PPh Jadi Tulang Punggung Penerimaan Pajak NTB 2025

IKPI, Jakarta: Kinerja penerimaan pajak di wilayah Nusa Tenggara Barat (NTB) terus menunjukkan tren positif. Hingga akhir Mei 2025, total penerimaan pajak di provinsi ini telah mencapai Rp 1,024 triliun, atau sekitar 59,3 persen dari total capaian Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Nusa Tenggara (Nusra) yang mencapai Rp 1,73 triliun.

Kepala Kanwil DJP Nusra, Samon Jaya, mengungkapkan bahwa angka tersebut merepresentasikan 25,4 persen dari target tahunan sebesar Rp 6,8 triliun. Pajak Penghasilan (PPh) menjadi kontributor terbesar dengan jumlah mencapai Rp 598,31 miliar atau 30,38 persen dari total penerimaan. Disusul oleh Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN dan PPnBM) sebesar Rp 244,83 miliar.

“Dominasi PPh dan PPN mencerminkan peran strategis sektor-sektor utama dalam menopang ekonomi NTB sekaligus menjadi tulang punggung penerimaan negara di daerah,” ujar Samon dalam keterangannya, dikutip, Selasa (1/7/2025).

Selain pajak utama, penerimaan dari bea masuk, bea cukai, cukai, dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) juga tercatat melebihi target. Bahkan, penerimaan bea keluar, meskipun tidak memiliki target tahun ini, tetap terealisasi berkat setoran tunggakan tahun sebelumnya.

Samon menambahkan, tiga sektor dominan yang paling berkontribusi terhadap penerimaan pajak di NTB adalah sektor administrasi pemerintahan (34,01 persen), perdagangan (23,17 persen), dan jasa keuangan (18 persen). Ketiganya menyumbang 77,56 persen dari total penerimaan pada bulan Mei.

“Kontribusi terbesar datang dari sektor administrasi pemerintah dengan proporsi hingga 48,8 persen, terutama melalui setoran PPN dalam negeri dan deposit pajak,” jelasnya.

Ia juga mencatat adanya perlambatan setoran dari sektor perdagangan dan jasa keuangan pada periode ini, yang sebagian dipengaruhi oleh berkurangnya setoran tidak berulang dari Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Tahun 2024 pada bulan April lalu.

Tak hanya perpajakan, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) juga menunjukkan kinerja menggembirakan. Total PNBP di NTB tercatat sebesar Rp 331,71 miliar, setara 53,46 persen dari target APBN. Sumber utamanya berasal dari layanan pendidikan, pengurusan paspor, dan penerbitan Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB).

“Kami optimis tren positif ini akan terus terjaga. Ini menjadi bukti nyata bahwa kesadaran dan kepatuhan para wajib pajak semakin meningkat, serta sistem perpajakan yang makin efektif dan adaptif terhadap dinamika ekonomi,” pungkas Samon. (alf)

 

Kanada Batalkan Pajak Layanan Digital demi Redakan Ketegangan Dagang dengan AS

IKPI, Jakarta: Pemerintah Kanada resmi membatalkan rencana pemberlakuan Pajak Layanan Digital (Digital Services Tax/DST) hanya satu hari sebelum kebijakan tersebut dijadwalkan mulai berlaku. Keputusan ini diumumkan Menteri Keuangan Francois-Philippe Champagne pada Minggu (29/6/2025), sebagai langkah strategis menjelang negosiasi dagang yang lebih luas dengan Amerika Serikat (AS).

Langkah ini menyusul kesepakatan antara Perdana Menteri Kanada Mark Carney dan Presiden AS Donald Trump untuk melanjutkan pembicaraan guna mencapai perjanjian perdagangan bilateral yang ditargetkan rampung pada 21 Juli mendatang.

“Pemerintah akan segera mengajukan legislasi untuk mencabut Undang-Undang Pajak Layanan Digital,” ungkap Kementerian Keuangan Kanada dalam pernyataan resminya.

PM Carney mengakui bahwa proses negosiasi tidak akan mudah, terutama setelah Presiden Trump menyatakan akan menghentikan seluruh pembicaraan perdagangan dan bahkan mempertimbangkan tarif baru sebagai respons atas kebijakan DST yang dianggap merugikan perusahaan teknologi AS.

