Sosialisasi Pelaporan SPT, KPP Pratama Jakarta Palmerah Gandeng RSJPD Harapan Kita dan Polres Jakbar

IKPI, Jakarta: Dalam rangka meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak (WP) terhadap kewajiban pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan, Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Jakarta Palmerah menggandeng Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah (RSJPD) Harapan Kita serta Kepolisian Resor Metropolitan Jakarta Barat (Polres Jakbar) untuk menyelenggarakan sosialisasi dan asistensi pelaporan SPT Tahunan pada 26 Februari 2025.

Sosialisasi pertama digelar di Ruang Sumatera-Kalimantan, Gedung Ventrikel Lantai 5 RSJPD Harapan Kita. Dalam kesempatan tersebut, Direktur Keuangan dan Barang Milik Negara RSJPD Harapan Kita, Tri Hartono Rianto, mengimbau kepada seluruh pegawai rumah sakit agar memenuhi kewajiban perpajakan mereka dengan tepat waktu dan sesuai aturan.

“Mengisi pajak dengan benar dan melaporkan SPT Tahunan sesuai dengan target waktu yang ditetapkan oleh kantor pajak,” ujar Tri dalam keterangan resmi yang diterima pada Kamis (27/2/2025).

Setelah acara di rumah sakit, sosialisasi dilanjutkan di Aula Wira Pratama Polres Jakbar. Kepala Bagian Perencanaan Polres Jakbar, AKBP Rita Iriana, dalam sambutannya menyampaikan apresiasi atas inisiatif ini dan mendorong peserta untuk mengikuti seluruh rangkaian acara dengan baik.

Kepala KPP Pratama Jakarta Palmerah, Budi Susanto, mengingatkan seluruh peserta untuk segera melaporkan SPT PPh Tahunan Orang Pribadi mereka sebelum batas waktu 31 Maret 2025. Ia juga mengingatkan agar setiap Wajib Pajak mencantumkan dengan jelas daftar harta dan kewajiban dalam laporan tahunan mereka.

Kegiatan ini merupakan bagian dari upaya Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk memberikan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat dan para pemangku kepentingan. Selain sosialisasi, KPP Pratama Jakarta Palmerah juga menyediakan layanan asistensi di lokasi agar peserta dapat langsung memperoleh bimbingan terkait pelaporan SPT. Bagi yang membutuhkan bantuan lebih lanjut, layanan konsultasi tetap tersedia di kantor pajak setempat.

Dengan adanya kerjasama antara KPP Pratama Jakarta Palmerah, RSJPD Harapan Kita, dan Polres Jakbar, diharapkan kepatuhan pelaporan SPT Tahunan dapat meningkat, serta kesadaran perpajakan di kalangan pegawai rumah sakit dan kepolisian dapat semakin kuat.

Sejauh ini, DJP mencatat sebanyak 5,03 juta Wajib Pajak telah melaporkan SPT Tahunan PPh orang pribadi dan badan hingga 24 Februari 2025. Dari jumlah tersebut, 4,88 juta SPT dilaporkan oleh Wajib Pajak orang pribadi, sementara 148,98 ribu berasal dari Wajib Pajak badan. Sebagian besar pelaporan SPT dilakukan melalui jalur elektronik (e-Filing), dengan total 4,92 juta SPT, sementara 109,68 ribu SPT masih disampaikan secara manual melalui KPP.

Dengan meningkatnya kesadaran dan pelaporan yang lebih tepat waktu, diharapkan pemerintah dapat terus meningkatkan efektivitas pengelolaan pajak untuk mendukung pembangunan nasional. (alf)

Presiden Prabowo  Targetkan Rasio Penerimaan Negara Setara Negara ASEAN

IKPI, Jakarta: Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, mengumumkan rencana peluncuran program baru yang bertujuan untuk meningkatkan rasio penerimaan negara. Program ini dirancang untuk membawa rasio penerimaan negara Indonesia ke level yang setara dengan negara-negara di kawasan Asia Tenggara.

Utusan Khusus Presiden Bidang Iklim dan Energi, Hashim Djojohadikusumo, menjelaskan bahwa program ini akan dipimpin oleh Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Anggito Abimanyu. Namun, Hashim belum memberikan rincian lebih lanjut mengenai langkah-langkah konkret dalam program tersebut.

“Ini ada satu hal baru, yaitu program peningkatan revenue ratio kita. Program ini dipimpin Pak Anggito,” ujar Hashim Djojohadikusumo dikutip dari CNBC Economic Outlook 2025, Kamis (27/2/2025).

