Wamenkeu Dorong Efisiensi Fiskal untuk Pacu Pertumbuhan 2025

(Foto: Istimewa)

IKPI, Jakarta: Pemerintah terus mengarahkan kebijakan fiskalnya agar lebih efisien dan berdampak langsung bagi masyarakat. Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara menegaskan bahwa kebijakan fiskal 2025 difokuskan untuk memperkuat pertumbuhan ekonomi nasional, sekaligus memastikan setiap rupiah belanja negara memberi manfaat nyata bagi rakyat.

“Program-program yang prioritas kita biayai. Program-program yang tidak penting kita stop,” ujar Suahasil dikutip dari Website Kemenkeu.go.id, Rabu (21/10/2025).

Menurutnya, sejak awal tahun 2025 Kementerian Keuangan telah melakukan penyisiran dan refocusing anggaran secara menyeluruh. Langkah ini menjadi kunci dalam mendorong efisiensi fiskal, agar belanja negara benar-benar tepat sasaran dan mendukung agenda pembangunan prioritas.

Dana hasil efisiensi tersebut dialihkan untuk mendanai program-program unggulan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, seperti Makan Bergizi Gratis (MBG), Sekolah Rakyat, dan Koperasi Desa Merah Putih.

Menjelang akhir tahun, Kementerian Keuangan juga mempercepat realisasi belanja APBN sebesar Rp3.500 triliun guna memperkuat permintaan domestik, memperluas lapangan kerja, serta menekan angka kemiskinan.

“Percepatan belanja akan menjadi katalis perekonomian, mendorong kegiatan usaha, dan tentu berkontribusi terhadap kesejahteraan masyarakat,” ujarnya.

Selain efisiensi dan percepatan belanja, pemerintah juga menyiapkan stimulus likuiditas melalui kebijakan penempatan Rp200 triliun kas pemerintah di perbankan, yang sebelumnya tersimpan di Bank Indonesia. Suahasil menjelaskan, langkah ini bagian dari manajemen kas negara untuk memastikan likuiditas perbankan tetap ample dan suku bunga bisa turun, sehingga investasi menjadi lebih menarik.

“Kita ingin perbankan punya ruang likuiditas yang cukup besar agar kredit mengalir dan kegiatan ekonomi makin feasible,” kata Suahasil.

Ia menegaskan, arah kebijakan fiskal sejalan dengan reformasi struktural dan upaya perbaikan iklim investasi, termasuk peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM), kepastian hukum, dan pembangunan infrastruktur. Semua itu merupakan pondasi untuk menjaga ketahanan ekonomi jangka panjang.

Suahasil menambahkan, belanja APBN yang setara 14% dari PDB digunakan secara strategis untuk menopang delapan program prioritas pemerintah, terutama hilirisasi industri, yang menjadi motor utama peningkatan nilai tambah, investasi, dan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.

“Kebijakan fiskal bukan sekadar menjaga neraca, tapi alat nyata untuk memperkuat ekonomi rakyat dan mempercepat pertumbuhan nasional,” pungkasnya. (alf)

Pajak Fintech dan Kripto Sumbang Rp 5,81 Triliun Hingga September 2025

IKPI, Jakarta: Penerimaan pajak dari sektor ekonomi digital terus menunjukkan tren positif. Hingga akhir September 2025, pajak dari bisnis financial technology (fintech) peer-to-peer (P2P) lending dan aset kripto tercatat menembus Rp 5,81 triliun.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan, Rosmauli, menyebut kontribusi terbesar datang dari fintech P2P lending dengan nilai Rp 4,1 triliun.

“Pertumbuhan sektor digital kini tidak hanya menggerakkan ekonomi, tapi juga menjadi sumber penerimaan pajak yang semakin signifikan,” ujar Rosmauli dalam keterangan tertulisnya, Rabu (21/10/2025).

Dari total penerimaan fintech, tercatat Rp 446,39 miliar pada 2022, meningkat menjadi Rp 1,1 triliun pada 2023, lalu Rp 1,48 triliun pada 2024, dan Rp 1,06 triliun hingga September 2025.

Pajak tersebut bersumber dari PPh 23 atas bunga pinjaman wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap (BUT) sebesar Rp 1,14 triliun, PPh 26 atas bunga pinjaman wajib pajak luar negeri senilai Rp 724,4 miliar, serta PPN dalam negeri mencapai Rp 2,24 triliun.

Sebagai catatan, pajak fintech mulai berlaku sejak 1 Mei 2022 melalui PMK Nomor 69/PMK.03/2022 tentang Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas Penyelenggara Teknologi Finansial.

Sementara itu, penerimaan pajak dari aset kripto juga meningkat pesat, dengan total Rp 1,71 triliun hingga September 2025. Angka tersebut terdiri atas Rp 836,36 miliar dari PPh 22 dan Rp 876,62 miliar dari PPN dalam negeri.

Adapun perolehan tahunannya mencapai Rp 246,45 miliar pada 2022, Rp 220,83 miliar pada 2023, Rp 620,4 miliar pada 2024, dan Rp 621,3 miliar hingga September 2025.

