Serikat Pekerja Sambut Positif Kebijakan Tanpa Pajak Baru di 2026

IKPI, Jakarta: Rencana pemerintah untuk tidak mengenakan pajak baru maupun menaikkan tarif pajak pada 2026 mendapat sambutan positif dari kalangan serikat pekerja. Langkah ini dinilai tepat untuk menjaga daya beli masyarakat di tengah tekanan ekonomi, sosial, dan politik yang belum sepenuhnya pulih.

Ketua Forum Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan dan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM-SPSI) Daerah Istimewa Yogyakarta, Waljid Budi Lestarianto, menilai kebijakan fiskal tersebut selaras dengan kebutuhan pekerja, khususnya di industri padat karya.

“Pernyataan pemerintah untuk menunda kenaikan pajak pada 2026 itu bagus, karena sejalan dengan upaya menjaga daya beli masyarakat, sebagaimana disampaikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani,” ujarnya di Jakarta, Jumat (5/9/2025).

Waljid berharap konsistensi kebijakan ini juga berlaku pada tarif cukai hasil tembakau (CHT). Menurutnya, setiap kenaikan cukai rokok, sekecil apapun, berdampak langsung terhadap industri dan pekerja, terutama di sektor sigaret kretek tangan (SKT) yang banyak menyerap tenaga kerja.

“Sektor SKT ini paling rentan. Begitu tarif cukai naik, industri tertekan dan pendapatan pekerja otomatis ikut terganggu,” jelasnya.

Sebagai langkah mitigasi, FSP RTMM-SPSI mengusulkan moratorium kenaikan tarif CHT selama tiga tahun ke depan. Usulan tersebut bahkan telah disampaikan langsung kepada Presiden Prabowo Subianto.

“Kami sudah bersurat ke Presiden, meminta penundaan kenaikan tarif cukai dan pajak rokok minimal tiga tahun, demi menjaga daya beli masyarakat. Kondisi sekarang kan memang sedang berat,” tegas Waljid.

Di sisi lain, pemerintah memastikan peningkatan penerimaan negara tidak hanya bergantung pada kebijakan tarif. Menteri Keuangan Sri Mulyani menegaskan strategi fiskal 2026 akan menitikberatkan pada penguatan administrasi, pengawasan, dan kepatuhan pajak.

“Enforcement dan compliance akan dirapikan serta ditingkatkan,” kata Sri Mulyani, Selasa (2/9/2025).

Dengan langkah ini, pemerintah berupaya menjaga keseimbangan antara stabilitas fiskal dan perlindungan terhadap sektor-sektor yang menjadi penopang lapangan kerja nasional. (alf)

 

Meski Ada SST 6%, Pasien dari Indonesia Tetap Serbu Layanan Medis di Malaysia

IKPI, Jakarta: Penerapan pajak Sales and Service Tax (SST) 6% bagi warga asing yang berobat di Malaysia sejak 1 Juli 2025 rupanya tidak menyurutkan minat pasien asal Indonesia. Justru, jumlah pasien Indonesia yang berangkat ke Malaysia pada bulan pertama penerapan aturan ini mencatatkan angka tertinggi sepanjang 2025.

Menurut data Medisata, perusahaan pendamping pasien Indonesia ke Malaysia, tambahan biaya SST tidak menjadi penghalang. Reputasi tenaga medis yang mumpuni, fasilitas rumah sakit yang modern, serta biaya layanan yang masih lebih murah dibandingkan Singapura membuat Malaysia tetap menjadi tujuan utama wisata medis.

Strategi Rumah Sakit Menarik Pasien

Rumah sakit di Penang, Melaka, dan Kuala Lumpur berperan besar menjaga arus pasien tetap tinggi. Mereka menawarkan berbagai paket layanan kesehatan, mulai dari promo medical check-up “beli 1 gratis 1”, hingga fasilitas menginap gratis di hotel berbintang. Bahkan, sejumlah rumah sakit rela menanggung biaya SST agar pasien tidak merasa terbebani dengan tambahan pajak.