Target Peningkatan Rasio Penerimaan Negara

Hashim menambahkan, target awal dari program ini adalah meningkatkan rasio penerimaan negara hingga mencapai 18 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB), yang setara dengan negara Kamboja. Dalam jangka panjang, pemerintah menargetkan untuk mencapai rasio penerimaan negara sebesar 23 persen dari PDB, seperti yang tercatat di Vietnam.

“Setelah bertemu dengan pihak Bank Dunia sebanyak tujuh kali, kami merasa sangat mungkin Indonesia dapat mencapai level 18 persen, seperti Kamboja,” ujar Hashim.

Peningkatan rasio penerimaan negara ini diharapkan akan mendatangkan tambahan pendapatan signifikan bagi negara. Hashim menegaskan bahwa jika Indonesia mencapai rasio 18 persen, tambahan penerimaan negara bisa mencapai sekitar 60 miliar dolar AS atau sekitar Rp900 triliun per tahun.

Pencapaian Rasio Pajak Indonesia 2024

Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga memberikan gambaran tentang perkembangan rasio pajak Indonesia. Pada Oktober 2024, rasio pajak Indonesia tercatat mencapai 10,02 persen. Angka ini sedikit lebih rendah dibandingkan dengan rasio pajak pada tahun 2023 yang mencapai 10,31 persen.

Meski demikian, capaian ini masih berada dalam kisaran target yang ditetapkan pemerintah, yaitu sekitar 9,92 persen hingga 10,2 persen pada 2024.

“Meskipun ada sedikit penurunan, rasio pajak tahun ini masih sesuai dengan proyeksi dan target yang telah ditentukan dalam APBN 2024,” ujar Sri Mulyani dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR RI pada November 2024.

Sampai akhir tahun 2024, realisasi penerimaan pajak tercatat mencapai Rp1.932,4 triliun, atau sekitar 97,2 persen dari target penerimaan pajak yang tercatat dalam APBN 2024, yang sebesar Rp1.988,9 triliun. Hal ini menunjukkan peningkatan 3,5 persen dibandingkan dengan tahun 2023.

Harapan dan Prospek

Dengan adanya program baru ini, pemerintah berharap dapat mempercepat peningkatan rasio penerimaan negara, yang akan memperkuat ketahanan fiskal Indonesia di masa depan. Peningkatan penerimaan negara diharapkan dapat memberikan ruang lebih besar untuk pembangunan infrastruktur, peningkatan kualitas pendidikan, serta penyediaan layanan publik yang lebih baik.

Program ini, yang dipimpin oleh Wamenkeu Anggito Abimanyu, menjadi salah satu langkah strategis dalam menciptakan stabilitas ekonomi Indonesia di tengah tantangan global yang semakin dinamis. (alf)

Kanwil DJP Jakarta Khusus dan APAB Gelar Webinar Edukasi Perpajakan untuk Warga Negara Asing

IKPI, Jakarta:  Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus (Kanwil DJP Jaksus) berkolaborasi dengan Aliansi Pelangi Antar Bangsa (APAB) menggelar webinar bertajuk “Edukasi Perpajakan bagi Warga Negara Asing (WNA)”. Acara ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman mengenai kewajiban perpajakan bagi WNA yang menetap dan berusaha di Indonesia.

Webinar yang diselenggarakan pada Kamis (27/2/2025) menghadirkan sejumlah pembicara penting, antara lain Kepala Bidang Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (P2Humas) Kanwil DJP Jaksus, Ani Natalia; Penyuluh Pajak Ahli Madya Kanwil DJP Jaksus, Dendi Amrin; serta Ketua APAB, Nia Schumacher.

Nia Schumacher, Ketua APAB, dalam sambutannya menyampaikan bahwa organisasi yang didirikannya pada September 2022 bertujuan untuk memperjuangkan hak-hak anak, istri, dan suami dalam keluarga perkawinan campur, terutama yang sering menghadapi kesulitan terkait regulasi di Indonesia, termasuk dalam bidang perpajakan. “Webinar ini diadakan untuk memberikan pemahaman lebih dalam tentang kewajiban perpajakan bagi WNA yang tinggal di Indonesia,” ujarnya.

Ani Natalia, yang juga Ketua Perkumpulan Srikandi Mixed Marriage, menyampaikan apresiasi kepada APAB atas upayanya memperjuangkan hak anggota keluarga perkawinan campur. Dalam kesempatan ini, Ani menekankan pentingnya pemahaman mengenai status subjek pajak bagi WNA sebelum menjalankan kewajiban perpajakan. “Apakah WNA tersebut merupakan subjek pajak luar negeri atau subjek pajak dalam negeri, karena hal ini akan menentukan kewajiban perpajakan yang harus dilaksanakan,” jelas Ani.

