Malaysia Revisi Pajak Jasa dan Penjualan

IKPI, Jakarta: Pemerintah Malaysia bersiap melakukan revisi besar pada sistem perpajakannya mulai 1 Juli 2025, dengan menyesuaikan tarif pajak penjualan dan memperluas cakupan pajak jasa. Langkah ini diambil sebagai bagian dari strategi jangka panjang untuk memperkuat posisi fiskal negara dan meningkatkan pendapatan nasional.

Dalam pernyataan resmi, Kementerian Keuangan Malaysia mengungkapkan bahwa pajak penjualan sebesar 5% hingga 10% akan diberlakukan pada barang-barang mewah dan tidak esensial. Di antara daftar produk yang akan dikenai tarif baru tersebut termasuk kepiting raja, salmon, buah impor, sepeda balap, serta karya seni antik.

Sementara itu, cakupan pajak jasa juga akan diperluas mencakup sektor-sektor yang sebelumnya belum tersentuh, seperti penyewaan properti, konstruksi, jasa keuangan, layanan kesehatan swasta, institusi pendidikan non-pemerintah, dan layanan kecantikan.

“Penyesuaian ini bertujuan memperluas basis pajak secara adil guna memperkuat jaring pengaman sosial negara tanpa membebani mayoritas rakyat,” demikian pernyataan kementerian yang dikutip Senin (9/6/2025).

Perdana Menteri Anwar Ibrahim sebelumnya telah menyinggung rencana ekspansi pajak ini dalam pengumuman Anggaran Nasional Oktober lalu. Meski semula dijadwalkan berlaku Mei, implementasi ditunda karena kekhawatiran pelaku usaha atas dampak ekonomi global dan ketidakpastian tarif.

Federasi Produsen Malaysia pada April lalu mendesak agar perluasan cakupan pajak ditangguhkan, menyebutkan bahwa biaya operasional berpotensi melonjak di tengah tantangan ekonomi dunia yang masih belum stabil.

Untuk meredakan kekhawatiran publik, Kementerian Keuangan menegaskan akan ada pengecualian terhadap layanan-layanan vital tertentu guna menghindari pajak berganda. Selain itu, perusahaan yang belum sepenuhnya menyesuaikan diri dengan kebijakan baru tidak akan dikenakan denda hingga 31 Desember 2025. (alf)

 

IKPI Segera Umumkan Pengganti Wakil Ketua Umum, Vaudy Starworld: “Tak Bisa Jalan Sendiri, Kepengurusan Kita Masih Panjang”

IKPI, Jakarta: Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), Vaudy Starworld, secara resmi mengumumkan dimulainya proses pengisian jabatan Wakil Ketua Umum yang kosong sejak wafatnya almarhumah Jetty. Dalam Rapat Pleno IKPI yang digelar di Gedung IKPI, Pejaten, Jakarta Selatan, Senin (9/6/2025), Vaudy menegaskan bahwa pengisian posisi ini krusial untuk mendukung keberlangsungan organisasi ke depan.

“Kepengurusan kita masih panjang, masa kepengurusan masih empat tahun lebih. Tidak mungkin saya bekerja sendiri. Jabatan Wakil Ketua Umum harus segera diisi,” ujar Vaudy dihadapan puluhan pengurus pusat dan pengawas IKPI yang hadir di lokasi acara.

(Foto: Departemen Humas PP-IKPI/Bayu Legianto)

Mengacu pada Pasal 12 Ayat (20) Anggaran Rumah Tangga (ART) IKPI, kekosongan jabatan harus segera diisi melalui mekanisme yang sah. Vaudy menegaskan bahwa proses pemilihan tidak dilakukan secara terbuka dalam forum pleno, melainkan berdasarkan masukan dari para pengurus dan pertimbangan pribadi sebagai ketua umum.

“Sesuai ADRT, yang menentukan siapa pengganti Wakil Ketua Umum adalah Ketua Umum. Karena itu, saya minta forum ini tidak menyebut nama. Semua masukan saya dengarkan, dan keputusan akan saya ambil dengan penuh pertimbangan,” jelasnya.