Timing promosi ini pun tepat, berbarengan dengan liburan sekolah dan awal tahun ajaran baru, sehingga banyak keluarga Indonesia memanfaatkannya untuk sekaligus melakukan pemeriksaan kesehatan rutin.

Malaysia Masih Kompetitif

Dibandingkan Singapura, Malaysia tetap unggul dalam hal biaya. Selain itu, jarak yang lebih dekat, banyaknya penerbangan langsung dari kota-kota besar di Indonesia, serta keberadaan perusahaan pendamping pasien, membuat masyarakat merasa lebih nyaman dan praktis memilih Malaysia sebagai tujuan berobat.

Kombinasi strategi rumah sakit, reputasi layanan, dan efisiensi biaya menjadikan SST 6% tidak berpengaruh signifikan. Malaysia tetap kokoh sebagai magnet utama wisata medis bagi pasien Indonesia. (alf)

 

Realisasi Pajak Daerah Dongkrak Surplus APBD DKI Jakarta Rp14,67 Triliun

IKPI, Jakarta: Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta berhasil mencatatkan kinerja fiskal yang positif hingga 31 Juli 2025. Pajak daerah menjadi motor utama penerimaan, dengan realisasi sebesar Rp27,57 triliun atau 57,44 persen dari target Rp48 triliun dalam APBD 2025.

Secara keseluruhan, pendapatan daerah mencapai Rp45,63 triliun atau 56 persen dari target. Sementara belanja daerah baru terserap Rp30,95 triliun atau 37 persen, sehingga APBD DKI Jakarta mencatat surplus Rp14,67 triliun. Adapun Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) tercatat Rp18,56 triliun dari total APBD senilai Rp91,34 triliun.

“Kinerja positif ini tidak lepas dari kontribusi wajib pajak Jakarta. Pajak daerah tetap menjadi tulang punggung pendapatan untuk membiayai pembangunan dan pelayanan publik,” ujar Pramono dalam konferensi pers di Balai Kota, Kamis (4/9/2025).

Selain pencapaian pajak daerah, indikator ekonomi Jakarta juga menunjukkan tren sehat. Pertumbuhan ekonomi ibu kota berada di level 5,18 persen, lebih tinggi dari rata-rata nasional 5,12 persen. Inflasi terjaga di 2,25 persen, sementara investasi berhasil dibukukan Rp140,8 triliun.

Meski demikian, Pemprov DKI mengakui tantangan masih ada, termasuk kesenjangan sosial. Karena itu, penerimaan pajak daerah akan terus diarahkan untuk mendukung program perlindungan sosial seperti Kartu Anak Jakarta, Kartu Lansia, Kartu Disabilitas, Kartu Jakarta Pintar, hingga Kartu Jakarta Mahasiswa Unggul.

“Transparansi penggunaan pajak adalah wujud akuntabilitas kami kepada masyarakat,” tegas Pramono. (alf)

 

Harga Batu Bara Global Tertekan, Indonesia Jadi Korban Revisi Pajak India

IKPI, Jakarta: Harga batu bara dunia kembali melandai seiring langkah India merevisi aturan perpajakannya. Kebijakan terbaru itu membuat batu bara lokal India semakin kompetitif, sementara permintaan impor termasuk dari Indonesia diperkirakan menyusut.

Merujuk data Refinitiv, harga batu bara pada perdagangan Kamis (4/9/2025) ditutup di level US$109,75 per ton, terkoreksi 0,09% setelah sehari sebelumnya sempat menguat tipis 0,14%.

Penurunan harga dipicu keputusan pemerintah India yang menaikkan pajak konsumsi batu bara dari 5% menjadi 18%.

Namun di saat yang sama, pemerintah menghapus pungutan karbon tetap sebesar INR 400 (US$4,57) per ton metrik. Revisi ini membuat biaya batu bara domestik lebih rendah meski pajak konsumsi naik, sehingga memukul daya tarik impor.

