UNUSA Resmikan Tax Center Bersama DJP Jatim I, Siap Jadi Pusat Literasi Pajak dan Akuntansi Global

IKPI, Jakarta: Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (UNUSA) resmi memiliki tax center baru yang diresmikan bersama Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Timur (Kanwil DJP Jatim) I. Peresmian yang berlangsung di Auditorium Kampus B UNUSA itu disatukan dengan gelaran seminar internasional The 2nd Accounting Department International Activity (ADIA) bertema “Tax Literacy and Global Accounting”.

Kepala Kanwil DJP Jatim I Samingun menegaskan, pendirian tax center UNUSA menjadi wujud nyata pelaksanaan Tridarma Perguruan Tinggi di bidang perpajakan. Ia berharap, keberadaan pusat edukasi ini mampu memperluas wawasan masyarakat tentang pajak dan menumbuhkan kesadaran sukarela dalam melaksanakan kewajiban perpajakan.

“Tax center UNUSA kami harapkan menjadi sarana yang memperkuat kemitraan antara Direktorat Jenderal Pajak dan perguruan tinggi, serta memperluas jangkauan edukasi perpajakan di kalangan mahasiswa dan masyarakat,” ujar Samingun, Rabu (12/11/2025).

Ia menambahkan, Kanwil DJP Jatim I dan UNUSA sejatinya telah lama menjalin kerja sama di bidang edukasi perpajakan. Kini, dengan berdirinya tax center, kolaborasi tersebut memiliki wadah permanen untuk melaksanakan berbagai kegiatan seperti sosialisasi, konsultasi, pelatihan, hingga penelitian bersama. Tujuannya: membangun literasi pajak yang adaptif terhadap perkembangan teknologi digital.

Sementara itu, Wakil Rektor II UNUSA Mohamad Yusak Anshori menilai kehadiran tax center bukan sekadar tempat belajar pajak, melainkan ruang kolaborasi antara akademisi dan praktisi untuk mengembangkan kompetensi serta riset di bidang akuntansi dan perpajakan.

“Akuntansi dan perpajakan memiliki hubungan yang sangat erat dalam tata kelola keuangan yang transparan. Melalui tax center, UNUSA ingin mencetak akuntan dan profesional muda yang tidak hanya pandai menghitung, tetapi juga kritis, inovatif, dan berdampak bagi masyarakat,” ujar Yusak.

Ia menegaskan, akuntansi bukan hanya kegiatan mencatat angka, tetapi juga bahasa pengambilan keputusan yang mampu mendorong inovasi dan kesadaran pajak. “Dengan adanya tax center, kami siap menjadi mitra strategis DJP dalam meningkatkan literasi dan kepatuhan pajak di kalangan akademisi,” tambahnya.

Penyuluh Pajak Ahli Madya Kanwil DJP Jatim I Ifatir Badra turut menyoroti pentingnya kerja sama ini. Menurutnya, perguruan tinggi memiliki peran vital dalam membangun budaya sadar pajak sejak dini di kalangan generasi muda.

“Pajak bukan sekadar kewajiban, tetapi bentuk kontribusi nyata terhadap kemandirian bangsa. Kolaborasi seperti ini akan memperluas pemahaman masyarakat terhadap sistem perpajakan yang berkeadilan,” jelas Ifatir.

Setelah prosesi peresmian, kegiatan dilanjutkan dengan seminar internasional ADIA yang menghadirkan narasumber dari dalam dan luar negeri. Seminar tersebut membekali mahasiswa dengan literasi pajak dan praktik akuntansi modern, sekaligus membuka wawasan global tentang riset, inovasi teknologi, dan peluang karier internasional di bidang keuangan. (alf)

Ribuan Pegawai DJP Serentak Lakukan Stress Test Coretax Nasional

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) tengah melakukan langkah besar dalam memastikan kesiapan sistem Coretax sebagai tulang punggung baru administrasi perpajakan nasional. Sepanjang Oktober hingga November 2025, ribuan pegawai DJP di seluruh Indonesia serentak melakukan stress test Coretax nasional, sebagai bagian dari persiapan pelaporan SPT Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) tahun pajak 2025 yang akan berlangsung pada awal 2026.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (P2Humas) DJP, Rosmauli, menjelaskan bahwa stress test dilakukan untuk menguji stabilitas, kapasitas, dan keandalan sistem Coretax di bawah beban kerja tinggi, sembari melatih pegawai agar siap memberikan pelayanan terbaik kepada Wajib Pajak.

