STIAMI Gandeng IKPI Perkuat Kolaborasi untuk Tingkatkan Mutu Vokasi Perpajakan

IKPI, Jakarta: Ketua Departemen Pendidikan Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), Sundara Ichsan, menyambut positif langkah Institut Ilmu Sosial dan Manajemen Indonesia (STIAMI) yang resmi memperkuat kolaborasi dengan IKPI dalam pengembangan Program Vokasi Perpajakan. Hal tersebut disampaikan Sundara usai pertemuan antara kedua pihak di IKPI Fatmawati Training Center, Jakarta Selatan, Selasa (9/12/2025).

Menurut Sundara, kerja sama IKPI dan STIAMI bukanlah hal baru. Selama bertahun-tahun, banyak alumni STIAMI yang telah berkiprah sebagai konsultan pajak dan bahkan menduduki posisi pimpinan di sejumlah cabang serta pengurus daerah IKPI.

(Foto: Istimewa)

“STIAMI telah menjadi mitra yang memberi kontribusi nyata bagi profesi konsultan pajak. Banyak alumninya yang kini memimpin cabang IKPI. Karena itu, kolaborasi yang lebih kuat dalam Program Vokasi Perpajakan merupakan langkah yang sangat kami dukung,” ujarnya, Rabu (10/12/2025).

Sundara menjelaskan bahwa pembukaan Program Vokasi Perpajakan oleh STIAMI membutuhkan kolaborasi dengan industri sebagaimana diatur dalam ketentuan pendidikan vokasi. Dengan usia lebih dari 60 tahun serta anggota yang kini mencapai lebih dari 8.000 konsultan pajak aktif, IKPI dinilai menjadi mitra industri paling relevan untuk memastikan mutu lulusan.

“IKPI siap terlibat dalam review kurikulum agar materi yang diajarkan benar-benar sesuai kebutuhan industri. Kami ingin memastikan mahasiswa vokasi perpajakan mendapatkan kompetensi yang aplikatif dan dapat langsung digunakan ketika terjun di dunia kerja,” tegasnya.

(Foto: Istimewa)

Pertemuan tersebut juga menghasilkan kesepakatan untuk segera menindaklanjuti dengan penyusunan dan penandatanganan Perjanjian Kerja Sama (PKS). Kolaborasi ini mencakup review kurikulum serta kesempatan bagi pengurus IKPI atau pejabat yang ditunjuk untuk memberikan kuliah umum di STIAMI. Kehadiran praktisi di ruang kelas diharapkan dapat memperkuat keterhubungan antara teori dan praktik perpajakan.

Sundara menambahkan, IKPI berharap pola kerja sama seperti ini dapat diperluas ke perguruan tinggi lain. “Kami ingin semakin banyak program vokasi perpajakan yang terkoneksi dengan dunia profesi. Ini penting untuk mencetak tenaga perpajakan yang kompeten, berintegritas, dan siap menghadapi tantangan industri,” ujarnya.

Pertemuan tersebut juga dihadiri oleh Wakil Ketua Umum IKPI Nuryadin Rahman dan Direktur Eksekutif IKPI Asih Arianto.

Dengan terjalinnya kolaborasi ini, IKPI menegaskan kembali komitmennya untuk mendukung pengembangan sumber daya manusia perpajakan melalui sinergi antara dunia pendidikan dan asosiasi profesi. (bl)

Rakor IKPI Tahun 2026 Siap Digelar di Ancol, Ketua Panitia: Momentum Samakan Strategi dan Langkah Organisasi

IKPI, Jakarta: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) tengah bersiap menyelenggarakan Rapat Koordinasi (Rakor) Tahun 2026 yang akan berlangsung pada 24–25 Januari 2026 (Sabtu–Minggu) di Mercure Convention Center Ancol, Jakarta. Ketua Panitia Rakor IKPI 2026, Lilisen, memastikan persiapan kegiatan telah mencapai 60% dan terus dimatangkan agar pelaksanaan berjalan optimal.

Rakor tahun depan akan dihadiri oleh Kepengurusan di Pusat, para Ketua Pengurus Daerah, dan para Ketua Pengurus Cabang. Berdasarkan data yang telah dihimpun, total peserta yang akan hadir mencapai 160 orang, terdiri dari Ketua Umum, Wakil Ketua Umum, Sekretaris Umum, Wakil Sekretaris Umum, Bendahara Umum beserta Ketua Biro, Ketua Departemen beserta Wakil dan Ketua Bidang, Ketua Dewan Kehormatan, Ketua Dewan Penasihat, Ketua Pengawas, Ketua Pengda, Ketua Pengcab, hingga panitia Rakor.