Dalam konteks pernikahan campur, Ani juga menyoroti tren perjanjian pra-nikah (prenuptial agreement) yang semakin banyak dilakukan oleh pasangan WNA dan WNI. Hal ini berimplikasi pada pemisahan hak dan kewajiban, terutama terkait aset dan pajak. “Pemisahan hak dan kewajiban ini dapat memengaruhi kewajiban perpajakan yang perlu dijalankan secara terpisah,” tambahnya.

Sementara itu, Dendi Amrin, Penyuluh Pajak Ahli Madya Kanwil DJP Jaksus, menjelaskan mengenai kewajiban perpajakan bagi WNA yang berstatus sebagai Subjek Pajak Dalam Negeri (SPDN). Berdasarkan Pasal 2 UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, seorang WNA akan dianggap sebagai SPDN jika telah tinggal di Indonesia lebih dari 183 hari dalam 12 bulan terakhir.

Dendi menguraikan beberapa konsekuensi bagi WNA yang menjadi SPDN, antara lain: pertama, pengenaan pajak berdasarkan penghasilan neto; kedua, kewajiban melaporkan seluruh penghasilan, baik yang bersumber dari dalam negeri maupun luar negeri; ketiga, pengenaan pajak berdasarkan tarif Pasal 21 UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP); dan keempat, kewajiban untuk melaporkan pajaknya melalui Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan.

Webinar ini diharapkan dapat memberikan edukasi yang lebih baik kepada WNA di Indonesia mengenai kewajiban perpajakan mereka, serta mendorong peningkatan kepatuhan pajak di kalangan mereka. Kanwil DJP Jaksus dan APAB berkomitmen untuk terus memberikan edukasi dan pendampingan agar warga negara asing di Indonesia dapat memahami dan memenuhi kewajiban perpajakan mereka secara tepat. (alf)

iPhone 16 Mulai Bisa Dibeli di Indonesia Secara Impor, Ini Aturan Bea Masuk dan Pajaknya

IKPI, Jakarta: Meskipun iPhone 16 keluaran Apple belum tersedia secara resmi di Indonesia, masyarakat tetap bisa membelinya melalui jalur impor dari luar negeri. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memberikan penegasan bahwa pembelian iPhone 16 untuk kebutuhan pribadi diperbolehkan tanpa ada pembatasan khusus.

Kepala Subdirektorat Impor, Direktorat Teknis Kepabeanan DJBC Chotibul Umam, menjelaskan bahwa iPhone 16 yang dibeli untuk penggunaan pribadi tidak akan dikenakan pembatasan impor. Namun, jika ada indikasi barang tersebut dijual kembali, maka pihak berwenang tidak akan memproses pengirimannya.

“Kalau terbukti bukan untuk tujuan pribadi, maka barang tersebut tidak akan diproses lebih lanjut. Sebagai contoh, jika ada orang yang membeli satu unit iPhone di luar negeri, lalu terus-menerus membawa dan menjualnya, pihak Bea Cukai sudah memiliki profil untuk penumpang tersebut,” ujar Chotibul dalam acara Media Briefing pada Kamis (27/2/2025).

Aturan Bea Masuk dan Pajak Terbaru

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 4 Tahun 2025 yang mulai berlaku pada 5 Maret 2025, pembelian iPhone 16 dari luar negeri tetap akan dikenakan tarif bea masuk dan pajak. Berikut adalah rinciannya:

1. Jika Dibawa sebagai Barang Bawaan Penumpang:
– Bea masuk: 10%
– PPN: 11%
– PPh: 10% jika memiliki NPWP, atau 20% jika tidak memiliki NPWP.

Harga iPhone 16 sendiri saat ini dibanderol mulai dari US$ 799 hingga US$ 1.599. Semakin tinggi harga barang, semakin tinggi pula pajak yang dikenakan.

2. Jika Dikirim Melalui Jasa Ekspedisi:
– Bea masuk: 7,5%
– PPh tidak dikenakan jika harga barang di bawah FOB (Free on Board) US$ 1.500. Namun, jika harga barang melebihi batas tersebut, pajak tambahan akan dikenakan sesuai ketentuan yang berlaku.

Kapan iPhone 16 Resmi Dijual di Indonesia?

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita sebelumnya menyebutkan bahwa kewajiban Apple terhadap pemerintah Indonesia sudah dipenuhi. Dengan tercapainya kesepakatan mengenai nilai investasi, iPhone 16 diperkirakan akan segera dijual secara resmi di Indonesia sebelum Lebaran 2025.