“Dapat kami sampaikan bahwa stress test telah dilakukan dan akan dilakukan lagi secara serentak di seluruh Indonesia. Kegiatan saat ini merupakan bagian dari pelatihan internal untuk memperkuat pemahaman pegawai terhadap sistem Coretax, sekaligus persiapan pelaporan SPT Tahunan tahun pajak 2025 yang akan dilakukan di Coretax,” ujar Rosmauli seperti dikutip dari Pajak.com, Kamis (13/11/2025).

Rosmauli menegaskan, pelatihan ini tidak sekadar uji coba teknis, tetapi juga simulasi menyeluruh proses pelaporan SPT Tahunan agar seluruh pegawai memahami alur kerja dan fitur dalam Coretax. Dengan demikian, ketika sistem diterapkan secara nasional pada Januari 2026, pelayanan kepada Wajib Pajak dapat berjalan lancar dan bebas gangguan.

“Dengan begitu, saat diterapkan kepada Wajib Pajak mulai Januari 2026 nanti, layanan pelaporan SPT dapat berjalan sukses dan lancar,” ujarnya.

Sementara itu, Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto menyampaikan bahwa Coretax saat ini sedang dalam tahap akhir pengujian dan penyempurnaan. Ia menegaskan, sistem baru ini tidak hanya menggantikan Sistem Informasi DJP (SIDJP), tetapi juga menjadi fondasi utama transformasi digital perpajakan nasional.

“Perbaikan Coretax yang sedang diakselerasi bersama Pak Menteri [Keuangan] Purbaya adalah untuk memperkuat security system. Namun untuk sistem inti, pemerintah belum bisa mengintervensi langsung karena masih dalam masa garansi dari service provider. Target serah terima penuh kami tetapkan pada 15 Desember 2025,” ungkap Bimo di sela Forum Konsultasi Publik dan Peluncuran Piagam Wajib Pajak (Taxpayers Charters) di Kantor Wilayah DJP Jakarta Barat, (16/10/2025).

Sebelum serah terima dilakukan, DJP juga menggelar audit sistem informasi dan evaluasi deliverables kontrak bersama penyedia layanan. Sekitar 20 ribu pegawai DJP ambil bagian dalam stress test nasional ini untuk mengukur kapasitas dan kesiapan sistem sebelum diluncurkan resmi.

“Setelah semuanya clear and clean, tanggal 15 Desember 2025 kami targetkan sistem diserahterimakan sepenuhnya dan siap digunakan,” pungkas Bimo. (alf)

DJP Sampaikan Duka Mendalam atas Tragedi di Manokwari, Pastikan Pendampingan Penuh bagi Keluarga Korban

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menyampaikan duka cita yang mendalam atas meninggalnya Aresty Gunar Tinarga (38), istri dari Amri Hidayat, Kepala Seksi Penjaminan Kualitas Data (Kasi PKD) Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Manokwari. Aresty menjadi korban dugaan tindak pidana yang terjadi di Manokwari, Papua Barat, pada awal pekan ini.

Dalam keterangan resminya, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (P2Humas) DJP, Rosmauli, menyatakan seluruh keluarga besar otoritas pajak berduka atas peristiwa tragis tersebut dan memastikan dukungan penuh bagi keluarga yang ditinggalkan.

“Kami memahami peristiwa ini sangat mengejutkan dan meninggalkan duka mendalam, tidak hanya bagi keluarga almarhumah, tetapi juga bagi seluruh insan Kementerian Keuangan,” ujar Rosmauli dalam pernyataan tertulis, Kamis (13/11/2025).

Rosmauli menjelaskan, berdasarkan laporan dari Kepala Perwakilan Kementerian Keuangan Provinsi Papua Barat, kepolisian telah bergerak cepat menangani kasus tersebut. Terduga pelaku berhasil diamankan oleh Polres Manokwari, sementara sejumlah barang milik korban yang sempat hilang telah ditemukan di lokasi persembunyian pelaku.

“Saat ini proses identifikasi jenazah dan autopsi dilakukan oleh tim forensik dengan pengawalan langsung dari Kapolres Manokwari dan Kapolda Papua Barat,” tambahnya.

Rencananya, jenazah almarhumah akan dipulangkan ke kampung halaman di Blitar, Jawa Timur, untuk dimakamkan secara layak. Rosmauli memastikan, koordinasi antar-kanwil DJP di Papua Barat, Maluku, dan Jawa Timur II berjalan baik agar proses pemulangan jenazah berlangsung tertib dan penuh penghormatan.