“Kami tidak mencari konfrontasi, melainkan solusi. Negosiasi ini rumit, tapi kami lakukan demi kepentingan warga Kanada,” ujar Carney dalam wawancara dengan media lokal.

Presiden Trump sebelumnya mengecam keras kebijakan pajak digital Kanada, menyebutnya sebagai “serangan terang-terangan terhadap Amerika Serikat.” Dalam unggahan di media sosial, ia menyatakan bahwa pajak tersebut tidak hanya tidak adil, tetapi juga mengancam hubungan dagang kedua negara.

Jika diberlakukan, DST akan memungut pajak sebesar 3 persen dari pendapatan yang dihasilkan perusahaan digital AS seperti Amazon, Google, dan Meta atas aktivitas pengguna di Kanada. Kebijakan ini sejak awal menuai kritik tajam dari Washington karena dinilai menargetkan perusahaan-perusahaan raksasa teknologi AS secara sepihak.

Keputusan pembatalan DST ini dinilai sebagai sinyal positif dari Ottawa untuk meredakan ketegangan sekaligus membuka jalan bagi kesepakatan dagang baru yang lebih stabil dan saling menguntungkan.

Namun, para pengamat memperingatkan bahwa Kanada tetap membutuhkan solusi jangka panjang untuk memastikan keadilan fiskal di era digital tanpa harus mengorbankan relasi ekonomi strategis dengan mitra utama seperti Amerika Serikat. (alf)

 

Pemerintah Sebut Pajak Digital Jadi Langkah Strategis Majukan UMKM Kreatif

IKPI, Jakarta: Penerapan pajak bagi pelaku usaha digital tak hanya soal kewajiban negara, melainkan juga menjadi bagian penting dalam membangun kepercayaan konsumen dan memperkuat posisi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di ekosistem ekonomi digital. Demikian disampaikan Kepala Direktorat Kajian dan Manajemen Strategis Kementerian Ekonomi Kreatif, Agus Syarip Hidayat, dalam pernyataannya di Jakarta, Selasa (1/7/2025).

“Pajak bukan hanya kewajiban administratif, tapi juga simbol bahwa pelaku usaha terdata, patuh, dan layak dipercaya. Hal ini membuka akses pada pembiayaan, kerja sama, hingga pasar yang lebih luas,” ujar Agus.

Ia menekankan, kebijakan pengenaan pajak e-commerce seharusnya dipandang sebagai upaya untuk menciptakan ekosistem digital yang lebih adil dan berkelanjutan, bukan sebagai beban baru bagi para pelaku usaha.

Dengan sistem pemungutan pajak secara otomatis melalui platform digital, proses pelaporan akan menjadi lebih sederhana dan efisien. Menurut Agus, mekanisme ini justru dapat menjadi jembatan bagi UMKM untuk menata sistem bisnisnya agar lebih rapi, tertib, dan kredibel.

“Kami tidak menutup mata terhadap kekhawatiran pelaku usaha kecil, terutama mereka yang baru mulai merintis. Tapi perlu ditegaskan, kebijakan ini tidak serta-merta membebani, justru menjadi tantangan yang bisa kita atasi bersama,” tambahnya.

Agus juga mengingatkan bahwa tidak semua pelaku UMKM akan dikenai pajak. Hanya usaha dengan omzet di atas ambang batas tertentu yang ditetapkan Kementerian Keuangan yaitu antara Rp 500 juta hingga Rp 4,8 miliar per tahun yang akan dikenakan pajak final sebesar 0,5% dari omzet.

Ia menyarankan agar penerapan kebijakan dilakukan secara bertahap, dengan mempertimbangkan kesiapan pelaku usaha serta disertai edukasi yang menyeluruh.

Pemerintah, lanjutnya, berkomitmen untuk mengedepankan pendekatan kolaboratif dalam implementasinya.

“Kami ingin kebijakan ini menjadi investasi menuju masa depan UMKM kreatif yang lebih inklusif, tangguh, dan berdaya saing, bukan sekadar alat penarikan pajak,” tegasnya.