“Proses perundingan memang tidak mudah dan cukup alot, karena kedua belah pihak berusaha menjaga kepentingan masing-masing. Namun, dengan adanya MoU dan kesepakatan nilai investasi, Apple siap segera memasukkan iPhone 16 ke pasar Indonesia,” ujar Agus dalam konferensi pers di Kementerian Perindustrian pada Rabu (26/2/2025).

Dengan adanya aturan terbaru dan kesepakatan yang tercapai, konsumen di Indonesia bisa lebih mudah mendapatkan iPhone 16, baik melalui jalur impor pribadi maupun pembelian resmi dari Apple dalam waktu dekat.(alf)

Ekonom Soroti Tantangan dan Solusi Alternatif Capaian Target Penerimaan Pajak 2025

IKPI, Jakarta: Pemerintah Indonesia telah menetapkan target penerimaan pajak untuk tahun 2025 sebesar 2.189,3 triliun rupiah, yang mencatatkan kenaikan sekitar 13,29% dari realisasi penerimaan tahun 2024. Meskipun target tersebut setara dengan 9% dari Produk Domestik Bruto (PDB), tantangan besar dihadapi oleh pemerintah mengingat realisasi penerimaan pajak pada 2024 hanya tercapai 97,2% dari target yang ditetapkan.

Ekonom Universitas Gajah Mada (UGM) Rijadh Djatu Winardi, menilai pencapaian target tersebut bukanlah tugas yang mudah. Ia mengungkapkan bahwa ada beberapa faktor yang dapat menghambat penerimaan pajak, salah satunya adalah potensi penurunan daya beli masyarakat. “Jika daya beli masyarakat melemah, ini akan berdampak pada konsumsi dan akhirnya mempengaruhi penerimaan pajak dari sektor konsumsi,” ungkapnya seperti ikutip dari website resmi UGM, Kamis (27/2/2025).

Rijadh juga menyoroti ketidakpercayaan publik terhadap pemerintah yang semakin mengemuka belakangan ini, yang dapat mempengaruhi kepatuhan wajib pajak. Hal ini, menurutnya, menjadi tantangan tambahan bagi pemerintah dalam meningkatkan penerimaan pajak. “Pemerintah perlu bekerja keras dan menerapkan strategi yang tepat untuk mencapai target tersebut,” jelasnya.

Selain itu, ekonom yang juga memiliki gelar CFE (Certified Fraud Examiner) ini menyebutkan bahwa sistem perpajakan baru Indonesia, yakni Inti Administrasi Perpajakan (SIAP) atau Core Tax Administration System (Coretax), menjadi salah satu hambatan yang harus segera diatasi. Meskipun bertujuan untuk memperbaiki kesenjangan pajak dan manajemen basis data perpajakan, sejak diluncurkan pada Januari 2025, Coretax menghadapi banyak keluhan terkait kapasitas dan arsitektur sistem yang belum optimal. “Infrastruktur servernya belum mampu menangani volume data yang tinggi, menyebabkan gangguan layanan saat transaksi perpajakan melonjak,” ujarnya.

Rijadh menambahkan bahwa meskipun Singapura berhasil menjalankan sistem serupa dengan MyTax IRAS sejak 2007, perbedaan skala antara kedua negara menyebabkan Indonesia menghadapi tantangan teknis yang lebih besar. “Singapura lebih matang dalam mengelola sistem ini, sementara Indonesia masih perlu banyak perbaikan agar Coretax dapat berjalan dengan lancar,” ujarnya.

Di sisi lain, Rijadh juga menyoroti batalnya rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% pada tahun 2025. Meskipun kenaikan PPN diharapkan dapat mendongkrak penerimaan negara, ia mengkhawatirkan dampaknya terhadap inflasi dan daya beli masyarakat, terutama kalangan menengah ke bawah. “Kenaikan PPN dapat memicu inflasi, yang pada akhirnya menurunkan daya beli masyarakat,” katanya.

Namun, Rijadh melihat ada langkah positif lainnya, seperti penerapan Tarif Efektif Rata-Rata (TER) untuk penghitungan Pajak Penghasilan (PPh 21), yang dapat mempermudah administrasi pajak bagi karyawan dan berpotensi mendorong kepatuhan pajak.

Rijadh juga memperingatkan bahwa meskipun masih terlalu dini untuk menilai dampak penurunan penerimaan pajak terhadap perekonomian nasional, jika target tidak tercapai secara signifikan, maka bisa berdampak pada peningkatan defisit anggaran, penurunan belanja pemerintah, serta risiko ketidakstabilan ekonomi. “Jika penerimaan pajak berkurang, maka pemerintah mungkin akan terpaksa meningkatkan utang, yang pada gilirannya dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi,” ujarnya.