Selain bantuan logistik, DJP juga memberikan dukungan psikologis dan pendampingan langsung bagi keluarga korban, bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) serta Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (Bea Cukai).

“Koordinasi terus dilakukan secara berjenjang dengan pimpinan pusat Kementerian Keuangan dan DJP untuk memastikan setiap langkah dijalankan sesuai protokol dan dengan penuh empati,” ujar Rosmauli.

Dalam kesempatan yang sama, DJP menyampaikan apresiasi kepada Kepolisian Daerah Papua Barat dan Polres Manokwari atas respons cepat dalam mengungkap kasus ini. Menurut Rosmauli, langkah sigap aparat menunjukkan kehadiran negara yang nyata di tengah musibah yang menimpa aparatur sipil negara yang sedang mengabdi di daerah.

Tragedi ini menggugah rasa kemanusiaan dan solidaritas di lingkungan Kementerian Keuangan. Di balik pekerjaan yang penuh tanggung jawab, para pegawai diingatkan kembali bahwa mereka adalah manusia yang juga menghadapi duka dan kehilangan.

“Atas nama keluarga besar Kementerian Keuangan dan Direktorat Jenderal Pajak, kami turut berbelasungkawa yang sedalam-dalamnya. Semoga almarhumah mendapatkan tempat terbaik di sisi Tuhan Yang Maha Esa, dan keluarga yang ditinggalkan diberi kekuatan serta ketabahan,” tutur Rosmauli.

Ia juga mengimbau masyarakat untuk menahan diri dari menyebarkan spekulasi atau narasi yang belum terverifikasi, guna menjaga ketenangan keluarga korban dan memastikan penyelidikan berjalan dengan baik.

“Kami mengajak seluruh pihak menunggu informasi resmi dari kepolisian, demi menghormati pihak yang berduka dan menjaga kelancaran proses hukum,” pungkasnya. (alf)

Sulteng Raih Dana Insentif Fiskal Rp5,6 Miliar Berkat Keberhasilan Tekan Stunting

IKPI, Jakarta: Upaya Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) dalam menurunkan angka stunting akhirnya berbuah manis. Pemerintah pusat memberikan Dana Insentif Fiskal (DIF) sebesar Rp5,6 miliar sebagai bentuk apresiasi atas capaian signifikan daerah ini dalam memperbaiki kualitas gizi anak.

“Penghargaan ini menjadi bukti bahwa kerja keras semua pihak di Sulteng membuahkan hasil nyata. Namun perjuangan belum selesai. Kita harus memastikan anak-anak Sulteng tumbuh sehat, kuat, dan cerdas agar siap bersaing di masa depan,” ujar Wakil Gubernur Sulteng, Reny A. Lamadjido, dalam keterangan tertulis di Palu, Rabu (12/11/2025).

Penghargaan tersebut diserahkan dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) dan Rapat Koordinasi Teknis (Rakortek) Percepatan Penurunan Stunting 2025 yang digelar Kementerian Kesehatan di Jakarta.

Reny menyampaikan rasa syukur dan apresiasi atas penghargaan itu, sekaligus menegaskan bahwa keberhasilan Sulteng adalah hasil kerja kolektif lintas sektor—mulai dari tenaga kesehatan, perangkat daerah, hingga peran aktif masyarakat desa.

Pemerintah Provinsi Sulteng berkomitmen untuk terus memperkuat program intervensi gizi, edukasi keluarga, serta sinergi lintas sektor hingga pelosok, agar penurunan stunting bisa berkelanjutan.

“Penurunan stunting bukan semata isu kesehatan, tapi juga investasi jangka panjang bagi kualitas sumber daya manusia Sulawesi Tengah,” kata Reny.

Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 330 Tahun 2025, pemerintah menetapkan total alokasi Dana Insentif Fiskal sebesar Rp300 miliar bagi daerah-daerah yang berhasil menurunkan prevalensi stunting. Dari jumlah tersebut, Sulawesi Tengah menjadi salah satu provinsi penerima berkat capaian penurunan yang signifikan di berbagai kabupaten/kota.

Pemerintah pusat, melalui Sekretariat Wakil Presiden RI, menargetkan prevalensi stunting nasional turun hingga 14,2 persen pada 2029 dan 5 persen pada 2045, sebagaimana tertuang dalam RPJMN 2025–2029 dan RPJP 2025–2045. Capaian Sulteng menjadi bukti nyata bahwa kolaborasi daerah mampu mendukung target nasional tersebut.