Rosmauli menegaskan, peningkatan penerimaan pajak digital menjadi sinyal kuat bahwa ekosistem ekonomi baru ini makin matang.

“Ke depan, seluruh potensi ekonomi digital—mulai dari PMSE, fintech, hingga kripto—akan kami integrasikan dalam sistem perpajakan yang adil dan efisien,” tegasnya.

Capaian tersebut menandai bahwa transformasi digital tidak hanya mengubah cara masyarakat bertransaksi, tetapi juga semakin memperkuat pondasi fiskal Indonesia di era ekonomi digital. (alf)

Sektor Digital Sumbang Rp 42,53 Triliun Pajak Hingga September 2025

IKPI, Jakarta: Sektor ekonomi digital semakin menunjukkan tajinya sebagai penopang baru penerimaan negara. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mencatat penerimaan pajak dari sektor ini hingga 30 September 2025 mencapai Rp 42,53 triliun, yang berasal dari berbagai lini usaha digital.

“Realisasi sebesar Rp 42,53 triliun menunjukkan bukti nyata bahwa sektor digital kini menjadi penggerak baru penerimaan pajak Indonesia,” ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Rosmauli, dalam keterangan tertulis, Rabu (22/10/2025).

Kontributor terbesar berasal dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) sebesar Rp 32,94 triliun. Hingga September 2025, pemerintah telah menunjuk 246 perusahaan sebagai pemungut PPN PMSE. Lima di antaranya baru ditunjuk tahun ini, yaitu Viagogo GMBH, Coursiv Limited, Ogury Singapore Pte. Ltd., BMI GlobalEd Limited, dan GetYourGuide Tours & Tickets GmbH. Dari seluruh pemungut yang telah ditetapkan, sebanyak 207 telah aktif melakukan pemungutan dan penyetoran PPN PMSE.

Rosmauli menjelaskan, tren penerimaan PPN PMSE terus meningkat dari tahun ke tahun, mulai dari Rp 731,4 miliar pada 2020, Rp 3,9 triliun pada 2021, Rp 5,51 triliun pada 2022, Rp 6,76 triliun pada 2023, Rp 8,44 triliun pada 2024, hingga mencapai Rp 7,6 triliun per September 2025. Menurutnya, kinerja tersebut mencerminkan konsistensi kepatuhan pelaku usaha digital global maupun lokal dalam menjalankan kewajiban perpajakan di Indonesia.

Selain PMSE, penerimaan pajak dari aset kripto juga menunjukkan pertumbuhan positif dengan total Rp 1,71 triliun sampai September 2025. Penerimaan tersebut terdiri atas PPh 22 sebesar Rp 836,36 miliar dan PPN Dalam Negeri sebesar Rp 872,62 miliar. Adapun secara tahunan, penerimaan pajak kripto tercatat sebesar Rp 246,45 miliar pada 2022, Rp 220,83 miliar pada 2023, Rp 620,4 miliar pada 2024, dan Rp 621,3 miliar hingga September 2025.

Sementara itu, pajak sektor fintech juga memberikan kontribusi signifikan dengan nilai mencapai Rp 4,1 triliun. Penerimaan ini berasal dari PPh 23 atas bunga pinjaman yang diterima Wajib Pajak Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap sebesar Rp 1,14 triliun, PPh 26 atas bunga pinjaman Wajib Pajak Luar Negeri sebesar Rp 724,4 miliar, serta PPN Dalam Negeri atas setoran masa sebesar Rp 2,24 triliun.

Tak ketinggalan, penerimaan pajak melalui Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah (SIPP) turut menyumbang Rp 3,78 triliun hingga September 2025. Penerimaan dari pajak SIPP ini terdiri atas PPh Pasal 22 sebesar Rp 251,14 miliar dan PPN sebesar Rp 3,53 triliun.

Rosmauli menegaskan, capaian tersebut merupakan hasil nyata dari transformasi digital yang dijalankan DJP untuk memperluas basis pajak di sektor-sektor baru. “Ekonomi digital bukan lagi sektor pelengkap, tetapi telah menjadi tulang punggung baru penerimaan pajak nasional. DJP akan terus memperkuat tata kelola dan memperluas kerja sama lintas sektor agar potensi pajak digital dapat dimaksimalkan,” tegasnya.

Dengan kontribusi Rp 42,53 triliun hingga kuartal III 2025, ekonomi digital kian memperkokoh posisinya sebagai salah satu sumber penerimaan negara yang paling dinamis di tengah perubahan lanskap ekonomi global. (alf)

IKPI Sidoarjo Bangun Kompetensi KP Lewat Workshop Moot Court Pajak

IKPI, Sidoarjo: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Sidoarjo terus berupaya meningkatkan kompetensi dan kesiapan profesional para anggotanya dalam menghadapi dinamika praktik perpajakan di lapangan. Salah satu langkah nyata yang dilakukan adalah melalui Workshop Moot Court atau simulasi sidang pengadilan pajak, yang digelar selama dua hari pada 17–18 Oktober 2025 di Ballroom Hotel Aston, Sidoarjo.