Langkah ini sekaligus menjadi sinyal kuat bahwa pemerintah mendukung pertumbuhan sektor ekonomi kreatif berbasis digital, sekaligus mendorong terciptanya iklim usaha yang tertib, transparan, dan menguntungkan semua pihak. (alf)

 

Tak Bayar Pajak? Siap-Siap Kendaraan Anda Tak Boleh Lewat di Jawa Barat!

IKPI, Jakarta: Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, mengeluarkan peringatan keras bagi pemilik kendaraan yang masih menunggak pajak. Dalam waktu dekat, kendaraan bermotor yang belum melunasi kewajiban pajaknya tidak akan diizinkan melintasi jalan-jalan di wilayah Jawa Barat.

“Kami akan buat regulasi. Kalau menunggak pajak, enggak bisa lewat lagi di Jawa Barat,” tegas Dedi dalam video yang diunggah di akun Instagram resminya, dikutip Selasa (1/6/2025).

Langkah ini, menurut Dedi, bertujuan mendorong kepatuhan masyarakat dalam membayar pajak kendaraan bermotor. Apalagi, saat ini pemerintah daerah telah menyediakan berbagai insentif, termasuk penghapusan tunggakan dan denda dalam program pemutihan pajak kendaraan yang kembali diperpanjang.

“Ayo manfaatkan pemutihan ini. Sudah diberi ampunan, masih enggak bayar juga, nanti jangan salahkan kalau kendaraannya kami tahan,” ujarnya.

Program pemutihan pajak kendaraan bermotor di Jawa Barat yang awalnya berakhir pada 30 Juni 2025, kini diperpanjang hingga 30 September 2025. Keputusan tersebut diambil setelah melihat tingginya antusiasme masyarakat yang belum seluruhnya terlayani.

Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Jawa Barat mengumumkan bahwa skema program tetap sama. Pemilik kendaraan akan dibebaskan dari seluruh tunggakan pokok pajak serta denda keterlambatan. Tak hanya itu, kendaraan dari luar daerah yang dimutasi ke Jawa Barat juga mendapatkan insentif berupa bebas pajak selama satu tahun dan penghapusan denda pajak.

Menariknya, program ini juga memberikan potongan terhadap beban Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (SWDKLLJ) yang dibayarkan kepada Jasa Raharja. Dalam skema baru, pemilik kendaraan hanya wajib membayar SWDKLLJ untuk satu tahun ke depan dan satu tahun tertunggak.

Denda SWDKLLJ tahun-tahun sebelumnya pun dihapus. “Bebas denda SWDKLLJ untuk tahun-tahun yang telah lewat, tapi untuk denda keterlambatan tahun berjalan tetap dikenakan,” tulis Bapenda Jabar dalam pengumuman resminya.

Dengan kebijakan ini, Pemprov Jawa Barat berharap kesadaran masyarakat untuk patuh pajak meningkat.

Dedi menegaskan, kepatuhan membayar pajak kendaraan tidak hanya berdampak pada legalitas kendaraan, tetapi juga mendukung pembangunan infrastruktur dan layanan publik di seluruh wilayah Jawa Barat. (alf)

 

Baru 432 Ribu UMKM Bayar Pajak, DJP Akui Masih Jauh dari Potensi Nyata

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mengungkapkan bahwa jumlah pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang aktif menyetorkan Pajak Penghasilan (PPh) Final masih sangat rendah dibandingkan dengan potensi sebenarnya.

Sepanjang tahun 2023, hanya sekitar 432 ribu UMKM yang tercatat menyetor PPh Final 0,5%, dengan total penerimaan mencapai Rp2,49 triliun. Meski jumlah tersebut terlihat signifikan, DJP menilai angka itu belum merepresentasikan total populasi UMKM yang seharusnya tercatat dan berkontribusi dalam sistem perpajakan nasional.

“Jumlah tersebut belum menggambarkan seluruh pelaku UMKM, karena ada dua kelompok besar yang tidak tercakup dalam data penyetoran PPh Final 0,5%,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Rosmauli,  Selasa (1/7/2025).

