Gelar ‘Konsultan Pajak’: Antara Legalitas dan Pengakuan Profesi

Gelar Konsultan Pajak untuk Siapa?

Pertanyaan ini mengemuka dalam Focus Group Discussion (FGD) yang digelar Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) secara daring pada Selasa, 20 Juni 2025. Bertajuk “Gelar Konsultan Pajak Apakah Perlu?”, diskusi ini menghadirkan tiga pemantik utama: Dr. Nur Hidayat, Dr. Feber Sormin, dan Asih Ariyanto, seluruhnya adalah sosok yang dikenal dalam dunia perpajakan Indonesia.

Isu gelar profesi “Konsultan Pajak” bukan sekadar soal status atau simbol pengakuan. Di lapangan, ini menyangkut kredibilitas profesi, perlindungan terhadap Wajib Pajak, serta masa depan etika praktik perpajakan di Indonesia.

Mengapa Gelar Itu Perlu?

Ketiga narasumber sepakat: gelar “Konsultan Pajak” atau yang selama ini mulai dipakai secara informal sebagai BKP (Bersertifikat Konsultan Pajak) sudah waktunya dilembagakan dan diresmikan. Tujuannya jelas: memudahkan Wajib Pajak dalam mengenali konsultan pajak yang sah dan berizin, sekaligus sebagai bentuk penghargaan atas mereka yang telah menempuh proses panjang ujian sertifikasi.

Masalahnya, banyak Wajib Pajak yang masih sulit membedakan antara konsultan pajak resmi dan “konsultan” abal-abal. Tak jarang, kita melihat berita tentang Wajib Pajak yang tertipu oleh pihak yang mengaku sebagai konsultan pajak. Ujung-ujungnya, profesi konsultan pajak resmi yang tercoreng, bukan pelakunya.

Padahal, dalam praktiknya, peraturan pajak Indonesia sangat kompleks. Peran konsultan pajak tak bisa disepelekan ia bukan hanya sekadar penyedia jasa, tapi juga penasihat strategis bagi Wajib Pajak. Maka wajar jika ada dorongan agar profesi ini diberikan pengakuan yang setara dengan profesi lain seperti akuntan publik, penilai publik, atau ahli kepabeanan, yang telah memiliki gelar profesi resmi.

Gelar BKP

Namun, istilah Bersertifikat Konsultan Pajak (BKP) juga tidak bebas dari perdebatan. Ada yang menggunakannya di belakang nama sebagai bentuk kebanggaan dan identitas, namun tak sedikit pula yang menolak dengan alasan belum ada dasar hukum yang sah. Apalagi, sertifikat kelulusan USKP (Ujian Sertifikasi Konsultan Pajak) belum selalu diikuti dengan kepemilikan izin praktik. Maka ada usulan, istilah BKP seyogyanya dimaknai sebagai Berizin Konsultan Pajak, bukan sekadar bersertifikat.

Pentingnya “cantolan hukum” untuk gelar ini juga disorot. Dr. Nur Hidayat dan Dr. Feber Sormin mengutip Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi No. 6 Tahun 2022 tentang ijazah dan gelar profesi. Bahkan, mereka membandingkan dengan profesi akuntan publik yang pemberian gelarnya diatur oleh organisasi profesi, meski ada Undang-Undang yang melandasinya. Maka tak mustahil jika organisasi seperti IKPI mengambil langkah serupa.

Asih Ariyanto menambahkan, profesi konsultan pajak juga mirip dengan penilai publik yang pengakuan gelarnya dilakukan oleh asosiasi melalui sertifikasi dan pengawasan internal.

IKPI Bisa Jadi Pelopor

Namun di tengah absennya Undang-Undang Konsultan Pajak, pertanyaan krusial pun muncul: siapa yang berhak memberikan gelar itu? Suwardi Hasan dari Departemen FGD IKPI menggarisbawahi pentingnya dasar hukum agar gelar BKP tidak dianggap ilegal atau tidak sah. Sebab saat ini, pengaturan profesi konsultan pajak masih sebatas Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 111/PMK.03/2014 jo. PMK No. 175/PMK.01/2022 dan keduanya tidak mengatur soal gelar profesi.