Reny menegaskan bahwa penghargaan ini bukan hanya simbol prestasi, tetapi juga tanggung jawab moral bagi seluruh jajaran pemerintah daerah dan tenaga kesehatan.

“Kami akan terus bekerja dengan hati, memastikan setiap anak di Sulawesi Tengah mendapatkan hak tumbuh kembang yang layak. Karena sehatnya anak hari ini adalah cerminan kuatnya masa depan daerah,” pungkasnya.

Ia juga menyampaikan apresiasi kepada seluruh Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS), termasuk Bappeda, Dinas Kesehatan, dan para kader posyandu yang telah berjuang tanpa lelah di lapangan, menjadi garda terdepan dalam memastikan generasi Sulteng tumbuh sehat dan berkualitas. (alf)

BI Klaim Ekonomi Indonesia Solid Hingga Akhir 2025, Ekspor ke AS Meningkat Tajam

IKPI, Jakarta: Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo memastikan kinerja ekonomi Indonesia tetap solid hingga akhir 2025. Ia menyebut lonjakan ekspor ke Amerika Serikat (AS) menjadi motor utama yang menjaga momentum pertumbuhan di tengah tekanan global.

“Pertumbuhan ekonomi nasional di triwulan III dan IV berjalan baik. Pola ekspor tumbuh lebih cepat karena adanya front loading ekspor ke AS sebelum penerapan tarif baru, dan konsumsi dalam negeri juga masih kuat,” ujar Perry dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR RI, Rabu (12/11/2025).

Perry menuturkan, percepatan ekspor tersebut terjadi setelah Presiden AS Donald Trump menaikkan tarif bea masuk terhadap barang-barang dari 77 negara, termasuk Indonesia, China, dan Meksiko. Indonesia dikenakan tarif sebesar 19%. Kondisi ini mendorong eksportir mengirimkan barang lebih cepat sebelum kebijakan tarif berlaku penuh.

Data Produk Domestik Bruto (PDB) kuartal III-2025 menunjukkan ekspor tumbuh signifikan 9,91%, diikuti konsumsi rumah tangga 4,89% dan investasi 5,04%. Kombinasi tiga komponen utama tersebut menopang pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,04% pada periode tersebut.

Perry optimistis tren positif ini akan berlanjut di kuartal IV-2025 seiring dengan ekspansi stimulus fiskal, percepatan proyek strategis pemerintah, dan realisasi paket kebijakan ekonomi tahun 2025. Selain itu, pencairan bantuan sosial juga diyakini akan memperkuat daya beli masyarakat.

“Secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi 2025 kami perkirakan berada di kisaran 4,7–5,5 persen dengan titik tengah 5,1 persen, dan akan meningkat pada 2026,” kata Perry. (alf)

IKPI Dorong “Reformasi Ekosistem Perpajakan”: Bahas Serentak UU Konsultan Pajak, Tax Amnesty, dan Badan Penerimaan Negara

IKPI, Jakarta: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) mendorong dilaksanakannya “Reformasi Ekosistem Perpajakan” melalui pembahasan serentak tiga kebijakan strategis: Undang-Undang Konsultan Pajak, Undang-Undang Pengampunan Pajak (Tax Amnesty), dan pembentukan Badan Penerimaan Negara (BPN).

Ketua Umum IKPI, Vaudy Starworld, menyampaikan pandangan tersebut dalam rapat dengar pendapat umum bersama Komisi XI DPR, Selasa (11/11/2025). Menurutnya, pembahasan tiga kebijakan ini sebagai satu paket akan memperkuat pondasi sistem perpajakan nasional secara menyeluruh dari aspek profesi, kepatuhan, hingga kelembagaan penerimaan negara.

“Pendekatan ini menempatkan reformasi pajak bukan hanya pada level administratif, tetapi pada tingkat ekosistem. UU Konsultan Pajak, UU Pengampunan Pajak, dan BPN harus dirancang sebagai satu kesatuan yang saling menopang,” ujar Vaudy.

IKPI menilai, reformasi perpajakan di Indonesia selama ini masih bersifat parsial. Direktorat Jenderal Pajak telah melakukan modernisasi administrasi dan digitalisasi sistem, namun pembenahan sisi profesi dan kelembagaan belum diintegrasikan secara menyeluruh. Akibatnya, upaya peningkatan tax ratio belum berjalan konsisten dan sering kali hanya berdampak sementara.