Kegiatan yang berlangsung mulai pukul 08.00 hingga 17.00 WIB ini diikuti 107 peserta yang berasal dari IKPI Cabang Sidoarjo, Surabaya, Malang, serta peserta umum. Workshop menghadirkan Dr. Hariyasin sebagai pemateri utama yang dikenal berpengalaman dalam bidang hukum dan pengadilan pajak.

(Foto: DOK. IKPI Cabang Sidoarjo)

Ketua IKPI Cabang Sidoarjo, Budi Tjiptono, mengatakan kegiatan ini dirancang untuk memberikan pemahaman mendalam kepada konsultan pajak (KP) tentang proses hukum di pengadilan pajak secara langsung dan aplikatif.

“Konsultan pajak harus memahami dinamika persidangan pajak secara nyata. Tidak cukup hanya tahu teori, tetapi juga harus tahu bagaimana menyusun argumen, menghadapi majelis, dan membaca arah perkara,” ujar Budi dalam keterangannya, Sabtu (18/10/2025).

Pada hari pertama, peserta mendapatkan materi bertema Materi & Strategi Sidang Pengadilan Pajak yang disampaikan secara interaktif oleh Dr. Hariyasin. Sementara hari kedua diisi dengan simulasi sidang pengadilan (Moot Court), di mana peserta berperan langsung sebagai pihak-pihak dalam persidangan, mulai dari hakim, kuasa hukum, hingga wajib pajak.

Workshop berlangsung dinamis dan penuh antusiasme. Pemateri memanfaatkan alat peraga dan istilah-istilah teknis yang umum digunakan dalam pengadilan pajak, sehingga suasana belajar terasa realistis dan mudah dipahami.

“Peserta benar-benar diajak belajar secara nyata, tidak hanya mendengar, tapi terlibat aktif. Banyak yang bilang kegiatan ini membuka wawasan baru tentang bagaimana proses hukum berjalan,” tambah Budi.

Selain memberikan pengalaman berharga, kegiatan ini juga menjadi ajang mempererat hubungan antaranggota IKPI. Suasana akrab dan penuh semangat terlihat sepanjang acara, terlebih ketika panitia menyiapkan doorprize menarik bagi peserta, termasuk hadiah utama berupa kulkas satu pintu.

Dari testimoni peserta, kegiatan Moot Court ini dinilai sangat bermanfaat dan layak dijadikan agenda rutin. Banyak peserta berharap IKPI Sidoarjo terus menghadirkan pelatihan serupa dengan topik yang lebih mendalam dan kontekstual.

“Kami ingin anggota IKPI semakin siap menghadapi tantangan profesi, terutama dalam aspek hukum pajak. Dunia perpajakan terus berkembang, dan konsultan pajak harus tangguh di segala medan, termasuk di ruang sidang,” katanya. (bl)

Ketum IKPI: Saatnya KP Tak Hanya Pintar Hitung Pajak, Tapi Juga Menulis dan Berbagi Wawasan

IKPI, Jakarta: Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Vaudy Starworld mengajak seluruh konsultan pajak (KP) untuk tidak hanya berfokus pada pekerjaan teknis menghitung pajak, tetapi juga aktif menulis dan berbagi pengetahuan kepada masyarakat.

Pesan tersebut dikatakan melalui sambutan resminya yang disampaikan Ketua Departemen Keanggotaan dan Etik IKPI, Robert Hutapea, dalam kegiatan Seminar Pengembangan Profesional Berkelanjutan (PPL) yang digelar IKPI Cabang Jakarta Timur, Rabu (21/10/2025).

“PPL bukan sekadar memenuhi kewajiban jam pelatihan, tapi wadah untuk memperluas wawasan dan kontribusi intelektual. Konsultan pajak seharusnya tak hanya menghitung pajak, tapi juga menulis, berdiskusi, dan berbagi wawasan bagi kemajuan profesi,” tegas dalam pesannya.

Manfaatkan Platform Digital IKPI

Vaudy juga mengingatkan agar para anggota memanfaatkan fasilitas website resmi IKPI sebagai ruang berbagi gagasan. Menurutnya, setiap anggota memiliki kesempatan untuk menulis, baik membahas Peraturan Menteri Keuangan (PMK) secara utuh maupun sekadar mengulas satu bab atau pasal tertentu yang menarik untuk didiskusikan.

“Melalui tulisan, kita bisa ikut membentuk opini publik dan membantu pemerintah dalam menyederhanakan pemahaman pajak bagi masyarakat,” ujar Robert menyampaikan pesan Vaudy.

Ketua Umum IKPI pun mengapresiasi upaya pengurus cabang Jakarta Timur yang secara rutin menyelenggarakan PPL sebagai sarana pembelajaran dan diskusi. Ia menegaskan bahwa Pengurus Pusat IKPI sepenuhnya mendukung setiap kegiatan cabang dan daerah di seluruh Indonesia.

