IKPI Jakarta Utara Tutup Rangkaian PPL 2025 dengan Seminar Coretax dan Rapat Anggota

IKPI, Jakarta Utara: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Jakarta Utara kembali menggelar kegiatan Pengembangan Profesional Berkelanjutan (PPL) di Jakarta. Seminar ini menjadi penutup rangkaian kegiatan PPL tahun 2025 yang diselenggarakan oleh IKPI Cabang Jakarta Utara.

Kegiatan tersebut diikuti oleh 138 peserta, terdiri atas anggota IKPI Jakarta Utara dan peserta umum. Seminar menghadirkan Anwar Hidayat sebagai narasumber dengan tema “Manajemen Coretax: PER-11 Tahun 2025, SPT Badan, dan Dinamisasi PPh 25.”

Ketua IKPI Jakarta Utara Franky Foreson menyampaikan apresiasi atas antusiasme para peserta yang aktif berdiskusi sepanjang acara.

(Foto: DOK. IKPI Cabang Jakarta Utara)

“Peserta sangat antusias membahas studi kasus lapangan terkait Coretax. Tahun 2026 menjadi tahun pertama pelaporan SPT Tahunan menggunakan Coretax, sehingga penting bagi anggota untuk memahami berbagai kasus teknis di lapangan bersama narasumber yang kompeten,” ujar Franky, Kamis (13/11/2025).

Kegiatan ini turut dihadiri oleh dua perwakilan Pengurus Daerah Daerah Khusus Jakarta, yakni Hery Juwana dan Daniel Mulia, serta Pengurus Pusat IKPI, Donny Eduardus Rindorindo, yang menjabat sebagai Ketua Departemen Sistem Pengembangan Bisnis Anggota (SPPBA).

Selain itu, Wakil Ketua Umum IKPI Nuryadin Rahman, yang hadir mewakili Ketua Umum Vaudy Starworld, menyampaikan bahwa IKPI terus berupaya mempererat komunikasi antaranggota melalui pembentukan berbagai komunitas olahraga.

Ia juga menambahkan bahwa IKPI telah bekerja sama dengan sejumlah hotel, universitas, dan merchant untuk memberikan diskon atau harga khusus bagi anggota yang menunjukkan kartu keanggotaan IKPI.

“Kami ingin anggota IKPI merasakan lebih banyak manfaat, tidak hanya dari sisi profesional, tetapi juga dari sisi keseharian,” tutur Nuryadin.

Usai seminar, kegiatan dilanjutkan dengan Rapat Umum Anggota khusus bagi anggota IKPI Jakarta Utara. Dalam rapat tersebut, Bendahara Cabang Lisayanti Lie memaparkan laporan keuangan cabang tahun berjalan.

Kemudian, Ketua Departemen PPL IKPI Jakarta Utara, Petrus Kho, menyampaikan presentasi mengenai jadwal seminar tahun 2026, menandai dimulainya persiapan kegiatan PPL untuk tahun mendatang. (bl)

IKPI Resmikan Komunitas Tenis & Padel: Vaudy Starworld Sebut Olahraga Jadi Jantung Kebersamaan Profesi 

IKPI, Jakarta: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) terus memperluas ruang kebersamaan bagi para anggotanya. Terbaru, IKPI meresmikan Komunitas Tenis & Padel IKPI di Permata Sport Arena, Jakarta Barat, Minggu (9/11/2025). Momen ini menjadi langkah awal bagi lahirnya kegiatan olahraga terstruktur di lingkungan IKPI, sekaligus memperkuat silaturahmi lintas cabang dan lintas generasi.

Ketua Umum IKPI, Vaudy Starworld, hadir langsung sekaligus memberikan pesan penting tentang makna dibentuknya komunitas tersebut. Ia menegaskan bahwa sebuah organisasi profesional tidak bisa hanya dibangun dari aktivitas formal seperti rapat, diskusi teknis, atau forum ilmiah. Dibutuhkan ruang sosial yang lebih cair, tempat anggota saling mengenal bukan sebagai kolega semata, tetapi sebagai sahabat.

“Dalam organisasi sebesar IKPI, kekompakan tidak lahir dari rapat saja. Kita butuh ruang ketiga selain ruang kerja dan ruang organisasi untuk saling mengenal secara personal. Komunitas olahraga menjadi tempat itu,” ujar Vaudy di lokasi acara.

Menurutnya, olahraga memiliki kekuatan unik tanpa hirarki jabatan, tanpa sekat cabang, dan tanpa nuansa formalitas. Saat bertanding atau berlatih bersama, setiap orang berdiri sebagai individu yang sama. Dari interaksi inilah tumbuh rasa memiliki, keakraban, dan ikatan emosional yang sulit muncul hanya dalam suasana resmi.

“Dari tempat seperti inilah muncul modal sosial social capital yang membuat organisasi punya daya tahan. Ketika anggotanya saling terhubung secara emosional, IKPI akan semakin solid dalam menghadapi tantangan profesi ke depan,” jelasnya.

