Purbaya Tegaskan APBN Bukan Cuma Bangun Infrastruktur, tapi Harus Bikin Rakyat Sejahtera

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tidak boleh hanya menghasilkan proyek fisik atau pembangunan infrastruktur. Pemerintah, kata dia, ingin setiap belanja negara benar-benar kembali untuk menyejahterakan rakyat.

Dalam Rapat Kerja Komite IV DPD RI di Senayan, Jakarta, Senin (3/11/2025), Purbaya menyampaikan bahwa seluruh arah kebijakan fiskal dibangun melalui sinergi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Tujuan akhirnya jelas: pertumbuhan ekonomi harus dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat.

“Pada dasarnya sama, seluruh APBN, seluruh kegiatan pemerintah, DPR, DPD, tujuannya sama untuk membuat masyarakat kita semua jadi kaya,” ujarnya.

Menurutnya, keberhasilan ekonomi tidak boleh hanya diukur dari munculnya orang kaya baru, gedung besar, atau proyek raksasa. Jika sebagian besar rakyat masih tertinggal, maka pembangunan dianggap tidak berhasil.

“Kalau saya sendiri ya sudah kaya, tapi kan sebagian besar masyarakat kita nggak begitu. Itu bukan keberhasilan kalau yang kaya cuma sedikit,” tegasnya.

Sebagai sumber utama APBN, penerimaan pajak tetap menjadi fondasi belanja negara. Karena itu, setiap kebijakan fiskal yang dijalankan pemerintah diarahkan untuk mempersempit kesenjangan, meningkatkan layanan publik, serta menciptakan lapangan kerja di berbagai daerah.

Purbaya juga mengingatkan bahwa tujuan menyejahterakan rakyat sebenarnya sudah menjadi cita-cita sejak awal kemerdekaan. Namun, sepanjang perjalanan bangsa, arah itu tidak selalu berjalan optimal.

“Tujuan besar ini sudah ada sejak kemerdekaan. Tapi lama-lama tujuan itu tertutupi,” kata dia.

Ia mengungkapkan bahwa Presiden Prabowo memberi mandat agar ekonomi dibenahi secara menyeluruh. Sebelum reformasi dilakukan, Indonesia pernah berada dalam kondisi yang berpotensi membahayakan perekonomian.

“Saya ditugaskan oleh Presiden untuk membawa ekonomi ke arah yang lebih baik. Karena sebelumnya, tanpa disadari, kita sempat mengalami keadaan yang amat membahayakan negara,” terangnya.

Menurut Purbaya, infrastruktur tetap penting, namun hasil akhirnya harus mengangkat kesejahteraan rakyat.

“Saya selalu bilang, mari kita kaya bersama. Itu tujuan kita,” tutupnya. (alf)

Pemprov Kaltim Fokus Tutup Celah Kebocoran Pajak, Bidik Rp10 Triliun PAD 2025

IKPI, Jakarta: Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Pemprov Kaltim) semakin agresif memperkuat strategi fiskal untuk memacu Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebagai “bahan bakar utama” pembangunan daerah. Gubernur Kalimantan Timur, Rudy Mas’ud (Harum), menegaskan komitmennya menutup seluruh celah kebocoran pajak melalui kebijakan digitalisasi dan regulasi tegas.

Salah satu langkah strategis adalah diterbitkannya Peraturan Gubernur Nomor 35 Tahun 2025 tentang penunjukan badan usaha pemegang Izin Usaha Niaga Umum (IUNU) sebagai wajib pungut Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB). Regulasi ini diyakini akan memperkuat sistem pengawasan pendapatan daerah, terutama dari sektor energi.

“Dengan regulasi ini, kita pastikan tidak ada lagi kebocoran penerimaan daerah. Semua transaksi BBM dan gas bumi akan tercatat digital dan real time. Sekecil apa pun celah kebocoran pajak harus ditutup,” tegas Gubernur Harum dalam Rapat Koordinasi (Rakor) Sinkronisasi dan Sosialisasi Peningkatan PAD di Hotel Borobudur, Jakarta, Kamis (30/10/2025).