Sebagai solusi alternatif, Rijadh mengusulkan beberapa sumber penerimaan pajak yang dapat dijajaki oleh pemerintah, salah satunya adalah pajak kekayaan yang dikenakan pada nilai aset individu. Negara lain yang sudah menerapkan pajak ini, umumnya mengenakan tarif di bawah 3,5%. Selain itu, optimalisasi pajak produksi batu bara dan penerapan pajak windfall (pajak atas keuntungan tak terduga) juga bisa menjadi opsi. “Pajak windfall dapat diterapkan pada keuntungan besar yang diperoleh dari lonjakan harga komoditas, seperti yang diterapkan Inggris pada sektor energi tahun lalu,” jelasnya.

Meski begitu, Rijadh menekankan bahwa segala alternatif penerimaan ini membutuhkan kajian yang matang, kebijakan yang cermat, dan political will yang kuat.

Meskipun target penerimaan pajak yang tinggi pada tahun 2025 merupakan tantangan besar, Rijadh mengajak masyarakat untuk tetap optimis. Ia percaya bahwa pemerintah telah mempertimbangkan berbagai strategi seperti intensifikasi dan ekstensifikasi pajak, serta perbaikan administrasi perpajakan untuk mencapai target tersebut. “Penting bagi kita semua untuk mendukung pemerintah dalam upaya ini, karena dengan penerimaan pajak yang kuat, pemerintah dapat memiliki sumber daya yang cukup untuk pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” tutup Rijadh.(alf)

Ketum Vaudy Starworld dan Jajaran Pengurus IKPI Kunjungi Kantor Pengda Kalimantan

IKPI, Kalimantan: Ketua Umum (Ketum) Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Vaudy Starworld, bersama jajaran Pengurus Pusat, Ketua IKPI Pengda Sumatera Bagian Selatan (SumbagSel) dan Ketua Pengda Sumatera Bagian Tengah (SumbaTeng) melakukan kunjungan kerja ke kantor secretariat Pengda Kalimantan di Pontianak, Kamis (27/2/2025). Kunjungan ini merupakan bagian dari komitmen ketua umum untuk mempererat hubungan antar pengurus daerah, pengurus cabang untuk meningkatkan koordinasi dalam rangka mendukung profesionalisme anggota IKPI di seluruh Indonesia.

Dalam kunjungannya, Vaudy yang didampingi oleh sejumlah pengurus pusat IKPI yakni Wakil Ketua Umum Jetty, Sekretaris Umum Associate Proffesor Edy Gunawan, Ketua Departemen Pengembangan Organisasi Nuryadin, Ketua Departemen Hubungan Internasional Tjhai Fun Njit, dan Ketua Departemen Hubungan Masyarakat Jemmi Sutiono, membahas langkah-langkah strategis untuk terus mengembangkan IKPI khususnya di wilayah Kalimantan.

Ketua Umum Vaudy juga di dampingi Ketua Pengda SumbagSel Nurlena dan Ketua Pengda SumbagTeng Lilisen. Kunjungan ini mendapat sambutan hangat dari Ketua Pengda Kalimantan Tjang Kian On, yang turut memaparkan berbagai inisiatif dan program kerja yang sedang berjalan di wilayahnya.

Vaudy mengungkapkan bahwa kunjungan ini bertujuan untuk memperkuat komunikasi dan membangun sinergi antar pengurus daerah, serta menggali potensi-potensi daerah yang dapat berkontribusi dalam pengembangan IKPI di masa depan. “Kami sangat mendukung upaya Pengda Kalimantan dalam mengembangkan kompetensi konsultan pajak di wilayah ini. Dengan adanya sinergi yang lebih kuat antar pengurus, kami berharap IKPI dapat semakin berperan dalam peningkatan kualitas dan pelayanan jasa konsultasi pajak di seluruh Indonesia,” ujarnya.

Selama kunjungan, sejumlah pembahasan penting juga dilakukan terkait pengembangan program pelatihan, peningkatan kapasitas profesional konsultan pajak, serta kolaborasi dengan instansi terkait dalam rangka mendukung kebijakan perpajakan yang lebih baik. Selain itu, Vaudy juga mengapresiasi semangat dan dedikasi para konsultan pajak di Kalimantan, yang telah aktif dalam berbagai kegiatan yang berfokus pada pemberdayaan masyarakat dan dunia usaha.

