negara untuk menanggung beban pembayaran.

Pandangan tersebut ditanggapi kritis oleh Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira. Ia menilai penggunaan APBN tidak sesuai dengan konsep awal proyek yang menggunakan skema business to business (B2B). Menurutnya, jika pada akhirnya dana negara juga yang turun, maka tidak ada beda dengan proyek APBN murni.

“Kalau APBN yang menutup, lalu untuk apa kerja sama dengan pihak China? Seharusnya pembiayaan luar negeri meringankan beban negara, bukan justru membuat APBN turun tangan,” kata Bhima, Rabu (5/11/2025). 

Ia juga mengingatkan bahwa kondisi APBN saat ini mengarah pada pelebaran defisit. Jika pemerintah melakukan penyertaan modal negara hanya untuk melunasi utang Whoosh, maka anggaran sektor lain bisa ikut terpangkas.

Bhima mengungkapkan bahwa masyarakat yang tidak menikmati layanan Whoosh tetap akan ikut membayar melalui pajak apabila APBN dipakai sebagai penolong. Padahal penyertaan modal negara seharusnya digunakan untuk memperkuat layanan kereta reguler, termasuk pembangunan jalur di luar Jawa yang masih kekurangan pendanaan. “Kenapa negara harus mensubsidi transportasi untuk kelompok menengah atas?” ujarnya.

Sebagai alternatif, Bhima menyebut Danantara—holding investasi BUMN—lebih layak untuk menangani masalah utang kereta cepat karena memiliki kapasitas keuangan besar dan portofolio dividen sekitar Rp 80 triliun. Ia menilai penyelesaian melalui Danantara bisa dilakukan lewat sejumlah opsi seperti debt swap atau penghapusan sebagian kewajiban tanpa membebani APBN.

Kritik serupa datang dari Kepala Departemen Makroekonomi Indef, Muhammad Rizal Taufikurrahman. Menurutnya, proyek KCIC menciptakan dilema fiskal: jika negara tidak ikut campur, risiko gagal bayar dapat mencoreng reputasi pemerintah dan mengurangi kepercayaan investor. Namun jika APBN digunakan untuk menutup utang komersial, maka timbul moral hazard dan sinyal bahwa proyek yang tidak efisien tetap akan diselamatkan dengan uang rakyat.

Rizal menilai opsi paling realistis adalah restrukturisasi utang melalui negosiasi bunga, tenor, serta penguatan pendapatan non-tiket seperti kawasan TOD dan integrasi transportasi. Cara ini dinilai menjaga keberlanjutan operasional proyek tanpa menambah beban fiskal.

Ia menegaskan, kasus ini harus menjadi pelajaran penting bahwa proyek strategis nasional tidak boleh hanya mengandalkan prestise, tetapi harus memiliki perhitungan ekonomi yang kuat. “Jangan sampai pajak rakyat berubah menjadi penolong proyek gagal hitung,” tutupnya. (alf)

IKPI di APTIKNAS Expo: SP2DK Bukan Ancaman, Tapi Alarm Kondisi Pajak Perusahaan

IKPI, Pekanbaru: Workshop edukasi perpajakan yang digelar Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) dalam rangkaian APTIKNAS Expo pada Rabu (5/11/2025) berhasil menarik antusiasme pelaku usaha di Pekanbaru. Tidak hanya menyampaikan aturan, IKPI menekankan bahwa kepatuhan pajak adalah strategi bisnis berkelanjutan yang bisa menyelamatkan perusahaan dari risiko hukum dan finansial.

Ketua Departemen Pengembangan Organisasi IKPI, Lilisen, menegaskan bahwa kehadiran IKPI dalam expo teknologi tersebut adalah bukti kolaborasi nyata antara dunia usaha dan praktisi pajak.

“IKPI ingin menunjukkan bahwa kepatuhan pajak bukan hanya kewajiban administratif, tetapi strategi keberlanjutan usaha. Ketika pelaku usaha memahami kewajiban sejak awal, iklim bisnis menjadi lebih kondusif dan risiko sengketa bisa ditekan,” ujar Lilisen.

