Setoran Pajak Juli 2025 Rp 990 Triliun, DJP Klaim Efisiensi Kian Membaik

IKPI, Jakarta: Penerimaan pajak hingga Juli 2025 tercatat Rp 990,01 triliun secara neto atau baru 45,2% dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) senilai Rp 2.189,3 triliun. Angka ini disampaikan Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR, Rabu (10/9/2025).

Menurut Bimo, setoran pajak secara bruto sebenarnya sudah mencapai Rp 1.269,44 triliun. Namun, tingginya restitusi membuat angka netonya hanya tersisa Rp 990,01 triliun. “Karena restitusi cukup tinggi itu Rp 990,01 triliun,” ujar Bimo.

Rinciannya, penerimaan dari PPh badan mencapai Rp 174,47 triliun atau 47,2% dari target, namun turun 9,1% dibanding periode sama tahun lalu. Sementara PPh Orang Pribadi tumbuh signifikan 37,7% menjadi Rp 14,98 triliun, nyaris menyentuh 100% target APBN.

Kontributor terbesar tetap berasal dari PPN dan PPnBM yang mencapai Rp 350,62 triliun secara neto, meski terkontraksi 12,8% atau baru 37,1% dari target. Adapun Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) mencatatkan kinerja impresif dengan setoran Rp 12,53 triliun, melonjak 129,7% year-on-year.

Bimo menegaskan, meski menghadapi kondisi ekonomi yang penuh tantangan, tren penerimaan pajak sejak Mei hingga Agustus 2025 masih menunjukkan pertumbuhan positif. “Konsistensi tumbuh positif sejak Mei, kemudian Juni, Juli dan ke Agustus slightly positif meski kondisi cukup sulit,” ucapnya.

Efisiensi Pemungutan Pajak

Selain capaian penerimaan, Bimo menyoroti efisiensi kinerja Ditjen Pajak yang tercermin dari menurunnya rasio biaya pemungutan pajak (cost of tax collection). Pada 2025, rasio ini hanya sebesar 0,89%, dengan target penerimaan Rp 2.189 triliun dan anggaran DJP Rp 19,47 triliun.

Sebagai perbandingan, tahun lalu rasionya masih 1,08% dengan penerimaan Rp 1.969 triliun dan anggaran Rp 21,26 triliun. “Gap antara anggaran DJP dengan penerimaan itu consistently turun sekitar 0,43% selama lima tahun terakhir. Harapannya tren ini terus berlanjut di 2026,” tutur Bimo.

Jika dibandingkan regional, efisiensi Indonesia lebih baik ketimbang Filipina (2%), India (1,5%), dan Tiongkok (1%), meski masih di atas Malaysia (0,8%), Australia (0,5%), dan Amerika Serikat (0,4%). “Cost of tax collection ratio kita termasuk yang terendah di Asia,” tegas Bimo. (alf)

 

Indonesia Belum Jalankan Global Minimum Tax, Ini Kata Dirjen Pajak

IKPI, Jakarta: Pemerintah Indonesia hingga kini belum sepenuhnya menerapkan skema pajak minimum global atau Global Minimum Tax (GMT), meskipun payung hukum sudah tersedia lewat Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 136 Tahun 2024. Aturan tersebut mulai berlaku untuk tahun pajak 2025, namun implementasinya masih menyesuaikan perkembangan global.

Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto menegaskan bahwa penerapan GMT menjadi prioritas sebelum pemerintah meluncurkan skema insentif baru pengganti fasilitas tax holiday.

“GMT-nya kita terapkan dulu,” ujar Bimo ketika ditemui di kawasan Gedung DPR, Jakarta, Kamis (11/9/2025).

Pernyataan senada juga disampaikan Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Susiwijono Moegiarso. Ia menekankan bahwa meski regulasi sudah tersedia, pelaksanaan GMT dengan tarif minimum 15 persen masih perlu menunggu kepastian dari tren global.

“Kita sedang diskusi dengan Kemenkeu karena sudah ada PMK-nya. Tapi sama dengan negara lain, pemberlakuannya masih dipertimbangkan lagi. Negara-negara lain juga belum semua menerapkan,” ucapnya.

Bagian dari Kesepakatan Global

GMT merupakan bagian dari kesepakatan Pilar Dua yang diinisiasi G20 dan dikoordinasikan OECD, serta telah didukung lebih dari 140 negara. Hingga kini, lebih dari 40 negara telah mengadopsi kebijakan tersebut, dengan mayoritas memulai pada 2025.