Kunjungan ini diharapkan dapat menjadi langkah positif dalam memperkuat jaringan komunikasi antar daerah, sekaligus membuka peluang bagi peningkatan kualitas pelayanan dan kontribusi IKPI dalam dunia perpajakan Indonesia.(bl)

Ketum Vaudy Starworld Apresiasi Keberhasilan Pengda dan Pengcab Hadirkan Peserta Umum di Kegiatan Seminar

IKPI, Jakarta: Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Vaudy Starworld, memberikan apresiasi yang tinggi kepada Pengda dan Pengcab yang berhasil menyelenggarakan kegiatan seminar dengan menghadirkan banyak peserta umum sepanjang tahun 2025. Saat ini, kegiatan dengan menghadirkan peserta umum terbanyak di raih Pengda Kalimantan dengan 138 peserta, selanjutnya disusul dengan Pencab Padang dengan 127 peserta.

Menurut Vaudy, kegiatan PPL IKPI ini menjadi bukti bahwa asosiasi ini semakin terus berkembang dan dikenal luas, tidak hanya oleh para profesional pajak, namun juga oleh masyarakat umum yang membutuhkan pemahaman lebih dalam mengenai pajak.

Ia mengungkapkan rasa bangga dan terima kasih kepada seluruh Pengda (Pengurus Daerah) dan Pengcab (Pengurus Cabang) yang telah bekerja keras untuk menyelenggarakan seminar-seminar ini. “Kami sangat mengapresiasi upaya dan komitmen dari seluruh Pengda dan Pengcab yang telah berhasil mengundang banyak peserta umum dalam seminar yang mereka selenggarakan. Ini menunjukkan tingginya minat masyarakat terhadap isu perpajakan dan pentingnya edukasi pajak untuk masyarakat luas,” ujar Vaudy, Kamis (27/2/2025).

Sebagai bagian dari IKPI, yang memiliki tujuan untuk meningkatkan pemahaman dan pengetahuan perpajakan di seluruh Indonesia, seminar-seminar yang diselenggarakan oleh berbagai cabang dan daerah di tahun 2025 ini telah menunjukkan hasil yang menggembirakan. Berikut adalah daftar pengda dan pengcab dengan jumlah peserta terbanyak pada seminar yang telah diadakan:

1. Pengda SumbagSel : 108 peserta
2. Pengda SumbagTeng : 120 peserta
3. Pengda Kalimantan : 138 peserta
4. Pengcab Padang : 127 peserta
5. Pengcab Pekanbaru : Sekitar 80 peserta
6. Pengcab Makassar : Jumlah belum disebutkan
7. Pengcab Surakarta : 24 peserta

Pengda Kalimantan, yang menduduki posisi teratas dalam daftar tersebut, menjadi sorotan utama. Dengan jumlah peserta yang mencapai 138 orang, seminar ini mencatatkan angka tertinggi di antara seminar lainnya. Keberhasilan ini tentunya tidak lepas dari upaya besar yang dilakukan oleh Pengda Kalimantan yang menjadi bagian dari penyelenggaraan seminar di wilayah tersebut.

Seminar sebagai Sarana Edukasi Pajak kepada Masyarakat

Vaudy juga menjelaskan bahwa seminar-seminar tersebut bukan hanya sekedar ajang berkumpul bagi para profesional, tetapi lebih kepada upaya untuk mengedukasi masyarakat luas mengenai pentingnya pajak dan bagaimana pajak berperan dalam pembangunan negara. “Pajak bukan hanya urusan para konsultan pajak atau pihak-pihak terkait. Pajak adalah tanggung jawab kita semua sebagai warga negara. Dengan edukasi yang tepat, kami berharap masyarakat bisa lebih memahami kewajiban perpajakan dan peranannya dalam memajukan ekonomi Indonesia,” kata Vaudy.

Menurutnya, penyelenggaraan seminar di berbagai wilayah Indonesia ini merupakan bagian dari komitmen IKPI untuk terus memperluas wawasan perpajakan kepada masyarakat umum. Berbagai topik yang dibahas dalam seminar mencakup kebijakan perpajakan terbaru, strategi pengelolaan pajak yang efektif, hingga perubahan-perubahan yang terjadi dalam dunia perpajakan yang perlu diwaspadai oleh wajib pajak.

Meskipun beberapa daerah telah menunjukkan keberhasilan yang luar biasa, Vaudy juga mengingatkan pentingnya terus berinovasi dan meningkatkan kualitas seminar-seminar yang akan datang. “Kami berharap agar ke depan, setiap seminar tidak hanya fokus pada jumlah peserta, tetapi juga pada kualitas materi dan interaksi yang terjalin antara pemateri dan peserta. Hal ini penting agar ilmu yang didapatkan benar-benar aplikatif dan dapat diterapkan di kehidupan sehari-hari, baik oleh pelaku usaha maupun masyarakat umum,” ujarnya.