Dalam kesempatan tersebut, Robert juga menyampaikan sejumlah langkah strategis yang telah dilakukan Pengurus Pusat IKPI dalam memperjuangkan kepentingan profesi kepada pemerintah, baik di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) maupun Direktorat P2PK

Beberapa isu penting yang tengah diperjuangkan antara lain:

• Penguatan peran konsultan pajak dalam pengembangan sektor keuangan (UU P2SK)

• Urgensi Undang-Undang Konsultan Pajak

• Ketentuan terkait kuasa wajib pajak non-konsultan pajak

• Penanganan anggota yang terlambat daftar ulang izin konsultan pajak sesuai PMK 111/2014

• Optimalisasi sistem SIKOP (Sistem Informasi Konsultan Pajak)

“Langkah-langkah ini adalah bagian dari upaya kami memastikan profesi konsultan pajak tetap kredibel, kompeten, dan diakui secara hukum,” ujar Robert.

Selain aspek regulasi, ia  juga menyoroti pentingnya peningkatan kesejahteraan dan benefit anggota. Pengurus Pusat IKPI telah menjalin kerja sama strategis dengan berbagai institusi di bidang pendidikan, akomodasi, kesehatan, dan olahraga.

Di antaranya, kerja sama pendidikan dengan Universitas Pelita Harapan (UPH) dan Universitas Trisakti, serta potongan harga khusus di beberapa hotel seperti Swissbel Hotel, Aston Kartika Grogol, Hotel Santika, dan Hotel Episode.

Untuk layanan kesehatan, anggota mendapat diskon 10–15% di Prodia, harga khusus medical check-up di Pramita, dan diskon hingga 20% di Optik Melawai.

IKPI juga menggandeng Permata Sentul Golf dan Driving Range Pringgondani untuk fasilitas olahraga. Bahkan, komunitas olahraga dan seni kini mulai terbentuk, termasuk IKPI Golfer Community yang telah dideklarasikan 13 Oktober lalu, serta komunitas runner IKPI yang akan diluncurkan pada 26 Oktober 2025.

“Komunitas ini bukan hanya soal olahraga, tapi juga sarana mempererat solidaritas dan memperluas jejaring profesional antaranggota,” kata Robert.

Inagurasi Anggota Tetap Baru dan Imbauan Coretax

Menutup sambutannya, Robert mengingatkan pentingnya anggota untuk segera memenuhi kewajiban PPL Technical Skill (TS) dan Non-Technical Skill (NTS) tahun 2025 melalui IKPI Smart, serta melakukan validasi akun Coretax guna mendukung pelaporan SPT Tahunan.

Selain itu, IKPI akan menggelar Inagurasi dan Pembekalan Anggota Tetap Baru pada Senin, 27 Oktober 2025, di Gedung IKPI, Pejaten Barat, Jakarta Selatan. Kegiatan tersebut akan memuat sesi inagurasi, sharing pengalaman, hingga pembekalan tentang praktik konsultasi pajak, standar profesi, kode etik, dan hak serta kewajiban konsultan pajak.

“Inagurasi adalah fondasi awal bagi anggota baru untuk memahami nilai-nilai profesi dan berjejaring dengan senior. Ini langkah penting sebelum terjun memberikan jasa konsultasi kepada masyarakat,” ujarnya. (bl)

Target Pelapor SPT Tahunan 2025 Turun, DJP Realistis Hadapi Kondisi Ekonomi dan Kenaikan PTKP

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan menurunkan target jumlah pelapor Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak tahun 2025. Jika tahun sebelumnya targetnya mencapai 16,21 juta pelapor, tahun ini DJP hanya membidik sekitar 14 juta wajib pajak yang menyampaikan SPT-nya.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Rosmauli menjelaskan, penyesuaian target ini dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai dinamika ekonomi dan profil wajib pajak yang terus berubah.

“Nah, untuk keseluruhan SPT tadi kurang lebih 14 juta something. Untuk wajib pajak orang pribadi sekitar 13 jutaan, sedangkan untuk badan sekitar 1 jutaan,” kata Rosmauli dalam media briefing di Kantor Pusat DJP, Jakarta, Senin (21/10/2025).

Menurutnya, target yang lebih rendah ini bukan berarti penurunan kinerja, melainkan penyesuaian yang realistis berdasarkan capaian pelaporan tahun sebelumnya. Berdasarkan data DJP, pelaporan SPT Tahunan 2024 hanya mencapai 12,34 juta wajib pajak, atau sekitar 76,13% dari target 16,21 juta.

Rosmauli mengungkapkan, target 2025 juga mempertimbangkan beberapa faktor penting, antara lain kemungkinan bertambahnya pegawai dengan penghasilan di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) seiring rencana penyesuaian ambang batas, serta berkurangnya pelaku UMKM dengan omzet di bawah Rp4,8 miliar per tahun.

“Pertimbangan tadi kemungkinan bahwa pegawai yang di bawah PTKP bertambah, kemudian yang di bawah Rp4,8 miliar mungkin berkurang. Kemudian wajib pajak yang statusnya non-efektif (NE) juga bisa bertambah,” ujarnya.

