Hari Terakhir Pemutihan Pajak Kendaraan di Riau, Pemprov Tegaskan Tak Ada Perpanjangan

IKPI, Jakarta: Program pemutihan pajak kendaraan bermotor di Provinsi Riau resmi memasuki hari terakhir pada Senin (15/12/2025). Pemerintah Provinsi Riau menegaskan tidak akan membuka opsi perpanjangan dalam bentuk apa pun dan meminta masyarakat segera memanfaatkan kesempatan terakhir ini.

Pelaksana Tugas Kepala Bapenda Riau, Muhammad Sayoga, memastikan Program Bermarwah yang memberikan berbagai keringanan pajak kendaraan akan ditutup sesuai jadwal yang telah ditetapkan.

“Besok hari terakhir. Tidak ada perpanjangan lagi. Kami mengimbau masyarakat untuk tidak menunda dan segera datang ke Samsat agar kesempatan pemutihan pajak ini tidak terlewatkan,” ujar Sayoga, Minggu (14/12/2025).

Menurutnya, program pemutihan ini terbukti memberi manfaat besar bagi masyarakat, terutama wajib pajak yang memiliki tunggakan pajak kendaraan bermotor. Selama program berlangsung, masyarakat mendapatkan keringanan signifikan berupa penghapusan sanksi administrasi dan denda pajak.

Sayoga menegaskan, setelah program berakhir, seluruh ketentuan normal akan kembali diberlakukan. Artinya, setiap keterlambatan pembayaran pajak kendaraan bermotor akan kembali dikenai sanksi administrasi dan denda sesuai peraturan yang berlaku.

“Jangan sampai menyesal setelah program ditutup. Mumpung masih ada waktu, manfaatkan hari terakhir ini,” tegasnya.

Untuk mengantisipasi lonjakan wajib pajak di hari penutupan, seluruh kantor Samsat Provinsi Riau memperpanjang jam pelayanan hingga pukul 16.00 WIB. Kebijakan ini diterapkan guna mengakomodasi masyarakat yang terkendala jam kerja.

Pemprov Riau berharap program pemutihan pajak kendaraan ini tidak hanya dimanfaatkan untuk menyelesaikan tunggakan, tetapi juga menjadi momentum meningkatkan kesadaran dan kepatuhan masyarakat dalam memenuhi kewajiban pajak daerah.

Pemerintah menilai kepatuhan pajak kendaraan bermotor memiliki peran penting dalam mendukung pembiayaan pembangunan dan pelayanan publik di Provinsi Riau. (alf)

Lunasi Tunggakan Rp2,1 Miliar, Kanwil DJP Nusra Hentikan Penyidikan Direktur Perusahaan di Mataram

IKPI, Jakarta: Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Nusa Tenggara (Kanwil DJP Nusra) menghentikan proses penyidikan tindak pidana perpajakan terhadap Direktur PT P di Mataram setelah yang bersangkutan melunasi seluruh kewajiban perpajakannya ke kas negara.

Total pembayaran yang disetorkan mencapai Rp2.134.595.340. Pelunasan tersebut menjadi dasar dihentikannya proses hukum yang sebelumnya berjalan, sekaligus menandai pemulihan kerugian negara secara penuh.

Kepala Bidang Pemeriksaan, Penagihan, Intelijen, dan Penyidikan Kanwil DJP Nusra, I Gede Wirawiweka, menegaskan bahwa penghentian penyidikan ini bukan bentuk kelonggaran hukum, melainkan bagian dari mekanisme penegakan hukum perpajakan yang berorientasi pada kepatuhan.

“Kami ingin menunjukkan bahwa kewajiban perpajakan harus dipenuhi secara jujur dan tepat waktu. Penegakan hukum tetap tegas, namun memberikan ruang pemulihan bagi wajib pajak yang kooperatif,” ujar Wirawiweka, Kamis (11/12/2025).

Kasus ini bermula dari dugaan tindak pidana perpajakan yang terjadi pada tahun pajak 2020. Direktur PT P diduga secara sengaja tidak menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang telah dipungut dari lawan transaksi selama masa pajak Maret hingga Desember 2020.

Sebagai syarat penghentian penyidikan, yang bersangkutan melunasi seluruh kerugian negara. Rinciannya, PPN kurang bayar sebesar Rp533.648.835 dan sanksi administrasi berupa denda yang mencapai Rp1.600.946.505.