Lebih lanjut, Vaudy menilai pembentukan Komunitas Tenis & Padel IKPI juga membawa dimensi strategis bagi citra profesi konsultan pajak. Selama ini, profesi terkait perpajakan sering dipandang kaku, serius, dan jauh dari dunia gaya hidup sehat. Padahal, konsultan pajak adalah bagian dari masyarakat modern yang aktif, energik, dan memiliki jejaring sosial luas.

“Ketika IKPI menggelar turnamen, charity run, atau pertandingan persahabatan, publik akan melihat bahwa konsultan pajak adalah profesional yang sehat, sportif, dan menjunjung nilai kebersamaan,” jelasnya.

Ia bahkan menyebut komunitas ini bisa menjadi diplomasi sosial profesi. Saat kegiatan olahraga melibatkan komunitas profesi lain, lembaga negara, BUMN, dunia usaha, atau sponsor, IKPI memiliki kesempatan memperluas jejaring, meningkatkan visibilitas, sekaligus memperkuat hubungan antar lembaga.

Gelar Latihan dan Pertandingan Persahabatan

Usai peresmian, komunitas ini dijadwalkan mengadakan latihan rutin dan kompetisi internal di berbagai kota. Vaudy berharap, komunitas serupa juga muncul dalam bentuk olahraga lain, mulai dari badminton, bersepeda, hingga lari maraton.

“Tidak semua kebersamaan harus serius. Ada saatnya kita berkeringat, tertawa, dan menikmati waktu bersama. Dari sini, kepercayaan tumbuh dengan sendirinya,” ujarnya.

Vaudy juga mengajak seluruh anggota IKPI di berbagai daerah untuk ikut terlibat. Baginya, semakin banyak ruang kebersamaan, semakin kuat fondasi organisasi.

“IKPI harus dikenal bukan hanya profesional, tetapi juga humanis. Kita ingin menunjukkan bahwa konsultan pajak punya kehidupan sosial yang sehat, peduli relasi, dan menjaga etika dalam setiap interaksi,” katanya.

Hadir Pengurus Pusat IKPI:

1. Vaudy Starworld (Ketum) 

2. ⁠Rusmadi (Ketua Departemen KSSO)

3. ⁠Hendrik Saputra (Ketua Departemen IT)

4. ⁠Johanes Santoso Wibowo (Ketua Bidang Sosial)

5. ⁠Tintje Beby (Anggota Departemen Pendidikan)

6. ⁠Asih Arianto (Direktur Eksekutif)

 (bl)

Purbaya Optimis Target Pajak 2025 Tercapai, Minta Pegawai Pajak Tak Putus Asa

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyampaikan keyakinannya bahwa target penerimaan pajak tahun 2025 sebesar Rp 2.189,3 triliun akan berhasil diraih. Optimisme itu ia sampaikan melalui unggahan di Instagram @menkeuri, Sabtu (8/11/2025).

“Teman pajak jangan putus asa, target pasti tercapai. Kita tetap usahakan seoptimal mungkin penerimaan pajak,” ujarnya.

Selain mendorong kinerja, ia meminta seluruh aparatur pajak tetap menjaga integritas dan memberikan pelayanan yang ramah. Menurutnya, senyum kepada wajib pajak juga merupakan bentuk pelayanan yang baik.

“Tetap jaga integritas. Jangan lupa berikan senyum kepada wajib pajak agar wajib pajak tersenyum ketika membayar pajak,” kata Purbaya.

Ia menjelaskan, selama ini target penerimaan pajak sering sulit tercapai bukan karena petugas pajak tidak bekerja maksimal, melainkan karena tekanan ekonomi yang membuat banyak pelaku usaha tidak mampu membayar pajak secara optimal.

“Saya sudah bilang di meeting besar, bukan salah orang pajak kalau target tidak tercapai. Karena ekonomi turun. Tapi orang-orang di luar sering tidak mau tahu,” tuturnya.

Meski begitu, Purbaya melihat tanda-tanda perbaikan ekonomi sejak minggu kedua September. Ia berharap kondisi itu berdampak pada peningkatan setoran pajak hingga akhir tahun.

“Mudah-mudahan pajaknya membaik dan target bisa tercapai,” ujarnya penuh optimisme.

Untuk tahun depan, keyakinannya lebih besar lagi. Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi menuju angka 6%, sehingga sektor swasta kembali bergerak kuat dan memberikan kontribusi signifikan terhadap penerimaan negara.

“Kalau privat sector-nya jalan, penerimaan pajak akan mengikuti,” tutupnya. (alf)

Belum Bayar Pajak? Petugas Bisa Ketuk Pintu Rumah Anda

IKPI, Jakarta: Program pemutihan pajak kendaraan bermotor sebelumnya pernah memberikan keringanan bagi masyarakat. Di Jawa Tengah, fasilitas tersebut sudah berakhir, tarif kembali normal, dan penghapusan denda tidak lagi diberikan. Namun masih banyak pemilik kendaraan yang tetap tidak membayar kewajibannya, bahkan setelah diberikan kesempatan melalui program pemutihan.