Ia menambahkan, analisis tersebut penting agar DJP dapat menyusun strategi antisipatif menjelang masa pelaporan SPT yang akan berakhir pada Maret 2026 untuk wajib pajak orang pribadi, dan April 2026 untuk wajib pajak badan.

“Ini kan cuma pertimbangan-pertimbangan ya, supaya kami bisa menentukan langkah-langkah yang tepat untuk mengantisipasi nantinya pada saat pelaporan SPT,” tegas Rosmauli.

Dengan target yang lebih realistis, DJP berharap tingkat kepatuhan formal wajib pajak tetap terjaga, sekaligus menjadi dasar penyempurnaan strategi edukasi dan sosialisasi pajak di tengah dinamika ekonomi nasional yang terus bergerak. (alf)

Setahun Pemerintahan Prabowo-Gibran, DJP Gelontorkan Sederet Insentif Pajak 

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan memastikan kebijakan fiskal di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka tetap berpihak pada dunia usaha dan masyarakat. Beragam insentif, keringanan, dan fasilitas pajak digelontorkan untuk menjaga daya beli, menopang sektor strategis, serta mendorong pemulihan ekonomi yang inklusif.

Lewat unggahan di akun resmi @ditjenpajakri, pemerintah merinci sederet keringanan yang masih berlaku sepanjang tahun pertama pemerintahan Prabowo-Gibran. Mulai dari PPN Ditanggung Pemerintah (DTP) untuk rumah tapak dan kendaraan listrik, hingga PPh 21 DTP bagi pekerja di industri padat karya seperti tekstil, furnitur, dan pariwisata.

“Pemerintah terus hadir melalui kebijakan pajak yang adaptif. Insentif bukan sekadar keringanan, tapi strategi agar ekonomi tetap bergerak,” tulis DJP dalam keterangannya.

Daftar Insentif Pajak Tahun Pertama Pemerintahan Prabowo-Gibran

• PPN DTP atas rumah tapak dan rumah susun

• PPN DTP atas kendaraan listrik dan hybrid

• PPN DTP atas pembelian tiket pesawat

• Pembebasan PPN untuk bahan pokok dan jasa kesehatan

• PPh 21 DTP bagi pekerja sektor alas kaki, tekstil, furnitur, kulit, dan pariwisata

• UMKM beromzet hingga Rp500 juta tetap bebas PPh

• Tarif PPh Final UMKM 0,5% diperpanjang hingga 2029

Di tengah derasnya insentif tersebut, kinerja penerimaan pajak tetap menunjukkan tren membaik.

Direktur Jenderal Pajak, Bimo Wijayanto, menyampaikan bahwa realisasi penerimaan pajak bruto hingga September 2025 mencapai Rp1.619,2 triliun, naik dari Rp1.588,2 triliun pada periode yang sama tahun lalu.

“Kalau dilihat dari penerimaan neto setelah restitusi, memang sempat tertekan. Tapi tren bulanannya terus naik, bahkan per September masih tumbuh positif,” ujar Bimo di Jakarta.

Secara neto, penerimaan pajak tercatat Rp1.295,28 triliun, turun dibandingkan Rp1.354,86 triliun tahun lalu. Namun, per bulan, DJP mencatat pertumbuhan positif, dengan realisasi September mencapai Rp159,8 triliun, lebih tinggi dari Rp158,3 triliun pada bulan yang sama tahun sebelumnya.

Sektor Industri Masih Jadi Motor Utama

Jika dirinci menurut jenis pajaknya, PPh Pasal 21 tumbuh 1,7% menjadi Rp195 triliun, menandakan pasar tenaga kerja masih bergairah.

PPh Badan juga meningkat signifikan dari Rp287,3 triliun menjadi Rp309,7 triliun, didorong oleh peningkatan laba di sektor pertanian tanaman, ketenagalistrikan, dan pertambangan logam.

Sementara itu, PPN Impor melonjak dari Rp198,9 triliun menjadi Rp229,8 triliun, seiring aktivitas perdagangan luar negeri yang kembali menggeliat.

Namun, PPN Dalam Negeri masih tertekan, turun dari Rp505,2 triliun menjadi Rp497,2 triliun, akibat moderasi konsumsi di sektor ritel.

Berdasarkan sektor usaha, industri pengolahan masih menjadi penopang utama, naik dari Rp443,8 triliun menjadi Rp452,3 triliun. Sektor keuangan juga mencatat kenaikan dari Rp181,1 triliun ke Rp190,3 triliun, sementara pertambangan tumbuh dari Rp181,7 triliun ke Rp185,8 triliun.

Sebaliknya, sektor perdagangan masih lesu dengan penurunan dari Rp376,9 triliun menjadi Rp370,9 triliun, dipengaruhi turunnya penjualan mobil dan barang grosir.

Bimo menilai, data penerimaan pajak kini dapat menjadi “detektor dini” bagi arah ekonomi nasional. “Dari data pajak, kita bisa memprediksi sektor mana yang tumbuh dan mana yang melemah. Ini bisa jadi bahan penting bagi pengambilan kebijakan ekonomi,” ungkapnya.