Kebijakan ini bertujuan menekan praktik perlombaan menurunkan tarif pajak (race to the bottom) dengan memastikan perusahaan multinasional beromzet konsolidasi global minimal 750 juta Euro tetap membayar pajak minimum 15 persen di setiap negara tempat mereka beroperasi.

Ketentuan ini tidak berlaku untuk wajib pajak orang pribadi maupun UMKM, melainkan hanya untuk kelompok usaha berskala besar lintas negara.

Dalam aturan yang berlaku di Indonesia, perusahaan multinasional yang berada dalam cakupan GMT akan dikenakan pajak tambahan (top up) bila tarif efektif yang dibayar kurang dari 15 persen. Untuk tahun pajak 2025, pembayaran tambahan harus dilunasi paling lambat 31 Desember 2026.

Sementara itu, pelaporan pajak diberikan tenggat 15 bulan setelah berakhirnya tahun pajak. Khusus tahun pertama, pemerintah memberi kelonggaran menjadi 18 bulan. Dengan begitu, pelaporan pertama untuk tahun pajak 2025 dijadwalkan paling lambat 30 Juni 2027.

Meski menerapkan GMT, pemerintah menegaskan tetap memperhatikan daya saing investasi di dalam negeri. Menurut Bimo, sektor-sektor yang menjadi motor pertumbuhan ekonomi akan tetap dijaga melalui pemberian insentif yang lebih terarah dan terukur. (alf)

 

Silaturahmi Strategis, IKPI DKJ dan DJP Jaksel I Kompak Kawal Coretax

IKPI, Jakarta: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Pengurus Daerah Daerah Khusus Jakarta (Pengda DKJ) bersama pengurus cabang menggelar silaturahmi strategis dengan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jakarta Selatan I pada Kamis (11/9/2025). Pertemuan ini menegaskan komitmen kedua belah pihak untuk memperkuat sinergi, khususnya dalam mengawal implementasi sistem Coretax dan mendorong transparansi layanan perpajakan.

Setibanya di Kanwil, rombongan IKPI DKJ langsung diaambut Kepala Kanwil DJP Jakarta Selatan I, Dionysius Lucas Hendrawan, didampingi sejumlah pejabat, antara lain Kabag Umum Rahmi Anggia Dewi, Kabid PEP Toto Hari Saputra, Kabid DP3 Saefudin, serta Kabid Keberatan dan Banding Sanityas Jukti Prawatyani.

Dalam pertemuan, diskusi berlangsung dinamis membahas berbagai kendala teknis Coretax yang ditemui konsultan maupun wajib pajak. Ketua Bidang Humas Pengda DKJ, Hery Juwana menegaskan, IKPI siap menjadi mitra DJP dalam memberikan masukan sekaligus menjembatani komunikasi dengan masyarakat.

“Kami tidak ingin hanya menjadi penonton. IKPI siap berdiri di garis depan sebagai mitra strategis DJP untuk memastikan Coretax berjalan efektif dan bisa dipahami wajib pajak,” ujarnya.

Sementara itu, Kepala Kanwil DJP Jaksel I, Dionysius Lucas Hendrawan, menyambut positif sikap IKPI. Ia menekankan pentingnya kerja sama berkesinambungan dengan konsultan pajak.

“DJP tidak bisa bekerja sendiri. Kami terbuka untuk berkolaborasi dengan IKPI, bahkan siap menyediakan narasumber tanpa biaya untuk kegiatan sosialisasi. Dan kalau ada pegawai kami yang tidak sesuai aturan, laporkan langsung ke Kanwil,” kata Lucas.

Hadir dalam pertemuan tersebut jajaran Pengda DKJ, yaitu Hery Juwana, Daniel, Kosasih, Esty Aryani, dan Puji Rahayu. Dari pengurus cabang turut serta Franky Foreson (Ketua IKPI Jakarta Utara), Suryani (Ketua IKPI Jakarta Pusat), Apriyanto (Wakil Ketua IKPI Kota Bekasi), Eny Susetyoningsih (Sekretaris IKPI Jakarta Timur), Carolline Stepany (Sekretaris IKPI Jakarta Barat), serta Tonizar Lumbanbatu (Bendahara IKPI Jakarta Selatan).