Kepala Bidang PKB Bapenda Jawa Tengah, Danang Wicaksono mengatakan pemerintah kini berupaya menekan nilai piutang pajak. Salah satu langkahnya adalah program Samsat door to door, yaitu penagihan langsung ke rumah wajib pajak.

“Anggaran untuk program ini terbatas, bisa dibilang tidak bisa menyelesaikan semua piutang pajak, sehingga pihak pemerintah harus melakukan strategi yang efisien dalam menagih, jadi belum bisa semua didatangi ke rumah,” ujar Danang baru baru ini.

Ia menjelaskan bahwa penagihan dilakukan bertahap. Pertama, petugas akan mengingatkan masyarakat mendekati jatuh tempo pembayaran dengan sistem sengkuyung.

“Pertama kami akan melakukan sengkuyung, atau pengingat kepada masyarakat bahwa ada pajak yang harus dibayarkan, ini dilakukan mendekati jatuh temponya, kami bekerja sama dengan pemerintah kabupaten dan kota,” jelasnya.

Jika tiga bulan tetap diabaikan, langkah berikutnya adalah pengiriman surat tagihan melalui pesan WhatsApp.

“Penagihan lewat WhatsApp tentu lebih murah, daripada mendatanginya langsung dengan memberikan surat fisik. Cara tersebut juga lebih efisien,” ucap Danang.

Apabila masih tidak ada respons, barulah petugas terjun langsung mendatangi rumah.

Karena anggaran terbatas, penagihan langsung tidak bisa dilakukan kepada seluruh penunggak. Pemerintah harus memilih secara efisien berdasarkan potensi penerimaan pajaknya.

“Diutamakan pada nilai piutang besar seperti kendaraan roda empat. Namun untuk kendaraan roda dua juga berpeluang didatangi, misal nilai piutang besar dan jaraknya dekat. Jadi meski motor murah juga bisa saja menjadi sasaran petugas,” katanya.

Metode ini dinilai efektif, karena mendatangi satu alamat dengan nilai piutang besar jauh lebih sebanding dengan biaya operasional petugas.

“Bila anggaran program penuh, ya kami pasti akan datangi semua setiap penunggak pajak, tidak akan dipilih-pilih,” ujar Danang.

Bagi masyarakat yang masih memiliki tunggakan pajak, kesempatan untuk mengabaikan kewajiban semakin sempit. Cepat atau lambat, penagihan bisa dilakukan mulai dari pesan WhatsApp hingga kedatangan petugas Samsat di depan rumah. (alf)

KPP Kendari Genjot Kepatuhan ASN Konawe Kepulauan

IKPI, Jakarta: Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Kendari terus memperkuat sinergi fiskal dengan Pemerintah Kabupaten Konawe Kepulauan. Salah satunya melalui kegiatan koordinasi lanjutan implementasi Perjanjian Kerja Sama Optimalisasi Pajak Pusat dan Daerah (OP4D) di Kantor Badan Keuangan Daerah, Selasa (4/11/2025).

Kegiatan ini dihadiri Bupati Konawe Kepulauan Rifqi Saifullah Razak, Kepala BKD Mahmud, Kepala KPP Pratama Kendari Calvin Octo Pangaribuan, serta jajaran. Fokus pembahasan diarahkan pada evaluasi Laporan Kinerja Pemenuhan Kewajiban Perpajakan Pemerintah Daerah hingga 30 Oktober 2025.

Dalam laporan tersebut, tingkat kepatuhan pelaporan SPT Tahunan ASN baru mencapai 63,91 persen atau 1.323 dari total 2.070 pegawai. Kepatuhan PNS berada di angka 62,33 persen, sementara PPPK sedikit lebih tinggi di 66,38 persen. Angka ini menunjukkan masih perlunya percepatan menjelang masa pelaporan berikutnya, meski tren kepatuhan meningkat dibanding awal tahun.

Percepatan juga dibutuhkan dalam aktivasi Coretax System, platform pelaporan pajak yang akan berlaku penuh mulai Tahun Pajak 2026. Hingga saat ini, baru 46 pegawai ASN (2,22 persen) yang mengaktifkan akun Coretax, sehingga edukasi dan pendampingan dinilai perlu digiatkan kembali.

Dari sisi belanja daerah, realisasi belanja pegawai, barang, dan modal hingga akhir Oktober 2025 mencapai Rp349,44 miliar dari pagu Rp636,27 miliar. Dari total belanja itu, setoran pajak baru tercatat Rp18,14 miliar atau 5,19 persen. Realisasi Dana Desa juga menjadi sorotan karena baru 48 dari 89 desa (53,93 persen) yang menyetor pajak, dengan total penerimaan Rp620 juta.