Workshop ini banyak membahas pemicu terbitnya SP2DK (Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan), yang sering membuat pelaku usaha panik. Lilisen menyebut dua penyebab paling umum:

1. Perbedaan data antara laporan keuangan seperti neraca atau laba rugi dengan SPT.

2. Tidak sinkronnya data SPT dengan laporan pihak ketiga, seperti bank dan vendor.

Ia mengingatkan pelaku usaha untuk melakukan rekonsiliasi dan ekualisasi berkala, agar angka keuangan dan pelaporan ke pajak selalu cocok. Jika SP2DK terbit, wajib pajak diminta tetap tenang, memahami isi surat, lalu menyiapkan dokumen pendukung.

“Jawablah secara tertulis disertai data lengkap. Kalau ragu, datang ke AR untuk konsultasi resmi atau minta pendampingan konsultan pajak,” kata Lilisen.

Simpan Data 10 Tahun dan Rekonsiliasi Rutin

Sementara itu, Sekretaris IKPI Pengda Sumatera Bagian Tengah (Sumbagteng), Narpika Yendra, menegaskan bahwa SP2DK bukan sesuatu yang perlu ditakuti jika administrasi perusahaan rapi.

“Pesan kami jelas: simpan data minimal 10 tahun, lakukan rekonsiliasi rutin, dan pastikan seluruh penghasilan serta biaya diakui dengan benar. Kalau itu dilakukan, perusahaan sudah punya tameng kuat saat menerima SP2DK,” jelasnya.

Menurut Narpika, edukasi gratis seperti ini penting karena pelaku usaha masih banyak yang baru belajar soal administrasi pajak, padahal dampak kesalahan bisa merembet ke pemeriksaan dan sanksi.

“IKPI berkomitmen memperluas edukasi pajak agar pelaku usaha tidak berjalan dalam ketidaktahuan. Tujuan kami bukan menakut-nakuti, tapi memberi rasa aman secara legal,” tambahnya.

Kolaborasi ini Beri Manfaat Nyata untuk Masyarakat

Ketua APTIKNAS Riau, Januar, menyampaikan apresiasi atas kolaborasi dengan IKPI yang disebut berhasil memberikan manfaat besar kepada para peserta.

“APTIKNAS Riau bekerjasama dengan IKPI mengadakan Workshop Edukasi Pajak khususnya tentang SP2DK. Edukasi gratis ini terlaksana dengan baik dan diikuti berbagai kalangan di Pekanbaru Xchange. Peserta bukan hanya mendengar materi, tapi aktif bertanya dan berdiskusi,” ujar Januar.

Ia menyampaikan penghargaan kepada pemateri dari IKPI. “Saya mengucapkan terima kasih kepada Ibu Lilisen dan Ibu Narpika yang telah mendukung kegiatan edukasi gratis ini sehingga berjalan lancar dan bermanfaat bagi banyak orang. Semoga APTIKNAS dan IKPI dapat terus menjalin kerjasama yang solid di masa depan,” tuturnya.

Dengan kolaborasi praktisi teknologi dan konsultan pajak ini, APTIKNAS Expo tidak hanya menjadi pameran teknologi, tetapi juga ruang edukasi finansial bagi dunia usaha. Workshop serupa rencananya akan terus berlanjut agar pelaku usaha di Riau makin siap menghadapi era administrasi digital dan pengawasan pajak yang semakin presisi. (bl)

Thrifting Bebas Pajak Bikin Industri Tekstil Berdarah-darah, AGTI Angkat Suara

IKPI, Jakarta: Asosiasi Garmen dan Tekstil Indonesia (AGTI) mendesak pemerintah menindak peredaran pakaian bekas impor yang masuk tanpa pajak dan tanpa proses kepabeanan. Ketua Umum AGTI Anne Patricia Sutanto menyampaikan sikap tersebut usai bertemu Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa di Jakarta, Rabu (5/11/2025).

Anne menilai fenomena thrifting ilegal menimbulkan persaingan tidak sehat. Industri tekstil resmi wajib membayar berbagai jenis pajak, termasuk PPh 21 hingga PPh 25, sementara barang ilegal bebas beredar tanpa pungutan. Ketimpangan itu, menurutnya, membuat pasar domestik banjir produk murah yang tidak menanggung beban fiskal.

Ia menegaskan, industri tekstil nasional selama ini berkontribusi pada penerimaan negara dan menyerap tenaga kerja besar. Ketika pakaian bekas impor masuk tanpa pajak, negara kehilangan potensi pendapatan sekaligus melemahkan produsen lokal yang masih berjuang di tengah biaya produksi tinggi.