Selain itu, Vaudy juga menekankan pentingnya kolaborasi antara pengda, pengcab, dan para konsultan pajak untuk terus memperkuat jaringan dan memberikan dukungan penuh terhadap perkembangan pendidikan perpajakan di Indonesia. “IKPI adalah wadah yang tidak hanya menjadi rumah bagi para konsultan pajak, tetapi juga menjadi mitra dalam mengedukasi masyarakat. Ke depan, kami akan terus mendorong agar lebih banyak lagi seminar-seminar yang dapat mengundang partisipasi masyarakat luas,” kata Vaudy. (bl)

DPR Dorong Penerapan Pajak Kunjungan untuk Wisatawan Asing

IKPI, Jakarta: Komisi VII DPR mengusulkan agar Rancangan Undang-Undang (RUU) Kepariwisataan yang tengah dibahas, mengatur penerapan pajak terhadap wisatawan asing (WNA) yang berkunjung ke Indonesia. Langkah ini diambil untuk meningkatkan pendapatan negara melalui sektor pariwisata.

Ketua Komisi VII DPR Saleh Partaonan Daulay, menekankan bahwa pengenaan pajak bagi wisatawan asing merupakan salah satu fokus utama dalam pembahasan RUU Kepariwisataan. “Dengan adanya pajak ini, kita ingin agar orang asing yang datang ke Bali atau destinasi wisata lainnya, tidak hanya menikmati fasilitas secara gratis, tapi juga memberikan kontribusi terhadap pendapatan negara,” ujar Saleh, dalam konferensi pers pada Selasa (25/2/2025).

Saleh menambahkan, pajak tersebut akan dihitung berdasarkan ketentuan yang disesuaikan dengan jumlah wisatawan dan destinasi yang mereka kunjungi. Dia menyebutkan, tujuan utama dari langkah ini adalah untuk memperbaiki potensi pendapatan yang saat ini belum maksimal, mengingat banyak wisatawan asing yang datang dengan anggaran terbatas dan tidak membawa dampak signifikan terhadap ekonomi Indonesia.

Selain itu, Komisi VII juga mendorong pengembangan pariwisata di daerah-daerah pedesaan, atau yang dikenal dengan istilah desa wisata. “Pengembangan desa wisata akan memberikan dampak langsung terhadap perekonomian masyarakat lokal, sekaligus meningkatkan kesadaran masyarakat akan potensi ekonomi yang ada di sektor pariwisata,” jelas Saleh. Dengan demikian, diharapkan sektor pariwisata dapat memberi manfaat yang lebih merata, khususnya bagi daerah-daerah yang belum terjamah oleh pariwisata massal.

Dia juga menambahkan, Indonesia perlu mengejar ketertinggalan sektor pariwisata dengan negara-negara ASEAN lainnya, seperti Thailand, yang sudah lebih dulu mengembangkan sektor ini. “Kita harus bisa mengejar ketertinggalan itu,” tuturnya.

Lebih lanjut, Saleh berharap sektor pariwisata Indonesia dapat menjadi alat diplomasi budaya di tingkat internasional. “Pariwisata bisa menjadi cara untuk memperkenalkan ciri khas dan identitas Indonesia di dunia internasional, bahkan melalui kedutaan besar Indonesia yang ada di luar negeri,” ungkapnya.

Namun, ia menyadari bahwa ide menjadikan pariwisata sebagai bagian dari diplomasi budaya ini masih memerlukan pengkajian lebih lanjut, karena hingga saat ini, Kementerian Luar Negeri belum sepenuhnya mendukung gagasan tersebut. “Kami sedang mencari cara dan kalimat yang tepat untuk merumuskan tugas ini,” kata Saleh menutup.

Penerapan pajak bagi wisatawan asing dan pengembangan desa wisata diharapkan dapat memperkuat sektor pariwisata Indonesia, yang berpotensi mendongkrak perekonomian dan memperkenalkan keindahan serta budaya Indonesia ke mata dunia. (alf)

Enam Wajib Pajak di DIY Jadi Korban Penipuan Mengatasnamakan DJP

IKPI, Jakarta: Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mengungkapkan adanya enam wajib pajak di wilayahnya yang menjadi korban penipuan yang mengatasnamakan DJP. Total kerugian yang dialami para korban diperkirakan mencapai hampir Rp1 miliar.

Kepala Seksi Kerja Sama dan Humas Kanwil DJP DIY Wiwin Nurbiyati, menjelaskan bahwa laporan penipuan tersebut diterima dari enam wajib pajak yang berada di wilayah Sleman dan Wonosari, Gunungkidul. Mereka menjadi korban setelah menerima pesan WhatsApp yang seolah-olah dikirim oleh DJP.

