PP IKPI Soroti Antusiasme Peserta Non-Anggota di Seminar Coretax Cabang Buleleng

IKPI, Buleleng: Antusiasme tinggi peserta dalam Seminar Pajak Iakatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Buleleng yang digelar di New Sunari Lovina Beach Resort, Kamis (15/5/2025) mendapat perhatian khusus dari Ketua Departemen Humas IKPI, Jemmi Sutiono. Menurutnya, kehadiran peserta dari kalangan umum yang jumlahnya cukup signifikan menunjukkan bahwa isu perpajakan, khususnya implementasi sistem Coretax, menjadi magnet tersendiri di tengah para praktisi dan pelaku usaha.

“Menarik sekali melihat peserta yang datang bukan hanya dari kalangan anggota IKPI, tapi juga dari luar. Ini menandakan bahwa topik yang kita angkat yakni Coretax pasca SPT 2024 sangat relevan dan dinanti oleh banyak pihak,” ujar Jemmi di lokasi acara.

Ia menilai, Coretax sebagai sistem baru yang dicanangkan Direktorat Jenderal Pajak memang menyentuh kebutuhan mendasar para Wajib Pajak dan konsultan pajak dalam beradaptasi dengan digitalisasi layanan pajak.

“Coretax bukan hanya isu teknis, tapi juga strategis. Ini menyangkut kesiapan kita menghadapi transformasi sistemik di sektor perpajakan nasional. Maka wajar kalau banyak yang ingin tahu lebih dalam,” lanjutnya.

Jemmi menambahkan, IKPI sebagai organisasi profesi harus terus hadir memberikan edukasi yang berkualitas dan responsif terhadap isu-isu terkini. Ia juga menyebut bahwa tingginya minat peserta non-anggota dalam seminar ini merupakan peluang untuk memperluas jejaring dan memperkenalkan peran strategis IKPI dalam mendampingi Wajib Pajak.

“Ini bukti bahwa seminar bukan hanya forum internal, tapi juga sarana pengabdian ke masyarakat luas. Harapan kami, ke depan semakin banyak kolaborasi lintas sektor dalam membangun ekosistem perpajakan yang sehat dan modern,” tutup Jemmi.

Seminar ini sendiri dihadiri hampir 120 peserta dari berbagai latar belakang, termasuk mahasiswa, praktisi pajak, dan pelaku usaha. Kehadiran para peserta di luar lingkup anggota IKPI menjadi salah satu catatan positif dari sisi penyelenggaraan dan materi yang ditawarkan. (bl)

DJP Bali Dorong Inovasi dan Sinergi Bersama IKPI untuk Tingkatkan Kepatuhan Pajak

IKPI, Buleleng: Kanwil Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Bali terus mendorong transformasi dalam pendekatan pelayanan dan pengawasan perpajakan dengan menekankan pentingnya inovasi dan kolaborasi lintas sektor. Hal tersebut disampaikan oleh Kepala Bidang Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (P2Humas) DJP Bali, Waskito Eko Nugraha, yang mewakili Kepala Kanwil DJP Bali dalam sambutannya pada acara Pelantikan Pengurus Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Buleleng, yang berlangsung di New Sunari Lovina Beach Resort, Kamis (15/5/2025).

Dalam sambutannya, Waskito menyampaikan bahwa tantangan perpajakan di masa kini menuntut seluruh kantor pelayanan pajak (KPP) untuk tidak hanya menjalankan prosedur rutin, tetapi juga menghasilkan langkah-langkah baru yang berdampak nyata terhadap peningkatan kepatuhan pajak di masyarakat.

“Setiap KPP harus mampu menciptakan ‘kejadian dalam artian, inisiatif yang melahirkan perubahan. Kita harus mampu menghasilkan pendekatan baru yang mampu menjangkau wajib pajak secara lebih efektif, terutama menghadapi tantangan tahun-tahun ke depan,” tegas Waskito.

Ia menyoroti bahwa pendekatan konvensional yang selama ini diterapkan memang telah memberikan kontribusi terhadap kepatuhan pajak, namun perlu ditingkatkan melalui ‘produksi’ strategi baru yang lebih adaptif dan responsif terhadap perkembangan zaman.

“Inovasi menjadi kunci. Kita tidak bisa bergantung selamanya pada metode lama. Perlu ada strategi yang menyentuh langsung masyarakat dan mampu menjawab tantangan digitalisasi, dinamika ekonomi, dan karakteristik wajib pajak yang semakin beragam,” ujarnya.

Lebih lanjut, Waskito menekankan pentingnya sinergi antara otoritas pajak dengan asosiasi konsultan pajak seperti IKPI. Menurutnya, IKPI bukan hanya mitra kerja, tetapi juga bagian dari ekosistem perpajakan yang berperan strategis dalam memberikan edukasi dan bimbingan kepada wajib pajak, khususnya pelaku UMKM dan individu yang membutuhkan pendampingan profesional.

“Kami melihat IKPI Buleleng memiliki potensi besar. Bukan hanya sebagai organisasi profesi, tetapi juga sebagai komunitas yang aktif membangun kesadaran pajak dari bawah. Ini adalah model kemitraan yang ingin terus kami perkuat,” ungkapnya.

Waskito juga mengapresiasi semangat para pengurus baru IKPI Cabang Buleleng, yang dinilai mampu menjadi lokomotif kolaborasi di tingkat lokal. Ia bahkan menyebutkan bahwa Buleleng dapat menjadi contoh kawasan yang sinerginya antara fiskus dan konsultan pajak berkembang sangat positif.

“Saya yakin, jika kolaborasi ini terus dijaga dan diperluas, maka dampaknya akan sangat terasa bagi penerimaan negara maupun pembangunan daerah,” katanya.

Dalam kesempatan tersebut, Waskito juga menyinggung pentingnya menjadikan pelantikan ini sebagai momentum untuk merancang agenda-agenda strategis bersama, mulai dari penyuluhan, pendampingan pemeriksaan, hingga kampanye sadar pajak di sekolah dan komunitas.

“Kita tidak hanya melayani, tapi juga membina. Kita bukan hanya mengawasi, tapi juga mengedukasi. Dan di sinilah peran IKPI sebagai mitra pemerintah menjadi sangat krusial,” tegasnya.