Seluruh pembayaran dengan total lebih dari Rp2,1 miliar tersebut telah tercatat dalam sistem Modul Penerimaan Negara (MPN) milik Direktorat Jenderal Pajak, memastikan bahwa penerimaan negara telah dipulihkan sepenuhnya.

Wirawiweka menjelaskan, proses penghentian penyidikan diawali dengan permohonan informasi besaran kerugian negara dari pihak yang bersangkutan. Setelah DJP menetapkan nilai kurang bayar dan denda, tersangka segera melunasi kewajiban tersebut.

Selanjutnya, permohonan penghentian penyidikan diajukan kepada Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

“Keputusan ini mencerminkan prinsip bahwa penegakan hukum pidana perpajakan merupakan upaya terakhir. Yang kami dorong adalah pemulihan kerugian negara melalui pembayaran dan peningkatan kepatuhan wajib pajak,” kata Wirawiweka. (alf)

IKPI Cabang Banjarmasin, Cabang Banjarbaru, Kanwil DJP Kalselteng  dan IBITEK Sukses Selenggarakan Kolaborasi Workshop Coretax

IKPI, Banjarmasin: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Banjarmasin–Banjarbaru bersama Tim Penyuluh Kanwil DJP Kalselteng dan Kampus IBITEK menggelar workshop perpajakan bertema Implementasi Coretax untuk Persiapan Pelaporan SPT Tahunan 2025, Senin (8/12/2025). Kegiatan ini sekaligus menjadi bagian dari pemenuhan Kredit Point SKPPL bagi konsultan pajak berizin.

Workshop diikuti sekitar 50 peserta yang terdiri atas anggota IKPI, para dosen, serta wajib pajak orang pribadi dan badan. Antusiasme peserta terlihat sejak sesi awal, ketika pemateri mulai mengupas tata cara pengisian SPT Tahunan PPh baik secara teori maupun praktik melalui sistem Coretax.

(Foto: Istimewa)

Sekretaris IKPI Cabang Banjarmasin, Martha Leviana, menegaskan bahwa workshop ini tidak hanya menjawab kebutuhan teknis peserta, tetapi juga menjadi sarana strategis untuk meningkatkan kualitas edukasi pajak di masyarakat.

“Workshop ini kami selenggarakan untuk membekali peserta memahami implementasi Coretax, aturan-aturan baru, serta persiapan menghadapi pelaporan SPT Tahunan 2025. Edukasi seperti ini penting agar wajib pajak mampu menjalankan hak dan kewajibannya dengan benar, mudah, dan tepat waktu,” kata Martha, Kamis (11/12/2025).

Menurut Martha, peningkatan literasi perpajakan adalah kunci untuk memperkuat tingkat kepatuhan. Melalui pelatihan yang terstruktur, wajib pajak baik badan maupun orang pribadi akan memiliki keterampilan dan pemahaman yang memadai dalam menghadapi reformasi administrasi perpajakan.

(Foto: Istimewa)

Ia menekankan bahwa IKPI memiliki tanggung jawab moral dan profesional untuk berkontribusi pada kemajuan bangsa.

“Sebagai mitra DJP, kami berkewajiban membantu pemerintah menyampaikan aturan perpajakan secara benar kepada masyarakat. Ini bagian dari pengabdian IKPI bagi Nusa Bangsa, agar wajib pajak dapat menjadi warga negara yang patuh dan taat pajak,” katanya.

Martha juga mengingatkan bahwa pelaporan SPT Tahunan tahun pajak 2025 yang mulai dilakukan pada 2026 akan sepenuhnya menggunakan sistem Coretax. Karena itu, pemahaman teknis sejak dini menjadi kebutuhan mendesak.

“Coretax mengintegrasikan seluruh proses bisnis perpajakan, mulai dari pendaftaran, pembayaran, pelaporan, hingga pemeriksaan. Jika kita memahami sistem ini dengan baik, maka era baru administrasi perpajakan yang terintegrasi dapat berjalan optimal dan membantu meningkatkan penerimaan negara,” jelasnya.

Ia berharap workshop ini menjadi jembatan penting dalam transisi menuju sistem perpajakan yang lebih modern, efisien, dan user-friendly, sekaligus memperkuat sinergi antara pemerintah, konsultan pajak, akademisi, dan masyarakat luas. (bl)

Pengusaha Datangi Menkeu Purbaya, Bahas Debottlenecking hingga Insentif Fiskal

IKPI, Jakarta: Sejumlah pengusaha yang tergabung dalam Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menyambangi kantor Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, Kamis pagi (11/12/2025) sekitar pukul 09.30 WIB.