Sektor Alat Berat Jadi Fokus Pengawasan

Dari hasil verifikasi Pemprov Kaltim, tercatat lebih dari 11.300 unit alat berat beroperasi di sektor pertambangan, kehutanan, dan perkebunan. Namun, potensi pajak dari sektor ini masih belum tergarap maksimal. Gubernur Harum mengungkapkan banyak alat berat dan kendaraan dari luar daerah yang beroperasi di wilayah tambang batu bara dan perkebunan sawit tanpa pengawasan pajak yang memadai.

Selain itu, minimnya transparansi data harga alat berat dan lemahnya pengawasan lapangan juga menjadi penyebab utama kebocoran pendapatan. “Ini menjadi perhatian penting bagi kita semua dalam upaya optimalisasi PAD,” ujarnya.

Bentuk Tim Khusus Optimalisasi Pendapatan

Untuk memperkuat tata kelola fiskal, Pemprov Kaltim membentuk Tim Optimalisasi Pendapatan Daerah, yang bertugas melakukan supervisi, pendataan, hingga pengendalian pemungutan pajak. Tim ini juga memperkuat koordinasi lintas sektor antara Bapenda, Dinas ESDM, Kehutanan, dan Perkebunan.

“Sinergi dan integrasi data antarinstansi adalah kunci. Dengan sistem yang transparan dan digital, potensi pendapatan daerah dapat tergali secara optimal,” kata Harum.

Gubernur Harum juga meminta dukungan penuh dari para bupati dan wali kota se-Kaltim. Ia menekankan bahwa pajak provinsi seperti PBBKB, PKB, dan BBNKB turut memberikan manfaat langsung bagi kabupaten/kota melalui sistem bagi hasil.

Hingga Oktober 2025, Pemprov Kaltim telah menyalurkan Rp800 miliar dana bagi hasil pajak ke kabupaten/kota melalui mekanisme split bill. Jika target tercapai, total dana yang disalurkan pada akhir tahun diproyeksikan mencapai Rp4,8 triliun.

Dana tersebut diharapkan dapat dimanfaatkan bukan hanya untuk pembangunan infrastruktur, tetapi juga memperkuat pengawasan di sektor pertambangan, kehutanan, dan perkebunan. Untuk memastikan kepatuhan perusahaan, Pemprov Kaltim bahkan menggandeng Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Sekadar informasi, hingga 25 Oktober 2025, realisasi PAD Kaltim telah mencapai Rp6,8 triliun atau 68,58% dari target Rp10,04 triliun. Rinciannya, pajak daerah terealisasi Rp5,3 triliun (63,03%), retribusi Rp895 miliar (83,66%), hasil pengelolaan kekayaan daerah Rp319 miliar (71,06%), serta pendapatan lain-lain PAD sah mencapai Rp373 miliar atau 323% dari target awal.

Rakor tersebut juga dihadiri Wakil Gubernur Seno Aji, Sekda Sri Wahyuni, Forkopimda Kaltim, pejabat KPK, dan pimpinan OPD terkait.

Ia menegaskan bahwa agenda ini bukan sekadar kegiatan administratif, tetapi langkah nyata menuju sistem pajak daerah yang bersih dan berkeadilan.

“Kita ingin setiap rupiah pajak benar-benar kembali untuk rakyat, bukan untuk kepentingan pribadi. Mari kita bangun ekosistem pajak yang sehat, transparan, dan berpihak pada rakyat,” serunya. (alf)

Hidajat Hoesni: Buka Firma Konsultan Pajak Butuh Mental Baja

IKPI, Jakarta: Membangun firma konsultan pajak bukan perkara mudah. Dibutuhkan mental baja, keberanian menantang ketidakpastian, dan ketekunan untuk bertahan di tengah tekanan. Pesan itu disampaikan Hidajat Hoesni, pendiri Falcon Strategic Consulting sekaligus Anggota Departemen Kerja Sama Organisasi, Asosiasi dan Bisnis – Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), saat berbicara di depan puluhan anggota tetap baru IKPI pada acara Inaugurasi Anggota Tetap Baru di Kantor Pusat IKPI, Pejaten, Jakarta Selatan, Senin (27/10/2025).