Mengakhiri sambutannya, Waskito menyampaikan ucapan selamat kepada seluruh pengurus baru IKPI Buleleng yang telah resmi dilantik. Ia berharap kepengurusan baru ini membawa semangat baru dalam pengabdian profesi dan pelayanan kepada masyarakat.

“Selamat mengemban amanah. Teruslah menjadi bagian dari solusi perpajakan nasional. Mari bersama-sama kita wujudkan sistem perpajakan yang inklusif, transparan, dan berkeadilan,” pungkasnya. (bl)

Seminar Pajak IKPI Buleleng Angkat Isu Coretax: Dorong Profesional Pajak Hadapi Era Digital

IKPI. Buleleng: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Buleleng sukses menggelar Seminar Pajak bertema “Persiapan Menghadapi Coretax Pasca SPT Tahunan 2024 & Update Peraturan Terkini” di New Sunari Lovina Beach Resort, Kamis (15/5/2025). Acara ini menghadirkan Anwar Hidayat, sebagai narasumber dan dipandu oleh Ketua IKPI Cabang Buleleng, I Made Susila Darma, sebagai moderator.

Ketua panitia seminar, Made Sukerta Yasa, menyampaikan harapannya agar kegiatan ini tidak hanya menjadi ajang pembelajaran, tetapi juga memperkuat eksistensi dan pertumbuhan IKPI, khususnya di wilayah Buleleng dan Bali secara umum.

“Harapan saya, IKPI akan semakin berkembang, termasuk munculnya cabang-cabang baru. Kami ingin agar SDM di Cabang Buleleng makin bertambah dan peran dalam memajukan perpajakan makin terasa,” ujarnya.

Mengangkat tema Coretax sistem baru yang tengah diimplementasikan Direktorat Jenderal Pajak seminar ini menjadi sangat relevan dengan kondisi terkini. Sukerta Yasa menekankan bahwa Coretax merupakan isu hangat yang perlu dipahami oleh seluruh praktisi pajak.

“Topiknya memang sedang panas, sehingga antusias peserta pun tinggi. Dengan adanya seminar ini, kami berharap dapat meningkatkan kesadaran dan kesiapan peserta dalam menghadapi perubahan besar di sistem administrasi perpajakan nasional,” tambahnya.

Ia juga mengakui bahwa implementasi Coretax masih menghadapi sejumlah kendala di lapangan, mengingat sistem ini masih dalam tahap penyempurnaan. Meski demikian, Coretax tetap menjadi program prioritas DJP yang wajib diadopsi ke depannya.

Acara ini diikuti oleh sekitar 120 peserta, termasuk anggota IKPI, peserta umum, dan mahasiswa dari Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha) Singaraja yang turut hadir sebagai bagian dari kerja sama akademik yang ditandai dengan penandatanganan MoU. (bl)

KPP Singaraja Ajak Masyarakat Pajak Jaga Integritas, Dukung Program Strategis DJP

IKPI, Buleleng: Dalam semangat memperkuat sinergi antara otoritas pajak dan para konsultan pajak, Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Singaraja menyampaikan pesan penting dalam acara pelantikan pengurus Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPfI) Cabang Buleleng yang digelar di New Sunari Lovina Beach Resort, Bali, Kamis (15/5/2025).

Mewakili Kepala KPP Pratama Singaraja, Kepala Seksi Pengawasan III, I Made Nesa Widiada, menyampaikan apresiasi atas peran aktif konsultan pajak dalam menyukseskan kebijakan perpajakan, termasuk saat implementasi program Pengungkapan Sukarela (PPS) pada tahun 2022.

“KB Satria, salah satu tokoh penting dalam lingkungan kami, menunjukkan teladan luar biasa. Beliau tidak hanya mendorong wajib pajak lain, tapi memulai dari keluarganya sendiri. Mereka ikut PPS, membayar PPh final, dan menunjukkan bahwa kepatuhan dimulai dari pribadi terdekat,” ujar Nesa.

Ia juga menegaskan komitmen KPP Pratama Singaraja dalam menjaga integritas institusi. Sejak 2018, KPP telah membangun zona integritas menuju wilayah bebas dari korupsi (WBK). Hasilnya, pada tahun 2022, KPP berhasil meraih predikat WBK berkat dukungan masyarakat dan sinergi dengan berbagai pihak.

“Kami tidak berhenti di sana. Pada tahun 2026, kami akan melangkah lebih jauh, membangun wilayah birokrasi bersih dan melayani (WBBM). Kami mohon dukungan semua pihak agar semangat menjaga integritas ini terus hidup, tidak hanya di internal KPP, tapi juga di ekosistem perpajakan Buleleng secara luas,” imbuhnya.

Acara pelantikan pengurus IKPI Cabang Buleleng ini menjadi momentum strategis untuk memperkuat kolaborasi antara KPP dan para profesional pajak. Diharapkan, sinergi ini akan membantu menciptakan kepastian hukum, keadilan, dan kepatuhan pajak yang lebih baik di wilayah Bali Utara. (bl)

Akademisi, Ekonom dan Praktisi Bedah Akar Stagnasi Tax Ratio Indonesia Melalui Diskusi Panel IKPI

IKPI, Jakarta: Dalam rangka menjawab tantangan stagnasi rasio perpajakan nasional, Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) akan menggelar diskusi panel bertema “Membedah Stagnasi Tax Ratio Indonesia: Masalah Struktural, Teknis, atau Ekonomi?” pada Senin, 19 Mei 2025 di Sekretariat Pusat IKPI, Pejaten, Jakarta Selatan.

Ketua Umum IKPI, Vaudy Starworld, menegaskan bahwa stagnasi tax ratio yang dialami Indonesia selama satu dekade terakhir bukan semata akibat teknis pemungutan pajak, tetapi mencerminkan persoalan sistemik yang lebih dalam.

“Kita harus jujur mengakui bahwa stagnasi tax ratio bukan hanya soal penerimaan pajak yang rendah, tetapi cerminan dari struktur ekonomi informal yang luas, regulasi yang belum optimal, hingga kepatuhan wajib pajak yang belum menyentuh level ideal,” ujar Vaudy, Kamis (15/5/2025).