Ketua Umum Kadin Indonesia, Anindya N. Bakrie, memimpin rombongan yang beranggotakan para pelaku industri dari sektor besi dan baja, tekstil, serta alas kaki.

Kedatangan mereka bertujuan membuka dialog langsung dengan Menkeu Purbaya terkait berbagai isu strategis dunia usaha, mulai dari debottlenecking, insentif fiskal, hingga hambatan-hambatan yang dinilai mengganjal percepatan kegiatan ekonomi.

“Ngobrol aja debottlenecking, insentif, dan lain-lain. Tapi meeting dulu kali ya,” ujar Anindya di kantor Kemenkeu.

Purbaya Siapkan “Sidang Debottlenecking” untuk Pelaku Usaha

Purbaya dalam beberapa bulan terakhir memang aktif memimpin Kelompok Kerja (Pokja) Debottlenecking, bagian dari Satuan Tugas Percepatan Program Strategis Pemerintah (Satgas P2SP).

Melalui forum tersebut, pemerintah membuka ruang bagi pengusaha untuk menyampaikan langsung hambatan yang mengganggu aktivitas bisnis dan menghambat investasi.

Dalam pernyataannya beberapa waktu lalu, Purbaya bahkan menegaskan bahwa ia menyediakan satu hari penuh untuk memimpin sidang debottlenecking guna menyelesaikan laporan para pelaku industri.

“Bapak-bapak dan ibu-ibu para pelaku bisnis, kalau ada hambatan di bisnis Anda, lapor. Kami sediakan waktu. Saya sendiri yang memimpin sidang debottlenecking,” ujar Purbaya dalam Pembukaan Rapimnas Kadin 2025, 3 Desember lalu.

Ia menegaskan bahwa peran semacam ini bukan hal baru baginya. Saat menjabat sebagai Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim dan Energi di Kemenko Marves pada 2018–2020, Purbaya juga kerap memimpin penyelesaian hambatan investasi lintas sektor.

Pertemuan pagi ini antara Kadin dan Menkeu menjadi momentum lanjutan bagi dunia usaha untuk menyampaikan aspirasi—sekaligus menguatkan koordinasi dalam menuntaskan simpul-simpul masalah yang memperlambat laju perekonomian.

Berbagai masukan dari industri diperkirakan akan dibawa ke meja Pokja Debottlenecking sebagai bahan pembahasan berikutnya. (alf)

STIAMI Gandeng IKPI Perkuat Kolaborasi untuk Tingkatkan Mutu Vokasi Perpajakan

IKPI, Jakarta: Ketua Departemen Pendidikan Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), Sundara Ichsan, menyambut positif langkah Institut Ilmu Sosial dan Manajemen Indonesia (STIAMI) yang resmi memperkuat kolaborasi dengan IKPI dalam pengembangan Program Vokasi Perpajakan. Hal tersebut disampaikan Sundara usai pertemuan antara kedua pihak di IKPI Fatmawati Training Center, Jakarta Selatan, Selasa (9/12/2025).

Menurut Sundara, kerja sama IKPI dan STIAMI bukanlah hal baru. Selama bertahun-tahun, banyak alumni STIAMI yang telah berkiprah sebagai konsultan pajak dan bahkan menduduki posisi pimpinan di sejumlah cabang serta pengurus daerah IKPI.

(Foto: Istimewa)

“STIAMI telah menjadi mitra yang memberi kontribusi nyata bagi profesi konsultan pajak. Banyak alumninya yang kini memimpin cabang IKPI. Karena itu, kolaborasi yang lebih kuat dalam Program Vokasi Perpajakan merupakan langkah yang sangat kami dukung,” ujarnya, Rabu (10/12/2025).

Sundara menjelaskan bahwa pembukaan Program Vokasi Perpajakan oleh STIAMI membutuhkan kolaborasi dengan industri sebagaimana diatur dalam ketentuan pendidikan vokasi. Dengan usia lebih dari 60 tahun serta anggota yang kini mencapai lebih dari 8.000 konsultan pajak aktif, IKPI dinilai menjadi mitra industri paling relevan untuk memastikan mutu lulusan.