Penulis menilai bahwa diskursus soal gelar ini sudah berlangsung lama tanpa ujung. Idealnya memang harus ada cantolan hukum yang kuat entah dari UU, PMK, atau bahkan melalui peran P2PK sebagai penyelenggara USKP. Namun jika semua jalan itu belum terbuka, mengapa IKPI sebagai organisasi profesi terbesar dan tertua di bidang perpajakan tidak membuat peraturan internal sendiri?

Pertanyaannya: apakah peraturan itu bisa melanggar hukum? Jika ya, tentu tak bisa dilakukan. Tapi jika tidak, kenapa tidak mulai digodok?

Gelar “Konsultan Pajak” bukan semata-mata untuk pemiliknya. Ia adalah alat bantu masyarakat, terutama Wajib Pajak, untuk bisa memilah antara jasa resmi dan ilegal. Di tengah maraknya penyalahgunaan label konsultan pajak, gelar resmi adalah bentuk perlindungan. Perlindungan bagi masyarakat, dan kehormatan bagi profesi.

Penulis berpendapat, gelar Konsultan Pajak bukan sekadar simbol. Ia bisa menjadi benteng terakhir antara kredibilitas dan kekacauan. Maka, jika bukan sekarang, kapan lagi?

Penulis adalah Ketua Departemen PPKF IKPI

Pino Siddharta

Email: pinosiddharta@gmail.com

Disclaimer: Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis

 

 

 

Tintje Beby Menangkan Sayembara Logo HUT ke-60 IKPI, Tegaskan Semangat “IKPI untuk Nusa Bangsa”

IKPI, Jakarta: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) resmi mengumumkan pemenang sayembara desain logo Hari Ulang Tahun (HUT) ke-60 yang mengangkat tema besar “IKPI untuk Nusa Bangsa.” Setelah melalui proses penjurian yang ketat, karya milik Tintje Beby, anggota IKPI Cabang Kota Tangerang, terpilih sebagai pemenang utama. Sementara itu, Imora Kamul dari Cabang Jambi dinobatkan sebagai finalis terbaik.

Ketua Dewan Juri Sayembara, Nuryadin Rahman, yang juga menjabat sebagai Ketua Departemen Pengembangan Organisasi IKPI, menyampaikan bahwa pemilihan dilakukan dengan mempertimbangkan aspek orisinalitas, keterkaitan tema, estetika, dan nilai filosofis dari setiap karya yang masuk.

“Desain pemenang merepresentasikan semangat 60 tahun perjalanan IKPI yang terus konsisten memberikan kontribusi nyata untuk bangsa. Logo ini akan menjadi wajah perayaan yang merekatkan semangat solidaritas, profesionalisme, dan pengabdian anggota IKPI di seluruh Indonesia,” tegas Nuryadin, Sabtu (21/6/2025).

Finalis Sayembara Logo HUT IKPI ke-60

Pengumuman ini merupakan hasil dari rapat daring tim juri pada 18 Juni 2025. Tim Juri Sayembara Logo terdiri dari:

• Pengarah: Ketua Umum IKPI, Vaudy Starworld

• Ketua: Nuryadin Rahman

• Anggota:

• Sekretaris Umum: Associate Professor. Edy Gunawan

• Bendahara Umum: Emanuel Ali

• Wakil Sekretaris Umum: Novalia Magdalena

• Ketua Departemen Sistem Pendukung Pengembangan Bisnis Anggota: Donny Rindorindo

• Anggota Dewan Penasihat: Heru R. Hadi

• Anggota Pengawas: Rukibah

• Anggota Dewan Kehormatan: Lam Sunjaya Dharma

• Direktur Eksekutif: Asih Ariyanto

Sebagai bentuk apresiasi, Tinje Beby berhak menerima hadiah uang tunai sebesar Rp3.500.000, sementara finalis Imora Kamul mendapatkan Rp1.500.000.

Panitia menegaskan bahwa seluruh materi logo yang telah dikirimkan oleh peserta menjadi hak milik sepenuhnya IKPI, sesuai dengan ketentuan sayembara yang berlaku bagi semua peserta.

Lebih lanjut Nuryadin mengatakan, perayaan HUT ke-60 IKPI pada tahun ini bukan hanya menandai usia organisasi, namun juga menjadi momentum penguatan peran konsultan pajak dalam mendukung ketahanan fiskal dan pembangunan nasional. (bl)

Warga Jawa Barat Bisa Cek Pajak Kendaraan Lewat WhatsApp!