Dengan tax ratio yang masih tertahan di kisaran 10,4% lanjut Vaudy, angka ini jauh di bawah rata-rata negara berkembang dan maju. Untuk itu, Vaudy menyebut pentingnya sinergi antara kebijakan fiskal, moneter, serta penguatan institusi pajak untuk mendorong perbaikan jangka panjang.

Dikatakannya, diskusi panel ini akan menghadirkan sejumlah tokoh nasional di bidang perpajakan dan ekonomi, seperti Ken Dwijugiasteadi, Prof. Dr. Haula Rosdiana, Dr. Berly Martawardaya, dan Dr. Agoestina Mappadang, dengan moderator Ridho Hutapea, Pengurus Pusat IKPI.

Acara akan terbuka bagi anggota IKPI dan masyarakat umum secara daring melalui Zoom Meeting, sementara pengurus pusat IKPI akan hadir secara luring.

Menurut Vaudy, diskusi ini bukan sekadar forum akademik, tetapi wadah strategis untuk melahirkan rekomendasi nyata dalam upaya peningkatan tax ratio menuju visi Indonesia Emas 2045.

“Kami ingin hasil diskusi ini menjadi bahan pijakan bagi pemangku kepentingan baik di sektor publik maupun swasta untuk merancang kebijakan fiskal yang lebih progresif, adil, dan responsif terhadap tantangan zaman,” tegasnya.

Diskusi panel ini juga akan menyoroti efektivitas reformasi fiskal, arah insentif perpajakan, serta peluang integrasi antara pendekatan struktural, teknis, dan ekonomi dalam memperbaiki rasio penerimaan negara terhadap PDB.

Untuk informasi lengkap dan pendaftaran daring, peserta dapat mengakses tautan lokasi: https://maps.app.goo.gl/hYG6mguLfXH3tHBX9. (bl)

Ketum Vaudy Starworld Lantik Pengurus IKPI Cabang Buleleng, Tegaskan Komitmen Ekspansi Organisasi

IKPI, Buleleng: Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), Vaudy Starworld, secara resmi melantik Pengurus Cabang IKPI Buleleng di New Sunari Lovina Beach Resort, Kamis (15/5/2025). Dalam sambutannya, Vaudy menekankan bahwa pembentukan cabang baru seperti Buleleng merupakan bagian dari strategi ekspansi dan penguatan organisasi di tingkat daerah.

Vaudy menegaskan bahwa kehadiran cabang baru membawa manfaat besar, tidak hanya memperluas jangkauan organisasi, tetapi juga meningkatkan aktivitas dan partisipasi anggota.

“Dengan adanya cabang baru, kegiatan IKPI di daerah akan semakin banyak dan variatif. Ini juga meringankan beban pengurus cabang lama dan mendorong anggota di wilayah baru lebih aktif serta dekat secara geografis untuk menghadiri kegiatan tatap muka,” ujar Vaudy.

Ia juga menyoroti kehadiran luar biasa dalam pelantikan Pengcab Buleleng, yang diikuti hampir 120 peserta 30% di antaranya berasal dari kalangan umum. “Ini baru langkah pertama. Kami berharap ke depan Pengcab Buleleng bisa menyelenggarakan kegiatan pelatihan, bahkan program brevet perpajakan,” lanjutnya.

 

(Foto: Istimewa)

Menurutnya, pelantikan ini juga menandai dimulainya kembali rangkaian pelantikan cabang-cabang baru oleh Pengurus Pusat. Setelah Buleleng, pelantikan akan berlanjut di Bitung pada 30 Mei dan menyusul Cabang Kabupaten Bekasi yang akan menggelar pemilihan ketua cabang pada 26 Mei.

Pemegang sertifikasi Ahli Kepabeanan dan Kuasa Hukum di Pengadilan Pajak ini juga mengungkapkan rencana besar ke depan, seperti mengusulkan perubahan AD/ART agar satu provinsi dapat memiliki lebih dari satu Pengurus Daerah (Pengda).

“Misalnya, Jawa Barat dapat memiliki Pengda Jabar 1 hingga 3, menyesuaikan dengan wilayah kerja Kanwil DJP. Karena, sejauh ini IKPI telah melantik 13 Pengda dan 42 Pengcab. Terakhir, pada 10 April lalu, IKPI resmi melantik Pengda DIY sebagai Pengda ke-13,” kata Vaudy.

Ia berharap lahirnya Pengda baru seperti Sulawesi Utara, Tengah, Gorontalo, dan Maluku Utara (Suluttenggo), serta Papua.

Vaudy juga mengapresiasi kinerja Pengcab Padang yang berhasil menyelenggarakan kegiatan PPL (Pendidikan Profesional Berkelanjutan) dengan peserta mencapai 150 orang, meski anggota resminya hanya 23 orang. Hal ini menjadi bukti semangat dan antusiasme anggota yang perlu dicontoh oleh cabang lain.

Lebih lanjut ia mengatakan, IKPI pun terus menjalin kerja sama internasional. Baru-baru ini, mereka menandatangani MoU dengan Korea Association of Certified Tax Attorneys by Examination (KACTAE) dan mengadakan sesi berbagi pengetahuan perpajakan dari Korea Selatan.

Untuk memperkuat edukasi publik, IKPI juga telah menyiapkan serangkaian diskusi panel nasional, termasuk yang akan diselenggarakan pada 19 Mei 2025 bertajuk “Membedah Stagnasi Tax Ratio Indonesia”, yang menghadirkan akademisi, praktisi dan ekonon seperti Ken Dwijugiasteadi, Prof. Haula Rosdiana, Berly Martawardaya, dan Agustina Mappadang.