Evaluasi 2025 dan Arah Program 2026

Lilisen menjelaskan bahwa Rakor dirancang menjadi forum strategis untuk mengevaluasi kinerja organisasi dan menentukan arah kebijakan ke depan. Dua agenda besar yang akan dibahas meliputi:
1. Paparan dari Pengurus Pusat, Dewan Kehormatan, Dewan Penasihat, dan Pengaws terkait evaluasi program kerja 2025 serta rencana kerja 2026.
2. Paparan dari seluruh Pengurus Daerah (Pengda) mengenai capaian, kendala, dan strategi masing-masing wilayah dalam mendukung program IKPI.

“Rakor ini bukan hanya forum laporan, tapi tempat menyamakan arah, memperkuat koordinasi, dan memastikan setiap level kepengurusan bergerak dalam satu tujuan,” ujar Lilisen, Selasa (9/12/2025).

Ia menekankan bahwa pelaksanaan Rakor tahun 2026 ini membawa sejumlah harapan penting bagi organisasi, khususnya dalam meningkatkan profesionalitas dan soliditas pengurus IKPI di seluruh Indonesia.
1. Menyatukan langkah strategis organisasi
Rakor diharapkan menyelaraskan arah kebijakan IKPI antara pengurus pusat, pengda, dan pengcab sehingga setiap aktivitas organisasi memiliki keterpaduan visi dan tujuan.
2. Meningkatkan sinergi antar pengurus
Melalui forum tatap muka ini, komunikasi antarpengurus dapat diperkuat, termasuk berbagi pengalaman, menyamakan standar layanan keanggotaan, dan memperkokoh jejaring internal.
3. Membangun komitmen bersama menjalankan program kerja
Rakor diharapkan menghasilkan kesepahaman dan kesanggupan seluruh pengurus untuk melaksanakan program kerja secara disiplin, konsisten, dan terukur sepanjang tahun 2026.

Persiapan Terus Dimatangkan

Meski persiapan telah mencapai 60%, Lilisen memastikan seluruh tim bekerja maksimal untuk menyelesaikan kebutuhan acara, mulai dari akomodasi peserta, materi Rakor, hingga tata teknis pelaksanaan.

“Kami ingin Rakor 2026 menjadi agenda yang produktif, efektif, dan memberikan arah jelas bagi IKPI ke depan. Semua sedang dipersiapkan sebaik mungkin,” pungkasnya.

Rakor IKPI 2026 diharapkan menjadi momentum penting memperkuat fondasi organisasi dan menyatukan langkah strategis menghadapi dinamika perpajakan nasional. (bl)

Kepala Kanwil DJP Riau Apresiasi Peran IKPI Sumbagteng Dorong Kepatuhan Wajib Pajak Jelang Akhir Tahun

IKPI, Pekanbaru: Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Riau, Adriyanto Basuki, memberikan apresiasi tinggi kepada Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Pengda Sumatera Bagian Tengah atas penyelenggaraan Seminar Perpajakan bertema “Persiapan Kertas Kerja PPh 21, PPh Unifikasi, PPN, SPT Tahunan Orang Pribadi & Badan, Serta Antisipasi Timbulnya SP2DK Pemeriksaan Pajak” di Hotel Pangeran, Pekanbaru, Rabu (3/12/2025).

Dalam sambutannya, Adriyanto menegaskan bahwa IKPI selama ini merupakan mitra strategis DJP dalam memperluas literasi perpajakan kepada masyarakat, terutama kepada para wajib pajak yang membutuhkan pendampingan teknis dalam pemenuhan kewajiban formal dan material.

“Saya sangat mengapresiasi kegiatan yang dilakukan oleh IKPI Sumatera Bagian Tengah (Sumbagteng). Karena IKPI selama ini sebagai mitra kami, partner kami dalam memberikan pemahaman-pemahaman tentang perpajakan,” ujarnya.

Menurutnya, menjelang akhir tahun seperti saat ini, kebutuhan wajib pajak akan edukasi perpajakan meningkat signifikan. Mulai dari penyusunan kertas kerja PPh 21, persiapan PPh Unifikasi, pemahaman PPN, hingga proses pelaporan SPT Tahunan baik Orang Pribadi maupun Badan.

“Di masa menjelang akhir tahun seperti ini, peranan teman-teman IKPI sangat tinggi untuk mendorong kepatuhan wajib pajak,” tambahnya.

DJP Siap Bersinergi, Termasuk dalam Implementasi Coretax 2026

Adriyanto menegaskan bahwa DJP siap bekerja sama dan memberikan dukungan penuh terhadap berbagai inisiatif edukasi yang diselenggarakan IKPI, termasuk dalam masa transisi menuju penerapan sistem Coretax yang mulai diimplementasikan secara penuh tahun depan.