“IKPI siap terlibat dalam review kurikulum agar materi yang diajarkan benar-benar sesuai kebutuhan industri. Kami ingin memastikan mahasiswa vokasi perpajakan mendapatkan kompetensi yang aplikatif dan dapat langsung digunakan ketika terjun di dunia kerja,” tegasnya.

(Foto: Istimewa)

Pertemuan tersebut juga menghasilkan kesepakatan untuk segera menindaklanjuti dengan penyusunan dan penandatanganan Perjanjian Kerja Sama (PKS). Kolaborasi ini mencakup review kurikulum serta kesempatan bagi pengurus IKPI atau pejabat yang ditunjuk untuk memberikan kuliah umum di STIAMI. Kehadiran praktisi di ruang kelas diharapkan dapat memperkuat keterhubungan antara teori dan praktik perpajakan.

Sundara menambahkan, IKPI berharap pola kerja sama seperti ini dapat diperluas ke perguruan tinggi lain. “Kami ingin semakin banyak program vokasi perpajakan yang terkoneksi dengan dunia profesi. Ini penting untuk mencetak tenaga perpajakan yang kompeten, berintegritas, dan siap menghadapi tantangan industri,” ujarnya.

Pertemuan tersebut juga dihadiri oleh Wakil Ketua Umum IKPI Nuryadin Rahman dan Direktur Eksekutif IKPI Asih Arianto.

Dengan terjalinnya kolaborasi ini, IKPI menegaskan kembali komitmennya untuk mendukung pengembangan sumber daya manusia perpajakan melalui sinergi antara dunia pendidikan dan asosiasi profesi. (bl)

Rakor IKPI Tahun 2026 Siap Digelar di Ancol, Ketua Panitia: Momentum Samakan Strategi dan Langkah Organisasi

IKPI, Jakarta: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) tengah bersiap menyelenggarakan Rapat Koordinasi (Rakor) Tahun 2026 yang akan berlangsung pada 24–25 Januari 2026 (Sabtu–Minggu) di Mercure Convention Center Ancol, Jakarta. Ketua Panitia Rakor IKPI 2026, Lilisen, memastikan persiapan kegiatan telah mencapai 60% dan terus dimatangkan agar pelaksanaan berjalan optimal.

Rakor tahun depan akan dihadiri oleh Kepengurusan di Pusat, para Ketua Pengurus Daerah, dan para Ketua Pengurus Cabang. Berdasarkan data yang telah dihimpun, total peserta yang akan hadir mencapai 160 orang, terdiri dari Ketua Umum, Wakil Ketua Umum, Sekretaris Umum, Wakil Sekretaris Umum, Bendahara Umum beserta Ketua Biro, Ketua Departemen beserta Wakil dan Ketua Bidang, Ketua Dewan Kehormatan, Ketua Dewan Penasihat, Ketua Pengawas, Ketua Pengda, Ketua Pengcab, hingga panitia Rakor.

Evaluasi 2025 dan Arah Program 2026

Lilisen menjelaskan bahwa Rakor dirancang menjadi forum strategis untuk mengevaluasi kinerja organisasi dan menentukan arah kebijakan ke depan. Dua agenda besar yang akan dibahas meliputi:
1. Paparan dari Pengurus Pusat, Dewan Kehormatan, Dewan Penasihat, dan Pengaws terkait evaluasi program kerja 2025 serta rencana kerja 2026.
2. Paparan dari seluruh Pengurus Daerah (Pengda) mengenai capaian, kendala, dan strategi masing-masing wilayah dalam mendukung program IKPI.

“Rakor ini bukan hanya forum laporan, tapi tempat menyamakan arah, memperkuat koordinasi, dan memastikan setiap level kepengurusan bergerak dalam satu tujuan,” ujar Lilisen, Selasa (9/12/2025).

Ia menekankan bahwa pelaksanaan Rakor tahun 2026 ini membawa sejumlah harapan penting bagi organisasi, khususnya dalam meningkatkan profesionalitas dan soliditas pengurus IKPI di seluruh Indonesia.
1. Menyatukan langkah strategis organisasi
Rakor diharapkan menyelaraskan arah kebijakan IKPI antara pengurus pusat, pengda, dan pengcab sehingga setiap aktivitas organisasi memiliki keterpaduan visi dan tujuan.
2. Meningkatkan sinergi antar pengurus
Melalui forum tatap muka ini, komunikasi antarpengurus dapat diperkuat, termasuk berbagi pengalaman, menyamakan standar layanan keanggotaan, dan memperkokoh jejaring internal.
3. Membangun komitmen bersama menjalankan program kerja
Rakor diharapkan menghasilkan kesepahaman dan kesanggupan seluruh pengurus untuk melaksanakan program kerja secara disiplin, konsisten, dan terukur sepanjang tahun 2026.