Hadir pada kegiatan tersebut:

1. Kepala Kanwil DJP Bali, diwakili oleh Kepala Bidang P2 Humas, Waskito Eko Nugraha

2. Kepala KPP Pratama Singaraja, diwakili oleh Kepala Seksi Pengawasan III, I Made Nesa Widiada, bersama Bapak I Made Suryantara

3. Kepala BPKPD Kabupaten Buleleng, diwakili oleh Ida Bagus Perang Wibawa

4. Dekan Undiksha, diwakili oleh Wakil Dekan, Ni Made Suci

5. Perwakilan asosiasi profesi dan mitra kerja IKPI

6. Pengurus Pusat IKPI:
Ketua Umum, Vaudy Starworld

Wakil Sekretaris Umum (Plh Sekum) Novalina Magdalena

Ketua Departemen Hubungan Masyarakat, Jemmi Sutiono

Anggota Departemen Tugas Khusus, Budianto Wijaya

Ketua Bidang PPL – Departemen PPL dan SDA, Rindi Elina

7. Dewan Kehormatan, I Kadek Sumadi

8. Pengawas, Ketut Alit Adi Krisna

9. Ketua Pengurus Daerah Bali NUSRA, I Kadek Agus Ardika dan jajarannya

10. Ketua Pengurus Cabang Denpasar: I Made Sujana dan jajarannya

11. Ketua Pengurus Cabang Mataram, Bagus Suadmaya dan jajarannya

12. Ketua Pengurus Cabang Buleleng, I Made Susila Darma dan jajarannya

Vaudy menutup sambutannya dengan harapan besar: “Semoga kehadiran Pengcab Buleleng menjadi contoh sukses bagi cabang-cabang baru lainnya, demi memajukan dunia perpajakan dan profesi konsultan pajak di Indonesia,” ujarnya. (bl)

Mengkaji Program Amnesti Pajak Indonesia

Abstrak

Pajak merupakan salah satu bentuk pendapatan suatu negara yang digunakan untuk memajukan kesejahteraan rakyat. Namun, penyelundupan pajak yang sering terjadi dapat menurunkan pendapatan tersebut dan merugikan ekonomi negara. Oleh sebab itu, pemerintah Republik Indonesia (RI) telah menyelenggarakan beberapa program amnesti pajak untuk memberikan kesempatan kepada wajib pajak untuk melaporkan aset tersembunyi tanpa dihukum. Artikel ini bertujuan untuk mengkaji kebijakan-kebijakan amnesti pajak yang telah terlaksana sejauh ini. Kemudian, artikel ini juga menelaah pelaksanaan amnesti pajak di luar negeri untuk memberi gambaran tentang efek jangka pendek dan panjang yang mungkin akan timbul. Meskipun amnesti pajak tahun 1964 dan 1984 di RI dianggap gagal, amnesti pajak 2016-2017 dan program pengakuan sukarela (PPS) 2022 berhasil meningkatkan pendapatan jangka pendek negara.

Amnesti pajak 2016-2017 bahkan memecahkan rekor dunia jumlah pajak yang terkumpul dalam satu program amnesti. Tetapi, efek jangka panjang program amnesti pajak seperti menurunnya kepatuhan wajib pajak serta meningkatnya kesenjangan harus dipertimbangkan. Ketidakadilan terhadap wajib pajak yang patuh juga harus dipikirkan sebab hal ini berpotensi untuk membuat wajib pajak beralih menjadi tidak patuh. Pelaksanaan amnesti pajak kedepannya, terutama tahun 2025 yang masih diwacanakan, harus memperhitungkan aspek-aspek negatif amnesti pajak dan pengalaman negara-negara lain.

  1. Pendahuluan

Pajak merupakan salah satu bentuk pendapatan negara yang berfungsi untuk memajukan kesejahteraan masyarakat. Namun, pendapatan pajak Republik Indonesia (RI) yang masih rendah diakibatkan oleh penyelundupan pajak dan penempatan aset di luar negeri (Pramudito, 2015). Demi mengatasi masalah ini, pemerintah RI telah menerapkan program amnesti pajak untuk memberikan kesempatan terbatas kepada pembayar pajak untuk mengajukan aset luar negeri mereka dan membayar biaya pajak aset tersebut tanpa terkena penalti atau ancaman pelanggaran hukum (Undang-Undang Republik Indonesia, 2016).

Kepatuhan terhadap pembayaran pajak sangat penting agar negara mampu menjaga kepentingan umum dan mendistribusikan kekayaan secara efektif (Erdogdu & Akar, 2022). Tetapi, penyelundupan pajak telah terjadi sejak konsep pajak ditetapkan (Leenders et al., 2023) dan hal ini berdampak kepada berkurangnya pendapatan publik, mengakibatkan redistribusi kekayaan yang tidak merata dan kesenjangan pendapatan. Oleh sebab itu, pemerintah telah menerapkan berbagai kebijakan fiskal untuk meningkatkan kepatuhan pembayaran pajak, salah satunya adalah amnesti pajak. Sejatinya pelaksaan amnesti pajak di Indonesia telah berlangsung pada tahun 1964 dan 1984, namun akibat sistem administrasi pajak yang tidak memadai pada masa itu, program tersebut dianggap tidak berhasil (Hajawiyah et al., 2021).

Program amnesti pajak telah berhasil dilaksanakan di RI adalah pada 2016 sehingga 2017, yang terbagi dalam tiga tahap, yaitu 1 Juli 2016 sampai 30 September 2016 (tahap 1), 1 Oktober 2016 sampai 31 Desember 2016 (tahap 2) dan 1 Januari 2017 hingga 31 Maret 2017 (tahap 3) (Undang-Undang Republik Indonesia, 2016). Penurunan pertumbuhan ekonomi yang diakibatkan oleh COVID-19 membuat pemerintah kembali mengesahkan Program Pengungkapan Sukarela (PPS) atau yang sering disebut amnesti pajak jilid II.

Program ini berlangsung dari 1 Januari 2022 hingga 30 Juni 2022 dengan harapan mampu memulihkan perekonomian RI (Undang-Undang Republik Indonesia, 2021). Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) juga berharap dapat menginisiasi kembali program amnesti pajak pada tahun 2025, menargetkan pembayar amnesti pajak periode sebelumnya dikarenakan keyakinan bahwa belum seluruh harta dideklarasikan 100% (Rachman, 2024). Pengadaan amnesti pajak yang berulang kali ini mengindikasikan bahwa pendapatan negara dari amnesti pajak cukup memuaskan dan masih dapat dimaksimalkan untuk meningkatkan pendapatan pajak negara.