“Kami di Direktorat Jenderal Pajak siap membantu rekan-rekan IKPI dalam memberikan pemahaman. Terutama mengenai Coretax yang tahun depan sudah diimplementasikan,” tegasnya.

Ia berharap sinergi ini dapat menghasilkan wajib pajak yang semakin paham dan siap menghadapi perubahan sistem administrasi perpajakan.

Target Pelaporan SPT 2025 Berjalan Lancar

Adriyanto menyampaikan harapan agar semakin banyak wajib pajak yang memahami kewajiban perpajakan mereka sejak awal, sehingga pelaporan SPT Tahun Pajak 2025 yang akan dilakukan pada tahun 2026 dapat berjalan lebih lancar.

“Harapannya semakin banyak orang yang memahami, sehingga pelaksanaan pelaporan SPT Tahun 2025 nantinya bisa lebih lancar. Dan tentu saja di situ ada peran serta rekan-rekan IKPI,” ujarnya.

Seminar ini menjadi salah satu program edukasi yang terus digencarkan IKPI sebagai bentuk komitmen dalam meningkatkan kualitas kepatuhan dan pemahaman perpajakan di wilayah Sumatera Bagian Tengah. (bl)

DPRD Kotabaru Sahkan Perubahan Perda Pajak dan Retribusi Daerah, Sesuaikan dengan Regulasi Nasional

IKPI, Jakarta: DPRD Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan, resmi mengesahkan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) perubahan atas Perda Nomor 10 Tahun 2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Pengesahan dilakukan dalam rapat paripurna di Kotabaru, Senin, (1/12/2025) sebagai langkah untuk memastikan regulasi daerah selaras dengan ketentuan nasional.

Ketua DPRD Kotabaru, Suwanti, menjelaskan bahwa pembentukan Raperda ini berangkat dari kebutuhan masyarakat atas pembaruan aturan pajak daerah. Dari sisi sosiologis, katanya, masyarakat menuntut adanya kepastian hukum yang sesuai dengan dinamika regulasi terbaru.

“Maka pemerintah daerah harus segera menyesuaikan dengan menerbitkan peraturan daerah guna menindaklanjuti amanah undang-undang yang dimaksud,” ujarnya.

Suwanti menambahkan, Panitia Khusus (Pansus) II telah melakukan kajian mendalam sebelum akhirnya menyepakati Raperda tersebut untuk ditetapkan sebagai Peraturan Daerah Kabupaten Kotabaru.

Dari pihak eksekutif, Asisten Bidang Pemerintahan dan Kesejahteraan Masyarakat, Minggu Basuki, mengungkapkan bahwa Kementerian Dalam Negeri telah melakukan evaluasi terhadap Perda Nomor 10 Tahun 2023. Hasilnya, ditemukan sejumlah ketentuan yang tidak lagi sejalan dengan UU Nomor 1 Tahun 2022 maupun PP Nomor 35 Tahun 2023.

“Hasil evaluasi menunjukkan beberapa ketentuan dalam perda tidak sesuai dengan UU Nomor 1 Tahun 2022 dan PP Nomor 35 Tahun 2023 sehingga harus dilakukan penyesuaian,” jelasnya.

Ia menegaskan bahwa perubahan ini diperlukan untuk memastikan keselarasan Perda dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi serta memenuhi catatan evaluasi dari Kemendagri.

Adapun ruang lingkup perubahan meliputi penyesuaian objek dan pengecualian pajak, dasar pengenaan, tarif pajak, ketentuan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), kewajiban notaris dan pejabat lelang, pengaturan opsen, hingga penyempurnaan aturan retribusi. Seluruh pembaruan ini diharapkan dapat memperkuat tata kelola keuangan daerah. (alf)

IKPI Cabang Tegal Sukses Selenggarakan PPL Bertema CoreTax System dan Sengketa Pajak

IKPI, Tegal: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Tegal sukses menyelenggarakan seninar Pengembangan Profesional Berkelanjutan (PPL) di Metro Park View Hotel, Semarang, Sabtu (29/11/2025). Kegiatan ini mengusung tema “SPT Tahunan PPh dengan CoreTax System serta Permohonan Keberatan dan Banding” dengan menghadirkan narasumber berpengalaman, Nurkholik.

Selain anggota cabang Tegal, acara ini dihadiri anggota IKPI dari sejumlah cabang di wilayah Jawa Tengah, serta mendapat apresiasi langsung dari Wakil Ketua Umum IKPI Pusat, Nuryadin Rahman, yang turut hadir memberikan sambutan. 