Selain itu, dari 44 organisasi perangkat daerah (OPD), baru satu OPD yang melaporkan SPT masa unifikasi dan PPh 21/26, dan belum ada OPD yang menyampaikan SPT masa PPN. KPP Pratama Kendari menilai peningkatan disiplin administrasi fiskal di level OPD dan desa akan berdampak langsung pada ketertiban penerimaan pajak daerah.

Kepala KPP Pratama Kendari, Calvin Octo Pangaribuan, menyebut evaluasi ini penting untuk memastikan potensi fiskal daerah bisa terekam dan terlapor secara transparan. “Konawe Kepulauan memiliki potensi besar dari belanja publik dan aktivitas pemerintahan. Dengan OP4D dan Coretax, kami ingin memastikan setiap transaksi fiskal terekam, terlapor, dan berkontribusi bagi penerimaan negara,” ujarnya, dikutip dari pajak.go.id, Minggu (9/11/2025).

Bupati Konawe Kepulauan, Rifqi Saifullah Razak, menyatakan dukungan penuh terhadap percepatan kepatuhan ASN dan instansi daerah. “Kami akan mendorong seluruh perangkat daerah untuk lebih tertib administrasi fiskal dan mendukung penguatan integrasi data,” tegasnya.

Kegiatan koordinasi ini memperkuat komitmen bersama antara KPP Pratama Kendari dan Pemerintah Kabupaten Konawe Kepulauan dalam meningkatkan akuntabilitas fiskal, mempercepat kepatuhan ASN, dan mempersiapkan tata kelola pajak berbasis digital di tingkat daerah. (alf)

Janji No New Tax 2026: Kabar Baik untuk Bisnis dan Tantangan untuk Fiskal

Kebijakan fiskal pemerintah selalu menjadi sorotan publik, terlebih ketika menyangkut pajak. Pajak bukan sekedar instrumen penerimaan negara, melainkan juga cermin hubungan antara negara dan warganya. Karena itu, ketika Menteri Keuangan menegaskan bahwa Indonesia tidak akan mengenalkan pajak baru pada tahun 2026, pernyataan tersebut langsung mengundang reaksi luas. 

Dunia usaha menyambut lega, masyarakat merasa lebih tenang, tetapi pengamat fiskal justru menaruh tanda tanya. Bagaimana caranya pemerintah memenuhi target penerimaan negara tanpa instrumen pungutan baru?

Pertanyaan itu bukan tanpa alasan. Setiap tahun, kebutuhan pembiayaan negara terus meningkat. Mulai dari pembangunan infrastruktur, subsidi energi, jaring pengaman sosial, hingga kebutuhan belanja birokrasi. Di sisi lain, penerimaan negara sangat bergantung pada pajak. Artinya, ketika ruang untuk menciptakan pajak baru ditutup, maka satu-satunya jalan adalah mengoptimalkan instrumen pajak yang sudah ada.

Tantangan Fiskal yang Nyata

Saat ini Indonesia menghadapi tantangan fiskal yang cukup kompleks. Mulai dari defisit anggaran masih menjadi bayang-bayang. Walaupun pemerintah berupaya menjaga disiplin fiskal, namun realitasnya belanja negara seringkali lebih besar dibanding penerimaan. Di samping itu, ketidakpastian global membuat proyeksi penerimaan sering meleset. Hal ini disebabkan adanya perlambatan ekonomi Tiongkok, fluktuasi harga minyak, hingga perang di beberapa kawasan dunia memengaruhi arus perdagangan dan investasi.

Kini, Basis pajak di Indonesia masih terbatas. Hal ini dibuktikan bahwa tax ratio Indonesia masih berkisar di angka 10–11% dari PDB, jauh lebih rendah dibanding negara ASEAN lain seperti Vietnam atau Thailand yang sudah mencapai 15–16%. Ini berarti masih banyak potensi penerimaan yang belum tergarap.

Di tengah tantangan itu, kebijakan “No New Tax” sebenarnya bisa dibaca sebagai bentuk keberanian pemerintah untuk fokus pada kualitas administrasi pajak, bukan sekedar menambah jenis pungutan.

Mengapa No New Tax Penting bagi Dunia Usaha

Dari sudut pandang dunia usaha, keputusan pemerintah untuk tidak menambah pajak baru pada 2026 adalah sinyal positif. Dunia usaha sedang menghadapi tekanan yang tidak ringan: inflasi tinggi, biaya energi mahal, serta bunga pinjaman yang menekan arus kas. Tambahan pajak baru tentu akan membuat situasi semakin sulit.

Selain itu, resistensi publik terhadap pajak baru sangat tinggi. Kita bisa belajar dari rencana penerapan pajak karbon yang sempat ditunda. Atau dari polemik kenaikan PPN yang dijadwalkan naik menjadi 12% sesuai UU HPP. Semua menunjukkan bahwa pajak baru tanpa kesiapan administrasi dan komunikasi yang baik hanya akan menimbulkan kegaduhan politik maupun ekonomi.