(Foto: Departemen Humas PP-IKPI/Bayu Legianto)

Ia juga menyampaikan bahwa proses berkabung selama 40 hari atas wafatnya almarhumah Jetty telah dilalui, dan kini merupakan waktu yang tepat untuk melangkah maju.

“Pleno hari ini bukan tanpa alasan. Kami ingin menghormati masa berkabung terlebih dahulu. Kini saatnya kita bicara soal regenerasi dan kesinambungan kepemimpinan,” tambahnya.

(Foto: Departemen Humas PP-IKPI/Bayu Legianto)

Vaudy menargetkan bahwa Surat Keputusan (SK) pengangkatan Wakil Ketua Umum akan diterbitkan paling lambat 20 Agustus 2025, bertepatan dengan satu tahun masa kepengurusan saat ini.

“SK akan kita keluarkan paling lambat 20 Agustus. Itu juga momen refleksi setahun kepengurusan kami. Kita harus siapkan formasi yang solid untuk jangka panjang,” tuturnya.

Dengan penegasan tersebut, IKPI menandai langkah penting dalam menjaga keberlanjutan roda organisasi, memastikan bahwa kepemimpinan berjalan kolektif dan tidak bertumpu pada satu figur saja.

(Foto: Departemen Humas PP-IKPI/Bayu Legianto)

Hadir dijajaran pimpinan rapat pleno IKPI:

1. Ketua Umum, Vaudy Starworld

2. ⁠Ketua Pengawas Prianto Budi Saptono

3. ⁠Sekretaris Umum, Associate Professor Edy Gunawan

4. ⁠Ketua Departemen Hukum, Ratna Febrina

5. Jajaran Pengurus Pusat IKPI

(bl)

UMKM Kini Bisa Setor Pajak Lewat Coretax, Tak Perlu Lagi Lapor SPT Masa

IKPI, Jakarta: Pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) kini semakin dimudahkan dalam memenuhi kewajiban perpajakan mereka. Melalui sistem Coretax, wajib pajak UMKM dapat melakukan penyetoran Pajak Penghasilan (PPh) final sebesar 0,5% dari omzet bruto bulanan secara mandiri. Hebatnya lagi, penyetoran ini sekaligus dianggap sebagai pelaporan pajak, sehingga pelaku UMKM tidak perlu lagi mengisi SPT Masa.

Untuk menyetor PPh final secara mandiri, pelaku UMKM cukup membuat kode billing melalui Coretax System. Caranya, masuk ke menu Pembayaran lalu pilih layanan Mandiri Kode Billing. Gunakan Kode Akun Pajak (KAP) 411128 dan Kode Jenis Setoran (KJS) 420, yang khusus digunakan untuk PPh final UMKM yang disetor sendiri.

“Terkait NPWP lawan transaksi, tidak wajib diisi saat membuat kode billing,” jelas akun resmi Kring Pajak dalam unggahan di media sosial pada Minggu (8/6/2025), menjawab pertanyaan warganet.

Artinya, selama pelaku UMKM sudah menyetor pajaknya dengan benar melalui sistem tersebut, maka kewajiban SPT Masa dianggap telah selesai. Validasi dilakukan berdasarkan Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) yang tertera dalam Surat Setoran Pajak (SSP).

“Jika termasuk UMKM dan sudah bayar PPh 0,5%, maka tidak perlu lagi lapor SPT Masa. Tinggal lapor SPT Tahunan saja, berdasar catatan omzet,” lanjut Kring Pajak melalui platform X.