“Pesan tersebut berisi informasi pribadi yang seharusnya hanya diketahui oleh pihak DJP, seperti NPWP, nama pemilik usaha, izin usaha, dan nama perusahaan. Karena tampak meyakinkan, para korban pun mengikuti instruksi dalam pesan tersebut tanpa melakukan konfirmasi terlebih dahulu ke DJP atau kantor pajak terdekat,” ungkap Wiwin saat ditemui di Kantor Kanwil DJP DIY, Rabu (27/2/2025).

Modus penipuan ini terjadi sejak November 2024 hingga Januari 2025, di mana para korban diarahkan untuk mengklik tautan perubahan data dan diminta membayar Rp10.000 untuk biaya materai. Tak lama setelah transaksi, uang yang ada di rekening korban langsung hilang dalam hitungan detik.

“Setelah korban mengikuti petunjuk yang diberikan, uang mereka lenyap dalam sekejap. Mereka langsung melapor kepada kami,” tambah Wiwin.

Tak hanya itu, pelaku juga menggunakan modus lain dengan mengirimkan file aplikasi palsu yang disebut sebagai “aplikasi pajak”. Ketika aplikasi tersebut diinstal, sistem perbankan korban langsung diretas dan uang di rekening mereka dicuri secara otomatis.

Wiwin mencurigai bahwa jumlah korban sebenarnya bisa lebih banyak, mengingat tidak semua korban melapor. “Yang sudah melapor ke kami ada enam orang, dan total kerugiannya hampir mencapai Rp1 miliar. Kami juga sudah meminta para korban untuk melaporkan kejadian ini ke pihak kepolisian,” jelasnya.

Wiwin mengingatkan masyarakat agar lebih berhati-hati, terutama terkait perubahan data wajib pajak yang saat ini tengah berlangsung di sistem Coretax. Penipu memanfaatkan momentum ini dengan membuat pesan yang mirip dengan prosedur resmi DJP.

Ia menegaskan bahwa DJP tidak pernah mengirimkan tautan atau file aplikasi kepada wajib pajak. Semua komunikasi resmi DJP hanya menggunakan email dengan domain @pajak.go.id dan situs web berakhiran pajak.go.id. “Jika menerima pesan mencurigakan, segera hubungi DJP di nomor resmi 1500200 atau datang langsung ke kantor pajak terdekat untuk konfirmasi. Jangan mudah percaya begitu saja,” tegasnya.

Dengan adanya kejadian ini, DJP mengimbau agar masyarakat lebih waspada dan lebih teliti dalam menerima pesan yang mengatasnamakan pihak DJP.(alf)

DJP Masih Hitung Target Kepatuhan SPT untuk Tahun 2025

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) hingga kini masih melakukan perhitungan untuk menetapkan target kepatuhan formal Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan untuk tahun 2025. Hal ini disampaikan oleh Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Dwi Astuti, dalam keterangannya kemarin.

Dwi menjelaskan bahwa perhitungan target kepatuhan SPT untuk tahun 2025 masih dalam proses dan belum final. “Saat ini masih dilakukan perhitungan target kepatuhan SPT untuk tahun 2025,” ungkapnya.

Sebagai gambaran, pada tahun 2024, DJP menargetkan kepatuhan pengisian SPT Tahunan PPh sebanyak 16,04 juta SPT atau sekitar 83,22% dari total wajib pajak yang diwajibkan untuk menyampaikan SPT. Target tersebut mencakup wajib pajak orang pribadi maupun badan yang terdaftar di sistem DJP.

Hingga 24 Februari 2025 pukul 00.02 WIB, DJP mencatatkan sudah ada sebanyak 5,03 juta SPT Tahunan PPh yang telah disampaikan. Angka ini terdiri dari 4,88 juta SPT dari wajib pajak orang pribadi dan 148,98 ribu SPT dari wajib pajak badan.

Adapun, mayoritas wajib pajak sudah memanfaatkan saluran elektronik untuk melaporkan SPT mereka, dengan angka yang tercatat sebanyak 4,92 juta. Sementara itu, masih ada 109,68 ribu SPT yang disampaikan secara manual.

Angka tersebut menunjukkan adanya peningkatan kepatuhan dalam penggunaan sistem elektronik yang diharapkan dapat mempermudah dan mempercepat proses pelaporan pajak di masa depan. DJP berharap angka kepatuhan SPT dapat terus meningkat seiring dengan berbagai upaya modernisasi yang tengah dilakukan oleh lembaga tersebut.(alf)

en_US