Ia juga mengapresiasi langkah Menteri Keuangan memperketat pengawasan. Meski demikian, Anne berharap penindakan dilakukan konsisten agar “fairness fiskal” berlaku sama untuk seluruh pelaku usaha. “Kalau masuk resmi dan bayar pajak, tidak ada masalah. Tapi kalau jalur ilegal, dampaknya besar bagi negara dan industri padat karya,” ujarnya.

Untuk barang sitaan, AGTI menawarkan solusi ekonomi sirkular. Pakaian bekas dapat diolah kembali menjadi serat polyester atau cotton sebagai bahan baku industri, sehingga tidak menekan pasar sekaligus mengurangi ketergantungan impor.

Dalam pertemuan dengan Kemenkeu, AGTI juga memaparkan peta jalan penguatan industri tekstil, mulai dari percepatan perizinan, efisiensi produksi, hingga perluasan pasar ekspor. Respons positif kementerian menjadi sinyal dukungan terhadap keberlanjutan industri tekstil dan produk tekstil (TPT).

Anne memastikan tidak ada gelombang PHK di sektor garmen dan tekstil. Beberapa perusahaan justru menambah kapasitas produksi dan merekrut tenaga kerja baru.

Ia menegaskan AGTI bukan menutup pintu impor, melainkan menuntut kesetaraan. Industri yang taat pajak, kata Anne, tidak seharusnya dikalahkan oleh barang yang tidak membayar kewajiban fiskal. Ke depan, AGTI akan berkoordinasi dengan pemerintah daerah, komunitas fesyen, dan pelaku kreatif untuk memperkuat ekosistem tekstil nasional. (alf)

Vaudy Starworld Apresiasi IKPI Jakarta Barat Gaet Banyak Peserta Umum dalam Seminar PPL

IKPI, Jakarta: Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), Vaudy Starworld, menyampaikan apresiasi kepada IKPI Cabang Jakarta Barat karena berhasil menarik antusiasme peserta umum dalam kegiatan Pendidikan Profesional Berkelanjutan (PPL) yang digelar di Aston Kartika, Rabu (5/11/2025). Tidak hanya dihadiri anggota, seminar ini juga diramaikan sekitar 40 peserta umum dari berbagai instansi, perusahaan, dan kalangan masyarakat yang ingin memperdalam literasi perpajakan.

Vaudy mengatakan kehadiran peserta umum menunjukkan bahwa kegiatan IKPI semakin inklusif dan diminati masyarakat luas. Menurutnya, konsultan pajak dan organisasi profesinya harus mampu menjangkau publik, bukan hanya kalangan internal.

“Saya sangat mengapresiasi Pengcab Jakarta Barat. Tidak semua kegiatan PPL berhasil menarik peserta umum sebanyak ini. Ini bukti bahwa IKPI semakin dipercaya, semakin terbuka, dan semakin dekat dengan masyarakat,” ujar Vaudy.

Ia menilai capaian tersebut penting untuk memperluas pemahaman publik mengenai perpajakan, apalagi di tengah kompleksitas aturan dan digitalisasi sistem pajak. Dengan semakin banyak masyarakat mengikuti seminar IKPI, literasi pajak akan meningkat dan hubungan antara wajib pajak dan otoritas pajak bisa berjalan lebih sehat.

“Literasi perpajakan tidak boleh hanya berhenti di kalangan profesional. Semakin banyak masyarakat memahami pajak, semakin baik untuk negara dan perekonomian. Dan ini langkah nyata yang dilakukan Pengcab Jakarta Barat,” tambahnya.

Vaudy memastikan IKPI Pusat akan terus mendukung cabang-cabang yang aktif dan kreatif dalam menyelenggarakan kegiatan edukasi publik. Ia menyebut upaya tersebut sejalan dengan semangat organisasi untuk hadir sebagai “rumah besar” bagi profesi perpajakan dan mitra masyarakat dalam pemenuhan kewajiban pajak.

“IKPI bukan hanya tempat konsultan pajak belajar, tetapi wadah berbagi pengetahuan kepada publik. Ketika masyarakat merasa nyaman belajar pajak dari IKPI, itu berarti organisasi ini relevan dan bermanfaat,” katanya.