“Kalau kita takut gagal, jangan coba-coba buka konsultan pajak. Harus punya mental kuat, pantang menyerah, berani menanggung risiko dan disiplin waktu,” tegas Hidajat dalam sesi presentasi bertajuk “Tax Firm 360°: Create, Manage, Scale.”

Ia mengisahkan perjalanannya membangun Falcon Tax Consultant sejak 2011. Berawal dari kantor mungil seluas 48 meter persegi dengan modal terbatas, kini Falcon telah tumbuh menjadi firma kokoh berkapasitas besar.

“Dulu saya buka kantor sendirian, tanpa staf. Cashflow ketat, uang keluar lebih cepat dari uang masuk, dan sulit mencari karyawan berbakat (talent scarcity). Tapi pelan-pelan kami berkembang,” ujarnya.

Hidajat menuturkan, keputusan mendirikan firma sendiri bukan karena ambisi menyaingi siapa pun, tetapi karena passion dan keinginan untuk mandiri. Ia bahkan menolak tawaran jabatan tinggi di firma besar demi membangun impian dari nol.

“Saya keluar dengan baik-baik. Founder Partner saya bilang, ‘Kalau setahun nggak berhasil, jangan ragu-ragu untuk balik ke sini.’ Tapi bagi saya, itu tantangan,” kenangnya.

Selama membangun Falcon, Hidajat mengandalkan kolaborasi lintas profesi mulai dari pengacara, akuntan publik, hingga venture capital untuk memperluas pasar. Salah satu proyek besar yang ia tangani adalah Tax Amnesty Project bersama pemerintah dan asosiasi pengusaha.

“Kami ikut membantu merancang konsep tax amnesty ideal. Setelah undang-undangnya disahkan, permintaan layanan dan sosialisasi melonjak,” katanya.

Namun, Hidajat menegaskan bahwa profesi konsultan pajak kini menghadapi medan yang semakin menantang.

“Jumlah konsultan pajak di Indonesia lebih dari 7.000 orang, sementara wajib pajak lebih dari 80 juta. Tapi pesaing kita bukan hanya sesama konsultan,  ada kantor hukum, akuntan publik, biro administrasi pajak, bahkan aplikasi dan AI,” jelasnya.

Ia mengingatkan pentingnya strategi dan diferensiasi agar firma bisa bertahan. Mengutip konsep Michael Porter’s Strategy, Hidajat menilai bahwa keunikan, efisiensi biaya, dan fokus pada pekerjaan menjadi kunci utama keberhasilan.

“Kalau kita punya diferensiasi, harga bukan masalah. Tapi kalau cuma ikut arus, kita akan tersisih,” tegasnya.

Ia juga menyoroti tantangan baru dari kemunculan teknologi AI yang mulai mengambil alih sebagian pekerjaan pajak. “Ancaman AI itu nyata, tapi bukan untuk ditakuti. AI banyak digunakan klien untuk mendapatkan first opinion tapi untuk final opinion, tetap dibutuhkan pendapat konsultan pajak ahli  Justru harus kita manfaatkan untuk naik kelas,” ujarnya.

Ia juga memberikan dorongan moral kepada para anggota baru IKPI agar tidak terburu-buru membuka kantor sendiri. “Kalau belum siap, belajar dulu di firma lain supaya ada gambaran membentuk firma yang ideal. Setelah punya pengalaman, modal yang cukup dan mental kuat, baru buka sendiri. Karena di dunia konsultan pajak, sukses itu bukan soal mendapatkan untung cepat, tapi soal strategi, konsistensi dan punya visi jangka panjang,” pungkasnya. (bl)

IKPI Surabaya Perkuat Diplomasi Profesi Pajak Lewat Forum Internasional di Seoul

IKPI, Seoul: Langkah strategis kembali ditunjukkan Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Surabaya. Tak sekadar berkiprah di dalam negeri, IKPI Surabaya kini turut ambil bagian dalam memperkuat diplomasi profesi konsultan pajak Indonesia di kancah global lewat partisipasi aktif dalam Seminar Internasional KACTAE–ITCA yang digelar di Korea University, Seoul, Korea Selatan 16 Oktober 2025.