Meski dibebaskan dari pelaporan bulanan, pelaku UMKM tetap dianjurkan untuk mencatat omzet setiap bulan. Catatan ini akan menjadi dasar saat menyusun dan melaporkan SPT Tahunan nantinya. Menariknya, tidak ada format baku untuk pencatatan ini—UMKM bebas menggunakan cara dan bentuk yang paling sesuai dengan usahanya. (alf)

 

 

Hari Ini Kesempatan Terakhir Nikmati Diskon Tol hingga 20% untuk Libur Iduladha

IKPI, Jakarta: Para pemudik dan pelancong yang masih berada di perjalanan darat selama libur Iduladha 2025 patut bergegas. Hari ini, Senin (9/6/2025), menjadi hari terakhir pemberlakuan diskon tarif tol hingga 20% yang diberikan oleh PT Jasa Marga (Persero) Tbk di sejumlah ruas tol Trans Jawa dan Trans Sumatra.

Diskon ini merupakan bagian dari strategi Jasa Marga untuk mengurai kepadatan lalu lintas selama periode arus mudik dan balik Iduladha. Potongan harga berlaku bagi semua golongan kendaraan dan hanya dapat dinikmati oleh pengguna yang melakukan transaksi nontunai dengan uang elektronik. Namun, penting diingat, saldo yang tidak mencukupi otomatis membatalkan hak atas diskon ini.

Ruas-Ruas Favorit dengan Tarif Hemat

Sejumlah ruas tol utama menjadi sasaran program diskon ini, termasuk jalur strategis Jakarta–Semarang. Di ruas Cikampek Utama menuju Kalikangkung, misalnya, tarif kendaraan Golongan I turun dari Rp413.500 menjadi Rp350.300 untuk periode diskon hari ini. Sementara arah sebaliknya, dari Kalikangkung menuju Cikampek Utama, tarif Golongan I dipangkas dari Rp434.500 menjadi Rp347.600.

Tak hanya di Pulau Jawa, pengguna tol di Sumatra pun mendapatkan potongan serupa. Di ruas Sinaksak–Pangkalan Brandan, kendaraan Golongan I hari ini hanya dikenakan tarif Rp192.100 dari tarif normal Rp220.000. Sementara itu, untuk ruas Kisaran–Pangkalan Brandan, Golongan I cukup membayar Rp231.000 dibanding tarif normal Rp262.500.

Diskon Flat untuk Wilayah Jawa Timur

Kabar baik juga datang dari Jawa Timur. Di ruas Kejapanan Utama–Singosari, diskon berlaku konsisten selama empat hari penuh, mulai 6 hingga 9 Juni. Tarif kendaraan Golongan I diturunkan dari Rp52.500 menjadi Rp42.000. Penyesuaian serupa berlaku untuk kendaraan Golongan II dan III (dari Rp80.000 menjadi Rp64.000) serta Golongan IV dan V (dari Rp105.500 menjadi Rp84.400).

Segera Manfaatkan Sebelum Tengah Malam

Program diskon ini terbagi dalam dua periode. Periode pertama telah berlangsung pada 6–7 Juni, sementara periode kedua dimulai sejak 8 Juni dan berakhir tepat pukul 24.00 WIB malam ini.

Pengguna jalan tol diimbau untuk memastikan saldo uang elektronik mencukupi sebelum melintas, agar diskon otomatis terhitung saat transaksi. Dengan tarif lebih ringan, momen perjalanan Iduladha pun jadi lebih hemat dan nyaman.(alf)

 

REI: Rencana Kenaikkan Pajak Rumah Tapak Tak Tepat Sasaran

IKPI, Jakarta: Rencana pemerintah untuk menaikkan pajak rumah tapak menuai kritik keras dari kalangan pengembang. Wakil Ketua Umum DPP Real Estat Indonesia (REI), Bambang Ekajaya, menyebut kebijakan tersebut tidak tepat sasaran di tengah kondisi pasar properti yang masih lesu.

“Jujur saja, kami kaget. Saat industri properti sedang mengalami kelesuan, malah muncul wacana beban pajak baru. Ini sangat tidak bijak,” ujar Bambang, Minggu (8/6/2025).

Menurutnya, rencana pemerintah justru bisa menjadi “pukulan telak” bagi sektor perumahan, terutama karena rumah tapak masih menjadi andalan sebagian besar masyarakat baik dalam skema subsidi maupun non-subsidi.