Lebih lanjut ia menyatakan, reformasi perpajakan ketiga yang diusulkan pada perubahan ekosistem perpajakan secara komprehensif, di mana sistem digitalisasi melalui Coretax, kelembagaan melalui hadirnya BPN, kewajiban dan kepatuhan perpajakan dengan Tax Amnesty, serta penguatan profesi dengan berlakunya UU Konsultan Pajak di Indonesia.

Vaudy menjelaskan, pembahasan UU Konsultan Pajak akan menjadi fondasi untuk memperkuat tata kelola profesi serta memastikan standar kompetensi yang seragam. Konsultan pajak diharapkan tidak hanya menjadi pelaksana teknis, melainkan mitra strategis negara dalam meningkatkan kepatuhan wajib pajak.

Sementara itu, kebijakan Tax Amnesty perlu dirancang tidak sekadar sebagai program jangka pendek, tetapi sebagai mekanisme transisi menuju kepatuhan berkelanjutan dengan sistem pengawasan pasca-amnesti yang jelas. Adapun pembentukan Badan Penerimaan Negara dinilai penting untuk mewujudkan lembaga tunggal yang mengonsolidasikan seluruh penerimaan negara secara profesional dan berorientasi hasil.

“Selama ini penerimaan negara masih tersebar di berbagai direktorat, sehingga strategi pengelolaannya berjalan terpisah. Dengan BPN, Indonesia dapat memiliki mekanisme penerimaan yang terintegrasi dan akuntabel,” jelasnya.

Vaudy juga menyinggung pentingnya konsistensi arah reformasi. Sejak 2002, Indonesia telah melewati dua gelombang besar reformasi pajak: reformasi administrasi dan sistem informasi (2002–2016), serta reformasi regulasi dan basis data (2016–2024). Kini, menurutnya, saatnya memasuki gelombang ketiga: reformasi ekosistem dan tata kelola.

Dalam tahap ini, pajak harus dipandang sebagai kontrak sosial antara negara dan warga negara. Konsultan pajak berperan sebagai jembatan kepercayaan, pengampunan pajak menjadi sarana rekonsiliasi fiskal, dan BPN menjadi mesin kelembagaan modern yang menjamin keberlanjutan penerimaan negara.

IKPI meyakini bahwa “Reformasi Ekosistem Perpajakan” ini dapat meningkatkan tax ratio secara berkelanjutan, memperkuat kepercayaan publik terhadap fiskus, dan membangun sistem kepatuhan sukarela berbasis profesionalisme. Selain itu, pendekatan ini juga diyakini akan memperluas basis pajak tanpa perlu menambah beban regulasi yang kompleks bagi wajib pajak.

Dalam jangka panjang, reformasi ini diharapkan menciptakan sistem perpajakan yang sederhana, transparan, dan berkeadilan. Pemerintah memperoleh kepastian penerimaan, dunia usaha mendapatkan kepastian hukum, dan masyarakat memiliki kepercayaan yang lebih tinggi terhadap pengelolaan fiskal negara.

“Reformasi ekosistem perpajakan tidak hanya soal mengumpulkan pajak, tapi tentang membangun sistem kepercayaan yang berkelanjutan antara negara dan masyarakat,” tegas Vaudy.

IKPI berharap Komisi XI DPR dapat menempatkan usulan ini dalam agenda prioritas pembahasan legislasi. Langkah ini dinilai strategis untuk memperkuat fondasi fiskal nasional, mengurangi ketergantungan pada pembiayaan utang, dan memperkuat posisi Indonesia menuju sistem penerimaan negara yang lebih mandiri dan berkelanjutan. (bl)

PNBP ESDM Tembus Rp200,66 Triliun, Bahlil: Bukti Ketahanan Fiskal Kita Kuat!

IKPI, Jakarta: Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat capaian gemilang di tengah melemahnya harga komoditas energi dunia. Hingga 10 November 2025, realisasi penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sektor ESDM sudah menembus Rp200,66 triliun, atau 78,74 persen dari target APBN sebesar Rp254,83 triliun.

Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menyebut pencapaian itu sebagai bukti kuat bahwa sektor energi masih menjadi tulang punggung ketahanan fiskal Indonesia, meski harga minyak mentah Indonesia (ICP), batu bara, dan mineral global tengah turun.