IKPI, Jakarta: Warga Jawa Barat kini tidak perlu lagi repot membuka situs resmi atau antre di kantor Samsat hanya untuk mengetahui besaran pajak kendaraan. Melalui inovasi terbaru dari Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Jawa Barat, pengecekan pajak kendaraan bermotor kini bisa dilakukan hanya lewat aplikasi pesan instan WhatsApp.

Layanan ini merupakan terobosan digital yang menghadirkan kemudahan akses informasi pajak secara cepat, aman, dan praktis. Cukup dengan mengetik pesan, informasi detail soal kendaraan dan jumlah tagihan pajak langsung muncul di layar ponsel.

Cara Cek Pajak Lewat WhatsApp

Berikut langkah-langkah mudahnya:

  1. Simpan nomor resmi 0811‑2230‑1818 sebagai kontak dengan nama Samsat Information Center Jawa Barat.
  2. Kirim pesan “Hi” atau “Halo” untuk memulai percakapan.
  3. Pilih menu “Informasi Besaran Pajak Kendaraan Bermotor” dengan membalas angka 1.
  4. Masukkan nomor polisi kendaraan (misalnya: D 1234 AB).
  5. Sertakan juga warna dasar plat kendaraan (hitam, putih, merah, atau kuning).
  6. Dalam hitungan detik, sistem akan membalas dengan informasi lengkap, mulai dari jenis kendaraan, tahun pembuatan, hingga nominal pajak dan tunggakan jika ada.

Kelebihan Layanan Chatbot Pajak

Cepat dan Praktis – Tak perlu keluar rumah atau membuka banyak aplikasi.
Bisa 24 Jam – Layanan ini aktif nonstop, siap membantu kapan pun dibutuhkan.
Data Akurat – Informasi diambil langsung dari sistem resmi Bapenda Jabar.

Khusus Kendaraan Jawa Barat

Perlu dicatat, layanan ini baru tersedia untuk kendaraan yang terdaftar di wilayah Provinsi Jawa Barat. Untuk daerah lain, masyarakat masih bisa menggunakan layanan seperti situs web e-Samsat daerah masing-masing, aplikasi SIGNAL, JAKI, atau SMS gateway.

Alternatif Cek Pajak Kendaraan

Selain WhatsApp, masyarakat juga bisa mengecek pajak kendaraan melalui:

  • Website Samsat – Beberapa daerah seperti DKI Jakarta menyediakan situs khusus seperti samsat-pkb2.jakarta.go.id.
  • Aplikasi Mobile – Aplikasi seperti SIGNAL (Samsat Digital Nasional) dan JAKI (Jakarta Kini) juga menyediakan fitur pengecekan dan pengingat jatuh tempo pajak. (alf)

Yunani Berlakukan Pajak Penumpang Kapal Pesiar, Berlaku 1 Juli 2025

IKPI, Jakarta: Pemerintah Yunani akan menerapkan kebijakan baru yang berdampak pada para pelancong kapal pesiar mulai 1 Juli 2025. Dalam upaya mengendalikan lonjakan wisatawan dan melindungi destinasi-destinasi unggulan seperti Santorini dan Mykonos, Yunani memberlakukan pajak khusus bagi penumpang kapal pesiar yang berkunjung ke pulau-pulau populer tersebut.

Pulau-pulau di Laut Aegea itu memang menjadi magnet utama pariwisata Yunani, dengan lebih dari 1,3 juta wisatawan tercatat mengunjunginya setiap tahun. Namun, kepadatan pengunjung yang terus meningkat telah menimbulkan kekhawatiran akan tekanan terhadap infrastruktur dan lingkungan lokal.

Rincian Pajak Berdasarkan Musim

Mengutip Express UK, Sabtu (21/6/2025) selama puncak musim liburan (1 Juni–30 September), penumpang yang singgah di Santorini dan Mykonos akan dikenakan biaya sebesar 20 euro (sekitar Rp 375 ribu). Tarif ini akan turun menjadi 12 euro (Rp 225 ribu) saat musim pertengahan, dan hanya 3 euro (Rp 56 ribu) saat musim sepi.