Amnesti pajak dalam pelaksanaannya telah menuai berbagai pro dan kontra. Meskipun bisa meningkatkan pendapatan negara dalam jangka pendek, pemberlakuan amnesti pajak dianggap tidak adil dan menguntungkan penyelundup pajak (Erdogdu & Akar, 2022). Nilai harta yang dideklarasi pada amnesti pajak di tahun 2016-2017 mencapai Rp4.855 triliun (Ariyanti, 2017), sedangkan pada PPS tahun 2022 nilai harta yang diajukan adalah Rp595 triliun (Sopiah, 2022).

Rincian pendapatan ini dapat dilihat pada Tabel 1. Tetapi kebijakan ini dinilai bisa meningkatkan jumlah pengemplang pajak dan tidak menaikkan rasio pajak, sehingga efektivitasnya kembali dipertanyakan (Santika, 2024). Dikarenakan banyaknya data dan opini pada pelaksanaan amnesti pajak, artikel ini ditulis untuk meninjau dan merangkum informasi yang telah diketahui dari amnesti pajak 2016-2017 dan PPS 2022.

Artikel ini juga akan membahas program amnesti pajak yang telah berlangsung di luar negeri, untuk dijadikan perbandingan dalam mempertimbangkan program yang akan dilaksanakan kedepannya. Artikel ini diharapkan dapat menambah informasi mengenai kebijakan amnesti pajak di Indonesia dan memberikan gambaran mengenai amnesti pajak yang akan dilakukan pada tahun 2025.

  1. Analisis amnesti pajak 2016-2017 dan PPS tahun 2022

Amnesti pajak tahun 2016-2017 terbagi dalam tiga tahap, yang bertujuan untuk memberikan tarif yang lebih ringan kepada pembayar pajak yang mengajukan asetnya pada tahap yang lebih awal. Untuk mengaji keefektifan amnesti pajak di periode ini, beberapa peneliti telah menerbitkan hasil analisis mereka. Hajawiyah et al. (2021) menyatakan bahwa amnesti pajak 2016-2017 mampu meningkatkan kepatuhan membayar pajak.

Amnesti pajak ini juga memberikan dampak positif terhadap pemasukan jangka pendek RI (Hajawiyah et al., 2021). Hasanah et al. (2021) juga melakukan analisis amnesti pajak 2016-2017 dan membandingkannya dengan kebijakan PPS tahun 2022, yang belum terlaksanakan saat artikel tersebut terbit. Diperkirakan bahwa keberhasilan PPS 2022 bergantung pada sosialisasi dari pemerintah dan keyakinan bahwa pembayar amnesti tidak akan ditindak (Hasanah et al., 2021).

Menarik untuk disebutkan bahwa pendapatan RI dari amnesti pajak ini memecahkan rekor dunia, sehingga sering dianggap program amnesti pajak tersukses di dunia (Diela, 2016). Evaluasi ini menunjukkan bahwa program amnesti pajak dapat memberi keuntungan fiskal kepada RI.

Menyusul amnesti pajak 2016-2017, program pengakuan sukarela (PPS) tahun 2022 pada dasarnya merupakan program sukarela untuk deklarasi pajak, sehingga sering disebut amnesti pajak jilid II. Namun, Direktur Jenderal Pajak (DJP) menekankan bahwa PPS berbeda dengan amnesti pajak yang dilaksanakan pada tahun 2016-2017 (Anggela, 2022a). Jika amnesti pajak 2016-2017 memfokuskan pada perbedaan tarif dari tahap 1 hingga tahap 3, PPS 2022 membedakan jenis kebijakan dan subjek pajak.

Kebijakan 1 dalam PPS menyasar wajib pajak yang belum mengajukan harta yang diperoleh sebelum Desember 2015, sedangkan Kebijakan 2 diperuntukkan harta yang diperoleh pada 2016-2020. Tarif pembayaran amnesti pajak 2016-2017 dan PPS 2022 dapat dilihat pada Tabel 2. Meskipun total wajib pajak yang mengikuti PPS 2022 lebih sedikit dibandingkan amnesti pajak 2016-2017, yaitu 247.918 dibandingkan 956.793, PPS 2022 dinilai lebih berhasil dibandingkan amnesti pajak 2016-2017, mempertimbangkan jangka waktu pelaksanaan PPS 2022 yang lebih singkat dan cakupan yang lebih kecil (Sopiah, 2022).

Sumber: Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2016; Anggela, 2022a.

Meskipun kebijakan ini menguntungkan negara secara fiskal, terdapat kerugian pada beberapa sektor yang berkaitan dengan pengampunan pajak. Program pengampunan pajak dianggap tidak menjamin keadilan bagi yang mematuhi kewajiban pajak karena wajib pajak yang membayar secara konsisten merasa pengampunan pajak hanya menguntungkan mereka yang tidak membayar pajak dan melapor aset (Gunawan, 2019). Hal ini akhirnya dapat menimbulkan keinginan untuk menunda pelaporan demi menunggu masa pelaksanaan amnesti pajak selanjutnya. Kemudian, walaupun terjadi peningkatan pendapatan negara dalam jangka pendek, rasio pendapatan pajak terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia tetap rendah (Amin & Machmud, 2024). Sebagai perbandingan, Indonesia merupakan negara dengan rasio kedua terendah di Asia Tenggara (11.6%), hanya di atas Myanmar (World Bank, 2023). Hal ini menunjukkan bahwa penetapan program pengampunan pajak harus mempertimbangkan kerugian moral dan ketidakefektifan dalam meningkatkan kepatuhan wajib pajak.

  1. Pelaksanaan amnesti pajak di luar negeri

Selain RI, banyak negara telah melangsungkan program amnesti pajak untuk meningkatkan pendapatan jangka pendek mereka. Beberapa negara juga memberlakukan kebijakan tambahan yang dinilai mampu meningkatkan kesuksesan program amnesti pajak. Oleh sebab itu, kebijakan serta dampak yang telah menimpa negara-negara tersebut wajib dikaji untuk memberikan gambaran kepada RI dalam melaksanakan amnesti pajak kedepannya.