“Kami tidak menjadikan penurunan harga minyak dan mineral sebagai alasan untuk menurunkan target pendapatan negara. Negara sedang membutuhkan anggaran besar, termasuk untuk sektor ESDM,” tegas Bahlil dalam rapat kerja bersama Komisi VII DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (11/11/2025).

Data Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara (SPAN) menunjukkan, realisasi PNBP ESDM hingga awal November menjadi salah satu yang tertinggi di antara seluruh kementerian dan lembaga pengelola penerimaan negara. Pemerintah optimistis target tahunan bisa tercapai bahkan melampaui proyeksi hingga akhir Desember 2025.

Selain dari sisi penerimaan, kinerja produksi juga menunjukkan tren positif. Hingga Oktober 2025, produksi minyak nasional mencapai 605,5 ribu barel per hari, naik 4,94 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Bahlil menyebut lonjakan ini tak lepas dari sinergi antara pemerintah, SKK Migas, dan para kontraktor kontrak kerja sama (KKKS).

Dari sisi belanja, Kementerian ESDM mencatat realisasi anggaran 62,86 persen dari pagu Rp6,98 triliun, dan diperkirakan mencapai 88,45 persen hingga akhir tahun. Setelah menerima tambahan belanja (ABT) sebesar Rp6,29 triliun, total pagu naik menjadi Rp14,11 triliun dengan realisasi kumulatif per November 31,12 persen, serta proyeksi akhir tahun 91,68 persen.

“Kami tetap disiplin dalam penggunaan anggaran. Ada pengembalian ke kas negara sebesar Rp1,55 triliun hasil efisiensi dan pemblokiran,” jelas Bahlil.

Sebagian besar tambahan anggaran itu dialokasikan untuk program yang langsung menyentuh masyarakat. Sekitar Rp4,35 triliun disalurkan kepada PLN untuk memperluas program listrik desa dan sambungan listrik gratis bagi rumah tangga miskin. Kebijakan ini menjadi bagian dari misi pemerataan akses energi di seluruh wilayah Indonesia.

Bahlil menegaskan, efisiensi, disiplin fiskal, dan optimalisasi kinerja pendapatan akan memastikan target APBN sektor energi dapat tercapai. Pemerintah menilai capaian ini penting untuk memperkuat ketahanan fiskal nasional dan menjaga sektor energi tetap menjadi penopang utama penerimaan negara.

“Sektor energi akan terus kita jaga agar tetap tangguh dan produktif. Ini bukti bahwa ketahanan fiskal Indonesia tidak mudah goyah,” pungkasnya. (alf)

Lonjakan PMA Belum Dongkrak Rasio Pajak, BSI Institute: Waspadai Phantom FDI

IKPI, Jakarta: Peningkatan investasi asing langsung (foreign direct investment/FDI) ke Indonesia ternyata belum otomatis berdampak positif terhadap penerimaan pajak negara. Di balik angka penanaman modal asing (PMA) yang terus naik, tersembunyi fenomena phantom FDI, investasi yang tercatat secara hukum, tetapi tidak mencerminkan kegiatan ekonomi riil di dalam negeri.

Peneliti BSI Institute, Sayyaf Rabbaniy, menjelaskan bahwa peningkatan FDI dari yurisdiksi pajak rendah seperti Bermuda, British Virgin Islands (BVI), dan Kepulauan Cayman dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan indikasi kuat meningkatnya eksposur Indonesia terhadap offshore financial centers (OFCs).

“Banyak investasi yang datang dari wilayah dengan tarif pajak sangat rendah, bahkan nol persen. Secara nominal besar, tapi dampak ekonominya kecil karena tidak menghasilkan aktivitas produksi nyata,” ujarnya dalam laporan BSI Institute, Rabu (12/11/2025).

Menurut data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), aliran modal dari negara-negara tersebut cenderung berfluktuasi ekstrem dan didominasi sektor yang minim menyerap tenaga kerja, seperti industri kertas, logistik, dan jasa. Kondisi itu memperkuat dugaan adanya praktik pengalihan laba (profit shifting) oleh perusahaan multinasional melalui anak usaha di negara pajak rendah untuk menekan kewajiban pajak di Indonesia.

Sayyaf menilai, praktik ini berpotensi menggerus basis pajak nasional dan menurunkan efektivitas kebijakan fiskal pemerintah.