Dengan mengumumkan “No New Tax”, pemerintah seakan ingin berkata: “Mari kita perbaiki dulu rumah pajak yang ada sebelum membangun ruangan baru.”

Kalau tidak menambah pajak baru, lalu bagaimana caranya meningkatkan penerimaan? 

Ada beberapa jalur strategis yang bisa ditempuh pemerintah

1. Ekstensifikasi Basis Pajak

Banyak sektor produktif yang belum sepenuhnya tergarap, terutama ekonomi digital. Transaksi daring tumbuh pesat, tetapi tidak semuanya tercatat. Dengan integrasi data platform e-commerce, fintech, dan perbankan, potensi penerimaan bisa meningkat signifikan. UMKM juga perlu menjadi fokus. Dengan insentif dan edukasi, UMKM bisa masuk ke sistem perpajakan secara bertahap, tanpa merasa terbebani.

2. Digitalisasi Administrasi

Implementasi sistem Coretax adalah tonggak penting. Sistem ini menjanjikan administrasi yang lebih sederhana, akurat, dan terintegrasi. Namun, keberhasilan Coretax bergantung pada stabilitas sistem dan kemampuan SDM. Bila berhasil, kebocoran penerimaan bisa ditekan drastis.

3. Kepatuhan Sukarela

Pajak bukan hanya urusan sanksi, tetapi juga kepercayaan. Wajib pajak akan lebih patuh bila sistem transparan, manfaat pajak terlihat, dan pelayanan sederhana. Pemerintah perlu meningkatkan trust public dengan menunjukkan hasil nyata dari pajak, seperti jalan yang lebih baik, layanan publik yang meningkat, hingga subsidi tepat sasaran.

4. Efisiensi Belanja

Tidak kalah penting, peningkatan penerimaan harus diimbangi dengan efisiensi belanja. Percuma penerimaan naik bila belanja negara bocor. Transparansi APBN dan akuntabilitas pejabat publik menjadi bagian integral dalam membangun kepatuhan pajak.

Belajar dari Praktik Internasional

Negara lain sudah membuktikan bahwa meningkatkan penerimaan tidak selalu harus menambah pajak baru. Singapura sukses menjaga kepatuhan dengan layanan pajak yang sederhana dan digitalisasi penuh. Korea Selatan menutup celah penghindaran pajak dengan mengintegrasikan data transaksi digital lintas sektor.

Indonesia bisa mengambil Pelajaran dengan memanfaatkan data, sederhanakan sistem, dan tingkatkan pelayanan. Dengan pendekatan ini, penerimaan negara bisa naik tanpa harus menambah beban wajib pajak.

Perlu diingat, pajak bukan sekedar angka di APBN, tetapi juga kontrak sosial. Bila pemerintah berhasil menunjukkan bahwa uang pajak dikelola dengan baik, trust public akan meningkat. Sebaliknya, bila ada kasus korupsi atau pemborosan anggaran, resistensi wajib pajak akan semakin kuat.

Dalam konteks politik, “No New Tax” juga bisa dibaca sebagai strategi menjaga stabilitas. Tahun 2026 berada di awal periode pemerintahan baru hasil Pemilu 2024. Memberikan kepastian fiskal tanpa pajak baru adalah cara untuk menenangkan dunia usaha sekaligus menjaga iklim investasi.

Esensi dari kebijakan “No New Tax” pada 2026 bukan berarti pemerintah menyerah, melainkan justru ingin fokus pada optimalisasi, digitalisasi, dan trust building. Tantangan memang besar, tetapi peluang juga terbuka lebar.

Pemerintah punya kesempatan emas untuk membuktikan bahwa pajak bisa ditingkatkan tanpa menambah jenis pungutan baru. Dunia usaha pun punya kewajiban untuk mendukung, bukan hanya dengan membayar pajak, tetapi juga dengan berperan aktif dalam memperkuat ekosistem kepatuhan.

Pada akhirnya, pajak dan ekonomi bukanlah lawan, melainkan kawan. Pajak adalah kontribusi, dan kontribusi itulah yang akan memperkuat fondasi Indonesia menuju masa depan yang lebih tangguh.

Penulis adalah Anggota IKPI Kota Bekasi & Dosen Institut STIAMI

Ratih Kumala

Email: rhaty07@gmail.com

Disclaimer: Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis

Purbaya Tegaskan APBN Bukan Cuma Bangun Infrastruktur, tapi Harus Bikin Rakyat Sejahtera

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tidak boleh hanya menghasilkan proyek fisik atau pembangunan infrastruktur. Pemerintah, kata dia, ingin setiap belanja negara benar-benar kembali untuk menyejahterakan rakyat.

Dalam Rapat Kerja Komite IV DPD RI di Senayan, Jakarta, Senin (3/11/2025), Purbaya menyampaikan bahwa seluruh arah kebijakan fiskal dibangun melalui sinergi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Tujuan akhirnya jelas: pertumbuhan ekonomi harus dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat.