Berkaca pada artikel Erdogdu & Akar (2022), Turki yang telah melaksanakan amnesti pajak sebanyak 37 kali telah melihat efek jangka panjang dari program tersebut. Pelaksanaan yang berulang kali mengakibatkan penurunan kredibilitas pemerintah dan kepatuhan wajib pajak. Amnesti pajak yang berulang kali juga meningkatkan kesenjangan dalam distribusi kekayaan. Di sisi lain, Norwegia yang memiliki jumlah pelaksanaan amnesti pajak terkecil mampu menjaga pemerataan distribusi kekayaan negaranya (Erdogdu & Akar, 2022). Sebuah survei yang dilakukan di Republik Afrika Selatan turut mengungkapkan bahwa amnesti pajak berulang kali dapat memengaruhi tingkat kepatuhan wajib pajak seperti wajib pajak yang tidak patuh tetap tidak patuh karena kerap menunggu jadwal amnesti pajak selanjutnya. Sedangkan pembayar pajak yang patuh akan mulai menyelundupkan asetnya karena melihat amnesti pajak sebagai sebuah reward (Junpath et al., 2016).

Kemudian, untuk meminimalisir pelaksanaan amnesti pajak, program yang dilakukan harus efektif. Beberapa kebijakan seperti yang dilakukan negara lain dapat dijadikan bahan pembelajaran. Irlandia mempublikasikan daftar nama wajib pajak nakal di surat kabar dan memperkenalkan kebijakan sanksi yang lebih berat di akhir program amnesti pajak mereka. Kemudian pemerintah India menjual obligasi khusus yang berlaku selama 10 tahun yang dapat dibeli dengan dana yang tidak jelas asal-usulnya (Uchitelle, 1989). Selain untuk menangani keterpurukan ekonomi, ada negara yang menerapkan amnesti pajak sebagai senjata politik untuk memenangkan pemilihan umum (Erdogdu & Akar, 2022). Amnesti pajak juga dilakukan untuk memperbaiki kesalahan dalam sistem perpajakan negara (López-Laborda & Rodrigo, 2003). Namun, amnesti pajak tidak boleh dipertimbangkan sebagai pilihan pertama dan hanya dilakukan jika reformasi sistem pajak tidak dapat dilaksanakan (Villalba, 2017).

Beberapa alternatif yang diusulkan adalah menetapkan peraturan permanen yang memberikan keringanan kepada wajib pajak yang secara terbuka mengakui bahwa mereka melanggar peraturan pajak (Alstadsæter et al., 2019). Tetapi secara keseluruhan, perubahan dalam sistem perpajakan merupakan kebijakan yang terbaik untuk mengatasi penyelundupan pajak. Kebijakan-kebijakan seperti memberikan akses informasi lengkap kepada wajib pajak, memberikan pilihan untuk mencicil jika kewajiban membayar tidak dapat dipenuhi sementara, serta meningkatkan fungsi audit dan mengevaluasi hasil akhir audit (Erdogdu & Akar, 2022). Selain itu, manajemen pajak yang teratur dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak dalam jangka panjang (Baer & Le Borgne, 2008). Kontak antara wajib pajak dan otoritas pajak juga dinilai mampu meningkatkan kepatuhan jangka pendek, karena membuat wajib pajak merasa dalam pengawasan (Slemrod, 2018)

  1. Kesimpulan dan rekomendasi

Berdasarkan informasi yang telah dipaparkan di bagian sebelumnya, terdapat beberapa pelajaran yang dapat dipetik oleh RI. Merujuk kepada analisis yang dilakukan oleh berbagai ahli, dapat disimpulkan bahwa kebijakan amnesti pajak 2016-2017 dan PPS 2022 berhasil mendatangkan pendapatan jangka pendek dalam jumlah yang besar. Namun, rasio pajak-PDB yang masih rendah menandakan kepatuhan wajib pajak tetap rendah. Kemudian, berkaca kepada pelaksanaan amnesti pajak di luar negeri, terlalu sering melakukan program amnesti pajak malah merusak ekonomi negara, berbanding terbalik dengan negara yang melaksanakan amnesti pajak sejarang mungkin. Beberapa artikel juga menyarankan untuk melakukan reformasi sistem pajak, dibandingkan dengan terus bergantung kepada program amnesti pajak.

Analisis dari DJP mengungkapkan bahwa aset luar negeri yang dideklarasikan banyak berasal dari negara rendah atau tanpa pajak yang sering dijuluki tax haven. Peserta repatriasi memiliki aset di negara-negara seperti Singapura, Hong Kong, Australia dan Virginia Britania Raya (Anggela, 2022b). Dalam hal ini, pemerintah RI telah mencoba membuat perjanjian dengan beberapa negara terkait repatriasi aset apabila wajib pajak dinyatakan bersalah, meskipun pada praktiknya sukar dilakukan. Oleh karena itu, pemerintah RI wajib terus menjalin kerjasama untuk meningkatkan penanganan penyelundupan pajak. Pemerintah RI juga harus meningkatkan sistem dan kebijakan perpajakan dalan negeri, untuk menguatkan kepercayaan rakyat dalam menempatkan asetnya di dalam negeri.

Melihat adanya perbedaan antara amnesti pajak 2016-2017 dan PPS 2022, besar kemungkinan program amnesti pajak yang akan dilakukan pada tahun 2025 memiliki perbedaan dengan program sebelumnya. Program yang dijuluki ‘Tax Amnesty Jilid III’ ini rencananya akan dibahas pada Januari 2025, merevisi Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2016. Sasaran amnesti pajak 2025 adalah wajib pajak yang telah mengikuti program amnesti pajak 2016-2017 (Rachman, 2024). Terdapat juga penetapan tarif dan pendeteksian harta yang berbeda dengan program sebelumnya (Purnama, 2024), meskipun detil amnesti pajak 2025 belum tersedia pada saat ditulisnya kajian ini. Pemerintah disarankan untuk meninjau kembali pelaksanaan amnesti pajak 2025, dengan mempertimbangkan bahaya jangka panjang yang mungkin akan timbul.