“Akumulasi dari praktik tersebut dapat menjadi salah satu alasan mengapa rasio pajak Indonesia menurun dalam beberapa tahun terakhir, meskipun PMA terus tumbuh,” tegasnya.

Sebagai langkah antisipasi, BSI Institute merekomendasikan pemerintah memperkuat mekanisme penyaringan dan klasifikasi investasi, agar arus modal yang masuk benar-benar memberikan nilai tambah riil bagi perekonomian nasional.

Salah satu langkah konkret yang diusulkan adalah penerapan keterbukaan struktur kepemilikan atau beneficial ownership transparency untuk memastikan setiap entitas investasi memiliki kejelasan pemilik manfaat yang sebenarnya.

Selain itu, Sayyaf menyarankan Indonesia mulai mengarahkan strategi promosi investasi ke pusat keuangan luar negeri yang mengedepankan kepatuhan dan transparansi, bukan semata bebas pajak.

Ia mencontohkan Labuan International Business and Financial Centre (Labuan IBFC) di Malaysia yang bisa menjadi alternatif. Berbeda dari OFCs tradisional seperti BVI, Cayman, atau Bermuda, Labuan menawarkan tarif pajak rendah namun transparan yakni 3% atas laba audit atau tarif tetap RM 20.000 dengan sistem hukum berbasis common law Malaysia serta akses ke lebih dari 70 perjanjian pajak berganda (DTA).

“Labuan menunjukkan bahwa pusat keuangan bisa tetap kompetitif tanpa harus menjadi surga pajak. Indonesia perlu meniru pendekatan seperti ini agar investasi yang masuk tak hanya besar di atas kertas, tapi juga nyata memberi manfaat bagi ekonomi nasional,” tutup Sayyaf. (alf)

Sebentar Lagi Data Pajak, Bea Cukai, dan PNBP Akan Terpadu dalam Satu Sistem: Ini Aturan dan Tujuannya!

IKPI, Jakarta: Pemerintah tengah menyiapkan langkah besar dalam sejarah pengelolaan penerimaan negara. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan akan segera mengintegrasikan seluruh data wajib bayar mulai dari pajak, kepabeanan dan cukai, hingga penerimaan negara bukan pajak (PNBP) ke dalam satu sistem terpadu yang disebut “single profile.”

Kebijakan ini tertuang dalam Rencana Strategis (Renstra) Kemenkeu 2025–2029 yang diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.70/2025, ditandatangani Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa pada Oktober 2025.

Langkah tersebut menjadi bagian dari strategi besar Kemenkeu dalam memperkuat tata kelola penerimaan negara berbasis data, serta mengakhiri tumpang tindih informasi antarunit di bawah kementerian.

“Satu profile wajib bayar untuk pajak, bea cukai, PNBP, dan lain-lain,” ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak (DJP) Kemenkeu, Rosmauli, seperti dikutip dari Bisnis.com, Rabu (12/11/2025).

Rosmauli menjelaskan, single profile berbeda dengan program single identity number (SIN) yang pernah diusung otoritas pajak. Jika SIN hanya berfokus pada nomor identitas wajib pajak, maka single profile akan memuat data aktivitas ekonomi wajib bayar secara menyeluruh, termasuk transaksi lintas sektor, arus barang, serta kontribusi nonpajak.

“Data yang dihimpun DJP akan disesuaikan dengan karakteristik profil yang dibangun. DJP berkomitmen mendukung penuh pembangunan single profile ini,” tegasnya.

Menurut Rosmauli, integrasi data akan dikoordinasikan oleh Badan Teknologi, Informasi, dan Intelijen Keuangan (BATII) Kemenkeu, yang berperan menghubungkan seluruh direktorat — mulai dari DJP, Ditjen Bea dan Cukai (DJBC), hingga unit pengelola PNBP.

Berdasarkan Renstra Kemenkeu 2025–2029, pembangunan single profile dilakukan untuk menciptakan basis data penerimaan negara yang terpadu dan presisi. Dengan sistem ini, setiap wajib bayar akan memiliki satu identitas komprehensif yang mencakup semua jenis kewajiban finansial kepada negara.

Tujuan utamanya meliputi:

1. Optimalisasi pemanfaatan data untuk menggali potensi pajak dan PNBP yang belum tergarap.

2. Integrasi lintas unit dan lintas kementerian/lembaga agar analisis kepatuhan dan potensi penerimaan lebih akurat.

3. Peningkatan efektivitas pengawasan, termasuk mendeteksi ketidaksesuaian antara data impor, cukai, dan pelaporan pajak.