“Pada dasarnya sama, seluruh APBN, seluruh kegiatan pemerintah, DPR, DPD, tujuannya sama untuk membuat masyarakat kita semua jadi kaya,” ujarnya.

Menurutnya, keberhasilan ekonomi tidak boleh hanya diukur dari munculnya orang kaya baru, gedung besar, atau proyek raksasa. Jika sebagian besar rakyat masih tertinggal, maka pembangunan dianggap tidak berhasil.

“Kalau saya sendiri ya sudah kaya, tapi kan sebagian besar masyarakat kita nggak begitu. Itu bukan keberhasilan kalau yang kaya cuma sedikit,” tegasnya.

Sebagai sumber utama APBN, penerimaan pajak tetap menjadi fondasi belanja negara. Karena itu, setiap kebijakan fiskal yang dijalankan pemerintah diarahkan untuk mempersempit kesenjangan, meningkatkan layanan publik, serta menciptakan lapangan kerja di berbagai daerah.

Purbaya juga mengingatkan bahwa tujuan menyejahterakan rakyat sebenarnya sudah menjadi cita-cita sejak awal kemerdekaan. Namun, sepanjang perjalanan bangsa, arah itu tidak selalu berjalan optimal.

“Tujuan besar ini sudah ada sejak kemerdekaan. Tapi lama-lama tujuan itu tertutupi,” kata dia.

Ia mengungkapkan bahwa Presiden Prabowo memberi mandat agar ekonomi dibenahi secara menyeluruh. Sebelum reformasi dilakukan, Indonesia pernah berada dalam kondisi yang berpotensi membahayakan perekonomian.

“Saya ditugaskan oleh Presiden untuk membawa ekonomi ke arah yang lebih baik. Karena sebelumnya, tanpa disadari, kita sempat mengalami keadaan yang amat membahayakan negara,” terangnya.

Menurut Purbaya, infrastruktur tetap penting, namun hasil akhirnya harus mengangkat kesejahteraan rakyat.

“Saya selalu bilang, mari kita kaya bersama. Itu tujuan kita,” tutupnya. (alf)

Pemprov Kaltim Fokus Tutup Celah Kebocoran Pajak, Bidik Rp10 Triliun PAD 2025

IKPI, Jakarta: Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Pemprov Kaltim) semakin agresif memperkuat strategi fiskal untuk memacu Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebagai “bahan bakar utama” pembangunan daerah. Gubernur Kalimantan Timur, Rudy Mas’ud (Harum), menegaskan komitmennya menutup seluruh celah kebocoran pajak melalui kebijakan digitalisasi dan regulasi tegas.

Salah satu langkah strategis adalah diterbitkannya Peraturan Gubernur Nomor 35 Tahun 2025 tentang penunjukan badan usaha pemegang Izin Usaha Niaga Umum (IUNU) sebagai wajib pungut Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB). Regulasi ini diyakini akan memperkuat sistem pengawasan pendapatan daerah, terutama dari sektor energi.

“Dengan regulasi ini, kita pastikan tidak ada lagi kebocoran penerimaan daerah. Semua transaksi BBM dan gas bumi akan tercatat digital dan real time. Sekecil apa pun celah kebocoran pajak harus ditutup,” tegas Gubernur Harum dalam Rapat Koordinasi (Rakor) Sinkronisasi dan Sosialisasi Peningkatan PAD di Hotel Borobudur, Jakarta, Kamis (30/10/2025).

Sektor Alat Berat Jadi Fokus Pengawasan

Dari hasil verifikasi Pemprov Kaltim, tercatat lebih dari 11.300 unit alat berat beroperasi di sektor pertambangan, kehutanan, dan perkebunan. Namun, potensi pajak dari sektor ini masih belum tergarap maksimal. Gubernur Harum mengungkapkan banyak alat berat dan kendaraan dari luar daerah yang beroperasi di wilayah tambang batu bara dan perkebunan sawit tanpa pengawasan pajak yang memadai.

Selain itu, minimnya transparansi data harga alat berat dan lemahnya pengawasan lapangan juga menjadi penyebab utama kebocoran pendapatan. “Ini menjadi perhatian penting bagi kita semua dalam upaya optimalisasi PAD,” ujarnya.

Bentuk Tim Khusus Optimalisasi Pendapatan

Untuk memperkuat tata kelola fiskal, Pemprov Kaltim membentuk Tim Optimalisasi Pendapatan Daerah, yang bertugas melakukan supervisi, pendataan, hingga pengendalian pemungutan pajak. Tim ini juga memperkuat koordinasi lintas sektor antara Bapenda, Dinas ESDM, Kehutanan, dan Perkebunan.

“Sinergi dan integrasi data antarinstansi adalah kunci. Dengan sistem yang transparan dan digital, potensi pendapatan daerah dapat tergali secara optimal,” kata Harum.