Kedua mitra ini sepakat untuk terus menjaga bersinergi. “Kolaborasi ini harus terus dijaga demi kepentingan negara. Bersama IKPI, kita kawal Coretax agar penerimaan pajak lebih optimal,” kata Lucas. (bl)

 

IKPI Makassar Bersama DPW ALFI/ILFA Sulselbar Kolaborasi Gelar Edukasi Akuntansi dan Perpajakan 

IKPI, Makassar: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Makassar menunjukkan komitmennya dalam memperkuat literasi perpajakan dengan menggelar pelatihan akuntansi dan perpajakan untuk anggota serta staf pengusaha Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI/ILFA) wilayah Sulawesi Selatan dan Barat (Sulselbar).

Kegiatan berlangsung di Ruang Rapat Akhlak, lantai 7 Kantor Pelindo Regional IV, Jalan Soekarno, Makassar, selama tiga hari, Selasa–Kamis (9–11 September 2025) dibuka oleh ketua DPW ALFI/ILFA Sulselbar H. Yodi Nalendra, Pelatihan ini dirancang untuk menjawab kebutuhan praktis para pelaku usaha logistik, khususnya Jasa Pengurusan Transportasi (JPT) yang sebelumnya dikenal sebagai EMKL, dalam menyusun laporan keuangan dan mengatasi persoalan perpajakan yang kerap mereka hadapi.

Tiga narasumber dihadirkan secara bergantian. Hari pertama, Dr. Suwandi, membawakan materi Akuntansi dan Laporan Keuangan Usaha JPT. Hari kedua, Ezra Palisungan, menyampaikan Aspek Perpajakan Usaha JPT. Untuk hari ketiga ditutup oleh Yohanes Setiawan, dengan materi Pelaporan Pajak serta Update Coretax terkini.

Sebanyak 52 peserta mengikuti rangkaian kegiatan ini, terdiri atas 50 peserta dari Makassar dan dua peserta dari Merauke, Papua. Antusiasme terlihat dari keaktifan peserta dalam menyampaikan pertanyaan, mengingat materi yang dibahas sangat relevan dengan tantangan yang mereka hadapi sehari-hari. Mereka juga memberikan apresiasi kepada IKPI dan ALFI /ILFA Sulselbar serta berharap pelatihan serupa bisa digelar secara berkelanjutan.

Ketua IKPI Cabang Makassar, Ezra Palisungan, menegaskan pentingnya kolaborasi dalam meningkatkan kepatuhan pajak di sektor logistik. “Kegiatan ini merupakan bukti komitmen kami untuk terus mendukung pemerintah, khususnya otoritas pajak di daerah, dalam memberikan edukasi perpajakan kepada masyarakat. Dengan adanya edukasi ini, kami berharap kepatuhan pajak di sektor JPT semakin meningkat,” ujarnya.

Ezra juga menambahkan, ke depan IKPI Makassar berencana memperluas program serupa dengan menggandeng asosiasi pengusaha lain di Kota Makassar, sehingga manfaat edukasi dapat dirasakan lebih luas oleh pelaku usaha di berbagai sektor.

Tunggakan Pajak Daerah: Antara Pemutihan dan Mandeknya Pembangunan

Pembangunan di daerah seringkali terhambat bukan semata karena keterbatasan anggaran pusat, tetapi karena potensi pendapatan asli daerah yang gagal digarap maksimal. Kota Bontang adalah contoh nyata.

Hingga akhir 2024, tunggakan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) mencapai Rp 55,24 miliar. Angka ini mencerminkan besarnya potensi yang hilang untuk membiayai pembangunan jalan, fasilitas publik, hingga program sosial yang sangat dibutuhkan masyarakat.

Lebih ironis lagi, tunggakan tersebut menumpuk sejak 2018 tanpa penyelesaian berarti. Validasi data objek pajak baru rampung di tiga kelurahan, sosialisasi manfaat PBB masih terbatas, pilihan metode pembayaran belum fleksibel, sementara sebagian warga justru terbiasa menunggu pemutihan. Alhasil, alih-alih mempercepat penerimaan, kebijakan pemutihan yang kerap diberlakukan justru menumbuhkan budaya menunda.

Kondisi ini seolah menjadi lingkaran setan: tunggakan menumpuk, pemutihan diumumkan, masyarakat menunda, pembangunan pun mandek. Padahal, pajak daerah sejatinya adalah kontrak sosial: warga membayar kewajiban, pemerintah mengembalikan dalam bentuk pembangunan.