(Foto: DOK. IKPI Cabang Tegal)

Dalam pesannya, Nuryadin menekankan pentingnya keseriusan seluruh peserta dalam mengikuti materi yang disampaikan, mengingat dinamika perpajakan yang terus berkembang.

“Saya berharap seluruh peserta PPL serius dan betul-betul mengikuti materi yang disajikan narasumber. Sinergi IKPI Cabang dengan IKPI Pusat juga harus terus diperkuat. Mohon doa dan dukungan agar kami dapat mengembangkan IKPI hingga mencapai 100 cabang di seluruh Indonesia,” ujar Nuryadin.

(Foto: DOK. IKPI Cabang Tegal)

Sementara itu, Ketua IKPI Cabang Tegal, H. Imron, menyampaikan terima kasih atas kepercayaan yang diberikan serta mengajak seluruh jajaran untuk semakin memperkokoh kerja sama organisasi.

“Kami berharap sinergi antara IKPI Pusat, Pengda Jawa Tengah, dan seluruh IKPI Cabang dapat terus ditingkatkan sehingga organisasi kita semakin solid dan mampu menjawab kebutuhan anggota serta perkembangan industri jasa perpajakan yang semakin kompleks,” ungkapnya.

(Foto: DOK. IKPI Cabang Tegal)

Sementara itu, Ketua IKPI Pengda Jawa Tengah, Slamet Umbaran, dalam sambutannya menyoroti tantangan profesi konsultan pajak yang semakin dinamis, khususnya pada penerapan sistem perpajakan berbasis teknologi.

“Implementasi CoreTax System, terutama dalam proses pelaporan SPT Tahunan PPh, menuntut kita untuk terus meningkatkan kompetensi, pemahaman, serta kemampuan dalam memberikan layanan terbaik kepada wajib pajak,” tegasnya.

(Foto: DOK. IKPI Cabang Tegal)

Melalui PPL ini, diharapkan para konsultan pajak dapat meningkatkan keahlian dan pengetahuan, khususnya terkait CoreTax System serta penanganan keberatan dan banding pajak, sehingga semakin mampu mendukung wajib pajak dalam memenuhi hak dan kewajiban perpajakannya secara profesional.

Acara berjalan dengan lancar dan interaktif, serta menjadi momentum penting dalam memperkuat profesionalisme dan solidaritas antaranggota IKPI di wilayah Jawa Tengah dan sekitarnya. (bl)

Dari SP2DK ke Data Konkret: Menguji Keadilan di Era Pajak Digital

Modernisasi administrasi perpajakan tidak terelakkan. Di tengah kompleksitas ekonomi digital dan derasnya arus data transaksi, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dituntut untuk bekerja semakin presisi. Salah satu langkah strategis terbaru adalah penerbitan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-18/PJ/2025 tentang Tindak Lanjut atas Data Konkret—sebuah regulasi teknis yang berpotensi mengubah relasi antara negara dan Wajib Pajak.
Perubahan ini mungkin terdengar administratif. Namun sesungguhnya, ia menyentuh soal yang lebih mendasar: bagaimana negara mengelola kekuasaan fiskal di era digital tanpa mengorbankan rasa keadilan.

Pergeseran dari Klarifikasi ke Penegakan

Selama ini, publik mengenal SP2DK (Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan) sebagai pintu awal komunikasi fiskus dengan Wajib Pajak. SP2DK secara normatif ditempatkan dalam kerangka klarifikasi: negara meminta penjelasan, Wajib Pajak memberikan respons. Di ruang ini, masalah kepatuhan kerap dapat diselesaikan tanpa eskalasi ke pemeriksaan.


Namun PER-18/PJ/2025 memperkenalkan konsep baru: data konkret. Data konkret didefinisikan sebagai data yang dimiliki DJP dan cukup kuat untuk diuji secara sederhana, lalu langsung ditindaklanjuti melalui pengawasan atau pemeriksaan spesifik.

Contohnya adalah faktur pajak yang telah disetujui sistem tetapi tidak dilaporkan di SPT, bukti potong/pungut pajak yang belum dilaporkan, pengkreditan Pajak Masukan yang tidak sesuai ketentuan, hingga hasil SP2DK yang telah disepakati tetapi tidak direalisasikan oleh Wajib Pajak.


Di titik inilah terjadi pergeseran fundamental. Negara tidak lagi sekadar bertanya atas dasar dugaan, melainkan bertindak atas dasar data yang telah dianggap cukup kuat. SP2DK tidak dihapus, tetapi perannya berubah: dari ruang dialog, menjadi bagian dari rantai penegakan.

Data sebagai Otoritas

Dalam rezim baru ini, data tidak lagi netral. Data menjadi otoritas. Data menjadi dasar legitimasi tindakan. Bagi DJP, ini adalah manifestasi dari reformasi administrasi perpajakan berbasis teknologi.