“Kami memperkirakan permintaan batu bara lokal akan meningkat karena penghapusan pungutan karbon membuat harga lebih murah,” ujar Ashis Kumar Pradhan, analis senior Wood Mackenzie, dikutip Reuters.

Perhitungan Reuters menunjukkan harga batu bara dari Coal India, perusahaan yang memasok tiga perempat kebutuhan nasional turun 8,1% hingga 19,8% bagi pembangkit listrik, dan 5,6% hingga 16,7% bagi industri lain seperti peleburan logam. ICRA, unit riset Moody’s, bahkan memperkirakan biaya produksi listrik berbahan batu bara bisa dipangkas INR 0,12 per kWh.

Kondisi ini menjadi angin segar bagi Coal India yang sebelumnya tertekan lesunya permintaan akibat maraknya energi terbarukan. Wakil Ketua Asosiasi Produsen Listrik India, Ashok Khurana, menyebut kebijakan ini berpotensi menekan biaya pembangkitan, meski dampaknya bagi konsumen akan sangat tergantung pada kebijakan perusahaan distribusi listrik.

Dampak ke Indonesia

Sebagai pemasok utama India, Indonesia diproyeksikan paling merasakan imbas revisi pajak tersebut. Batu bara Tanah Air kini diperkirakan 3,5% lebih mahal dibanding produk lokal India. Situasi ini membuat utilitas listrik dan industri di India berpotensi memangkas ketergantungan pada impor.

India sendiri merupakan importir batu bara terbesar kedua dunia setelah Tiongkok. Penurunan permintaan dari pasar strategis ini jelas memberi tekanan tambahan pada harga global yang sudah bergerak turun dalam beberapa bulan terakhir. (alf)

 

DJP Perketat Pengawasan Wajib Pajak Strategis Lewat SE-05/2022

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mempertegas langkah pengawasan terhadap kepatuhan wajib pajak melalui penerbitan Surat Edaran Nomor SE-05/PJ/2022 tentang Pengawasan Kepatuhan Wajib Pajak. Regulasi ini menjadi pedoman bagi unit vertikal DJP dalam memastikan setiap wajib pajak menjalankan kewajiban perpajakannya secara konsisten.

Berdasarkan beleid tersebut, pengawasan diartikan sebagai serangkaian kegiatan pembinaan sekaligus penelitian atas pemenuhan kewajiban perpajakan, baik yang sudah, belum, maupun akan dilakukan oleh wajib pajak. Untuk mempermudah pengawasan, DJP membagi dua kategori besar, yakni wajib pajak strategis dan wajib pajak lainnya.

Kriteria Wajib Pajak Strategis

Dalam SE-05/2022, terdapat dua kelompok yang dikategorikan sebagai wajib pajak strategis. Pertama, seluruh wajib pajak yang tercatat di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di bawah naungan Kanwil DJP Wajib Pajak Besar, Kanwil DJP Jakarta Khusus, serta KPP Madya. Kedua, wajib pajak dengan NPWP pusat di KPP Pratama yang memiliki kontribusi penerimaan pajak terbesar atau memenuhi kriteria tertentu sesuai penetapan Kepala Kanwil DJP.

Mekanisme Pengawasan

Pengawasan atas wajib pajak strategis dilakukan secara lebih mendalam melalui Pengawasan Pembayaran Masa (PPM) dan Pengawasan Kepatuhan Material (PKM).

  • PPM difokuskan pada penelitian kepatuhan formal yang jatuh tempo di tahun berjalan serta kepatuhan material di tahun pajak yang sama.
  • PKM menitikberatkan pada kepatuhan formal dan material untuk tahun-tahun pajak sebelumnya, dengan analisis data, laporan keuangan, hingga aspek transfer pricing.

Seluruh proses pengawasan ini mencakup Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), Bea Meterai, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), serta jenis pajak lain yang menjadi kewenangan DJP.