Daftar Pustaka

Alstadsæter, A., Johannesen, N., Zucman, G. (2019). Tax evasion and inequality. American Economic Review, 109(6), 2073-2103. https://doi.org/10.1257/aer.20172043.

Amin, M. & Machmud, A. (2024). Implementasi dan efektivitas pelaksanaan undang-undang pengampunan pajak dan program pengungkapan sukarela. UNES Law Review, 6, 3. https://doi.org/10.31933/unesrev.v6i3

Anggela, N. L. (2022a, Maret 22). Serupa tapi tak sama, ini beda tax amnesty dan PPS [Bisnis]. Diakses dari https://ekonomi.bisnis.com/read/20220322/259/1513866/serupa-tapi-tak-sama-ini-beda-tax-amnesty-dan-pps

Anggela, N. L. (2022b, Juli 2). Menkeu ungkap 15 negara asal deklarasi dan repatriasi harga bersih PPS, mayoritas di Singapura [Bisnis]. Diakses dari https://ekonomi.bisnis.com/read/20220702/9/1550429/menkeu-ungkap-15-negara-asal-deklarasi-dan-repatriasi-harta-bersih-pps-mayoritas-di-singapura

Ariyanti, F. (2017, April 01). Resmi berakhir di 31 Maret, ini hasil tax amnesty [Liputan 6]. Diakses dari https://www.liputan6.com/bisnis/read/2906371/resmi-berakhir-di-31-maret-ini-hasil-tax-amnesty

Baer, K. & Le Borgne, E. (2008). Tax amnesties: Theory, trends, and some alternatives. International Monetary Fund, 1-79.

Diela, T. (2016, September 29). Indonesia’s tax amnesty program breaks world record [Jakarta Globe]. Diakses dari https://jakartaglobe.id/business/indonesias-tax-amnesty-program-breaks-world-record

Erdogdu, M. M. & Akar, S. (2022). Behavioral aspects of tax amnesties and their effects in twelve countries. Public Finance Quarterly. https://doi.org/10.35551/PFQ_2022_2_7

Gunawan, E. (2019). Keadilan bagi wajib pajak yang patuh pasca berlakunya Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak. Law Review, 19(2), 142. https://doi.org/10.19166/lr.v0i2.1592

Hajawiyah, A., Suryarini, T. & Tarmudji, T. (2021). Analysis of tax amnesty’s effectiveness in Indonesia. Journal of International Accounting, Auditing and Taxation, 44, 100415. https://doi.org/10.1016/j.intaccaudtax.2021.100415

Hasanah, U., Na’im, K., Elyani & Waruwu, K. (2021). Analisis perbandingan tax amnesty jilid I dan jilid II (Program Pengungkapan Sukarela) serta peluang keberhasilannya. Riset & Jurnal Akuntansi, 5, 2. https://doi.org/10.33395/owner.v5i2.565

Leenders, W., Lejour, A., Rabaté, S. & van’t Riet, M. (2022). Offshore tax evasion and wealth inequality: Evidence from a tax amnesty in the Netherlands. Journal of Public Economics, 217(2023), 104785. https://doi.org/10.1016/j.jpubeco.2022.104785

Pramudito, S. P. (2015, Oktober 10). What is the problem with tax collection in Indonesia? [Indonesia Investment]. Diakses dari https://www.indonesia-investments.com/id/finance/financial-columns/what-is-the-problem-with-tax-collection-in-indonesia/item6023?

Purnama, A. Y. R. (2024, Desember 05). DPR sebut tax amnesty jilid III tawarkan skema pengakuan baru [Bloomberg Technoz]. Diakses dari https://www.bloombergtechnoz.com/detail-news/56921/dpr-sebut-tax-amnesty-jilid-iii-tawarkan-skema-pengakuan-baru

Rachman, A. (2024, November 30). DPR bahas tax amnesty jilid III mulai Januari 2025, ini bocorannya [CNBC Indonesia]. Diakses dari https://www.cnbcindonesia.com/news/20241130075751-4-592328/dpr-bahas-tax-amnesty-jilid-iii-mulai-januari-2025-ini-bocorannya

Santika, E. F. (2024, November 20). Menilik perbandingan hasil tax amnesty jilid I dan II [databoks]. Diakses dari https://databoks.katadata.co.id/index.php/ekonomi-makro/statistik/673dc7c7269cb/menilik-perbandingan-hasil-tax-amnesty-jilid-i-dan-ii

Slemrod, J. (2018). Tax compliance and enforcement. Journal of Economic Literature, 57(4), 904-954. https://doi.org/10.3386/w24799

Sopiah, A. (2022, Desember 29). Sri Mulyani cs kantongi Rp61 T dari ‘Tax Amnesty Jilid II’ [CNBC Indonesia]. Diakses dari https://www.cnbcindonesia.com/news/20221229144723-4-401186/sri-mulyani-cs-kantongi-rp-61-t-dari-tax-amnesty-jilid-ii

Uchitelle, E. (1989). The effectiveness of tax amnesty programs in selected countries. FRBNY Quarterly Review Autumn. Diakses dari https://www.newyorkfed.org/medialibrary/media/research/quarterly_review/1989v14/v14n3article5.pdf

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak. Diakses 10 Desember 2024 dari https://peraturan.bpk.go.id/Details/37480

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Diakses 10 Desember 2024 dari https://peraturan.bpk.go.id/Details/185162/uu-no-7-tahun-2021

Villalba, A. S. (2017). On the effects of repeated tax amnesties. Journal of Economics and Political Economy, 4(3), 285-301. https://doi.org/10.1453/jepe.v4i3.1394

World Bank (2023). Tax revenue (% of GDP). Diakses dari https://data.worldbank.org/indicator/gc.tax.totl.gd.zs?name_desc=false&view=map

Penulis adalah anggota Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Medan

Harun Ongah

Email: harunongah.mm@gmail.com

Disclaimer: Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis

Catatan: Artikel ini pernah dipublikasi pada Jurnal Akutansi Manajemen Ekonomi Kewirausahaan (JAMEK), 4(3), pp. 402-406. doi: 10.47065/jamek.v4i3.1798.