Gubernur Harum juga meminta dukungan penuh dari para bupati dan wali kota se-Kaltim. Ia menekankan bahwa pajak provinsi seperti PBBKB, PKB, dan BBNKB turut memberikan manfaat langsung bagi kabupaten/kota melalui sistem bagi hasil.

Hingga Oktober 2025, Pemprov Kaltim telah menyalurkan Rp800 miliar dana bagi hasil pajak ke kabupaten/kota melalui mekanisme split bill. Jika target tercapai, total dana yang disalurkan pada akhir tahun diproyeksikan mencapai Rp4,8 triliun.

Dana tersebut diharapkan dapat dimanfaatkan bukan hanya untuk pembangunan infrastruktur, tetapi juga memperkuat pengawasan di sektor pertambangan, kehutanan, dan perkebunan. Untuk memastikan kepatuhan perusahaan, Pemprov Kaltim bahkan menggandeng Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Sekadar informasi, hingga 25 Oktober 2025, realisasi PAD Kaltim telah mencapai Rp6,8 triliun atau 68,58% dari target Rp10,04 triliun. Rinciannya, pajak daerah terealisasi Rp5,3 triliun (63,03%), retribusi Rp895 miliar (83,66%), hasil pengelolaan kekayaan daerah Rp319 miliar (71,06%), serta pendapatan lain-lain PAD sah mencapai Rp373 miliar atau 323% dari target awal.

Rakor tersebut juga dihadiri Wakil Gubernur Seno Aji, Sekda Sri Wahyuni, Forkopimda Kaltim, pejabat KPK, dan pimpinan OPD terkait.

Ia menegaskan bahwa agenda ini bukan sekadar kegiatan administratif, tetapi langkah nyata menuju sistem pajak daerah yang bersih dan berkeadilan.

“Kita ingin setiap rupiah pajak benar-benar kembali untuk rakyat, bukan untuk kepentingan pribadi. Mari kita bangun ekosistem pajak yang sehat, transparan, dan berpihak pada rakyat,” serunya. (alf)

Hidajat Hoesni: Buka Firma Konsultan Pajak Butuh Mental Baja

IKPI, Jakarta: Membangun firma konsultan pajak bukan perkara mudah. Dibutuhkan mental baja, keberanian menantang ketidakpastian, dan ketekunan untuk bertahan di tengah tekanan. Pesan itu disampaikan Hidajat Hoesni, pendiri Falcon Strategic Consulting sekaligus Anggota Departemen Kerja Sama Organisasi, Asosiasi dan Bisnis – Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), saat berbicara di depan puluhan anggota tetap baru IKPI pada acara Inaugurasi Anggota Tetap Baru di Kantor Pusat IKPI, Pejaten, Jakarta Selatan, Senin (27/10/2025).

“Kalau kita takut gagal, jangan coba-coba buka konsultan pajak. Harus punya mental kuat, pantang menyerah, berani menanggung risiko dan disiplin waktu,” tegas Hidajat dalam sesi presentasi bertajuk “Tax Firm 360°: Create, Manage, Scale.”

Ia mengisahkan perjalanannya membangun Falcon Tax Consultant sejak 2011. Berawal dari kantor mungil seluas 48 meter persegi dengan modal terbatas, kini Falcon telah tumbuh menjadi firma kokoh berkapasitas besar.

“Dulu saya buka kantor sendirian, tanpa staf. Cashflow ketat, uang keluar lebih cepat dari uang masuk, dan sulit mencari karyawan berbakat (talent scarcity). Tapi pelan-pelan kami berkembang,” ujarnya.

Hidajat menuturkan, keputusan mendirikan firma sendiri bukan karena ambisi menyaingi siapa pun, tetapi karena passion dan keinginan untuk mandiri. Ia bahkan menolak tawaran jabatan tinggi di firma besar demi membangun impian dari nol.

“Saya keluar dengan baik-baik. Founder Partner saya bilang, ‘Kalau setahun nggak berhasil, jangan ragu-ragu untuk balik ke sini.’ Tapi bagi saya, itu tantangan,” kenangnya.

Selama membangun Falcon, Hidajat mengandalkan kolaborasi lintas profesi mulai dari pengacara, akuntan publik, hingga venture capital untuk memperluas pasar. Salah satu proyek besar yang ia tangani adalah Tax Amnesty Project bersama pemerintah dan asosiasi pengusaha.

“Kami ikut membantu merancang konsep tax amnesty ideal. Setelah undang-undangnya disahkan, permintaan layanan dan sosialisasi melonjak,” katanya.

Namun, Hidajat menegaskan bahwa profesi konsultan pajak kini menghadapi medan yang semakin menantang.

“Jumlah konsultan pajak di Indonesia lebih dari 7.000 orang, sementara wajib pajak lebih dari 80 juta. Tapi pesaing kita bukan hanya sesama konsultan,  ada kantor hukum, akuntan publik, biro administrasi pajak, bahkan aplikasi dan AI,” jelasnya.