Bambang mengingatkan bahwa rumah subsidi yang didanai melalui skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) juga termasuk kategori rumah tapak. Ia khawatir kenaikan pajak ini akan menghambat pencapaian target pengentasan backlog perumahan yang masih tinggi, yakni mencapai 15 juta unit berdasarkan data Badan Standardisasi Nasional (BSN) per 2024.

“Saat ini, rumah tapak non-subsidi pun penjualannya tersendat. Masyarakat sedang menahan belanja, daya beli menurun, dan ancaman PHK di berbagai sektor menambah tekanan,” jelasnya.

Bambang menduga kebijakan ini didesain untuk mendorong masyarakat beralih ke hunian vertikal seperti apartemen atau rumah susun sederhana milik (Rusunami). Namun, menurutnya, ekosistem hunian vertikal belum cukup matang untuk menjadi solusi jangka pendek.

“Kalau memang ingin mendorong vertical housing, harus disiapkan infrastrukturnya. Harga patokan rusunami tidak sebanding dengan biaya konstruksinya, jadi developer swasta masih enggan terlibat,” katanya.

Ia juga menyoroti masalah-masalah yang kerap muncul dalam pengelolaan rumah susun, seperti konflik dalam Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (P3SRS) yang sering berujung ke ranah hukum.

Pernyataan kontroversial soal pajak rumah tapak ini pertama kali diungkap Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman, Fahri Hamzah, dalam acara Simposium Nasional Sumitronomics, Selasa (3/6/2025). Ia menyebut bahwa kenaikan pajak bisa menjadi “senjata” untuk mengubah pola tinggal masyarakat dari rumah tapak ke rumah susun.

“Nanti yang bikin rumah landed pajaknya dinaikin saja sampai dia gak bisa tinggal di landed. Pasti dia akan tinggal di rumah susun,” kata Fahri dalam pernyataan yang memicu polemik.

Dengan ketimpangan antara kebutuhan dan ketersediaan hunian yang belum teratasi, wacana pajak ini justru dinilai berisiko memperdalam masalah. Industri properti kini menunggu langkah konkret pemerintah dalam memperbaiki regulasi, bukan menambah beban. (alf)

 

PER-11/2025: PKP Bisa Koreksi Kesalahan Faktur Pajak dengan Mekanisme Baru

IKPI, Jakarta: Pengusaha Kena Pajak (PKP) kini memiliki kepastian hukum lebih jelas ketika melakukan koreksi terhadap kesalahan dalam penerbitan Faktur Pajak. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melalui Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-11/PJ/2025 menetapkan mekanisme baru yang mempertegas dua opsi yang bisa dilakukan PKP: penerbitan Faktur Pajak Pengganti atau pembatalan Faktur Pajak.

Langkah ini menjadi angin segar bagi pelaku usaha, terutama mereka yang kerap dihadapkan pada dinamika transaksi yang kompleks. Lantas, seperti apa aturan mainnya?

Koreksi Lewat Faktur Pajak Pengganti

Faktur Pajak Pengganti dapat diterbitkan apabila terjadi kesalahan pengisian atau penulisan faktur—selain kesalahan identitas pembeli Barang Kena Pajak (BKP) atau penerima Jasa Kena Pajak (JKP). Penggantiannya hanya bisa dilakukan jika Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPN tempat faktur awal dilaporkan masih bisa diperbaiki.

Meskipun diganti, Nomor Seri Faktur Pajak (NSFP) tetap menggunakan nomor yang sama dengan faktur awal. Tanggal faktur baru mengacu pada tanggal saat faktur pengganti dibuat.

Menariknya, bila sebelumnya sudah ada nota retur atau pembatalan, maka Faktur Pajak Pengganti wajib memperhitungkan dokumen tersebut. Dan jika PKP tetap memilih mengganti faktur meskipun retur sudah dilakukan, maka retur dianggap tidak pernah terjadi—dengan catatan, pembetulan SPT tetap wajib dilakukan.