Penetapan dan Evaluasi

Penetapan wajib pajak strategis dilakukan oleh Kepala Kanwil DJP berdasarkan usulan Kepala KPP Pratama. Keputusan ini harus diterbitkan paling lambat tujuh hari kerja sejak usulan diterima dan berlaku efektif setiap 2 Januari. Status wajib pajak strategis berlaku selama satu tahun, namun dapat diperbarui bila terdapat perubahan kebijakan Dirjen Pajak.

Selain itu, KPP Pratama juga dapat mengajukan penambahan wajib pajak lain untuk masuk ke kategori strategis dengan mempertimbangkan hasil evaluasi. Tata cara penetapan ini diatur secara rinci dalam lampiran SE-05/2022.

Dengan mekanisme ini, DJP menegaskan komitmennya menjaga kepatuhan dan meningkatkan penerimaan negara melalui pengawasan yang lebih sistematis terhadap wajib pajak strategis. (alf)

 

Kanwil DJP Riau Sita Aset Rp4,8 Miliar dari 15 Penunggak Pajak

IKPI, Jakarta: Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Riau berhasil mengeksekusi aksi sita serentak terhadap wajib pajak yang menunggak, Rabu (20/8/2025). Kegiatan ini melibatkan delapan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di wilayah Riau dan berhasil mengamankan 16 aset dengan total nilai taksiran mencapai Rp4,8 miliar.

Dari hasil operasi tersebut, aparat pajak menyita 10 unit kendaraan dengan nilai sekitar Rp2,7 miliar serta enam rekening bank senilai Rp2,1 miliar.

Seluruh tindakan dilakukan sesuai prosedur penagihan aktif, mulai dari penyampaian surat teguran hingga penerbitan Surat Paksa dan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan. Untuk aset rekening bank, proses penyitaan didahului dengan pemblokiran.

Kepala Kanwil DJP Riau, Ardiyanto Basuki, menegaskan bahwa sebelum sampai pada langkah tegas berupa penyitaan, otoritas pajak terlebih dahulu mengedepankan upaya persuasif. Namun karena wajib pajak tetap tidak melunasi kewajibannya, tindakan sita terpaksa dijalankan.

“Dengan adanya penyitaan ini, aset milik wajib pajak berada dalam penguasaan negara sebagai jaminan pelunasan utang pajak. Jika utang tidak segera dilunasi beserta biaya penagihan, maka barang sitaan dapat dilelang atau rekening yang diblokir akan dipindahbukukan ke kas negara,” kata Ardiyanto dikutip, Jumat (5/9/2025).

Ia juga mengapresiasi kerja keras seluruh petugas pajak yang terlibat dalam operasi tersebut. Menurutnya, penegakan hukum seperti ini penting untuk menjaga penerimaan negara sekaligus memberi efek jera bagi penunggak pajak.

“Tindakan ini diharapkan tidak hanya menimbulkan efek jera, tetapi juga menjadi pengingat bagi seluruh wajib pajak bahwa DJP memiliki kewenangan penuh untuk melakukan penyitaan atas tunggakan pajak,” tegasnya. (alf)

 

CELIOS Desak Revisi Total Regulasi Pajak, PPN Diminta Turun Jadi 8 Persen

IKPI, Jakarta: Center of Economic and Law Studies (CELIOS) menyoroti kebijakan perpajakan yang berlaku saat ini dan menilai regulasi tersebut justru semakin membebani masyarakat. Karena itu, CELIOS meminta Presiden Prabowo Subianto untuk melakukan revisi total atas sistem perpajakan nasional.

Dalam tuntutannya, CELIOS mendesak pembatalan kenaikan tarif pajak tertentu serta penurunan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 8 persen. Menurut mereka, kebijakan fiskal yang terlalu menekan konsumen hanya akan memperlambat daya beli dan menambah ketimpangan ekonomi.