Kelompok pertama adalah wajib pajak orang pribadi dengan omzet tahunan di bawah Rp500 juta yang memang dikecualikan dari kewajiban PPh. Sementara itu, kelompok kedua mencakup UMKM yang memilih menggunakan skema tarif umum sesuai Pasal 17 Undang-Undang PPh.

Rosmauli menambahkan bahwa setiap pelaku UMKM hanya bisa memiliki satu Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang kini telah terintegrasi dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK). Hal ini untuk mencegah praktik pemecahan omzet (income splitting) guna menghindari pajak yang lebih tinggi.

“Kalau ada yang mencoba membagi omzet ke beberapa usaha agar pajaknya kecil, tetap harus dilaporkan dalam satu SPT tahunan dengan NPWP yang sama,” ujarnya.

Di tengah tantangan peningkatan kepatuhan pajak UMKM, pemerintah pun mulai menyiapkan mekanisme baru. Salah satunya adalah rencana penunjukan marketplace sebagai pemungut PPh bagi pelaku UMKM yang berjualan secara daring.

Kebijakan ini diatur dalam Pasal 32A Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, yang memberikan kewenangan kepada Menteri Keuangan untuk menunjuk pihak ketiga, termasuk platform digital, dalam membantu proses pemungutan dan pelaporan pajak.

Rosmauli menekankan bahwa kebijakan ini tidak akan menambah beban pajak bagi pelaku UMKM. “Tarif tetap sama. UMKM dengan omzet di bawah Rp500 juta tetap tidak dikenakan PPh, dan bagi yang beromzet Rp500 juta sampai Rp4,8 miliar tetap membayar 0,5% secara final,” katanya.

Dengan langkah-langkah ini, DJP berharap ekosistem perpajakan yang lebih adil dan menyeluruh bisa terbangun, sekaligus mendorong UMKM untuk semakin aktif dan transparan dalam menjalankan kewajiban perpajakannya. (alf)

 

 

 

 

Rupiah Menguat di Tengah Kekacauan RUU Pajak Trump

IKPI, Jakarta: Nilai tukar rupiah terus menunjukkan penguatan terhadap dolar Amerika Serikat (AS), seiring meningkatnya kecemasan pelaku pasar global terhadap dampak Rancangan Undang-Undang (RUU) pajak terbaru yang sedang digodok di Senat AS. Analis mata uang Doo Financial Futures, Lukman Leong, memproyeksikan rupiah berpotensi melanjutkan penguatan dalam waktu dekat.

“Rupiah diperkirakan akan menguat terhadap dolar AS, seiring pelemahan indeks dolar yang menyentuh level terendah sejak Februari 2022,” ujar Lukman di Jakarta, Selasa (1/7/2025).

Ia menambahkan, salah satu pemicu utama kekhawatiran pasar adalah potensi defisit fiskal AS yang bisa membengkak hingga 3,3 triliun dolar AS akibat RUU tersebut. RUU yang dijuluki “One Big Beautiful Bill Act” itu telah disetujui Senat AS melalui pemungutan suara tipis 51-49. Aturan setebal 940 halaman itu memperpanjang pemotongan pajak 2017 dan menambahkan insentif baru bagi sektor korporasi serta alokasi belanja besar-besaran untuk militer dan keamanan perbatasan.

Namun, kompensasinya adalah pemotongan besar terhadap berbagai program kesejahteraan sosial seperti Medicaid, subsidi energi terbarukan, hingga bantuan pangan.

“Investor menilai RUU ini cenderung berpihak pada golongan elit pendukung Trump, bukan masyarakat luas. Ini menciptakan ketidakpastian fiskal yang memicu aksi jual terhadap dolar,” tambah Lukman.

Di saat bersamaan, ketidakpastian dari sektor perdagangan juga menambah tekanan pada mata uang AS. Penundaan kesepakatan tarif yang akan berakhir pada 9 Juli menambah keresahan.

“Jika tenggat waktu berakhir tanpa perpanjangan atau kesepakatan, pasar berisiko panik. Selama 90 hari masa penundaan, AS hanya berhasil capai kesepakatan dengan Inggris dan itupun dianggap merugikan Inggris,” jelasnya.