Seminar PPL Jakarta Barat kali ini menghadirkan sapto Windi Argo sebagai narasumber dan Wiwik Budianti sebagai moderator. Selain anggota IKPI, para peserta umum yang hadir sebagian besar berasal dari dunia usaha, praktisi keuangan, dan masyarakat yang ingin memahami regulasi terbaru perpajakan.

Vaudy berharap keberhasilan ini dapat menjadi contoh bagi cabang IKPI di daerah lain untuk lebih aktif menjangkau publik dan memperluas edukasi perpajakan. “Saya berharap makin banyak cabang yang mengikuti jejak Jakarta Barat. Kegiatan PPL yang terbuka untuk umum sangat penting untuk memperkuat literasi pajak nasional,” ujarnya. (bl)

DPR: Moratorium Cukai Lindungi Jutaan Pekerja Industri Tembakau, Fiskal Tetap Aman

IKPI, Jakarta: Keputusan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa untuk menahan kenaikan Cukai Hasil Tembakau (CHT) dan Harga Jual Eceran (HJE) pada 2026 menuai apresiasi dari DPR. Kebijakan tersebut dinilai mampu memberi ruang napas bagi industri hasil tembakau (IHT) sekaligus menjaga stabilitas penerimaan negara.

Ketua Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun mengatakan, langkah Purbaya merupakan sinyal perubahan atas pendekatan fiskal yang selama ini dianggap terlalu membebani sektor tembakau. Menurutnya, keputusan untuk tidak menaikkan cukai adalah bentuk respons pemerintah terhadap tekanan yang dialami industri.

“Yang menjadi angin segar adalah apa yang disampaikan oleh Pak Purbaya, yaitu mengenai tidak dinaikkannya cukai rokok, sebagai respons kebijakan atas permasalahan di industri hasil tembakau selama ini,” kata Misbakhun, Rabu (5/11/2025).

Ia menilai IHT selama ini terbukti menjadi salah satu penopang fiskal paling stabil. Namun, kebijakan bertubi-tubi dianggap membuat ruang tumbuh industri semakin sempit dan justru tidak optimal dalam menyetor penerimaan ke kas negara. Karena itu, moratorium cukai dinilai sebagai momentum memperbaiki arah fiskal.

“Kalau kita serius ingin menyelesaikan ini secara fundamental, harus kemudian secara bersama-sama kita duduk dalam satu meja, mumpung Pak Purbaya ini memberikan harapan baru,” tegasnya.

Jutaan Pekerja Tergantung pada IHT

Misbakhun mengingatkan bahwa kebijakan fiskal pada sektor tembakau tidak bisa hanya melihat sisi penerimaan. Ada aspek ketenagakerjaan dan sosial ekonomi yang harus dijaga. Ia menyebut, sekitar enam juta orang menggantungkan penghidupan pada industri ini, belum termasuk keluarga mereka.

“Enam juta orang terlibat aktif di industri ini. Itu belum termasuk keluarga. Ini aspek yang tidak bisa diabaikan,” ujar Misbakhun.

Dari sisi riset, ekonom senior Indef Tauhid Ahmad menyebut moratorium cukai justru berpotensi menjaga penerimaan negara dengan risiko penurunan yang relatif kecil. Berdasarkan perhitungan lembaganya, penerimaan CHT bahkan masih berpeluang mencapai sekitar Rp231 triliun meski tarif tidak naik.

“Kami melakukan simulasi. Kalau tidak naik atau moratorium, penerimaan kami hitung tetap bisa di Rp231 triliun,” kata Tauhid.

Ia menegaskan kenaikan tarif selama ini sering berakibat kontraproduktif karena mendorong maraknya rokok ilegal. Ketika daya beli masyarakat tidak sejalan dengan kenaikan tarif, konsumen beralih ke rokok murah yang tidak membayar cukai.

“Data menunjukkan, kenaikan tarif justru mendorong rokok ilegal semakin tinggi. Karena daya beli tidak sebanding dengan tarif, masyarakat mencari rokok lebih murah—even yang tanpa cukai,” jelasnya.

Tauhid mencatat peredaran rokok ilegal naik dari 4,9% pada 2020 menjadi 6,9% pada 2023. Tren ini bukan hanya menekan penerimaan negara, tapi juga melahirkan aktivitas ekonomi tersembunyi yang tidak tercatat dalam PDB.