Contoh Praktis:

  1.  11 April 2025: PT ABC menjual 1.000 buku seharga Rp10.000 per unit. Total DPP: Rp10 juta, PPN: Rp1,2 juta.
  2. 16 Mei 2025: Terjadi pengembalian sebagian barang, senilai DPP Rp1 juta dan PPN Rp120 ribu.
  3. Di hari yang sama, ditemukan kesalahan ukuran dalam faktur awal. Maka diterbitkan Faktur Pajak Pengganti, dengan nilai DPP yang disesuaikan menjadi Rp9 juta dan PPN Rp1,08 juta, sambil memperhitungkan nota retur yang telah dibuat.

Ketentuan Pembatalan Faktur Pajak

Sementara itu, pembatalan Faktur Pajak berlaku dalam situasi yang berbeda. Misalnya, jika transaksi batal secara keseluruhan, atau faktur dibuat atas barang atau jasa yang seharusnya tidak dikenakan PPN. Kesalahan identitas pembeli juga menjadi dasar sah untuk melakukan pembatalan.

Pembatalan hanya bisa dilakukan selama SPT Masa PPN tempat faktur awal dilaporkan masih bisa diperbaiki. Bukti kuat seperti surat pembatalan kontrak atau dokumen serupa harus dilampirkan.

Bila faktur yang dibatalkan belum dilaporkan dalam SPT, maka cukup dibatalkan secara administratif tanpa perlu dilaporkan. Namun jika sudah terlanjur dilaporkan, PKP wajib mengajukan pembetulan SPT.

Dengan terbitnya PER-11/2025, DJP menegaskan pentingnya ketepatan dalam memilih antara penggantian dan pembatalan Faktur Pajak. Keduanya memiliki konsekuensi pelaporan yang berbeda, dan kesalahan prosedur bisa berdampak pada kepatuhan perpajakan PKP.

Para PKP diimbau untuk memahami secara mendalam isi regulasi ini guna menghindari kesalahan administratif yang bisa berujung pada sanksi. Bagi yang masih ragu, konsultasi ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) terdekat atau melalui saluran resmi DJP sangat dianjurkan. (alf)

 

Ekonomi China Terus Melemah: Deflasi Beruntun, Pemburu Pajak Menyasar Luar Negeri

IKPI, Jakarta: Upaya China mendorong konsumsi lewat libur panjang belum mampu menyulut pemulihan ekonomi. Data terbaru menunjukkan Negeri Tirai Bambu kembali terseret ke zona deflasi selama empat bulan berturut-turut, meski periode libur Hari Buruh dan Festival Perahu Naga sempat memberikan napas pendek pada aktivitas belanja domestik.

Badan Statistik Nasional (NBS) melaporkan indeks harga konsumen (CPI) turun 0,1% pada Mei secara tahunan, mengulang angka negatif bulan sebelumnya. Walau sedikit lebih baik dari ekspektasi para ekonom yang memperkirakan penurunan 0,2%, sinyal pemulihan masih jauh dari harapan.

Yang lebih mencemaskan, harga produsen (PPI) mengalami kontraksi ke-32 kalinya berturut-turut, dengan penurunan 3,3% — penurunan terdalam dalam hampir dua tahun. Penurunan tajam ini disebut-sebut dipicu oleh harga batu bara dan bahan mentah yang tertekan akibat persediaan berlimpah, serta dampak dari penurunan harga global minyak dan bahan kimia.

Robin Xing, ekonom dari Morgan Stanley, bahkan memperingatkan bahwa deflasi di China bisa semakin parah pada paruh kedua 2025. “Dengan lemahnya konsumsi dan ekspor yang terus melambat, pertumbuhan ekonomi bisa terkoreksi lebih cepat dari perkiraan,” ujarnya.

Kondisi ini diperparah oleh perang harga antarprodusen yang kian sengit. Salah satu contohnya datang dari raksasa mobil listrik BYD Co. yang memangkas harga hingga 34% untuk belasan model kendaraan listrik dan hybrid. Langkah agresif ini memicu kompetisi diskon besar-besaran di pasar kendaraan, namun tak serta merta mendorong permintaan.