Ia mengingatkan pentingnya strategi dan diferensiasi agar firma bisa bertahan. Mengutip konsep Michael Porter’s Strategy, Hidajat menilai bahwa keunikan, efisiensi biaya, dan fokus pada pekerjaan menjadi kunci utama keberhasilan.

“Kalau kita punya diferensiasi, harga bukan masalah. Tapi kalau cuma ikut arus, kita akan tersisih,” tegasnya.

Ia juga menyoroti tantangan baru dari kemunculan teknologi AI yang mulai mengambil alih sebagian pekerjaan pajak. “Ancaman AI itu nyata, tapi bukan untuk ditakuti. AI banyak digunakan klien untuk mendapatkan first opinion tapi untuk final opinion, tetap dibutuhkan pendapat konsultan pajak ahli  Justru harus kita manfaatkan untuk naik kelas,” ujarnya.

Ia juga memberikan dorongan moral kepada para anggota baru IKPI agar tidak terburu-buru membuka kantor sendiri. “Kalau belum siap, belajar dulu di firma lain supaya ada gambaran membentuk firma yang ideal. Setelah punya pengalaman, modal yang cukup dan mental kuat, baru buka sendiri. Karena di dunia konsultan pajak, sukses itu bukan soal mendapatkan untung cepat, tapi soal strategi, konsistensi dan punya visi jangka panjang,” pungkasnya. (bl)

IKPI Surabaya Perkuat Diplomasi Profesi Pajak Lewat Forum Internasional di Seoul

IKPI, Seoul: Langkah strategis kembali ditunjukkan Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Surabaya. Tak sekadar berkiprah di dalam negeri, IKPI Surabaya kini turut ambil bagian dalam memperkuat diplomasi profesi konsultan pajak Indonesia di kancah global lewat partisipasi aktif dalam Seminar Internasional KACTAE–ITCA yang digelar di Korea University, Seoul, Korea Selatan 16 Oktober 2025.

Kegiatan ini merupakan hasil kolaborasi antara IKPI, KACTAE (Korean Association of Certified Tax Accountants Examination), dan ITCA (International Tax Consultants Association). Kehadiran delegasi Indonesia yang dipimpin oleh Ketua Umum IKPI, Vaudy Starworld beserta jajaran pengurus pusat IKPI menjadi bukti keseriusan organisasi dalam memperluas jejaring profesional dan memperkuat posisi konsultan pajak Indonesia di dunia internasional.

Mengusung tema “Profesionalisme Konsultan Pajak dan Regulasi Perpajakan di Era Global”, seminar ini membedah isu-isu terkini seperti tax transparency, digital taxation, hingga pajak warisan (inheritance tax). Perdebatan seputar pajak warisan bahkan menjadi sorotan menarik lantaran adanya perbedaan tajam antara sistem Korea Selatan dan Indonesia.

Di Korea, pajak warisan dipatok dengan tarif tinggi untuk menjaga pemerataan kekayaan. Sedangkan di Indonesia, warisan masih tergolong non-objek pajak. Perbedaan tersebut memicu pertukaran pandangan hangat soal filosofi keadilan dan arah kebijakan fiskal masing-masing negara.

Perwakilan IKPI Surabaya tampil aktif dalam sesi tanya jawab, mengemukakan perspektif mengenai karakter wajib pajak di Indonesia serta tantangan penerapan kebijakan fiskal yang berkeadilan di tengah disrupsi ekonomi global.

Ketua IKPI Surabaya Enggan Nursanti menilai forum ini sebagai momentum penting untuk membuka cakrawala baru bagi konsultan pajak Indonesia.

“Forum seperti ini sangat berharga karena membuka ruang bagi pertukaran gagasan dan pemahaman lintas sistem hukum dan ekonomi. Kita bisa belajar banyak, termasuk dari pengalaman Korea Selatan dalam penerapan pajak warisan,” ujarnya.

Selain seminar, delegasi IKPI juga menggelar pertemuan dengan KACPTA (Korean Association of Certified Public Tax Accountants) membahas urgensi pembentukan Undang-Undang Konsultan Pajak (UU KP) di Indonesia. Diskusi ini menegaskan pentingnya dasar hukum yang kuat agar profesi konsultan pajak Indonesia sejajar dengan standar internasional.

Partisipasi IKPI Surabaya di forum ini menjadi bukti nyata kontribusi cabang terhadap misi besar organisasi memperluas jaringan global, meningkatkan kompetensi anggota, dan mengangkat citra profesi konsultan pajak Indonesia di tingkat dunia.

Dengan semangat kolaborasi dan visi global, IKPI Surabaya menegaskan komitmennya untuk terus melangkah menghadirkan konsultan pajak Indonesia yang berintegritas, berwawasan luas, dan siap bersaing di ranah internasional. (bl)

id_ID