Ia menambahkan, kebijakan fiskal ke depan akan tetap diarahkan untuk menjaga keseimbangan antara insentif dan penerimaan negara.

“Pajak bukan sekadar pungutan, tapi instrumen pembangunan. Saat ekonomi tumbuh, penerimaan akan ikut kuat,” tegas Bimo. (alf)

Konsultan Pajak: Garda Terdepan yang Belum Punya Payung Hukum

Di era pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, kebijakan fiskal Indonesia menampilkan nuansa berbeda: bukan dengan menaikkan tarif pajak baru, melainkan lewat penajaman basis pajak dan penguatan kepatuhan. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan bahwa penerimaan negara akan digali dari wilayah yang masih “abu-abu”, bukan sekadar menambah beban baru bagi masyarakat. 


Dalam kerangka reformasi ini, profesi konsultan pajak yang selama ini berada di garis terdepan mendampingi wajib pajak justru belum memperoleh payung hukum setara dengan profesi sejenis seperti akuntan publik atau advokat. Padahal tanpa kehadiran mereka yang terlindungi secara regulasi, strategi penguatan kepatuhan berisiko lemah.

Konsultan pajak bukan sekadar “pembantu hitung pajak.” Dalam sistem hukum Indonesia, kedudukannya diakui sebagai pihak yang dapat memberikan jasa profesional kepada Wajib Pajak dalam memenuhi hak dan kewajiban perpajakannya. Pengakuan ini secara eksplisit tercantum dalam Pasal 32 ayat (3a) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), yang menyebut “Wajib Pajak dapat diwakili oleh kuasa dengan surat kuasa khusus untuk melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.”

Penjelasan pasal tersebut memberikan ruang bagi profesi Konsultan Pajak untuk bertindak sebagai kuasa hukum pajak (tax representative). Artinya, peran mereka memiliki dasar dalam hukum nasional—namun belum dijabarkan lebih lanjut melalui undang-undang profesi tersendiri sebagaimana halnya advokat (UU No. 18 Tahun 2003), akuntan publik (UU No. 5 Tahun 2011), atau notaris (UU No. 2 Tahun 2014).

Saat ini, pengaturan rinci profesi tersebut masih bergantung pada dua peraturan turunan Kementerian Keuangan, yakni:
1. PMK No. 111/PMK.03/2014 tentang Konsultan Pajak, yang mengatur jenjang izin (A, B, C), syarat pendidikan, ujian sertifikasi, kode etik, dan kewajiban Pendidikan Profesional Berkelanjutan (PPL); dan
2. PMK No. 175/PMK.01/2022 yang memperbarui tata cara izin praktik serta pengawasan oleh Pusat Pembinaan Profesi Keuangan (PPPK).

Kedua regulasi itu penting sebagai landasan administratif, tetapi karena berada di bawah hierarki undang-undang, posisinya belum memberikan kepastian hukum yang kuat terhadap tanggung jawab profesional dan perlindungan hukum bagi konsultan pajak, hak dan perlindungan bagi wajib pajak yang menggunakan jasa mereka, serta mekanisme disiplin dan sanksi yang memiliki daya paksa setara undang-undang.

Dalam praktik, peran konsultan pajak di Indonesia mencakup tiga fungsi strategis utama:
1. Fungsi Kepatuhan Administratif: membantu Wajib Pajak dalam advis atau nasihat dalam menyusun pembukuan, menghitung pajak terutang, menyiapkan dan melaporkan SPT, serta memastikan kepatuhan terhadap jadwal dan ketentuan DJP.
2. Fungsi Representatif dan Advokasi Fiskal: mendampingi wajib pajak dalam pemeriksaan, keberatan, hingga banding di Pengadilan Pajak.
3. Fungsi Edukatif dan Preventif: menjadi penerjemah regulasi dan pendamping pelaku usaha agar memahami hak dan kewajiban perpajakan mereka secara berkeadilan.

Secara internasional, banyak negara telah memiliki undang-undang profesi pajak:
– Jerman memiliki Steuerberatungsgesetz (Tax Consultancy Act) dengan lisensi nasional dan pengawasan ketat.
– Australia menerapkan Tax Agent Services Act 2009 (TASA) yang membentuk Tax Practitioners Board.
– Jepang dan Korea Selatan mengatur profesi ini dalam kerangka hukum tersendiri dengan kewajiban sertifikasi dan pembaruan kompetensi.

Negara-negara tersebut menunjukkan tingkat kepatuhan pajak di atas 90% (OECD, 2023). Sementara di Indonesia, tingkat kepatuhan formal SPT Tahunan 2024 baru mencapai 85,75% (DJP, 2025).

Karena itu, pembentukan Undang-Undang Konsultan Pajak bukan hanya kebutuhan profesi, melainkan kebutuhan sistem fiskal nasional. UU ini akan memperjelas peran, tanggung jawab, dan pengawasan konsultan pajak sehingga dapat meningkatkan kepatuhan sukarela dan kepercayaan publik terhadap sistem pajak.