Bontang tidak sendirian. Di berbagai daerah, masalah serupa dihadapi, namun strategi yang dipilih berbeda. Batam menekan tunggakan dengan membebaskan denda sebulan penuh sambil memperluas kanal pembayaran digital melalui e-wallet dan QRIS.

Tarakan memberi insentif berupa diskon progresif, dari 50% untuk tunggakan lama hingga 10% untuk tunggakan baru. Pekanbaru memilih pemutihan dengan tenggat waktu ketat, mencegah warga menunda. Bengkulu meluncurkan aplikasi PADEK untuk distribusi SPPT digital. Sementara DKI Jakarta mengambil jalur keadilan sosial dengan membebaskan PBB untuk rumah dengan NJOP di bawah Rp 2 miliar.

Dari sini terlihat bahwa solusi tidak bisa seragam. Ada yang mengandalkan teknologi, ada yang memikat dengan insentif, ada pula yang mengedepankan keberpihakan sosial. Semua menyesuaikan dengan karakter wajib pajak di daerahnya.

Untuk Bontang, pemutihan denda hingga Desember 2025 bisa menjadi pintu masuk, tapi tidak boleh berhenti di sana. Tanpa digitalisasi penuh, pendataan ulang berbasis teknologi GIS, serta sosialisasi intensif di daerah dengan tunggakan tinggi, kebijakan ini hanya akan mengulang siklus lama. Batas waktu pemutihan pun perlu ditegaskan agar masyarakat tak lagi bergantung pada “pengampunan pajak” berikutnya.

Tunggakan Rp 55 miliar memang tampak sebagai masalah fiskal, tetapi dampaknya jauh lebih luas, terhambatnya pembangunan yang seharusnya dinikmati warga. Pemutihan bisa jadi solusi sementara, namun reformasi tata kelola pajaklah yang menentukan apakah Bontang mampu mengubah beban ini menjadi peluang.

Penulis adalah Anggota IKPI Cabang Sidoarjo

Muhammad Ikmal

Email: ikmal.patarai@gmail.com

Disclaimer: Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis

 

 

 

 

Pemerintah Siapkan Skema Insentif Baru Gantikan Tax Holiday

IKPI, Jakarta: Penerapan pajak minimum global (global minimum tax/GMT) mendorong pemerintah menata ulang strategi insentif fiskal bagi dunia usaha. Fasilitas tax holiday yang selama ini menjadi andalan akan digantikan dengan skema baru agar tetap mampu menjaga iklim investasi Indonesia di tengah persaingan global.

Direktur Strategi Perpajakan Direktorat Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal (DJSEF) Kementerian Keuangan, Pande Putu Oka Kusumawardani, mengungkapkan saat ini pemerintah tengah menyusun daftar insentif pengganti tax holiday dengan menyesuaikan tren yang berlaku di banyak negara.

“Masih berproses, karena kita juga perlu melihat kebutuhan ekonomi dalam negeri sekaligus perkembangan global. Kalau pola insentif di negara lain cocok untuk diterapkan di Indonesia, tentu bisa diadaptasi,” ujar Oka di kompleks DPR, Kamis (11/9/2025).

Oka menambahkan, pembahasan masih berjalan dan bentuk final insentif pengganti tax holiday belum diputuskan. Pemerintah ingin memastikan skema baru tersebut tetap relevan, efektif, dan tidak bertentangan dengan komitmen internasional terkait GMT.

Sementara itu, Kementerian Investasi/BKPM sebelumnya menilai insentif nonfiskal akan menjadi salah satu opsi utama. Langkah ini dinilai penting untuk tetap menarik minat investor meski pembebasan pajak penuh tak lagi bisa diberikan. Selain itu, sejumlah insentif yang sudah ada akan diperkuat agar bisa menggantikan peran tax holiday.

“Artinya akan ada beberapa pakem yang memang sudah diadopsi negara lain. Kita sedang mempelajari model-model itu dan menyesuaikan dengan kondisi Indonesia,” jelas Oka.

Seperti diketahui, pemerintah masih memperpanjang fasilitas tax holiday hingga Desember 2025, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 69 Tahun 2024. Namun, pemberian insentif kini lebih selektif dengan kriteria tertentu, seiring berlakunya aturan GMT yang mewajibkan tarif pajak minimum global sebesar 15%. (alf)

 

DJP Jelaskan Alasan Leony Kena Pajak Warisan Puluhan Juta

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan menjelaskan alasan di balik beban pajak yang dialami artis Leony Vitria Hartanti, eks personel Trio Kwek Kwek, saat mengurus balik nama rumah warisan sang ayah.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP, Rosmauli, mengatakan aturan mengenai pajak warisan sudah diatur jelas dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh). Beban pajak bisa muncul ketika warisan berupa tanah atau bangunan dialihkan kepemilikannya kepada ahli waris.