Di tengah bayang-bayang krisis ini, pemerintah China kini bergerak di bidang lain untuk menambal fiskal memburu pajak dari warga negaranya yang memiliki pendapatan luar negeri. Setelah sebelumnya fokus pada kalangan superkaya, otoritas pajak kini memperluas target ke kelas menengah atas.

Menurut sejumlah sumber yang dikutip Bloomberg, pemerintah memperketat pengawasan atas pendapatan luar negeri seperti dividen, hasil investasi, hingga opsi saham karyawan. Langkah ini mencerminkan dorongan Beijing untuk menambah penerimaan negara di tengah lonjakan defisit anggaran yang menembus rekor lebih dari US\$360 miliar hingga April 2025 — naik lebih dari 50% dibanding tahun sebelumnya.

Perubahan strategi fiskal ini menyusul implementasi aktif dari Common Reporting Standard (CRS), skema pertukaran data global yang memungkinkan pemerintah China melacak aset warga negaranya di lebih dari 140 negara. Di bawah rezim baru ini, keuntungan dari saham-saham di AS maupun Hong Kong kini menjadi sasaran utama.

Lonjakan permintaan jasa konsultan pajak menunjukkan bahwa banyak warga dengan aset di bawah US\$1 juta kini mulai merasa terjaring. Pemerintah daerah di Beijing, Shanghai, dan provinsi seperti Zhejiang telah mengimbau wajib pajak untuk segera melaporkan pendapatan luar negeri mereka sebelum tenggat waktu akhir Juni 2025.

Pemerintah pusat melihat celah pajak yang signifikan, karena banyak pendapatan luar negeri belum tercatat dalam sistem pajak. Bahkan dalam sejumlah kasus, denda dan tunggakan yang harus dibayar mencapai puluhan ribu dolar AS.

Langkah agresif ini juga terkait dengan strategi jangka panjang pemerintah dalam mendorong “kemakmuran bersama”. Namun, pengawasan yang semakin ketat turut menimbulkan kekhawatiran di kalangan investor, terutama di tengah gejolak ekonomi dan sikap pemerintah yang dinilai tidak selalu ramah terhadap sektor swasta.

Di sisi lain, investor China daratan telah mengalirkan dana besar ke pasar luar negeri. Data menunjukkan, aliran dana ke bursa Hong Kong mencapai HK\$658 miliar (sekitar US\$84 miliar) sepanjang tahun ini — dua kali lipat dari periode yang sama tahun lalu.

Dengan latar belakang ketegangan perdagangan yang belum mereda, terutama dengan Amerika Serikat, masa depan ekonomi China masih dipenuhi ketidakpastian. Meski pemimpin kedua negara sepakat melanjutkan dialog setelah panggilan antara Xi Jinping dan Donald Trump, para negosiator perdagangan masih harus menjembatani perbedaan besar dalam pertemuan di London yang berlangsung hari ini.

Sementara IMF memperkirakan inflasi China akan rata-rata nol persen tahun ini terendah sejak krisis keuangan global 2009 tekanan terhadap perekonomian domestik belum menunjukkan tanda akan mereda.(alf)

 

Bappenda Sumut Gelontorkan Rp23 Miliar untuk Jasa Penagihan Pajak Tunggakan

IKPI, Jakarta: Badan Pendapatan Daerah (Bappenda) Provinsi Sumatera Utara (Sumut) mengalokasikan anggaran fantastis sebesar Rp23,3 miliar dalam APBD 2025 untuk mendanai jasa tenaga penagih tunggakan pajak. Dana ini akan digunakan untuk membiayai layanan manajemen tenaga kerja yang bertugas mendukung operasional administrasi Samsat di seluruh wilayah Sumut.

Informasi tersebut tercantum dalam dokumen Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (Sirup) milik Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) Sumut yang diakses pada Senin (9/6/2025). Tender tersebut tercatat dengan kode RUP 54293118.