Sistem seperti e-Faktur, e-Bupot, dan penguatan core tax system menghasilkan volume data besar yang tak mungkin dibiarkan mengendap. Pemanfaatannya untuk pengawasan adalah keniscayaan.

Namun, persoalan muncul ketika data yang kuat tidak diimbangi oleh mekanisme perlindungan yang memadai. Dalam praktik, kesalahan data bukan hal mustahil. Ketidaksesuaian laporan dapat timbul dari berbagai faktor: kesalahan input, keterlambatan sinkronisasi, kelalaian pihak ketiga, atau problem teknis pada sistem itu sendiri.


Jika data yang belum sepenuhnya steril dari kesalahan langsung diberi status sebagai “data konkret”, maka risiko keadilan prosedural menjadi taruhan.

Keadilan Prosedural dan Asimetri Informasi

Dalam negara hukum, kekuasaan tidak cukup hanya sah secara formal, tetapi juga harus adil dalam prosedur. PER-18/PJ/2025 membawa implikasi terhadap apa yang dikenal sebagai keadilan prosedural (procedural justice). Jika data konkret menjadi dasar tindakan, pertanyaannya: seberapa besar ruang Wajib Pajak untuk memeriksa, menguji, dan membantah data tersebut? Apakah akses terhadap data yang digunakan negara tersedia secara memadai bagi Wajib Pajak? Ataukah hanya sebagian yang diperlihatkan? Di sinilah risiko asimetri informasi muncul. Negara memegang seluruh infrastruktur data, sementara Wajib Pajak berada pada posisi reaktif. Jika kesenjangan ini tidak dikelola hati-hati, relasi fiskus–Wajib Pajak akan semakin timpang.

Kepatuhan yang lahir dari ketimpangan bukanlah kepatuhan yang berkelanjutan. Ia hanya melahirkan rasa takut, bukan kesadaran.

Efisiensi Negara vs Rasa Keadilan Warga

Dari sudut pandang fiskal, PER-18/PJ/2025 dapat mempercepat proses koreksi potensi pajak yang tidak atau kurang dibayar. Negara membutuhkan penerimaan yang optimal untuk membiayai pembangunan. Namun bagi Wajib Pajak—terutama UMKM dan pelaku usaha yang belum sepenuhnya siap digital—kebijakan ini bisa menambah tekanan administratif. Mereka tidak hanya dituntut patuh membayar pajak, tetapi juga harus piawai mengelola data, memastikan sinkronisasi sistem, dan meminimalkan risiko mismatch.
Tanpa dukungan edukasi dan asistensi yang memadai, kebijakan ini berpotensi menciptakan beban baru bagi kelompok usaha yang rentan.

Legitimasi Lebih Penting dari Sekadar Efektivitas

Pengalaman berbagai negara menunjukkan bahwa keberhasilan modernisasi pajak tidak semata diukur dari peningkatan rasio penerimaan. Lebih dari itu, ia diukur dari seberapa jauh sistem tersebut dipercaya publik.
Efektivitas tanpa legitimasi hanya menghasilkan kepatuhan semu.
Legitimasi tanpa efektivitas menghasilkan sistem yang rapuh.
PER-18/PJ/2025 berada di persimpangan itu.
Agar regulasi ini tidak sekadar menjadi alat tekan, tetapi juga instrumen transformasi yang adil, setidaknya ada tiga prasyarat penting:

  1. Transparansi data
    Wajib Pajak harus diberi akses yang jelas terhadap data konkret yang digunakan sebagai dasar pengawasan atau pemeriksaan.
  2. Ruang klarifikasi yang manusiawi
    Meskipun data konkret bisa langsung ditindaklanjuti, mekanisme dialog tetap harus dijaga agar tidak berubah menjadi proses sepihak.
  3. Standar kualitas data internal yang ketat
    Negara harus memastikan bahwa data yang dikualifikasi sebagai “konkret” benar-benar memiliki kualitas dan validitas yang tinggi.
    Tanpa tiga hal ini, penggunaan data justru berpotensi melahirkan sengketa dan memukul kepercayaan.

Penutup: Membangun Negara Digital yang Berkeadilan

Transformasi digital dalam perpajakan adalah keniscayaan. Negara tidak mungkin kembali ke cara-cara lama yang lambat, manual, dan penuh celah.
Namun negara digital tidak boleh kehilangan sisi manusianya.
Di balik angka, ada usaha.
Di balik data, ada keringat.
Di balik faktur, ada kehidupan ekonomi riil.
PER-18/PJ/2025 adalah ujian bagi kedewasaan institusi perpajakan kita:
mampukah negara menggunakan kekuatan data bukan sekadar untuk mengawasi, tetapi juga untuk memperkuat legitimasi dan keadilan?
Jika jawabannya ya, maka data konkret bukan ancaman, melainkan fondasi baru bagi sistem pajak yang modern, adil, dan beradab.