Di pelabuhan lain di Yunani, besaran pajak akan bervariasi. Selama musim ramai, tarifnya sekitar 5 euro (Rp 93 ribu), turun menjadi 3 euro (Rp 56 ribu) di bulan-bulan seperti April, Mei, dan Oktober, serta 1 euro (sekitar Rp 18 ribu) di musim sepi antara 1 Oktober hingga 31 Mei.

Dukung Infrastruktur dan Konservasi Pulau

Eleni Skarveli, Direktur Organisasi Pariwisata Nasional Yunani untuk Inggris dan Irlandia, menyatakan bahwa pungutan ini bukan semata pajak, tetapi kontribusi untuk masa depan pariwisata yang berkelanjutan.

“Pajak ini dirancang untuk memperkuat infrastruktur lokal dan memastikan kunjungan wisata membawa manfaat nyata bagi masyarakat setempat,” ujarnya seperti dikutip dari Birmingham Mail.

Ia menambahkan bahwa kebijakan ini juga bertujuan menjaga kualitas pengalaman wisatawan dan menghindari over-tourism yang dapat merusak daya tarik destinasi.

Meskipun besarannya sudah ditentukan, mekanisme pemungutan pajak ini masih dalam tahap finalisasi. Pemerintah belum mengumumkan apakah pungutan akan dibayarkan langsung oleh penumpang atau akan diintegrasikan ke dalam harga paket pelayaran oleh operator kapal pesiar.

Langkah ini mencerminkan tren global yang semakin menekankan pada pariwisata yang bertanggung jawab dan berorientasi jangka panjang. Yunani, dengan kekayaan sejarah dan alamnya, mengambil posisi tegas untuk menyeimbangkan keuntungan ekonomi dengan pelestarian warisan budaya dan alam. (alf)

Sudah Terdaftar sebagai Wajib Pajak? Ini Manfaat dan Cara Cek NITKU Anda!

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melalui layanan Kring Pajak menegaskan bahwa setiap orang yang telah terdaftar sebagai Wajib Pajak otomatis memiliki Nomor Identitas Tempat Kegiatan Usaha (NITKU). NITKU merupakan identitas unik untuk setiap lokasi kegiatan usaha Wajib Pajak, termasuk tempat tinggal atau kedudukan resmi.

Ketentuan mengenai NITKU ini tertuang dalam Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-7/PJ/2025. Menurut Kring Pajak, “Jika sudah memiliki status sebagai Wajib Pajak Orang Pribadi, maka otomatis memiliki NITKU pusat berupa NIK yang ditambahkan enam digit nol di belakangnya.”

Cara Cek NITKU Secara Mandiri

Pengecekan NITKU kini sangat mudah dan bisa dilakukan secara daring melalui akun Coretax DJP masing-masing. Wajib Pajak hanya perlu mengakses menu Portal Saya, kemudian masuk ke opsi Tempat Kegiatan Usaha. Di sana, selain nomor NITKU, pengguna juga dapat melihat detail nama tempat, alamat, dan informasi lainnya.

Kapan dan untuk Apa NITKU Digunakan?

Berdasarkan Pasal 33 PER-7/PJ/2025, NITKU memiliki enam peran penting dalam administrasi perpajakan:

1. Pelaporan SPT Masa PPh 21

Digunakan untuk mengidentifikasi lokasi kerja setiap pegawai.

2. Penerbitan Bukti Potong dan Faktur Pajak

Diperlukan agar pengurus atau pegawai cabang bisa membuat dan menandatangani dokumen perpajakan.

3. Pelaporan Peredaran Usaha

Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (OPPT) dan Wajib Pajak Badan, NITKU mencatat lokasi cabang usaha guna pelaporan di SPT Tahunan PPh.

4. Pembuatan Faktur Pajak

Memastikan alamat yang benar baik bagi Penjual maupun Pembeli Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP).

5. Pelaporan Objek Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

Menjadi alat identifikasi lokasi objek pajak.

6. Kepentingan Administrasi Lainnya

Termasuk kewajiban lain sesuai ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

Rincian lengkap soal NITKU juga termuat dalam PMK 112/2022 yang telah diperbarui melalui PMK 136/2023, serta regulasi teknis di PER-7/PJ/2025.