Merespons sentimen global tersebut, rupiah dibuka menguat pada perdagangan Selasa pagi sebesar 56 poin atau 0,34 persen ke posisi Rp16.182 per dolar AS dari level penutupan sebelumnya di Rp16.238 per dolar AS. Lukman memperkirakan kisaran nilai tukar rupiah akan bertahan antara Rp16.100 hingga Rp16.200 per dolar AS dalam waktu dekat.

Pasar keuangan Indonesia pun menyambut positif perkembangan ini, dengan arus modal asing mulai kembali masuk ke pasar obligasi domestik.

Namun demikian, analis mengingatkan agar pelaku pasar tetap mewaspadai potensi volatilitas, terutama menjelang keputusan final DPR AS dan sikap Gedung Putih terhadap RUU kontroversial tersebut. (alf)

 

IKPI Surabaya Bersama KPP Pratama Sukomanunggal Perkuat Sinergi Kelembagaan

IKPI, Surabaya: Dalam semangat menjalin silaturahmi dan memperkuat hubungan kelembagaan, Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Surabaya bersama Pengurus Daerah IKPI Jawa Timur melakukan kunjungan resmi ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Sukomanunggal Surabaya, Senin (30/6/2025). Kegiatan yang berlangsung mulai pukul 10.00 WIB ini menjadi bagian dari upaya mempererat komunikasi dan sinergi antara otoritas pajak dan profesi konsultan pajak sebagai mitra dalam membangun kepatuhan pajak yang berkelanjutan.

Momentum ini dimanfaatkan kedua belah pihak untuk berbagi pandangan dan berdiskusi mengenai dinamika pelayanan perpajakan di lapangan, khususnya terkait tantangan dan kebutuhan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajibannya secara tepat dan tertib.

(Foto: DOK. IKPI Cabang Surabaya)

Ketua IKPI Cabang Surabaya, Enggan Nursanti, menyampaikan apresiasi atas upaya KPP Pratama Sukomanunggal dalam mewujudkan tata kelola birokrasi yang bersih, efektif, dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat. Ia juga menyatakan dukungannya atas langkah-langkah nyata yang tengah dilakukan KPP Sukomanunggal dalam meraih predikat Zona Integritas Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (ZI-WBBM).

Senada dengan itu, perwakilan dari Pengurus Daerah IKPI Jawa Timur, Zeti M. Arina, turut menyampaikan harapan agar semangat kolaborasi yang telah terbangun selama ini dapat terus dipertahankan dan ditingkatkan. Dukungan dari IKPI terhadap pencapaian KPP Sukomanunggal dalam meraih predikat ZI-WBBM disampaikan sebagai bentuk komitmen terhadap pelayanan publik yang prima dan integritas yang tinggi dalam sistem perpajakan nasional.

(Foto: DOK. IKPI Cabang Surabaya)

Selain dialog strategis, pertemuan ini juga menjadi ruang tukar pikiran mengenai berbagai tantangan di lapangan, terutama yang berkaitan dengan pelayanan langsung kepada Wajib Pajak. KPP Sukomanunggal memanfaatkan momen ini untuk menyampaikan apresiasi kepada para Wajib Pajak atas pencapaian semester pertama tahun 2025, di mana realisasi penerimaan pajak telah mencapai 50% dari target tahunan. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada para konsultan pajak yang selama ini telah menjadi mitra aktif dalam membantu Wajib Pajak menjalankan hak dan kewajibannya dengan baik.

Kunjungan ini menegaskan pentingnya kemitraan yang solid antara otoritas dan profesi dalam menciptakan sistem perpajakan yang sehat, transparan, dan akuntabel. IKPI Surabaya tetap berkomitmen untuk menjadi mitra profesional yang terpercaya, berperan aktif dalam mendorong literasi perpajakan, serta mendampingi masyarakat secara objektif dan kompeten dalam setiap aspek kepatuhan perpajakan.