Reformasi pajak bukan hanya soal tarif atau teknologi, tetapi soal kepercayaan. Kepercayaan itu tumbuh bila aturan jelas, penegakan adil, dan pelaksananya profesional. Undang-Undang Konsultan Pajak akan menjadi pondasi bagi terciptanya sistem perpajakan yang sehat, adil, dan berkeadilan bagi semua pihak.

Sumber data: DJP (2025), DDTC News (2025), OECD Tax Administration CIS (2023), PMK No.111/PMK.03/2014, PMK No.175/PMK.01/2022, UU HPP No.7/2021.

Penulis adalah Ketua Departemen Humas IKPI, Dosen, dan Praktisi Perpajakan

Jemmi Sutiono

Email:   jemmi.sutiono@gmail.com

 Disclaimer: Tulisan ini merupakan pandangan dan pendapat pribadi penulis

IKPI Bangun Jejaring Internasional: Gelar Seminar Bersama KACTAE dan Bahas UU Konsultan Pajak dengan KACPTA

(Foto: DOK. PP-IKPI)

IKPI, Seoul: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) terus memperluas langkah diplomasi profesinya di tingkat global. Dalam kunjungan kerja ke Korea Selatan pertengahan Oktober ini, delegasi IKPI melaksanakan dua agenda penting bersama dua lembaga konsultan pajak terkemuka, yakni Korean Association of Certified Tax Accountants Examination (KACTAE) dan Korean Association of Certified Public Tax Accountants (KACPTA).

Kegiatan ini bukan sekadar silaturahmi antarlembaga, tetapi juga membuka peluang konkret untuk kerja sama pendidikan, pertukaran gagasan, dan penguatan regulasi profesi konsultan pajak di Indonesia.

Seminar Internasional di Korea University

Pertemuan pertama digelar pada 16 Oktober 2025 di Korea University, melalui kerja sama antara IKPI dan KACTAE. Kegiatan ini diisi dengan seminar internasional yang menghadirkan pembicara dari kedua negara, membahas topik-topik terkini di bidang perpajakan global dan profesionalisme konsultan pajak di era digital.

Seminar tersebut menjadi wadah penting bagi pertukaran pandangan antara akademisi, praktisi, dan regulator pajak dari Indonesia dan Korea Selatan.

Ketua Departemen Hubungan Internasional IKPI David Tjhai menegaskan bahwa kerja sama lintas negara sangat dibutuhkan untuk memperkuat kompetensi konsultan pajak di Indonesia agar mampu menghadapi tantangan regional dan global.

“Konsultan pajak tidak lagi bekerja dalam ruang domestik. Dunia perpajakan kini bergerak melintasi batas negara, sehingga kolaborasi seperti ini menjadi sangat strategis,” ujar David.

Selain seminar tatap muka, IKPI dan KACTAE juga sepakat menjajaki kerja sama penyelenggaraan seminar internasional daring secara berkala, yang memungkinkan partisipasi anggota dari kedua negara tanpa batas geografis.

Kesepakatan ini diharapkan menjadi langkah awal menuju pertukaran keilmuan dan peningkatan mutu pelatihan profesi di kedua negara.

(Foto: DOK. PP-IKPI)

Pertemuan Strategis dengan KACPTA

Empat hari berselang, Senin (20/10/2025), Ketua Umum IKPI bersama jajaran pengurus IKPI bertemu Presiden KACPTA, Koo Jae Yi, di kantor pusat asosiasi tersebut di Seoul. Pertemuan hangat itu membahas penguatan profesi konsultan pajak dan pentingnya Undang-Undang Konsultan Pajak (UU KP) di Indonesia.

Pada kesempatan itu, David mengapresiasi sistem Korea Selatan yang telah memiliki regulasi jelas bagi profesi konsultan pajak.

“KACPTA menunjukkan bahwa regulasi yang kuat mampu meningkatkan profesionalisme dan kepercayaan publik. Indonesia juga perlu memiliki UU serupa untuk memperkuat profesi ini,” kata David.

Sementara itu, Presiden KACPTA, Koo Jae Yi, mendukung gagasan tersebut. Ia menuturkan bahwa sebelum adanya undang-undang di negaranya, profesi konsultan pajak menghadapi banyak kendala.

“Regulasi yang baik melindungi semua pihak pemerintah, wajib pajak, dan konsultan pajak. Karena itu kami menyarankan agar Indonesia segera memiliki payung hukum profesi ini,” ujar Koo.

Kedua asosiasi sepakat melanjutkan kerja sama lewat webinar internasional dan forum pertukaran pengalaman antaranggota AOTCA (Asia-Oceania Tax Consultants’ Association) guna memperkuat posisi profesi di tingkat regional.

(Foto: DOK. PP-IKPI)

Menyerap Inspirasi Profesionalisme

Setelah pertemuan resmi, rombongan IKPI diajak berkeliling gedung megah KACPTA di kawasan Seocho-gu, Seoul. Para delegasi mengunjungi berbagai fasilitas seperti ruang pelatihan, perpustakaan dengan lebih dari 20 ribu koleksi buku pajak, hingga ruang riset dan pelayanan anggota.