Dengan kemudahan akses dan peran vital NITKU dalam sistem perpajakan modern, para Wajib Pajak diimbau untuk aktif mengecek dan memahami penggunaan identitas ini sebagai bagian dari kepatuhan pajak yang transparan dan tertib. (alf)

 

 

PPL IKPI Cabang Surabaya Banjir Peserta Non Anggota, Bukti Pendidikan di IKPI Semakin Dilirik

IKPI, Surabaya: Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), Vaudy Starworld, menyampaikan apresiasi tinggi terhadap IKPI Cabang Surabaya atas suksesnya penyelenggaraan kegiatan Pengembangan Profesional Berkelanjutan (PPL) bertajuk “Bersiap Kuasai PER-11/2025: Paham dan Terapkan Ketentuan Terbaru”, Sabtu (21/6/2025).

Dalam sambutannya, Vaudy menyoroti antusiasme luar biasa peserta, terutama dari kalangan non-anggota, yang mencapai 52 orang dari total 230 peserta. Ia menilai kehadiran peserta umum dalam jumlah signifikan mencerminkan meningkatnya kepercayaan publik terhadap pendidikan yang diselenggarakan oleh IKPI, peran strategis konsultan pajak, dan kredibilitas IKPI sebagai organisasi profesi.

“Ini adalah pencapaian yang luar biasa. Saya mengapresiasi langkah IKPI Surabaya yang tidak hanya fokus pada anggota, tapi juga berhasil menjangkau non-anggota dalam jumlah yang tidak sedikit,” ujar Vaudy, yang menyempatkan waktu untuk hadir pada kegiatan PPL di sela kunjungan pribadinya ke Surabaya.

(Foto: DOK. IKPI Cabang Surabaya)

Lebih lanjut Vaudy mengungkapkan, dalam rangka menyambut HUT IKPI ke-60, asosiasi konsultan pajak terbesar dan tertua di Indonesia ini juga mengadakan serangkaian kegiatan yang dikemas dengan semangat kolaborasi dan ekspansi.

“Banyak rangkaian kegiatan yang telah disusun oleh panitia HUT IKPI ke-60, diantaranya seminar nasional, donor darah, golf, dan cerdas cermat tingkat mahasiswa,” ujarnya.

Selain itu, Vaudy juga mendorong agar seluruh pengurus cabang menjadikan setiap momen kegiatan sebagai momentum untuk ajang memperluas jejaring, termasuk melalui penyelenggaraan kursus brevet dan PPL yang terbuka bagi peserta umum.

“Pengcab harus mampu menjadikan kegiatan brevet dan PPL sebagai media transformasi profesi, sekaligus etalase yang menarik bagi calon anggota baru,” ujarnya.

(Foto: DOK. IKPI Cabang Surabaya)

Ia juga menyebutkan adanya penambahan jumlah anggota kehormatan sebagai bagian dari strategi organisasi dalam memperkuat jejaring lintas sektor serta menjawab tantangan profesi di tengah perkembangan regulasi perpajakan yang dinamis.

PPL di Surabaya ini menekankan pemahaman mendalam atas PER-11/PJ/2025 yang baru diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Regulasi tersebut mengatur bentuk, isi, serta tata cara pengisian dan penyampaian SPT Masa PPN, yang penting dikuasai oleh para praktisi pajak.

Dengan semangat profesionalisme dan inklusivitas, ia menegaslan bahwa IKPI terus memperkuat perannya sebagai mitra strategis pemerintah dalam mengawal kepatuhan dan penerimaan perpajakan nasional. (bl)

Sri Mulyani Tegaskan Perusahaan Rugi Tak Bayar Pajak

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa perusahaan yang mengalami kerugian tidak memiliki kewajiban membayar pajak. Penegasan itu disampaikan sebagai tanggapan atas usulan ekonom senior Amerika Serikat, Arthur Laffer, yang mendorong penerapan sistem flat tax di Indonesia.

Dalam CNBC Economic Update 2025, Sri Mulyani menjelaskan bahwa sistem perpajakan dan kebijakan fiskal Indonesia tunduk pada kerangka Undang-Undang Keuangan Negara. UU tersebut menetapkan tiga fungsi utama fiskal: stabilitas, distribusi, dan alokasi. “Mungkin ini berbeda. Kebijakan fiskal memiliki tiga fungsi: stabilitas, distribusi, dan alokasi,” ujarnya, Kamis (19/6/2025).