Persiapan Terus Dimatangkan

Meski persiapan telah mencapai 60%, Lilisen memastikan seluruh tim bekerja maksimal untuk menyelesaikan kebutuhan acara, mulai dari akomodasi peserta, materi Rakor, hingga tata teknis pelaksanaan.

“Kami ingin Rakor 2026 menjadi agenda yang produktif, efektif, dan memberikan arah jelas bagi IKPI ke depan. Semua sedang dipersiapkan sebaik mungkin,” pungkasnya.

Rakor IKPI 2026 diharapkan menjadi momentum penting memperkuat fondasi organisasi dan menyatukan langkah strategis menghadapi dinamika perpajakan nasional. (bl)

Kepala Kanwil DJP Riau Apresiasi Peran IKPI Sumbagteng Dorong Kepatuhan Wajib Pajak Jelang Akhir Tahun

IKPI, Pekanbaru: Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Riau, Adriyanto Basuki, memberikan apresiasi tinggi kepada Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Pengda Sumatera Bagian Tengah atas penyelenggaraan Seminar Perpajakan bertema “Persiapan Kertas Kerja PPh 21, PPh Unifikasi, PPN, SPT Tahunan Orang Pribadi & Badan, Serta Antisipasi Timbulnya SP2DK Pemeriksaan Pajak” di Hotel Pangeran, Pekanbaru, Rabu (3/12/2025).

Dalam sambutannya, Adriyanto menegaskan bahwa IKPI selama ini merupakan mitra strategis DJP dalam memperluas literasi perpajakan kepada masyarakat, terutama kepada para wajib pajak yang membutuhkan pendampingan teknis dalam pemenuhan kewajiban formal dan material.

“Saya sangat mengapresiasi kegiatan yang dilakukan oleh IKPI Sumatera Bagian Tengah (Sumbagteng). Karena IKPI selama ini sebagai mitra kami, partner kami dalam memberikan pemahaman-pemahaman tentang perpajakan,” ujarnya.

Menurutnya, menjelang akhir tahun seperti saat ini, kebutuhan wajib pajak akan edukasi perpajakan meningkat signifikan. Mulai dari penyusunan kertas kerja PPh 21, persiapan PPh Unifikasi, pemahaman PPN, hingga proses pelaporan SPT Tahunan baik Orang Pribadi maupun Badan.

“Di masa menjelang akhir tahun seperti ini, peranan teman-teman IKPI sangat tinggi untuk mendorong kepatuhan wajib pajak,” tambahnya.

DJP Siap Bersinergi, Termasuk dalam Implementasi Coretax 2026

Adriyanto menegaskan bahwa DJP siap bekerja sama dan memberikan dukungan penuh terhadap berbagai inisiatif edukasi yang diselenggarakan IKPI, termasuk dalam masa transisi menuju penerapan sistem Coretax yang mulai diimplementasikan secara penuh tahun depan.

“Kami di Direktorat Jenderal Pajak siap membantu rekan-rekan IKPI dalam memberikan pemahaman. Terutama mengenai Coretax yang tahun depan sudah diimplementasikan,” tegasnya.

Ia berharap sinergi ini dapat menghasilkan wajib pajak yang semakin paham dan siap menghadapi perubahan sistem administrasi perpajakan.

Target Pelaporan SPT 2025 Berjalan Lancar

Adriyanto menyampaikan harapan agar semakin banyak wajib pajak yang memahami kewajiban perpajakan mereka sejak awal, sehingga pelaporan SPT Tahun Pajak 2025 yang akan dilakukan pada tahun 2026 dapat berjalan lebih lancar.

“Harapannya semakin banyak orang yang memahami, sehingga pelaksanaan pelaporan SPT Tahun 2025 nantinya bisa lebih lancar. Dan tentu saja di situ ada peran serta rekan-rekan IKPI,” ujarnya.