Kegiatan ini merupakan hasil kolaborasi antara IKPI, KACTAE (Korean Association of Certified Tax Accountants Examination), dan ITCA (International Tax Consultants Association). Kehadiran delegasi Indonesia yang dipimpin oleh Ketua Umum IKPI, Vaudy Starworld beserta jajaran pengurus pusat IKPI menjadi bukti keseriusan organisasi dalam memperluas jejaring profesional dan memperkuat posisi konsultan pajak Indonesia di dunia internasional.

Mengusung tema “Profesionalisme Konsultan Pajak dan Regulasi Perpajakan di Era Global”, seminar ini membedah isu-isu terkini seperti tax transparency, digital taxation, hingga pajak warisan (inheritance tax). Perdebatan seputar pajak warisan bahkan menjadi sorotan menarik lantaran adanya perbedaan tajam antara sistem Korea Selatan dan Indonesia.

Di Korea, pajak warisan dipatok dengan tarif tinggi untuk menjaga pemerataan kekayaan. Sedangkan di Indonesia, warisan masih tergolong non-objek pajak. Perbedaan tersebut memicu pertukaran pandangan hangat soal filosofi keadilan dan arah kebijakan fiskal masing-masing negara.

Perwakilan IKPI Surabaya tampil aktif dalam sesi tanya jawab, mengemukakan perspektif mengenai karakter wajib pajak di Indonesia serta tantangan penerapan kebijakan fiskal yang berkeadilan di tengah disrupsi ekonomi global.

Ketua IKPI Surabaya Enggan Nursanti menilai forum ini sebagai momentum penting untuk membuka cakrawala baru bagi konsultan pajak Indonesia.

“Forum seperti ini sangat berharga karena membuka ruang bagi pertukaran gagasan dan pemahaman lintas sistem hukum dan ekonomi. Kita bisa belajar banyak, termasuk dari pengalaman Korea Selatan dalam penerapan pajak warisan,” ujarnya.

Selain seminar, delegasi IKPI juga menggelar pertemuan dengan KACPTA (Korean Association of Certified Public Tax Accountants) membahas urgensi pembentukan Undang-Undang Konsultan Pajak (UU KP) di Indonesia. Diskusi ini menegaskan pentingnya dasar hukum yang kuat agar profesi konsultan pajak Indonesia sejajar dengan standar internasional.

Partisipasi IKPI Surabaya di forum ini menjadi bukti nyata kontribusi cabang terhadap misi besar organisasi memperluas jaringan global, meningkatkan kompetensi anggota, dan mengangkat citra profesi konsultan pajak Indonesia di tingkat dunia.

Dengan semangat kolaborasi dan visi global, IKPI Surabaya menegaskan komitmennya untuk terus melangkah menghadirkan konsultan pajak Indonesia yang berintegritas, berwawasan luas, dan siap bersaing di ranah internasional. (bl)

Tak Ada Ruang Bagi Pegawai Pajak yang Bermain Kotor, Dirjen Pajak: Saya Pecat!

IKPI, Jakarta: Direktur Jenderal Pajak (DJP) Bimo Wijayanto menegaskan sikap tanpa kompromi terhadap aparatur pajak yang menyalahgunakan wewenang atau memeras wajib pajak. Ia menegaskan siap memecat pegawai pajak yang terbukti melakukan tindakan curang, sekecil apa pun.

“Tentu seperti komitmen saya sejak awal, fraud sedikit pun akan saya tindak, bahkan saya pecat,” tegas Bimo dalam Media Briefing di Kantor Pusat DJP, Jakarta, Senin (20/10/2025).

Pernyataan keras itu disampaikan Bimo menanggapi laporan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa tentang dugaan aksi premanisme yang dilakukan seorang Account Representative (AR) di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Tigaraksa, Banten.