Menurutnya, saat perekonomian melemah dan dunia usaha terpukul, pemerintah secara otomatis menurunkan beban pajak melalui mekanisme penghitungan berbasis laba. “Kalau pendapatan perusahaan kecil atau bahkan merugi, dia tidak bayar pajak. Jadi penerimaan pajak pasti turun,” jelasnya.

Meski demikian, belanja negara tidak ikut dipangkas. Sri Mulyani menekankan bahwa dalam kondisi krisis sekalipun, pemerintah tetap hadir lewat program bantuan sosial, subsidi upah, hingga perbaikan infrastruktur. “Kita pertahankan untuk bantuan sosial, untuk kesejahteraan masyarakat, termasuk perbaikan jalan raya. Bahkan subsidi upah kita tambah,” katanya.

Tak hanya menjelaskan sistem fiskal Indonesia, Sri Mulyani juga secara terbuka mengkritik pendekatan ekonomi Arthur Laffer yang condong pada ideologi pasar bebas dan pengurangan peran negara. “Kalau tadi Pak Arthur bilang belanjanya harus dikontrol… ya mudah-mudahan beliau dengar. Bukan cuma saya yang dengar, kan?” ujarnya disambut tawa peserta forum.

Ia menegaskan bahwa Indonesia memiliki pendekatan berbeda yang berpijak pada Pancasila dan UUD 1945. Dalam sistem itu, negara wajib hadir untuk kelompok rentan. “Saya bilang ke Pak Arthur, di Indonesia anak yatim dan anak terlantar itu wajib dipelihara negara. Mungkin beliau kaget dengarnya,” ucapnya.

Sri Mulyani juga menilai pemikiran Laffer lebih sejalan dengan mazhab neoliberal, yang kerap menolak intervensi negara. “Jelas beliau bukan Keynesian. Kalau di Indonesia istilahnya ya… neolib,” pungkasnya dengan nada santai.

Pernyataan tegas Sri Mulyani ini memperlihatkan perbedaan prinsipil antara kebijakan fiskal berbasis keadilan sosial seperti di Indonesia, dengan pendekatan pasar bebas ala Laffer. Dalam konteks Indonesia, negara tidak hanya sebagai pengatur, tetapi juga sebagai pelindung rakyat yang membutuhkan. (alf)

 

 

DJP, DJPK, dan Pemprov Jakarta Sinergikan Pemungutan Pajak

IKPI, Jakarta: Komitmen memperkuat sinergi fiskal antara pemerintah pusat dan daerah kembali ditegaskan. Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK), dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta resmi menandatangani Perjanjian Kerja Sama (PKS) Optimalisasi Pemungutan Pajak Pusat dan Pajak Daerah (PKS OP4D) di Balai Kota Jakarta, Jumat (20/6/2025).

Penandatanganan dihadiri langsung oleh Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto, Dirjen Perimbangan Keuangan Askolani, serta Gubernur Jakarta Pramono Anung.

Kolaborasi ini akan mencakup sejumlah ruang lingkup penting, seperti pertukaran data perpajakan, pengawasan bersama terhadap Wajib Pajak, hingga pendampingan administrasi dan teknis bagi pemerintah daerah.

“PKS ini bukan sekadar dokumen, melainkan tonggak penting menuju harmonisasi perpajakan pusat dan daerah. Ini juga cerminan nyata misi DJP untuk mendorong kesejahteraan masyarakat,” ujar Bimo Wijayanto.

Bimo menambahkan, sinergi ini menjadi bagian dari strategi memperkuat local taxing power, di mana daerah diberi ruang lebih luas dalam kewenangan pajak tanpa mengorbankan kemudahan berusaha. Ia menekankan pentingnya interkoneksi data dan digitalisasi sebagai landasan kerja sama yang efektif.

Senada dengan itu, Dirjen DJPK Askolani menyatakan bahwa transparansi dan keadilan dalam pemungutan pajak adalah prinsip utama dalam menciptakan ekonomi yang inklusif. “Kami percaya, langkah ini akan memperkuat penerimaan negara sekaligus membantu menurunkan angka kemiskinan,” tegasnya.