 

IKPI Gelar Sayembara Desain Logo HUT ke-60

IKPI, Jakarta: Dalam rangka menyambut Hari Ulang Tahun (HUT) ke-60 Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), Ketua Umum IKPI, Vaudy Starworld, mengumumkan peluncuran Sayembara Desain Logo HUT IKPI ke-60. Kompetisi ini terbuka bagi seluruh anggota IKPI dan karyawan internal.

“Momentum 60 tahun IKPI ini adalah tonggak bersejarah yang ingin kita rayakan bersama, salah satunya dengan mengajak partisipasi aktif anggota dalam bentuk kreativitas melalui desain logo,” ujar Vaudy, Rabu (14/5/2025).

Sayembara ini menawarkan total hadiah sebesar Rp 5.000.000 lengkap dengan sertifikat penghargaan. Rinciannya, pemenang utama akan mendapatkan Rp 3.500.000, sedangkan satu finalis lainnya akan memperoleh Rp 1.500.000. Panitia mengingatkan bahwa pajak hadiah ditanggung oleh pemenang.

Jadwal pelaksanaan sayembara:

• 2 Juni 2025: Batas akhir pengumpulan karya

• 6 Juni 2025: Proses penjurian

• 13 Juni 2025: Pengumuman pemenang

Pendaftaran dan pengumpulan desain dilakukan secara daring melalui tautan resmi:https://bit.ly/daftarsayembaralogo60th-IKPI. Pemenang akan dihubungi langsung oleh panitia penyelenggara.

Dengan mengusung semangat kolaboratif dan kreativitas, IKPI berharap logo yang terpilih mampu merepresentasikan semangat dan perjalanan panjang organisasi dalam mendampingi profesi konsultan pajak di Indonesia. (bl)

Kanwil DJP Jatim I Umumkan Tersangka Pembuat Faktur Pajak Fiktif

IKPI, Jakarta: Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jawa Timur (Jatim) I bersama Kejaksaan Tinggi Jawa Timur resmi mengumumkan bahwa berkas perkara tindak pidana perpajakan atas nama tersangka B, Direktur PT SBI, telah dinyatakan lengkap atau P21. Perkara ini pun segera dilimpahkan ke pengadilan untuk proses penuntutan.

Tersangka B diduga kuat telah melakukan sejumlah pelanggaran perpajakan selama periode 2013 hingga 2015. Modus yang digunakan antara lain menerbitkan faktur pajak fiktif, menyampaikan laporan pajak yang tidak akurat, serta menahan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang seharusnya disetor ke kas negara.

“Penyidikan menyimpulkan bahwa perbuatan tersangka menyebabkan kerugian negara sebesar Rp890 juta,” ujar Kepala Kanwil DJP Jawa Timur I, Sigit Danang Joyo, dalam konferensi pers yang digelar Rabu (14/5/2025).

Berkas perkara ini telah diserahkan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) DJP kepada Kejati Jatim pada akhir April 2025. Setelah dilakukan evaluasi dan koordinasi intensif antarinstansi, kejaksaan menyatakan bahwa seluruh unsur pidana telah terpenuhi untuk diajukan ke meja hijau.

Sigit menegaskan bahwa penyelesaian kasus ini merupakan bukti konkret sinergi antara DJP dan aparat penegak hukum dalam menegakkan hukum perpajakan. “Kami tidak akan mentolerir pelanggaran yang merugikan negara dan mencederai rasa keadilan wajib pajak lain yang taat,” tegasnya.

Ia juga menambahkan bahwa proses hukum merupakan jalan terakhir setelah pendekatan persuasif dan administratif tidak berhasil. Diharapkan, penindakan ini dapat memberikan efek jera bagi pelaku usaha lain yang mencoba menghindar dari kewajiban pajaknya.

DJP terus mendorong peningkatan pengawasan dan penindakan terhadap praktik-praktik ilegal di bidang perpajakan. Upaya ini dilakukan untuk memperkuat integritas sistem perpajakan nasional agar lebih transparan, adil, dan berkelanjutan. (alf)

PMK 81/2024: Wajib Pajak Bank dan Emiten Wajib Hitung Ulang Pajak Setiap Triwulan

IKPI, Jakarta: Pemerintah melalui Kementerian Keuangan kembali melakukan penyesuaian signifikan terhadap sistem perpajakan dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2024. Salah satu sorotan utama dalam beleid ini adalah perubahan penghitungan Angsuran Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25, khususnya bagi Wajib Pajak bank dan perusahaan yang telah melantai di bursa.

Pasal 227 PMK ini menetapkan bahwa dasar penghitungan angsuran PPh Pasal 25 untuk bank kini mengacu langsung pada laporan keuangan yang disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK), yang mencakup laporan posisi keuangan dan laba rugi sejak awal tahun hingga masa pajak berjalan. Ini berarti, penghitungan dilakukan lebih real-time dan akurat mencerminkan kondisi keuangan terkini.

“Dengan mengacu langsung pada laporan keuangan triwulanan, pemerintah mendorong transparansi dan akuntabilitas perpajakan di sektor perbankan,” bunyi aturan tersebut.

Adapun angsuran yang dihitung mengacu pada tarif Pasal 17 Undang-Undang PPh atas penghasilan neto, setelah dikurangi pajak-pajak yang telah dipotong atau dipungut (Pasal 22) serta angsuran PPh Pasal 25 sebelumnya. Penghasilan dari luar negeri dan penghasilan yang sudah dikenakan pajak final atau bukan objek pajak dikecualikan dari perhitungan.

Sementara itu, Pasal 228 mengatur hal serupa untuk Wajib Pajak lainnya dan emiten non-bank. Penghitungan dilakukan berdasarkan laporan keuangan triwulanan yang diserahkan ke bursa dan/atau OJK.

Menariknya, angsuran yang dihitung akan berlaku untuk tiga masa pajak berikutnya, sehingga perusahaan perlu proaktif memperbarui pelaporan secara berkala agar tidak salah perhitungan.

Langkah ini dinilai sebagai bagian dari strategi pemerintah dalam memperkuat basis penerimaan pajak dengan tetap menjaga kepatuhan dan efisiensi administrasi bagi pelaku usaha. (alf)

 

 

 

en_US