Tak hanya itu, CELIOS juga mendorong agar pemerintah segera memberlakukan Pajak Kekayaan sebagai instrumen pemerataan, serta mempercepat pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset. Keduanya dinilai penting untuk memperluas basis penerimaan negara tanpa membebani lapisan masyarakat kecil.

“Pajak seharusnya menjadi instrumen keadilan sosial, bukan sekadar alat fiskal yang menggerus daya beli rakyat,” tulis CELIOS dalam pernyataan resmi yang dipublikasikan melalui akun Instagram, Kamis (4/9/25).

Lembaga riset ini menegaskan, arah reformasi perpajakan harus berpihak pada masyarakat bawah dengan menekan pungutan konsumsi dan memperbesar kontribusi dari kelompok berpenghasilan tinggi. (alf)

 

Temui DPR, GMNI Tolak Kenaikan Pajak dan Dorong Optimalisasi BUMN serta Pengesahan RUU Krusial

IKPI, Jakarta: Pengurus Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) mendatangi Gedung Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (3/9/2025). Dalam audiensi tersebut, Ketua Umum GMNI Muhammad Risyad Fahlefi menyuarakan Pancatura atau lima tuntutan rakyat, salah satunya mendesak DPR dan pemerintah tidak menaikkan tarif pajak.

Risyad menegaskan, pemerintah masih memiliki ruang besar untuk meningkatkan penerimaan negara tanpa harus menambah beban pajak masyarakat. Ia mencontohkan optimalisasi kinerja BUMN serta penegakan hukum tegas terhadap koruptor melalui Undang-Undang Perampasan Aset.

“Alternatif ini bisa mengisi kas negara tanpa membebani rakyat. Negara harus berani mengambil langkah-langkah strategis ketimbang terus menambah tekanan fiskal pada masyarakat,” ujar Risyad, Kamis (4/9/2025).

Selain isu pajak, GMNI menuntut DPR memperhatikan kesejahteraan elemen masyarakat, termasuk guru, veteran, dan kelompok profesi lain. Mereka juga mendorong percepatan pengesahan sejumlah Rancangan Undang-Undang (RUU) yang tertunda selama lima tahun terakhir, seperti RUU Perampasan Aset, RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga, RUU Masyarakat Adat, RUU TNI-Polri, dan RUU KUHAP.

Menurut Risyad, mandeknya pembahasan berbagai RUU tersebut telah memicu gelombang aksi mahasiswa yang berlangsung sejak 25 Agustus 2025.

“DPR kurang mengakomodasi aspirasi rakyat. Ini yang menjadi alasan mahasiswa turun ke jalan,” tambahnya.

Menanggapi kritik itu, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menyampaikan permohonan maaf atas kekurangan kinerja parlemen. Ia berjanji DPR akan segera melakukan evaluasi menyeluruh.

“Sebagai pimpinan DPR, kami memohon maaf atas kekurangan kami dalam mewakili aspirasi rakyat. Evaluasi akan kami lakukan agar DPR lebih responsif,” ujar Dasco.

Dasco menambahkan, DPR sudah menjalin komunikasi dengan pemerintah untuk menindaklanjuti tuntutan mahasiswa, termasuk terkait pembentukan tim investigasi dugaan makar dan percepatan pembahasan UU Perampasan Aset.

“Besok (4/9/2025) pemerintah juga akan menerima kawan-kawan mahasiswa. Ada sejumlah hal yang memang harus dibahas bersama, seperti pengurangan pajak, pembentukan UU, hingga evaluasi kebijakan strategis,” jelasnya.

Pertemuan tersebut turut dihadiri sejumlah anggota DPR, antara lain Cucun Ahmad Syamsurijal dari PKB dan Saan Mustopa dari Partai NasDem. (alf)

 

Tingkat Kelulusan USKP 2025 Merosot, Hanya 5% Peserta Tingkat B yang Lolos

IKPI, Jakarta: Komite Pelaksana Panitia Penyelenggara Sertifikasi Konsultan Pajak (KP3SKP) resmi merilis hasil Ujian Sertifikasi Konsultan Pajak (USKP) Periode II Tahun 2025 melalui pengumuman Nomor PENG-14/KP3SKP/IX/2025, yang ditetapkan pada 3 September 2025.