Penulis adalah Ketua Departemen Humas IKPI, Dosen, dan Praktisi Perpajakan

Jemmi Sutiono

Email:   jemmi.sutiono@gmail.com

 Disclaimer: Tulisan ini merupakan pandangan dan pendapat pribadi penulis

Diskusi Panel IKPI: Dendi Siswanto Kritik Wacana Tax Amnesty Jilid III dan Insentif Family Office 0%, Sebut Risiko Moral Hazard Mengancam

IKPI, Jakarta: Dalam sesi lanjutan Diskusi Panel IKPI yang berlangsung pada Jumat (28/11/2025), jurnalis Kontan Dendi Siswanto kembali menarik perhatian audiens dengan analisis kritis mengenai arah kebijakan fiskal pemerintah, terutama terkait wacana Tax Amnesty Jilid III dan rencana pemberian insentif pajak 0% bagi Family Office.

Menurut Dendi, wacana Tax Amnesty lanjutan adalah kebijakan yang berpotensi menjadi “karpet merah bagi wajib pajak kaya yang tidak patuh.” Ia menilai, pemberian pengampunan pajak berulang kali dapat menciptakan moral hazard, di mana konglomerat justru merasa aman untuk menyembunyikan harta karena yakin pada akhirnya pengampunan baru akan diberikan.

“Ini bukan sekadar kekhawatiran. Pak Purbaya sendiri sudah menolak rencana Tax Amnesty Jilid III karena berpotensi mendorong ketidakpatuhan,” tegasnya.

Selain itu, Dendi menyoroti rencana pembentukan Family Office yang disebut-sebut bakal menawarkan insentif pajak 0%. Hingga kini, pemerintah belum menjelaskan detail kebijakan itu, namun rencana tersebut sudah memunculkan diskusi luas di publik. 

Menurut Dendi, kebijakan ini berpotensi menciptakan ketimpangan karena memberi fasilitas super ringan kepada kelompok kaya, sementara kelas menengah tetap menanggung beban pajak yang besar.

“Kelas menengah bayar PPh 21, bayar PPN saat belanja, bahkan bayar pajak UMKM jika punya usaha. Beban mereka jelas lebih besar, tetapi insentif yang diterima justru jauh lebih kecil,” ujarnya.

Dendi menilai kondisi itu semakin memperkuat narasi bahwa sistem perpajakan Indonesia belum sepenuhnya mencerminkan asas keadilan. Di sisi lain, ia mengakui bahwa family office sebenarnya dapat memberikan manfaat kompetitif bagi Indonesia, seperti yang sudah diterapkan Singapura. Namun, ia menekankan pentingnya merancang struktur pajak yang tetap adil.

Dalam paparannya, Dendi mengutip rekomendasi dari ASEAN+3 Macroeconomic Research Office (AMRO) yang mengusulkan penambahan lapisan tarif PPh untuk kelompok super kaya. Saat ini tarif pajak orang pribadi berada pada dua bracket tertinggi: 30% untuk penghasilan Rp500 juta–Rp5 miliar dan 35% untuk penghasilan di atas Rp5 miliar.

AMRO menilai selisih kedua lapisan ini terlalu lebar. Oleh karena itu, Dendi menyampaikan usulan menambah bracket baru untuk penghasilan mulai dari Rp10 miliar hingga Rp20 miliar, dengan tarif yang lebih progresif.

“Menambah bracket jauh lebih baik daripada menaikkan tarif konsumsi seperti PPN. Struktur pajak yang lebih progresif akan memperkuat keadilan fiskal dan meningkatkan kontribusi kelompok berpenghasilan tinggi,” jelasnya.

Sebagai penutup, Dendi menggarisbawahi bahwa sejumlah kebijakan pemerintah belakangan ini mulai dari rencana Tax Amnesty hingga insentif Family Office berpotensi memperlebar jurang kepercayaan publik terhadap otoritas pajak. Ia mendorong pemerintah untuk fokus pada peningkatan pengawasan, pemanfaatan teknologi seperti Cortex dan integrasi NIK–NPWP, serta perluasan basis wajib pajak kaya yang betul-betul masuk ke tarif 35%.