Indef menilai pemerintah perlu memperlakukan IHT sebagai sektor ekonomi nyata yang menyerap tenaga kerja besar. Kebijakan fiskal ke depan tidak hanya berfokus pada pengendalian konsumsi, tetapi juga harus mempertimbangkan keberlanjutan industri dan kontribusi terhadap pendapatan masyarakat.

Dengan moratorium cukai pada 2026, pemerintah disebut membuka ruang bagi kebijakan fiskal yang lebih proporsional—menghasilkan penerimaan, menjaga tenaga kerja, sekaligus mengurangi pasar gelap tembakau. (alf)

Kemenkeu Wajibkan Kementerian dan Lembaga Kebut Belanja APBN 2026 di Kuartal I

IKPI, Jakarta: Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan belanja negara pada tahun anggaran 2026 akan dieksekusi lebih cepat. Pemerintah mewajibkan kementerian dan lembaga (K/L) dengan alokasi anggaran besar mengeksekusi mayoritas belanjanya sejak kuartal pertama. Langkah ini diambil untuk mempercepat perputaran ekonomi dan menjaga momentum pertumbuhan awal tahun.

“Strategi untuk 2026, khususnya APBN, harus makin dini realisasi belanjanya. Kami akan memastikan K/L dengan anggaran besar merealisasikan mayoritas belanja pada kuartal I,” tegas Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kemenkeu, Febrio Kacaribu, dalam acara Economic Outlook: Tahun 2026, Tahun Ekspansi di Jakarta, Rabu (5/11/2025).

Target Pertumbuhan Ekonomi

Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar enam persen dalam jangka pendek. Tahun ini, proyeksi pertumbuhan berada di kisaran 5,2 persen. Sementara itu, ekonomi nasional pada kuartal III 2025 tumbuh 5,04 persen dan diharapkan meningkat menjadi 5,5 persen pada kuartal IV.

“Kami berharap sentimen positif terus terbangun dengan pertumbuhan ekonomi yang kuat di akhir 2025, sehingga bisa berlanjut di kuartal pertama 2026,” ujar Febrio.

Untuk memastikan akselerasi ekonomi pada 2026 berjalan sesuai target, pemerintah menyiapkan tiga fokus utama penggerak perekonomian:

1. Penguatan kebijakan fiskal.

2. Stabilitas dan dukungan sektor keuangan.

3. Perbaikan iklim investasi.

Dari sisi pendanaan, Kemenkeu menempatkan Saldo Anggaran Lebih (SAL) senilai Rp200 triliun di Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) untuk mendorong penyaluran kredit ke sektor riil.

Meski demikian, Febrio menegaskan percepatan belanja negara saja tidak cukup. Keseimbangan antarsektor diperlukan agar pertumbuhan tidak timpang.

“Kalau mesin fiskal dan sektor keuangan hidup tetapi iklim usaha tidak membaik, maka pertumbuhan akan timpang. Oleh karena itu, tiga-tiganya harus berjalan seimbang. Ini membutuhkan kolaborasi yang kuat antara kementerian dan lembaga,” jelasnya.

Kemenkeu menegaskan koordinasi lintas instansi akan diperkuat untuk memastikan belanja negara, penyaluran kredit, dan aktivitas usaha dapat tumbuh seiring. (alf)

Bank Dunia: Insentif Pajak Salah Sasaran Bisa Pangkas Peluang Kerja di Asia Timur-Pasifik

IKPI, Jakarta: Bank Dunia kembali mengirim sinyal keras kepada negara-negara di Asia Timur dan Pasifik. Dalam East Asia and Pacific Economic Update: Jobs edisi Oktober 2025, lembaga internasional itu menegaskan bahwa strategi fiskal yang tidak tepat sasaran, terutama dalam pemberian insentif pajak, justru dapat mempersempit kesempatan kerja di kawasan.

Laporan dibuka dengan gambaran optimistis: pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) negara-negara Asia Timur dan Pasifik masih bertahan di atas rerata global. Namun kabar baik itu tidak berlangsung panjang. Bank Dunia memprediksi laju ekonomi akan melandai pada akhir 2025 dan semakin melemah sepanjang 2026, seiring turunnya aktivitas produksi dan konsumsi.

Di titik inilah kebijakan fiskal menjadi sorotan. Banyak negara, termasuk Indonesia, dinilai terlalu bergantung pada langkah-langkah jangka pendek yang tidak menopang pertumbuhan berkelanjutan. Dampaknya bukan hanya ke penerimaan negara, tetapi juga langsung ke pasar kerja.