Ujian yang digelar pada 19–21 Agustus 2025 ini diikuti ribuan peserta untuk Tingkat A dan Tingkat B. Hasilnya menunjukkan, angka kelulusan masih cukup rendah, terutama di tingkat menengah.

Untuk USKP Tingkat A, dari total 1.999 peserta, hanya 417 orang (20,86%) yang berhasil menuntaskan seluruh mata ujian. Sebagian besar, yaitu 1.266 peserta (63,33%), dinyatakan mengulang, sementara 316 peserta lainnya (15,81%) tidak lulus. Sementara di USKP Tingkat B, persentase kelulusan lebih kecil lagi.

Dari 700 peserta, hanya 38 orang (5,43%) yang dinyatakan lulus. Sebanyak 468 peserta (66,86%) harus mengulang, sedangkan 194 peserta (27,71%) dinyatakan tidak lulus.

KP3SKP memastikan peserta yang lulus akan memperoleh sertifikat konsultan pajak dalam bentuk digital yang dapat diunduh melalui akun resmi USKP. Panitia juga mengingatkan agar peserta segera memeriksa kesesuaian data pribadi di aplikasi pendaftaran sebelum batas waktu 8 September 2025.

Adapun peserta yang berstatus mengulang diberi kesempatan mengikuti ujian kembali pada periode berikutnya, sedangkan peserta tidak lulus dapat mendaftar ulang sebagai peserta baru.

Hasil ini sekaligus menegaskan bahwa USKP tetap menjadi salah satu ujian profesional yang menantang, dengan tingkat kelulusan yang rendah dari tahun ke tahun. (alf)

 

KPP Pratama Bengkulu Satu Sosialisasikan Coretax ke Dunia Pendidikan

IKPI, Jakarta: Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bengkulu Satu hadir dalam kegiatan Bimbingan Teknis Program Revitalisasi Satuan Pendidikan SMP Tahun 2025 yang berlangsung di Ballroom Hotel Mercure, Bengkulu, Rabu (16/7/2025).

Acara ini diikuti 40 peserta, terdiri dari kepala sekolah dan bendahara dari berbagai jenjang pendidikan, mulai dari PAUD, SD, hingga SMP.

Fokus kegiatan adalah memberikan pemahaman mendalam mengenai implementasi sistem Coretax Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang mulai diterapkan tahun ini.

Dua penyuluh pajak, Sriyana dan Syamris, memandu jalannya sosialisasi. Materi yang disampaikan mencakup langkah-langkah praktis, mulai dari pengajuan sertifikat digital, impersonate PIC, pembuatan kode billing, pengisian deposito, hingga pembuatan bukti potong dan pelaporan SPT.

“Sosialisasi ini bertujuan memperkuat pemahaman tentang kewajiban perpajakan yang harus dijalankan sekolah. Dengan adanya Coretax DJP, para bendahara perlu mengetahui tata cara penggunaannya agar dapat melaksanakan kewajiban dengan benar,” jelas Sriyana saat membuka kegiatan.

Selama sesi diskusi, sejumlah bendahara aktif mengajukan pertanyaan untuk memperdalam pemahaman teknis terkait sistem baru tersebut. Di penghujung acara, Syamris menyampaikan apresiasi atas antusiasme peserta.

“Kami berterima kasih kepada panitia atas undangan ini, dan kepada seluruh peserta yang telah mengikuti dengan penuh perhatian. Semoga materi ini bermanfaat dalam mendukung kelancaran administrasi perpajakan sekolah,” ujarnya.

KPP Pratama Bengkulu Satu berharap sosialisasi ini dapat membantu bendahara sekolah lebih siap menghadapi perubahan sistem administrasi perpajakan, sehingga kewajiban dapat dipenuhi secara tepat waktu dan efisien. (alf)

 

 

en_US