Sebanyak 6.448 tenaga kerja akan dilibatkan dalam proyek ini. Mereka akan difungsikan untuk mendukung kegiatan administratif, termasuk penagihan pajak kendaraan bermotor yang menunggak. Uraian tugas yang tercantum menyebutkan penyediaan layanan “manajemen tenaga kerja administrasi perkantoran untuk Samsat se-Sumatera Utara”.

Pelaksanaan pengadaan akan dilakukan melalui sistem e-katalog guna memastikan transparansi dan efisiensi penggunaan anggaran. Langkah ini menjadi bagian dari strategi Bappenda Sumut dalam menggenjot pendapatan asli daerah dari sektor pajak kendaraan bermotor yang selama ini masih menyisakan banyak tunggakan.

Kebijakan ini juga diharapkan membuka peluang kerja bagi ribuan masyarakat lokal, sekaligus mempercepat proses pemulihan piutang pajak yang belum tertagih secara optimal. (alf)

 

 

 

Uang Pajak Bantu Timnas Terbang Tinggi: Gelontorkan Rp277 Miliar untuk Sepak Bola Nasional

IKPI, Jakarta: Pajak yang Anda bayarkan tak hanya membiayai pembangunan jalan atau layanan publik lainnya. Kali ini, pajak juga menjadi bahan bakar semangat Garuda. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengungkap bahwa pemerintah telah mengalokasikan dana sebesar Rp277 miliar dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk mendukung kemajuan sepak bola nasional.

Mayoritas dari APBN ini, tentu saja, bersumber dari penerimaan pajak. DJP menekankan bahwa kontribusi masyarakat melalui pembayaran pajak berperan langsung dalam pembiayaan berbagai program strategis, termasuk pengembangan olahraga nasional.

“Pemerintah mengalokasikan uang kita sebesar Rp277 miliar untuk menyokong program pengembangan sepak bola, termasuk Timnas Indonesia,” tulis DJP dalam unggahan resmi di media sosial, dikutip Senin (9/6/2025).

DJP merinci bahwa dana tersebut dialokasikan ke tiga sektor utama: persiapan Timnas Indonesia dalam kualifikasi Piala Dunia 2026, pelatihan tim nasional di semua kelompok usia, dan mendukung program kerja asosiasi sepak bola Indonesia.

Dengan demikian, setiap rupiah pajak yang dibayarkan memiliki peran dalam membangun prestasi bangsa termasuk membawa Timnas Indonesia menuju panggung dunia. “Pajak yang kita bayarkan turut berperan dalam mendukung Tim Garuda mendunia,” lanjut DJP.

Momentum ini bertepatan dengan kemenangan bersejarah Timnas Indonesia atas China dalam laga kualifikasi Piala Dunia 2026 di Stadion Utama Gelora Bung Karno. Kemenangan 1-0 tersebut mengantar Indonesia ke posisi ketiga Grup C dan menjadikannya satu-satunya wakil ASEAN yang lolos ke babak keempat.

Dukungan pajak rakyat, kini terbukti tak hanya menciptakan infrastruktur fisik, tapi juga membangun fondasi kejayaan sepak bola nasional. Dari stadion hingga semangat Timnas, semua tak lepas dari kontribusi wajib pajak Indonesia. (alf)

 

Dividen Konstruktif: Celah Pajak atau Ketidakjelasan Regulasi?

Dalam perpajakan di Indonesia, salah satu area yang sangat diawasi dalam ialah transaksi antarpihak yang memiliki hubungan istimewa (afiliasi) ialah Transfer Pricing. Tujuannya memastikan transaksi tersebut sesuai dengan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha (PKKU). Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan kembali besarnya penghasilan dan/atau pengurangan bagi Wajib Pajak yang mempunyai hubungan Istimewa, demi menerapkan PPKU yang bisa berujung pada penyesuaian sekunder. Wewenang tersebut tercermin dalam Pasal 18 Ayat 4 Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh).