Seminar ini menjadi salah satu program edukasi yang terus digencarkan IKPI sebagai bentuk komitmen dalam meningkatkan kualitas kepatuhan dan pemahaman perpajakan di wilayah Sumatera Bagian Tengah. (bl)

DPRD Kotabaru Sahkan Perubahan Perda Pajak dan Retribusi Daerah, Sesuaikan dengan Regulasi Nasional

IKPI, Jakarta: DPRD Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan, resmi mengesahkan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) perubahan atas Perda Nomor 10 Tahun 2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Pengesahan dilakukan dalam rapat paripurna di Kotabaru, Senin, (1/12/2025) sebagai langkah untuk memastikan regulasi daerah selaras dengan ketentuan nasional.

Ketua DPRD Kotabaru, Suwanti, menjelaskan bahwa pembentukan Raperda ini berangkat dari kebutuhan masyarakat atas pembaruan aturan pajak daerah. Dari sisi sosiologis, katanya, masyarakat menuntut adanya kepastian hukum yang sesuai dengan dinamika regulasi terbaru.

“Maka pemerintah daerah harus segera menyesuaikan dengan menerbitkan peraturan daerah guna menindaklanjuti amanah undang-undang yang dimaksud,” ujarnya.

Suwanti menambahkan, Panitia Khusus (Pansus) II telah melakukan kajian mendalam sebelum akhirnya menyepakati Raperda tersebut untuk ditetapkan sebagai Peraturan Daerah Kabupaten Kotabaru.

Dari pihak eksekutif, Asisten Bidang Pemerintahan dan Kesejahteraan Masyarakat, Minggu Basuki, mengungkapkan bahwa Kementerian Dalam Negeri telah melakukan evaluasi terhadap Perda Nomor 10 Tahun 2023. Hasilnya, ditemukan sejumlah ketentuan yang tidak lagi sejalan dengan UU Nomor 1 Tahun 2022 maupun PP Nomor 35 Tahun 2023.

“Hasil evaluasi menunjukkan beberapa ketentuan dalam perda tidak sesuai dengan UU Nomor 1 Tahun 2022 dan PP Nomor 35 Tahun 2023 sehingga harus dilakukan penyesuaian,” jelasnya.

Ia menegaskan bahwa perubahan ini diperlukan untuk memastikan keselarasan Perda dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi serta memenuhi catatan evaluasi dari Kemendagri.

Adapun ruang lingkup perubahan meliputi penyesuaian objek dan pengecualian pajak, dasar pengenaan, tarif pajak, ketentuan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), kewajiban notaris dan pejabat lelang, pengaturan opsen, hingga penyempurnaan aturan retribusi. Seluruh pembaruan ini diharapkan dapat memperkuat tata kelola keuangan daerah. (alf)

IKPI Cabang Tegal Sukses Selenggarakan PPL Bertema CoreTax System dan Sengketa Pajak

IKPI, Tegal: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Tegal sukses menyelenggarakan seninar Pengembangan Profesional Berkelanjutan (PPL) di Metro Park View Hotel, Semarang, Sabtu (29/11/2025). Kegiatan ini mengusung tema “SPT Tahunan PPh dengan CoreTax System serta Permohonan Keberatan dan Banding” dengan menghadirkan narasumber berpengalaman, Nurkholik.

Selain anggota cabang Tegal, acara ini dihadiri anggota IKPI dari sejumlah cabang di wilayah Jawa Tengah, serta mendapat apresiasi langsung dari Wakil Ketua Umum IKPI Pusat, Nuryadin Rahman, yang turut hadir memberikan sambutan. 

(Foto: DOK. IKPI Cabang Tegal)

Dalam pesannya, Nuryadin menekankan pentingnya keseriusan seluruh peserta dalam mengikuti materi yang disampaikan, mengingat dinamika perpajakan yang terus berkembang.

“Saya berharap seluruh peserta PPL serius dan betul-betul mengikuti materi yang disajikan narasumber. Sinergi IKPI Cabang dengan IKPI Pusat juga harus terus diperkuat. Mohon doa dan dukungan agar kami dapat mengembangkan IKPI hingga mencapai 100 cabang di seluruh Indonesia,” ujar Nuryadin.

(Foto: DOK. IKPI Cabang Tegal)

Sementara itu, Ketua IKPI Cabang Tegal, H. Imron, menyampaikan terima kasih atas kepercayaan yang diberikan serta mengajak seluruh jajaran untuk semakin memperkokoh kerja sama organisasi.

“Kami berharap sinergi antara IKPI Pusat, Pengda Jawa Tengah, dan seluruh IKPI Cabang dapat terus ditingkatkan sehingga organisasi kita semakin solid dan mampu menjawab kebutuhan anggota serta perkembangan industri jasa perpajakan yang semakin kompleks,” ungkapnya.