“Data menunjukkan kesenjangan pajak semakin melebar. Jika tidak segera diatasi, keadilan pajak hanya akan jadi slogan,” tegasnya. (bl)

Di FGD Pasca Sarjana UPH, Ketum IKPI Vaudy Starworld Soroti Pentingnya Konsentrasi Hukum Pajak

IKPI, Jakarta: Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), Vaudy Starworld, menegaskan bahwa penguatan kepastian hukum di sektor perpajakan tidak dapat dilepaskan dari keberadaan konsultan pajak yang berkompeten dan berlandaskan keilmuan hukum. Hal itu ia sampaikan saat menjadi panelis pada Focus Group Discussion (FGD) “Tuntutan Konsentrasi Hukum Pajak pada Magister Hukum Universitas Pelita Harapan (UPH)” yang digelar di Kampus Pascasarjana UPH, Gatot Subroto, Jakarta, Jumat (28/11/2025).  

FGD ini merupakan bagian dari persiapan pembentukan konsentrasi Hukum Pajak pada Program Magister Hukum UPH, yang dijadwalkan mulai dibuka pada Semester Ganjil 2026/2027. Upaya ini muncul sebagai respons terhadap meningkatnya kebutuhan SDM profesional yang mampu memahami aspek hukum perpajakan secara mendalam di tengah kompleksitas regulasi dan digitalisasi sistem perpajakan.  

Dalam paparannya berjudul “Urgensi Konsultan Pajak dalam Menciptakan Prinsip Kepastian Hukum Sektor Perpajakan”, Vaudy menekankan bahwa konsultan pajak bukan hanya profesi teknis, tetapi juga bagian dari ekosistem penegakan hukum di Indonesia.

(Foto: Istimewa)

“Kepastian hukum dalam perpajakan tidak hanya terletak pada regulasi dan sistem administrasinya, tetapi juga pada kualitas konsultan pajak. Mereka harus memahami dasar ilmu hukum agar mampu memberi pendampingan, pertimbangan profesional, hingga pembelaan ketika terjadi sengketa,” ujarnya.

Menurutnya, integrasi data melalui Coretax, pemadanan NIK sebagai NPWP, serta penggunaan forensik digital menuntut kompetensi konsultan pajak yang lebih kuat agar wajib pajak memperoleh hak, kepastian, dan rasa keadilan.  

FGD ini menghadirkan tiga panelis utama:

  1. Dr. Hadi Poernomo, Anggota Kehormatan IKPI serta mantan Ketua BPK dan Penasehat Khusus Presiden Bidang Penerimaan Negara, yang memaparkan Prinsip Kepastian Hukum dan Keadilan pada Sektor Perpajakan. 
  2. Vaudy Starworld, Ketua Umum IKPI, dengan tema Urgensi Konsultan Pajak dalam Menciptakan Prinsip Kepastian Hukum Sektor Perpajakan.
  3. Associate Professor. Edy Gunawan,  dosen tetap program Pascasarjana dan Doktoral UPH sekaligus Sekretaris Umum IKPI, yang menyampaikan materi berjudul Kebijakan Perpajakan dan Proses Penyelesaian Sengketa Pajak yang Berkeadilan.  

Diskusi berlangsung intensif, terutama ketika para panelis membedah isu tax gap, efektivitas reformasi perpajakan, hingga tantangan harmonisasi regulasi untuk menciptakan sistem perpajakan yang stabil, adil, dan berkelanjutan.  

UPH Mantapkan Pembentukan Konsentrasi Hukum Pajak

FGD juga menjadi wadah untuk menghimpun masukan dari praktisi dan akademisi terkait struktur kurikulum, penamaan mata kuliah, serta proyeksi kebutuhan pasar terhadap lulusan konsentrasi Hukum Pajak. Langkah ini merupakan tindak lanjut dari kerja sama strategis antara UPH dan IKPI dalam meningkatkan kualitas pendidikan hukum dan perpajakan di Indonesia.  

Program Magister Hukum UPH yang telah meraih akreditasi Unggul dari BAN-PT pada 2025 optimistis bahwa konsentrasi ini akan melahirkan tenaga ahli dengan perpaduan keilmuan hukum dan perpajakan yang relevan dengan kebutuhan nasional. (bl)

IKPI Kabupaten Bekasi Gelar Seminar Transformasi Coretax dan AI, Antusiasme Puluhan Peserta Umum Terlihat

IKPI, Kabupaten Bekasi: IKPI Kabupaten Bekasi menggelar seminar bertema “Perubahan Besar dalam Pelaporan Tahunan dengan Coretax dan Peran AI dalam Perpajakan” di Hotel Java Palace, Kabupaten Bekasi, Kamis (27/11/2025). Acara yang dihadiri peserta dari berbagai wilayah, terdiri dari perwakilan 31 cabang IKPI Kabupaten Bekasi, 3 cabang Bogor, 1 cabang Jakarta, serta 20 peserta umum yang menunjukkan minat dan antusiasme tinggi terhadap perkembangan terbaru dunia perpajakan.