(Foto: DOK. IKPI Cabang Surabaya)

Dengan terjalinnya komunikasi yang baik dan berkelanjutan, diharapkan sinergi ini dapat terus memberikan kontribusi nyata dalam mendukung reformasi perpajakan yang lebih inklusif dan berdampak bagi seluruh elemen bangsa. (bl)

 

Pemerintah Longgarkan Impor 10 Komoditas Strategis

IKPI, Jakarta: Pemerintah resmi mengumumkan paket kebijakan deregulasi tahap pertama yang berfokus pada pelonggaran aturan impor untuk 10 komoditas strategis. Langkah ini dilakukan sebagai respons terhadap meningkatnya tekanan global dan ketidakpastian dalam perdagangan internasional.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyampaikan bahwa kebijakan ini bertujuan untuk memperkuat ketahanan ekonomi nasional, sekaligus menciptakan ekosistem usaha yang lebih kompetitif dan ramah investasi.

“Hari ini Bapak Presiden meminta supaya memperkuat kondisi perekonomian dalam negeri dan sekaligus juga untuk memperkuat kondisi regional dengan beberapa negara ASEAN,” ujar Airlangga saat konferensi pers di Kementerian Perdagangan, Jakarta, Senin (30/6/2025).

Menurutnya, deregulasi ini menjadi instrumen untuk menciptakan lapangan kerja baru, mendukung sektor padat karya, dan menjaga momentum pertumbuhan ekonomi nasional. Salah satu bentuk konkret kebijakan ini adalah revisi Permendag Nomor 36 Tahun 2023 yang telah diubah melalui Permendag Nomor 8 Tahun 2024, khususnya mengenai pengaturan impor.

10 Komoditas yang Dapat Relaksasi Impor:

1. Produk Kehutanan – 441 kode HS

2. Pupuk Bersubsidi – 7 kode HS

3. Bahan Baku Plastik – 1 kode HS

4. Sakarin, Silamat, dan Preparat Bau-Bauan Beralkohol – 2 kode HS

5. Bahan Bakar Lain – 9 kode HS

6. Bahan Kimia Tertentu – 2 kode HS

7. Mutiara – 4 kode HS

8. Food Tray – 2 kode HS

9. Alas Kaki – 6 kode HS

10. Sepeda Roda Dua dan Tiga – 4 kode HS

Kebijakan ini juga menjadi bagian dari langkah terkoordinasi pemerintah dalam mempercepat reformasi perizinan berusaha, seiring dengan akan diterbitkannya Keputusan Presiden terkait pembentukan Satgas Perlindungan Perdagangan dan Investasi, serta Satgas Perluasan Kesempatan Kerja.

Airlangga menekankan bahwa deregulasi ini bukan hanya untuk mempercepat impor, tetapi untuk memastikan bahwa iklim usaha di Indonesia semakin menarik bagi investor, sekaligus memperkuat hubungan dagang dengan mitra strategis seperti Amerika Serikat dan negara-negara ASEAN. (alf)

 

 

 

 

 

Negara G7 Sepakati Pembebasan Perusahaan Multinasional AS dari Pajak Minimum Global

IKPI, Jakarta: Negara-negara anggota G7 dilaporkan telah mencapai kesepakatan untuk memberikan kelonggaran terhadap perusahaan multinasional asal Amerika Serikat terkait penerapan pajak minimum global. Langkah ini dinilai sebagai kompromi besar di tengah ketegangan yang kian meningkat akibat kebijakan pajak unilateral, termasuk dari Amerika Serikat sendiri yang tengah menggodok aturan kontroversial, Pasal 899 atau yang dijuluki sebagai “pajak balas dendam”.

Pasal 899 memungkinkan pemerintah AS mengenakan pungutan tambahan terhadap perusahaan yang dimiliki oleh warga negara asing serta investor dari negara-negara yang dinilai menerapkan kebijakan pajak yang diskriminatif terhadap perusahaan asal Amerika. Kebijakan ini dinilai sebagai senjata fiskal baru Washington untuk menanggapi langkah-langkah negara lain yang dianggap merugikan kepentingan bisnis AS.

Di sisi lain, kesepakatan G7 terkait pengecualian perusahaan AS dari rezim pajak minimum global—yang sebelumnya ditetapkan sebesar 15%—menimbulkan tanda tanya besar di kalangan pengamat. Beberapa pihak mengkritik keputusan ini sebagai bentuk standar ganda dan kemunduran dari semangat keadilan pajak yang selama ini digaungkan dalam forum global, termasuk OECD dan G20.