Gubernur Pramono Anung menegaskan bahwa Jakarta berkomitmen penuh untuk membuka ruang kolaborasi seluas-luasnya dalam pengelolaan pajak. “Transparansi adalah kunci. Kami ingin Jakarta menjadi model tata kelola pajak yang akuntabel dan partisipatif,” ujarnya.

PKS OP4D juga merupakan kelanjutan dari sinergi yang telah terjalin antara Pemprov Jakarta dan DJP. Sebelumnya, Pramono telah dikukuhkan sebagai Relawan Pajak untuk Negeri (Renjani) 2025 oleh Kanwil DJP Jakarta Barat. Penghargaan ini menjadi bentuk pengakuan atas komitmen sang gubernur dalam meningkatkan kesadaran dan kepatuhan pajak di ibu kota. (alf)

 

DPR: Pajak Jangan Dijadikan Alat Paksa Masyarakat Pindah ke Rumah Susun!

IKPI, Jakarta: Anggota Komisi V DPR RI, Irine Yusiana Roba Putri, menyuarakan penolakannya terhadap wacana pengenaan pajak tinggi untuk rumah tapak di kawasan perkotaan. Ia menilai kebijakan ini sebagai pendekatan yang terlalu represif dan berpotensi menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat maupun sektor properti nasional.

Pernyataan Irine muncul sebagai respons atas usulan Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman, Fahri Hamzah, yang menyebut perlunya menaikkan tarif pajak rumah tapak agar masyarakat terdorong beralih ke rumah susun. Irine menilai, langkah tersebut justru kontraproduktif dan bisa memicu efek domino.

“Perubahan kultur dari rumah tapak ke hunian vertikal, biarkan berjalan alamiah. Tidak bisa dipaksakan lewat kebijakan menaikkan pajak hunian. Itu malah bisa menimbulkan efek domino,” ujar Irine, Sabtu (21/6/2025).

Menurutnya, pendekatan pemaksaan melalui beban pajak akan merusak tatanan pasar properti yang selama ini telah berkembang. Ia mengingatkan bahwa preferensi masyarakat terhadap rumah tapak masih tinggi, terutama di kalangan keluarga muda dan kelas menengah yang membutuhkan ruang lebih luas serta tingkat privasi yang lebih tinggi.

“Jangan sampai niat mengubah pola huni malah merusak ekosistem usaha properti yang sudah terbentuk,” tegas Irine.

Alih-alih menggunakan instrumen pajak sebagai paksaan, Irine mendorong pemerintah untuk fokus pada penyediaan kepastian regulasi dalam pengembangan sektor properti. Ia menekankan bahwa sektor ini merupakan salah satu pilar penting dalam menopang pertumbuhan ekonomi nasional.

Sebelumnya, Fahri Hamzah mengusulkan agar rumah tapak di kota besar dikenakan tarif pajak tinggi demi mengatasi keterbatasan lahan dan mendorong masyarakat memilih hunian vertikal.

“Nanti yang bikin rumah landed pajaknya dinaikin saja sampai dia enggak bisa tinggal landed. Pasti dia akan tinggal di rumah susun,” ujar Fahri dalam sebuah kesempatan.

Wacana ini pun memicu kontroversi, dengan sebagian pihak menilai usulan tersebut berpotensi membebani masyarakat dan menimbulkan ketimpangan baru dalam akses terhadap hunian layak.

Debat mengenai hunian ideal di tengah keterbatasan lahan kota terus berlanjut. Namun, Irine menegaskan bahwa solusi jangka panjang tidak bisa hadir dalam bentuk tekanan fiskal semata. Pendekatan inklusif dan kebijakan yang merangkul kebutuhan masyarakat dinilai jauh lebih efektif dalam membentuk kultur hunian masa depan. (alf)

 

RPMK Kuasa Hukum Kembali ke Fitrah 

Pemerintah melalui Kementerian Keuangan tengah menyusun Rancangan Peraturan Menteri Keuangan (RPMK) yang akan menggantikan PMK Nomor 184/PMK.01/2017 tentang Kuasa Hukum dalam proses keberatan, banding, gugatan, dan peninjauan kembali di bidang perpajakan. Langkah ini merupakan turunan dari Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Pengadilan Pajak. Namun, lebih dari sekadar regulasi administratif, RPMK ini menandai upaya penting mengembalikan peran Kuasa Hukum pada fitrahnya sebagai pihak profesional dan kredibel dalam mengawal keadilan pajak.