(Foto: DOK. IKPI Cabang Tegal)

Sementara itu, Ketua IKPI Pengda Jawa Tengah, Slamet Umbaran, dalam sambutannya menyoroti tantangan profesi konsultan pajak yang semakin dinamis, khususnya pada penerapan sistem perpajakan berbasis teknologi.

“Implementasi CoreTax System, terutama dalam proses pelaporan SPT Tahunan PPh, menuntut kita untuk terus meningkatkan kompetensi, pemahaman, serta kemampuan dalam memberikan layanan terbaik kepada wajib pajak,” tegasnya.

(Foto: DOK. IKPI Cabang Tegal)

Melalui PPL ini, diharapkan para konsultan pajak dapat meningkatkan keahlian dan pengetahuan, khususnya terkait CoreTax System serta penanganan keberatan dan banding pajak, sehingga semakin mampu mendukung wajib pajak dalam memenuhi hak dan kewajiban perpajakannya secara profesional.

Acara berjalan dengan lancar dan interaktif, serta menjadi momentum penting dalam memperkuat profesionalisme dan solidaritas antaranggota IKPI di wilayah Jawa Tengah dan sekitarnya. (bl)

Dari SP2DK ke Data Konkret: Menguji Keadilan di Era Pajak Digital

Modernisasi administrasi perpajakan tidak terelakkan. Di tengah kompleksitas ekonomi digital dan derasnya arus data transaksi, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dituntut untuk bekerja semakin presisi. Salah satu langkah strategis terbaru adalah penerbitan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-18/PJ/2025 tentang Tindak Lanjut atas Data Konkret—sebuah regulasi teknis yang berpotensi mengubah relasi antara negara dan Wajib Pajak.
Perubahan ini mungkin terdengar administratif. Namun sesungguhnya, ia menyentuh soal yang lebih mendasar: bagaimana negara mengelola kekuasaan fiskal di era digital tanpa mengorbankan rasa keadilan.

Pergeseran dari Klarifikasi ke Penegakan

Selama ini, publik mengenal SP2DK (Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan) sebagai pintu awal komunikasi fiskus dengan Wajib Pajak. SP2DK secara normatif ditempatkan dalam kerangka klarifikasi: negara meminta penjelasan, Wajib Pajak memberikan respons. Di ruang ini, masalah kepatuhan kerap dapat diselesaikan tanpa eskalasi ke pemeriksaan.


Namun PER-18/PJ/2025 memperkenalkan konsep baru: data konkret. Data konkret didefinisikan sebagai data yang dimiliki DJP dan cukup kuat untuk diuji secara sederhana, lalu langsung ditindaklanjuti melalui pengawasan atau pemeriksaan spesifik.

Contohnya adalah faktur pajak yang telah disetujui sistem tetapi tidak dilaporkan di SPT, bukti potong/pungut pajak yang belum dilaporkan, pengkreditan Pajak Masukan yang tidak sesuai ketentuan, hingga hasil SP2DK yang telah disepakati tetapi tidak direalisasikan oleh Wajib Pajak.


Di titik inilah terjadi pergeseran fundamental. Negara tidak lagi sekadar bertanya atas dasar dugaan, melainkan bertindak atas dasar data yang telah dianggap cukup kuat. SP2DK tidak dihapus, tetapi perannya berubah: dari ruang dialog, menjadi bagian dari rantai penegakan.

Data sebagai Otoritas

Dalam rezim baru ini, data tidak lagi netral. Data menjadi otoritas. Data menjadi dasar legitimasi tindakan. Bagi DJP, ini adalah manifestasi dari reformasi administrasi perpajakan berbasis teknologi.

Sistem seperti e-Faktur, e-Bupot, dan penguatan core tax system menghasilkan volume data besar yang tak mungkin dibiarkan mengendap. Pemanfaatannya untuk pengawasan adalah keniscayaan.

Namun, persoalan muncul ketika data yang kuat tidak diimbangi oleh mekanisme perlindungan yang memadai. Dalam praktik, kesalahan data bukan hal mustahil. Ketidaksesuaian laporan dapat timbul dari berbagai faktor: kesalahan input, keterlambatan sinkronisasi, kelalaian pihak ketiga, atau problem teknis pada sistem itu sendiri.


Jika data yang belum sepenuhnya steril dari kesalahan langsung diberi status sebagai “data konkret”, maka risiko keadilan prosedural menjadi taruhan.