“Pajak dan subsidi yang tidak tepat sasaran dapat merugikan peluang kerja. Pembebasan insentif pajak dapat menyebabkan tarif pajak efektif lebih tinggi pada tenaga kerja, dibandingkan modal yang komplementer dengan teknologi otomatisasi,” tulis Bank Dunia dalam laporan tersebut.

Tak hanya insentif fiskal, kebijakan perdagangan domestik maupun internasional juga bisa mengubah struktur ketenagakerjaan. Masalah lain muncul ketika iklim usaha tidak ramah bagi perusahaan baru. Iklim usaha yang tertutup mengurangi pilihan pekerja, mempersempit ruang lahirnya pelaku usaha baru, dan tentu saja menghambat penciptaan lapangan kerja.

“Hambatan masuk bagi perusahaan baru dapat mengurangi pilihan bagi pekerja dan menghambat munculnya peluang bagi pekerja baru,” tegas Bank Dunia.

Reformasi SDM dan Infrastruktur

Untuk mencegah perlambatan ekonomi semakin menekan pasar kerja, Bank Dunia merekomendasikan reformasi berbasis pembangunan sumber daya manusia dan infrastruktur. Fokus utamanya adalah menghapus hambatan masuk industri dan menumbuhkan persaingan usaha yang sehat.

“Reformasi harus berfokus pada penghapusan hambatan masuk dan persaingan, sehingga perusahaan dapat dinamis, produktif, berkembang, dan menciptakan peluang kerja baru. Kebijakan perlu membantu individu dan perusahaan mengantisipasi perkembangan masa depan dengan memastikan kesesuaian keterampilan dan peluang,” tulis laporan tersebut.

Rekomendasi Bank Dunia ini bukan tanpa alasan. Dalam laporan terpisah beberapa bulan lalu, Indonesia menjadi salah satu perhatian utama terkait menurunnya rasio pajak terhadap PDB. Sepanjang satu dekade terakhir, rasio pajak RI turun 2,1 persen. Bahkan pada 2021 angkanya hanya menyentuh 9,1 persen terhadap PDB—terendah di dunia.

Di kawasan Asia Tenggara, capaian ini tertinggal jauh dari negara lain:

• Kamboja: 18%

• Malaysia: 11,9%

• Filipina: 15,2%

• Thailand: 15,7%

• Vietnam: 14,7%

Bank Dunia juga mengingatkan bahwa kebijakan fiskal perlu berhati-hati. Kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN), misalnya, berpotensi menekan konsumsi dan justru melemahkan kepatuhan pajak jika basis pemajakan tidak diperluas secara efektif. (alf)

Akses Coretax DJP Kini Lebih Aman, Wajib Pajak Diminta Aktifkan 2FA untuk Cegah Kebocoran Data

IKPI, Jakarta: Seiring kian masifnya penggunaan sistem Coretax Direktorat Jenderal Pajak (DJP), isu keamanan data menjadi perhatian serius. DJP menegaskan bahwa perlindungan informasi pribadi wajib pajak bukan sekadar fitur tambahan, tetapi keharusan untuk mencegah penyalahgunaan akses oleh pihak tidak bertanggung jawab.

Selain menjaga kerahasiaan password dan email yang terdaftar, DJP mendorong wajib pajak menyalakan fitur verifikasi dua langkah (Two-Factor Authentication/2FA) sebagai lapisan keamanan tambahan. Fitur ini diyakini mampu menutup celah kebocoran data maupun upaya peretasan akun.

Berikut langkah mengaktifkan 2FA di Coretax DJP:

1. Login ke akun Coretax DJP.

2. Pilih menu Portal Saya → Profil Saya.

3. Pada halaman Informasi Detail, klik Verifikasi Dua Langkah.

4. Lanjutkan ke Konfigurasi Autentikasi Dua Faktor dan pilih tombol Aktifkan 2FA Hari Ini!, kemudian tentukan metode melalui Authentication App agar proses lebih cepat dan aman.

5. Scan barcode yang muncul di layar menggunakan aplikasi autentikator, lalu masukkan kode verifikasi 6 digit untuk layanan eTaxIndonesia.