Salah satu terobosan paling signifikan dari RPMK ini adalah penekanan pada aspek legalitas dan keadilan. Jika sebelumnya ruang menjadi kuasa hukum terbuka lebar tanpa pengujian mendalam terhadap kompetensi di bidang pajak, maka kini diusulkan adanya kriteria yang lebih ketat dan berbasis bukti keahlian. Hal ini tentu menjadi kabar baik bagi para wajib pajak yang sedang mencari keadilan, karena perwakilan mereka akan ditangani oleh pihak yang memang memiliki kapasitas.

PMK 184/2017 dinilai terlalu longgar dalam menentukan siapa yang berhak menjadi kuasa hukum pajak. Asal memiliki surat kuasa dan memenuhi persyaratan administratif dasar, seseorang bisa mendampingi wajib pajak di pengadilan pajak, meskipun belum tentu memiliki kompetensi substantif di bidang perpajakan. Akibatnya, seperti jamur di musim hujan, muncul banyak kuasa hukum dadakan yang belum tentu profesional. RPMK ini menjadi filter penting untuk menjaga kualitas para pendamping wajib pajak.

Salah satu poin penting dalam RPMK adalah pengakuan terhadap Surat Keterangan Kompetensi (SKK) di bidang perpajakan dan sertifikat kepabeanan. SKK hanya dapat diterbitkan bagi mereka yang sudah mengantongi izin praktik konsultan pajak, sehingga secara otomatis memastikan bahwa para kuasa hukum memiliki fondasi keilmuan dan pengalaman yang memadai. Ini akan menciptakan standar profesionalisme baru yang lebih terukur dan kredibel.

Lex Specialis, Maka Harus Spesialis

Hukum pajak dikenal sebagai lex specialis, yaitu cabang hukum khusus yang memerlukan pemahaman mendalam dan berbeda dari hukum perdata atau administrasi umum. Dengan demikian, hanya mereka yang memang menekuni perpajakan secara spesifik yang layak menjadi kuasa hukum. RPMK ini mengembalikan semangat tersebut, di mana kualitas lebih diutamakan daripada sekadar kelengkapan formal.

Di era digital, administrasi yang rapi dan terstruktur bukan hanya soal kepatuhan, tetapi juga soal akuntabilitas. RPMK mewajibkan kuasa hukum memiliki catatan administrasi yang tertib, termasuk kewajiban pajaknya sendiri. Ini sekaligus menjadi contoh integritas pribadi yang akan tercermin dalam praktik profesionalnya. Bagaimana mungkin seseorang memperjuangkan hak wajib pajak lain jika kewajiban pajaknya sendiri tidak dipenuhi?

RPMK juga mengatur bahwa tingkatan izin kuasa hukum disesuaikan dengan tingkatan izin konsultan pajak. Hal ini menciptakan sinkronisasi yang penting antara otoritas hukum dan otoritas profesional, sekaligus membuka jalan untuk sistem klasifikasi dan spesialisasi yang lebih sehat dalam ekosistem perpajakan.

Membangun Ekosistem Perpajakan yang Sehat

Dengan lahirnya RPMK ini, diharapkan tercipta ekosistem perpajakan yang lebih sehat, adil, dan profesional. Para pencari keadilan akan merasa lebih aman karena didampingi oleh kuasa hukum yang benar-benar kompeten.

Sementara para kuasa hukum pun akan termotivasi untuk terus meningkatkan kapasitasnya sesuai jenjang dan spesialisasinya. RPMK ini bukan sekadar aturan baru, tetapi momentum untuk menata ulang fondasi profesi kuasa hukum pajak agar kembali ke fitrahnya: menegakkan keadilan dengan integritas dan kompetensi.

Penulis adalah Ketua Departemen Advokasi dan Bantuan Hukum IKPI dan Kuasa Hukum di Pengadilan Pajak

Andreas Budiman

Email:andreas.budiman269681@gmail.com

Disclaimer: Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis.

en_US