Keadilan Prosedural dan Asimetri Informasi

Dalam negara hukum, kekuasaan tidak cukup hanya sah secara formal, tetapi juga harus adil dalam prosedur. PER-18/PJ/2025 membawa implikasi terhadap apa yang dikenal sebagai keadilan prosedural (procedural justice). Jika data konkret menjadi dasar tindakan, pertanyaannya: seberapa besar ruang Wajib Pajak untuk memeriksa, menguji, dan membantah data tersebut? Apakah akses terhadap data yang digunakan negara tersedia secara memadai bagi Wajib Pajak? Ataukah hanya sebagian yang diperlihatkan? Di sinilah risiko asimetri informasi muncul. Negara memegang seluruh infrastruktur data, sementara Wajib Pajak berada pada posisi reaktif. Jika kesenjangan ini tidak dikelola hati-hati, relasi fiskus–Wajib Pajak akan semakin timpang.

Kepatuhan yang lahir dari ketimpangan bukanlah kepatuhan yang berkelanjutan. Ia hanya melahirkan rasa takut, bukan kesadaran.

Efisiensi Negara vs Rasa Keadilan Warga

Dari sudut pandang fiskal, PER-18/PJ/2025 dapat mempercepat proses koreksi potensi pajak yang tidak atau kurang dibayar. Negara membutuhkan penerimaan yang optimal untuk membiayai pembangunan. Namun bagi Wajib Pajak—terutama UMKM dan pelaku usaha yang belum sepenuhnya siap digital—kebijakan ini bisa menambah tekanan administratif. Mereka tidak hanya dituntut patuh membayar pajak, tetapi juga harus piawai mengelola data, memastikan sinkronisasi sistem, dan meminimalkan risiko mismatch.
Tanpa dukungan edukasi dan asistensi yang memadai, kebijakan ini berpotensi menciptakan beban baru bagi kelompok usaha yang rentan.

Legitimasi Lebih Penting dari Sekadar Efektivitas

Pengalaman berbagai negara menunjukkan bahwa keberhasilan modernisasi pajak tidak semata diukur dari peningkatan rasio penerimaan. Lebih dari itu, ia diukur dari seberapa jauh sistem tersebut dipercaya publik.
Efektivitas tanpa legitimasi hanya menghasilkan kepatuhan semu.
Legitimasi tanpa efektivitas menghasilkan sistem yang rapuh.
PER-18/PJ/2025 berada di persimpangan itu.
Agar regulasi ini tidak sekadar menjadi alat tekan, tetapi juga instrumen transformasi yang adil, setidaknya ada tiga prasyarat penting:

  1. Transparansi data
    Wajib Pajak harus diberi akses yang jelas terhadap data konkret yang digunakan sebagai dasar pengawasan atau pemeriksaan.
  2. Ruang klarifikasi yang manusiawi
    Meskipun data konkret bisa langsung ditindaklanjuti, mekanisme dialog tetap harus dijaga agar tidak berubah menjadi proses sepihak.
  3. Standar kualitas data internal yang ketat
    Negara harus memastikan bahwa data yang dikualifikasi sebagai “konkret” benar-benar memiliki kualitas dan validitas yang tinggi.
    Tanpa tiga hal ini, penggunaan data justru berpotensi melahirkan sengketa dan memukul kepercayaan.

Penutup: Membangun Negara Digital yang Berkeadilan

Transformasi digital dalam perpajakan adalah keniscayaan. Negara tidak mungkin kembali ke cara-cara lama yang lambat, manual, dan penuh celah.
Namun negara digital tidak boleh kehilangan sisi manusianya.
Di balik angka, ada usaha.
Di balik data, ada keringat.
Di balik faktur, ada kehidupan ekonomi riil.
PER-18/PJ/2025 adalah ujian bagi kedewasaan institusi perpajakan kita:
mampukah negara menggunakan kekuatan data bukan sekadar untuk mengawasi, tetapi juga untuk memperkuat legitimasi dan keadilan?
Jika jawabannya ya, maka data konkret bukan ancaman, melainkan fondasi baru bagi sistem pajak yang modern, adil, dan beradab.

Penulis adalah Ketua Departemen Humas IKPI, Dosen, dan Praktisi Perpajakan

Jemmi Sutiono

Email:   jemmi.sutiono@gmail.com

 Disclaimer: Tulisan ini merupakan pandangan dan pendapat pribadi penulis

id_ID