“Jika rumah atau tanah warisan dibagikan dan ahli waris melakukan balik nama sertifikat, maka akan timbul kewajiban PPh Final. Tarifnya 2,5 persen dari nilai pengalihan, kecuali untuk rumah sederhana atau rumah susun sederhana yang dikenakan 1 persen,” kata Rosmauli, Kamis (11/9/2025).

Ia menambahkan, aturan tersebut mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2016. Namun, ahli waris dapat mengajukan Surat Keterangan Bebas (SKB) PPh Final sebagaimana diatur dalam PER-8/PJ/2023, sehingga tidak perlu membayar pajak tersebut.

Selain itu, Rosmauli menekankan bahwa proses balik nama juga menimbulkan kewajiban Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang dikelola pemerintah daerah, sesuai dengan UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah (UU HKPD).

Keluhan Leony

Leony sebelumnya curhat di Instagram bahwa ia harus membayar pajak hingga puluhan juta rupiah saat mengurus balik nama rumah ayahnya yang meninggal pada 2021.

“Kalau mau ganti nama rumah bokap ke nama gue, ternyata kena pajak waris 2,5 persen dari nilai rumah. Which is gue harus keluar duit puluhan juta lagi cuma buat balik nama doang,” ujar Leony.

Ungkapan kekecewaannya mendapat banyak simpati warganet. Tak sedikit netizen yang mengaku mengalami pengalaman serupa ketika mengurus warisan keluarga.(alf)

 

 

 

 

Ketum IKPI Ingatkan Anggota Segera Urus IKH dan Tingkatkan Kompetensi

IKPI, Batam: Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), Vaudy Starworld, memberikan pesan khusus kepada seluruh anggota agar tidak menunda dalam meningkatkan kompetensi dan legalitas profesi. Hal ini ia sampaikan saat membuka Workshop Perpajakan yang diselenggarakan IKPI Cabang Batam, Kamis (11/9/2025).

Dalam kesempatan tersebut, Vaudy menegaskan bahwa konsultan pajak harus terus menyesuaikan diri dengan perkembangan regulasi dan kebutuhan klien. Salah satu hal penting yang ia soroti adalah kepemilikan Izin Kuasa Hukum (IKH).

(Foto: Istimewa)

“Saya mengajak seluruh anggota IKPI untuk segera mengurus IKH. Dengan izin ini, konsultan pajak bisa beracara langsung di Pengadilan Pajak, sehingga pelayanan kepada wajib pajak tidak terhenti hanya pada tahap administrasi,” ujarnya.

Vaudy menambahkan, langgota IKPI jangan sampai terlambat memperbarui dokumen tersebut. Padahal, tanpa IKH yang masih berlaku, konsultan pajak tidak dapat mewakili klien dalam proses sengketa pajak di Pengadilan Pajak.

“Bagi yang masa berlaku IKH-nya sudah habis atau hampir berakhir, jangan menunggu sampai terlambat. Segera lakukan perpanjangan agar profesionalisme tetap terjaga,” tegasnya di hadapan ratusan peserta workshop.

Selain menyoroti soal izin kuasa hukum, Vaudy juga menekankan pentingnya peningkatan kapasitas melalui jalur akademik. Ia mendorong anggota untuk memanfaatkan kerja sama IKPI dengan sejumlah perguruan tinggi. Kerja sama tersebut membuka peluang bagi anggota melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, baik strata satu, strata dua, maupun jalur profesi akuntan.

(Foto: Istimewa)

“Dunia perpajakan semakin kompleks. Konsultan pajak perlu memperkuat dasar akademik dan profesional agar semakin dipercaya publik,” ungkapnya.

Workshop IKPI Batam kali ini diikuti ratusan konsultan pajak dari wilayah Kepulauan Riau dan sekitarnya. Para peserta tampak antusias mengikuti materi yang dibawakan, mulai dari pembahasan regulasi tentang beracara di Pengadilan Pajak hingga peradilan semu tentang Pengadilan Pajak.

Kehadiran Ketua Umum IKPI memberi motivasi tersendiri, terutama bagi anggota yang tengah mempersiapkan langkah untuk memperbarui izin maupun melanjutkan studi.