Ketua IKPI Kabupaten Bekasi, Asep Ardiansyah Y, menyampaikan rasa syukur sekaligus kebanggaan atas tingginya partisipasi peserta yang hadir.

Ia menekankan bahwa seminar Pengembangan Profesional Berkelanjutan (PPL) ini tidak hanya menjadi ajang berbagi wawasan terkait Coretax dan peran kecerdasan buatan, tetapi juga merupakan momentum penting yang menegaskan posisi IKPI sebagai organisasi yang aktif merespons perubahan di sektor perpajakan.

Dikatakan Asep, seminar ini berjalan dinamis dengan interaksi aktif antara peserta dari berbagai latar belakang mulai dari praktisi pajak, pelaku usaha, peserta umum dengan narasumber seminar yang ingin memahami lebih dalam arah baru sistem perpajakan nasional.

Ia berharap, seminar ini bukan hanya simbol seremonial, tetapi juga ruang belajar yang produktif bagi seluruh peserta. Antusiasme terlihat dari tingginya partisipasi tanya jawab sepanjang sesi berlangsung.

Melalui kegiatan ini, IKPI Kabupaten Bekasi kembali menegaskan komitmennya untuk menjadi wadah edukasi, kolaborasi, sekaligus motor penggerak literasi perpajakan di tengah transformasi digital yang terus berkembang. (bl)

DJP Apresiasi Peran Strategis IKPI, Ajak Perkuat Kolaborasi dalam Survei Efektivitas Peraturan 2025

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menggelar Sharing Session Peraturan Perpajakan dalam rangka Survei Efektivitas Peraturan Perpajakan Tahun 2025 serta dialog khusus terkait Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-18/PJ/2025 mengenai tindak lanjut atas data konkret. Acara berlangsung secara hybrid dari Kantor Pusat DJP dan melalui Zoom Meeting, Rabu (26/11/2025), dengan antusiasme tinggi lebih dari 400 anggota IKPI yang mengikuti secara daring.

Dalam sambutannya, Direktur Peraturan Perpajakan II DJP, Heri Kuswanto, menyampaikan apresiasi mendalam kepada IKPI. Ia menegaskan bahwa IKPI merupakan asosiasi konsultan pajak terbesar dan paling berpengaruh di Indonesia, dengan peranan yang tidak tergantikan dalam ekosistem perpajakan nasional.

Peran IKPI untuk Administrasi Pajak

Heri menyebut IKPI telah berkontribusi besar dalam memperkuat fondasi kepatuhan dan hubungan antara negara dan Wajib Pajak melalui peran-peran penting seperti:

• mendukung administrasi perpajakan,

• memberikan edukasi berkelanjutan kepada Wajib Pajak,

• menjaga kualitas kepatuhan, serta

• menjadi jembatan komunikasi antara otoritas pajak dan masyarakat.

Menurutnya, IKPI memiliki kemampuan menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban Wajib Pajak sehingga terbangun sistem perpajakan yang semakin adil, efisien, dan akuntabel.

Heri menekankan bahwa efektivitas regulasi sangat bergantung pada keterlibatan para pemangku kepentingan, termasuk konsultan pajak. Karena itu, ia mendorong partisipasi aktif IKPI dalam Survei Efektivitas Peraturan Tahun 2025, yang menjadi instrumen penting bagi DJP dalam mengevaluasi dan menyempurnakan kebijakan perpajakan.

Selain itu, ia juga menggarisbawahi pentingnya dialog mendalam mengenai PER-18/PJ/2025, terutama terkait mekanisme tindak lanjut data konkret. Ia berharap sinergi ini membuat pemahaman terhadap regulasi semakin seragam dan implementasinya lebih optimal.

“Semoga IKPI semakin aktif, semakin dinamis, dan terus menjadi mitra strategis DJP dalam mewujudkan administrasi perpajakan yang modern dan terpercaya,” ungkap Heri. 

Ia juga berharap agar IKPI dapat terus memberi kontribusi terbaik bagi bangsa.

Dari IKPI, sejumlah pengurus hadir dalam kegiatan ini, antara lain:

1. Ketua Departemen Humas, Jemmi Sutiono

2. Ketua Departemen KKSO, Rusmadi

3. Ketua Departemen PPL, Benny Wibowo

4. Wakil Ketua Departemen Humas, Ronsianus B Daur

5. Ketua Bidang Pengembangan Teknologi, Aplikasi, dan Informasi, Welvin I Guna

6. Anggota Departemen Kemitraan Organisasi dan Kelembagaan Pemerintah, Budi Prasongko (bl)

id_ID