Langkah-langkah ini juga dikhawatirkan memperlebar kesenjangan antara negara-negara besar dan negara berkembang, terutama dalam hal perlakuan perpajakan terhadap korporasi multinasional yang memiliki pengaruh ekonomi besar lintas negara.

Sementara dunia masih berupaya memperkuat sistem perpajakan internasional yang adil dan inklusif, Amerika Serikat tampaknya memilih jalur protektif menerapkan tarif pajak terhadap negara lain, sembari melindungi perusahaan-perusahaan raksasanya dari kewajiban global yang sama. (alf)

Coretax Permudah Pengusaha Pindah Alamat KPP, Ini Caranya!

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) kembali mengingatkan para pelaku usaha untuk tidak lupa mengajukan perubahan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) terdaftar apabila perusahaan berpindah alamat ke wilayah administrasi berbeda. Prosedur tersebut kini dapat dilakukan secara daring melalui sistem Coretax.

Peringatan ini disampaikan DJP lewat akun resmi X @kring\_pajak menanggapi pertanyaan dari warganet yang mengeluhkan kendala saat berkonsultasi lewat sambungan telepon.

“Bagaimana prosedur untuk pindah alamat NPWP perusahaan? Misalnya, dari Jakarta Barat ke Jakarta Utara? Saya sempat telepon, tapi sambungan terputus,” tulis pengguna akun tersebut yang dikutip pada Senin (30/6/2025).

Menanggapi hal ini, DJP menjelaskan bahwa perusahaan yang mengalami perpindahan alamat antarwilayah KPP dapat melakukan pengajuan pemindahan secara langsung melalui platform Coretax.

Langkah-langkah Ajukan Perubahan KPP Lewat Coretax

Berikut ini tata cara perubahan alamat utama bagi Wajib Pajak Badan melalui Coretax yang dijelaskan DJP:

1. Akses situs Coretax di [https://coretaxdjp.pajak.go.id](https://coretaxdjp.pajak.go.id);
2. Masuk ke menu “Portal Saya”;
3. Klik bagian “Perubahan Data”;
4. Pilih opsi “Perubahan Alamat Utama”;
5. Klik menu “Perubahan alamat untuk Badan”;
6. Gunakan akun Person In Charge (PIC) dan lakukan impersonate terhadap akun Wajib Pajak badan.

DJP juga membuka opsi pengajuan perubahan secara manual apabila Wajib Pajak mengalami kendala dengan sistem daring. Pengajuan dapat dilakukan secara langsung ke KPP/KP2KP, atau dikirim melalui pos dan jasa ekspedisi resmi, dengan melampirkan bukti pengiriman.

Status PKP Tidak Perlu Dicabut

Dalam keterangannya, DJP menekankan bahwa perubahan alamat perusahaan yang sudah berstatus Pengusaha Kena Pajak (PKP) tidak mengharuskan pencabutan status PKP tersebut. Proses tetap bisa dilanjutkan tanpa gangguan terhadap kewajiban perpajakan.

Namun, bagi perusahaan yang memiliki NPWP Cabang, prosedurnya berbeda. Pemindahan alamat hanya berlaku untuk NPWP Pusat. Jika cabang ingin berpindah alamat, maka perusahaan harus lebih dahulu menghapus NPWP cabang dari KPP lama dan kemudian mendaftarkannya kembali di KPP baru sesuai wilayah baru.

Bagi Wajib Pajak yang membutuhkan bantuan lebih lanjut, DJP menyediakan berbagai kanal layanan, antara lain:

* Kring Pajak di nomor 1500200
* Email: [pengaduan@pajak.go.id](mailto:pengaduan@pajak.go.id)
* Akun X resmi: [@kring\_pajak](https://x.com/kring_pajak)
* Situs pengaduan online: [https://pengaduan.pajak.go.id](https://pengaduan.pajak.go.id)
* Fitur Live Chat di [https://www.pajak.go.id](https://www.pajak.go.id)
(alf)

en_US