Vaudy menegaskan kembali komitmen IKPI untuk mendampingi anggotanya dalam pengembangan profesi. Ia berharap konsultan pajak tidak hanya berperan sebagai penyedia jasa, tetapi juga sebagai mitra strategis pemerintah dalam meningkatkan kepatuhan wajib pajak dan penerimaan negara.

“IKPI berdiri bukan hanya untuk anggotanya, tetapi juga untuk bangsa. Mari kita tingkatkan kualitas diri, legalitas, dan kapasitas agar profesi konsultan pajak semakin dihargai dan dipercaya masyarakat,” ujarnya. (bl)

Kepada DPR Menkeu Purbaya Sampaikan Penyebab Demo Agustus: Ada Salah Urus Fiskal dan Moneter

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyinggung kesalahan kebijakan fiskal dan moneter sebagai penyebab utama demonstrasi besar yang terjadi pada akhir Agustus lalu. Ia menyebut tekanan ekonomi yang dirasakan masyarakat bukan semata akibat faktor global, melainkan buah dari langkah pemerintah yang keliru dalam mengelola likuiditas.

Dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI pada Rabu (10/9/2025), Purbaya menjelaskan bahwa aliran uang di dalam negeri sempat kering karena anggaran negara lebih banyak ditahan ketimbang dibelanjakan. Dana APBN, menurutnya, justru menumpuk di Bank Indonesia melalui pos Saldo Anggaran Lebih (SAL) maupun Sisa Lebih Pembayaran Anggaran (SiLPA), sehingga peredaran uang ke masyarakat tersendat.

Ia mengingat kembali pengalaman masa pandemi Covid-19. Saat itu, pemerintah berhasil memulihkan ekonomi hanya karena berani menggelontorkan dana ratusan triliun langsung ke perbankan. “Begitu uang Rp300 triliun masuk ke sistem, pertumbuhan uang melonjak dan ekonomi cepat kembali ke jalur positif,” ungkapnya.

Namun, momentum pemulihan itu tidak berlanjut. Sejak pertengahan 2023, kebijakan moneter dan fiskal justru kembali mengetat. Pertumbuhan uang primer merosot hingga nyaris nol pada 2024, membuat aktivitas sektor riil tertekan, konsumsi melemah, dan publik kehilangan optimisme.

“Yang terjadi kemudian adalah narasi suram tentang masa depan ekonomi Indonesia, padahal persoalannya lebih banyak datang dari kebijakan domestik, bukan semata-mata tekanan global,” jelasnya.

Purbaya mengaku sempat optimistis awal 2025 ketika pertumbuhan likuiditas meningkat hingga 7% pada April. Namun, pada bulan-bulan berikutnya tren kembali menurun, memperlihatkan betapa kebijakan fiskal dan moneter masih belum selaras.

Ia menilai kombinasi suku bunga tinggi, penarikan pajak yang agresif, serta keterlambatan belanja pemerintah hanya memperparah kondisi.

“Kalau pajak ditarik tapi anggaran tidak segera dibelanjakan, otomatis uang tertahan di bank sentral. Sistem jadi kering, dunia usaha makin sulit bergerak,” tegas Purbaya. (alf)

 

Menkeu Purbaya Tanggapi Usulan Kenaikan PTKP Rp 7,5 Juta

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menanggapi wacana kenaikan ambang batas penghasilan tidak kena pajak (PTKP) yang disebut-sebut bakal naik menjadi Rp 7,5 juta per bulan.

Purbaya menegaskan hingga kini dirinya belum menerima laporan resmi mengenai usulan tersebut. “Kami belum bicarakan masalah itu. Kalau ada masukan ke tim kami di Kemenkeu tentu bisa didiskusikan. Hanya saja karena saya baru menjabat, belum semua laporan masuk ke saya. Nanti saya lihat seperti apa,” ujar Purbaya di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (10/9/2025).

Saat ditanya lebih jauh apakah pemerintah akan memberi perhatian khusus, ia hanya menjawab singkat, “Belum tahu, nanti kita lihat.”

Adapun usulan kenaikan PTKP sebelumnya disampaikan Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal. Ia menilai batas PTKP sebesar Rp 4,5 juta per bulan sudah tidak sesuai dengan kondisi biaya hidup saat ini, sehingga perlu dinaikkan menjadi Rp 7,5 juta per bulan demi meringankan beban pajak pekerja sekaligus meningkatkan daya beli masyarakat. (alf)

 

 

 

 

en_US