6. Jika berhasil, sistem akan menampilkan notifikasi Success.

Setelah fitur ini aktif, setiap kali wajib pajak login ke Coretax DJP, sistem akan otomatis meminta kode verifikasi 6 digit dari aplikasi autentikator atau email terdaftar.

Penerapan 2FA menjadi salah satu langkah penting DJP untuk menciptakan ekosistem perpajakan digital yang lebih aman, dipercaya, dan terhindar dari praktik pencurian data. Dengan keamanan yang semakin kuat, layanan digital DJP diharapkan semakin nyaman digunakan dan mendorong kepatuhan wajib pajak. (alf)

IKPI Buka Ruang Anggota Jadi Penulis, Pengajar hingga Pembicara di Ruang Publik

IKPI, Jakarta: Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), Vaudy Starworld, menegaskan bahwa anggota IKPI memiliki peluang luas untuk berkontribusi di ruang publik tidak hanya sebagai konsultan pajak, tetapi juga sebagai penulis, pengajar, pembicara, dan penggerak edukasi perpajakan. Hal tersebut disampaikan Vaudy saat membuka Seminar PPL IKPI Cabang Jakarta Barat di Aston Kartika, Rabu (5/11/2025).

Vaudy menjelaskan bahwa IKPI sengaja membuka ruang tersebut karena profesi konsultan pajak harus hadir lebih aktif dalam menyebarkan literasi perpajakan kepada masyarakat. Menurutnya, perpajakan tidak bisa hanya dibahas di ruang teknis dan ruang kantor, melainkan harus beredar di ranah pendidikan, media, dan diskusi publik.

“Kami ingin konsultan pajak Indonesia naik kelas. Tidak hanya mengerjakan laporan pajak, tetapi ikut membangun edukasi publik. Karena ketika masyarakat paham pajak, negara diuntungkan dan profesi ini ikut dihargai,” ujar Vaudy.

Ia juga menegaskan bahwa banyak anggota IKPI memiliki kemampuan intelektual dan pengalaman praktis yang layak dibagikan lebih luas. Oleh sebab itu, IKPI memberi kesempatan bagi anggotanya menjadi pengajar pelatihan, penulis artikel, pembicara seminar, hingga kontributor podcast dan ruang konsultasi publik.

“Kalau ilmu hanya disimpan, profesi ini tidak berkembang. Tapi kalau dibagikan, reputasi konsultan pajak naik, masyarakat terbantu, dan citra IKPI ikut menguat,” tegasnya.

Vaudy menyampaikan bahwa kesempatan ini juga dibuka untuk memberi ruang generasi muda konsultan pajak menunjukkan kompetensi dan memperluas jejaring profesional. “Banyak anggota muda yang punya energi besar. IKPI ingin mereka tampil, berani berbicara, berani menulis, dan ikut membentuk masa depan profesi,” ujarnya.

Dalam sambutannya, Vaudy menegaskan bahwa peningkatan jumlah anggota ikut memperkuat posisi IKPI. Per 4 November 2025, jumlah anggota mencapai 7.704 orang, meningkat dari 7.093 pada 31 Desember 2024 dan 6.922 pada akhir 2023. Menurutnya, pertumbuhan ini menunjukkan bahwa IKPI semakin dipercaya sebagai wadah profesional pajak.

“Pertumbuhan ini bukan sekadar data statistik. Ini bukti kepercayaan. Dan ketika kepercayaan itu ada, organisasi harus memberi ruang seluas mungkin agar anggotanya berkembang, bukan sekadar tercatat sebagai anggota,” kata Vaudy.

Ia mendorong anggota, khususnya yang baru bergabung, untuk tidak pasif dalam organisasi. “IKPI hidup karena anggotanya bergerak. Bukan hanya datang seminar, tapi ikut terlibat. Menulis, mengajar, berbagi pengetahuan itulah kontribusi nyata,” ujarnya.

Vaudy kembali menegaskan makna tiga yel-yel IKPI “IKPI untuk Nusa Bangsa”, “IKPI Pasti Bisa”, dan “IKPI Jaya Jaya Jaya” sebagai komitmen menghadapi tantangan zaman, termasuk digitalisasi dan modernisasi perpajakan. “Konsultan pajak harus adaptif, kolaboratif, dan berperan aktif di masyarakat. Itulah semangat IKPI untuk Nusa Bangsa,” katanya. (bl)

en_US