4. Mendukung kebijakan fiskal berbasis bukti dan intelijen keuangan.

Kemenkeu juga menegaskan bahwa single profile tidak hanya akan menyatukan data di internal kementerian, tetapi terhubung dengan sistem kementerian/lembaga lain, seperti Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, dan lembaga pengelola sumber daya alam.

“Integrasi ini akan menjadi fondasi financial intelligence nasional. Dengan satu data terpadu, setiap rupiah penerimaan negara bisa ditelusuri sumber dan pergerakannya,” kata seorang pejabat Kemenkeu.

Pemerintah optimistis, penerapan single profile akan menutup celah kebocoran penerimaan, meningkatkan kepatuhan wajib pajak dan pengguna jasa kepabeanan, serta memperkuat transparansi fiskal di era digital. (alf)

Coretax Siap Gantikan DJPOnline, Dirjen Pajak Imbau Segera Aktivasi dan Buat Kode Otorisasi

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memastikan sistem Coretax Administration System siap sepenuhnya menggantikan DJPOnline untuk pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) tahun pajak 2025 yang akan dilakukan mulai tahun 2026 mendatang.

Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto menegaskan, seluruh Wajib Pajak (WP) perlu segera mengaktivasi akun Coretax dan membuat kode otorisasi agar dapat menggunakan sistem baru tersebut dengan lancar dan aman.

“Tahun depan laporan SPT tahunan sudah melalui Coretax. Jadi, Coretax sudah siap menerima SPT tahunan orang pribadi maupun badan tahun pajak 2025. Kode otorisasi dan aktivasi akun Coretax ini merupakan tahapan penting agar Wajib Pajak dapat mengakses layanan dengan aman dan lancar,” ujar Bimo dalam keterangan tertulis, Rabu (12/11/2025).

Bimo menambahkan, DJP saat ini tengah gencar melakukan edukasi dan pendampingan kepada masyarakat agar siap menghadapi perubahan sistem pelaporan pajak ini. Peralihan dari DJPOnline ke Coretax, kata dia, merupakan bagian dari modernisasi administrasi perpajakan yang diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-11/PJ/2025 (PER-11/2025).

“Kami terus melakukan pendampingan dan edukasi agar seluruh Wajib Pajak siap menggunakan Coretax dalam pelaporan SPT tahunan mendatang,” tandasnya.

Pernyataan serupa disampaikan oleh Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Rosmauli, yang menekankan bahwa aktivasi akun merupakan syarat mutlak agar Wajib Pajak dapat melaporkan SPT tahunan melalui Coretax.

“Pelaporan SPT tahunan yang pertama kali akan kita lakukan menggunakan Coretax di tahun 2026, namun itu tidak bisa dilakukan tanpa Wajib Pajak mengaktivasi akunnya,” tegas Rosmauli.

Ia juga mengimbau agar masyarakat tidak menunda aktivasi, demi menghindari kendala teknis atau antrean panjang saat masa pelaporan tiba.

Berikut panduan singkat aktivasi akun dan pembuatan kode otorisasi Coretax:

Langkah Aktivasi Akun Coretax:

1. Akses laman https://coretax.pajak.go.id

2. Pilih menu “Aktivasi Akun Coretax”

3. Masukkan NPWP dan EFIN yang sudah terdaftar

4. Cek e-mail resmi dari @pajak.go.id untuk kata sandi sementara

5. Login ke akun Coretax dan klik “Ganti Kata Sandi”

6. Buat passphrase sebagai pengaman tambahan

Langkah Membuat Kode Otorisasi:

1. Login ke portal Coretax

2. Pilih menu “Permintaan Kode Otorisasi/Sertifikat Elektronik”

3. Isi data sertifikat digital dan pilih penyedia sertifikat

4. Masukkan ID penandatangan atau buat passphrase

5. Centang pernyataan, lalu klik “Kirim”

Dengan sistem Coretax yang lebih terintegrasi, DJP berharap pelayanan pajak dapat menjadi lebih cepat, transparan, dan efisien, sekaligus memperkuat upaya reformasi administrasi pajak berbasis digital di Indonesia.

“Kami ingin memastikan seluruh Wajib Pajak dapat melaksanakan kewajibannya dengan mudah tanpa hambatan teknis. Coretax adalah fondasi menuju era baru administrasi pajak digital,” pungkas Bimo Wijayanto. (alf)

en_US