“Kami sangat terinspirasi oleh tata kelola dan semangat profesionalisme KACPTA. Ini menjadi contoh nyata bagaimana asosiasi profesi dapat tumbuh kuat dan berwibawa,” kata David usai kunjungan.

Rangkaian kegiatan di Korea Selatan ini bukan sekadar seremoni, melainkan bagian dari misi besar IKPI memperkuat jejaring internasional, memperjuangkan pengakuan hukum bagi profesi konsultan pajak, dan membangun reputasi Indonesia dalam kancah perpajakan global.

Dengan semangat kolaborasi dan visi global, IKPI menegaskan tekadnya menjadikan konsultan pajak Indonesia tidak hanya kompeten di dalam negeri, tetapi juga diakui di tingkat internasional sejajar dengan negara-negara maju di kawasan Asia dan Oseania.

Hadir Pengurus Pusat IKPI pada pertemuan tersebut:

1. Ketua Umum, Vaudy Starworld

2. ⁠Wakil Ketua Umum, Nuryadin Rahman

3. ⁠Ketua Departemen Hubungan Internasional, David Tjhai 

4. ⁠Ketua Bidang Negara AOTCA dan Asia, Suhardi Sumbadji

5. ⁠Anggota Bidang Negara AOTCA dan Asia, Jeklira Tampubolon 

6. ⁠Anggota Bidang SDA, Andi M. Johan

(bl).

Kolaborasi IKPI dan ISCA Siapkan Konsultan Pajak Kelas Dunia

IKPI, Jakarta: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) terus memperluas jejaring internasionalnya dengan menjalin kerja sama strategis bersama Institute of Singapore Chartered Accountants (ISCA). Kolaborasi ini diharapkan menjadi langkah besar dalam meningkatkan kompetensi dan daya saing konsultan pajak Indonesia di tingkat global.

Ketua Departemen Hubungan Internasional IKPI David Tjhai menjelaskan bahwa tujuan utama kerja sama ini adalah untuk mendorong profesionalisme dan memperkuat kapasitas konsultan pajak Indonesia agar mampu bersaing sebagai profesional kelas dunia.

(Foto: Istimewa)

“Kerja sama dengan ISCA ini menjadi bagian dari upaya IKPI untuk menerapkan best practices global dan memperluas jaringan antar konsultan pajak di dunia,” kata David, baru-baru ini.

Menurutnya, terdapat beberapa bidang yang menjadi fokus kolaborasi antara IKPI dan ISCA, di antaranya pertukaran pengetahuan melalui seminar dan konferensi internasional, pelatihan serta sertifikasi bersama, hingga riset terkait isu digitalisasi dan keberlanjutan perpajakan.

Sementara itu, Ketua Bidang Pajak Internasional Negara-Negara Afrika IKPI Rianto Abimail menambahkan, kerja sama ini akan membantu anggota IKPI dalam menghadapi berbagai tantangan global seperti pajak lintas negara atas transaksi fisik maupun transaksi digital, dan update ketentuan pajak di berbagai negara khususnya Singapura.

“Anggota IKPI akan berkesempatan untuk dapat belajar melalui Platform yang disediakan ISCA baik pajak ataupun akuntansi, dan ISCA memberikan peluang bagi Anggota IKPI dapat berkolaborasi aktif dengan Anggota ISCA agar dapat tercipta peluang-peluang bisnis, ujar Rianto.

Lebih kanjut Rianto mengungkapkan, Ke depan, kedua organisasi berencana melaksanakan program joint training dan seminar internasional, mengembangkan modul pelatihan dan sertifikasi bersama, serta mempublikasikan hasil riset dan studi kasus kolaboratif untuk memperkaya wawasan profesi.

“Anggota IKPI akan dilibatkan aktif dalam berbagai kegiatan lintas negara agar manfaat kerja sama ini benar-benar terasa nyata,” ujarnya.

Dikatakan David, kerja sama IKPI dan ISCA juga diharapkan menjadi contoh kolaborasi regional dalam memperkuat profesi perpajakan, sekaligus mendorong terbentuknya ekosistem perpajakan yang transparan, adil, dan berdaya saing di Indonesia dan Singapura.

Pada kesempatan yang sama, Ketua IKPI Cabang Jakarta Pusat, Suryani mengatakan bahwa

Kolaborasi IKPI dan ISCA akan memberikan lebih banyak pengetahuan, jaringan kerjasama antar konsultan pajak Indonesia dan Singapura khususnya menciptakan peluang usaha baru bagi konsultan pajak.

Pertemuan antara kedua organisasi dihadiri oleh David Tjhai (Ketua Departemen Hubungan Internasional IKPI), Rianto Abimail (Ketua Bidang Pajak Internasional Negara-Negara Afrika IKPI), Suryani (Ketua IKPI Cabang Jakarta Pusat), dan A. Praditya dari ISCA Singapura. (bl)

en_US