Persoalan dalam hal ini ialah ambiguitas yang timbul sebagai akibat dari tidak adanya kejelasan dan konsistensi dalam penerapan Secondary Adjusment, dalam hal ini penulis hanya merujuk kepada transaksi afiliasi dalam negeri. Mari kita bedah dengan awal mula menarik aturan aturan yang relevan berkaitan dengan hal tersebut.

Terlihat pada tabel diatas terdapat perbedaan makna antar pasal dalam Undang-Undang dan aturan pelaksana, pada bagian penjelasan Pasal 4 Ayat (1) huruf UU PPh memberi contoh atas Transaksi Afiliasi dimana Pemegang Saham Orang Pribadi dan/atau Badan memberikan suntikan dana kepada perusahaan dalam bentuk Saham dan Pinjaman yang melebihi Kewajaran (diatas suku bunga pasar) dalam hal ini Penulis memfokuskan pembahasan pada kelebihan pembayaran atas Imbalan Bunga kepada Afiliasi. Berikut adalah Ilustrasi bagaimana penerapan Dividen Konstruktif diterapkan dalam transaksi afiliasi:

Dalam hal Wajib Pajak dilakukan pemeriksaan oleh Direktur Jenderal Pajak dan mendapati kejadian sebagaimana tabel diatas, apakah dapat ditetapkan pada Pemberi Pinjaman atau Penerima Pinjaman? Hal ini yang membuat penerapan Secondary Adjusment Dividen Konstruktif yang perlu ditinjau kembali karena apabila Direktur Jenderal Pajak menetapkan pada Pemberi Pinjaman maka tidak sesuai dengan konsep penyebaran yuridiksi (Kantor Pelayanan Pajak) pemotongan pajak atas Dividen. Lalu bagaimana perlakuan Dividen Konstruktif terhadap aturan yang kontra dalam hal ini Dividen Dalam Negeri bukan merupakan Objek Pajak tanpa Syarat bagi Wajib Pajak Badan Dalam Negeri dan Bersyarat bagi Wajib Pajak Orang Pribadi.

Aturan manakah yang perlu kita terapkan dalam hal apabila terdapat 2 Aturan setingkat Peraturan Menteri Keuangan No. 172/2023 dengan No. 18/2021 berbasis pada Asas Lex Specialis Derogat Lex Generalis (hukum yang khusus menyampingkat hukum yang umum). Asas penafsiran hukum yang menyatakan bahwa:

1) Jika ada dua aturan yang sama, diatur khusus dan umum, maka yang dipergunakan adalah aturan khusus atau;

2) Jika tidak ada diaturan khusus, maka yang dipergunakan adalah aturan umum.

Dividen secara umum merupakan Objek Pajak penghasilan sebagaimana diatur dalam Pasal 4 Ayat (1) huruf g UU PPh, namun terdapat aturan lain yang menyatakan Dividen bukan merupakan objek pajak penghasilan disebabkan terdapat hal-hal khusus yang mengecualikan dividen sebagai objek pajak penghasilan. Dalam ilustrasi diatas Dividen berasal dari PT XYZ (Dalam Negeri) yang diterima oleh PT A (Dalam Negeri) yang memenuhi syarat Dividen dikecualikan sebagai Objek Pajak Penghasilan disebabkan memenuhi kriteria khusus.

Juga berbeda apabila dividen konstruktif diterima atau diperoleh oleh Orang Pribadi yang mengharuskan Investasi Dalam Negeri sebagai syarat dikecualikan sebagai objek pajak penghasilan akan menjadi perdebatan apabila ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak dalam pemeriksaan PT XYZ, sedangkan penerapan tidak ada kewajiban pemotongan Pajak (with holding tax) yang perlu dilakukan oleh PT XYZ.

Penulis adalah anggota Departemen Pengembangan Organisasi, IKPI

Muhammad Fadhil, S.Ak., S.AP., Ak., BKP

Email: fadhilalhinduan@gmail.com

Disclaimer: Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis

 

en_US