Bimo mengatakan, ia telah memerintahkan Direktorat Kepatuhan Internal dan Transformasi Sumber Daya Aparatur (KITSDA) untuk menindaklanjuti laporan tersebut. Namun, informasi yang diterima masih minim karena disampaikan secara singkat melalui pesan WhatsApp.

“Saya sudah langsung perintahkan KITSDA menelusuri. Tapi informasi awalnya terbatas, jadi kami perlu mengklarifikasi dan mengonfirmasi lebih lanjut ke pelapor agar mendapat gambaran utuh,” ujarnya.

Menurut Bimo, laporan yang masuk melalui kanal Lapor Pak Purbaya biasanya terbagi dua jenis, yakni laporan perbaikan kebijakan dan laporan administratif. Jika laporan mengandung unsur pelanggaran atau penipuan, maka akan diteruskan ke unit anti-fraud DJP dan sistem Whistleblowing Kementerian Keuangan.

“Kalau indikasinya signifikan, tentu akan kami masukkan ke unit anti-fraud. Tapi kami juga berharap pelapor bisa menyertakan bukti atau identitas AR yang disebut preman itu, agar bisa kami proses dengan cepat,” jelasnya.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa secara terbuka mengungkapkan adanya praktik tidak terpuji di lingkungan KPP Tigaraksa. Ia bahkan menegaskan akan turun langsung jika masih ditemukan perilaku premanisme di lapangan.

“Izin lapor tindak premanisme AR Pajak KPP Tigaraksa. Minggu depan harus sudah bersih, nggak boleh ada premanisme. Kalau benar ada yang maksa-maksa minta duit, itu sudah keterlaluan,” tegas Purbaya, Jumat (17/10/2025).

Langkah tegas DJP ini menjadi sinyal kuat bahwa era “main kotor” di dunia perpajakan sudah berakhir. Bimo menegaskan reformasi sumber daya manusia di lingkungan DJP kini difokuskan pada integritas, profesionalisme, dan pelayanan publik.

“Kita tidak bisa menegakkan kepatuhan pajak dengan cara menakut-nakuti. Pegawai pajak harus jadi pelayan masyarakat, bukan sumber masalah,” tutupnya. (alf)

Kemenkeu Tegaskan Dana Mengendap di BI Bersifat Dinamis, Purbaya Ubah Strategi Jadi Penggerak Ekonomi

(Foto: Istimewa)

IKPI, Jakarta: Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menegaskan bahwa besaran dana pemerintah yang mengendap di Bank Indonesia (BI) tidak memiliki angka baku. Jumlahnya bersifat dinamis, bergantung pada kebutuhan dan volatilitas Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) setiap tahun.

Direktur Jenderal Perbendaharaan Kemenkeu, Astera Primanto Bhakti, menjelaskan bahwa penempatan dana pemerintah di BI dihitung berdasarkan siklus pengeluaran dan kebutuhan kas negara.

“Kalau ditanya berapa dana yang paling pas untuk disimpan, ini sangat tergantung pada situasi dan kondisi,” ujar Astera kepada media di Jakarta, baru-baru ini.

Menurutnya, pemerintah selalu melakukan perhitungan secara hati-hati agar saldo yang disimpan di BI cukup sebagai bantalan (buffer) keuangan negara, namun tidak berlebihan hingga menahan perputaran uang di sektor produktif.

“Kita hitung rata-rata kebutuhan bulanan APBN, lalu tentukan berapa triliun yang aman untuk disiapkan. Dari situ baru bisa diputuskan berapa dana yang ideal disimpan di bank agar tidak terlalu mengendap, tapi juga tidak kekurangan saat dibutuhkan,” jelasnya.

Astera mencontohkan, pada masa pandemi Covid-19 pemerintah menahan dana dalam jumlah besar demi menjaga kelancaran pembayaran berbagai kewajiban secara cepat.

“Saat itu kita harus bayar banyak sekaligus, jadi dana cadangan diperbesar agar bisa langsung digunakan ketika dibutuhkan,” katanya.

Berdasarkan catatan Kemenkeu, Saldo Anggaran Lebih (SAL) atau dana mengendap pemerintah di BI terus mengalami fluktuasi: Rp 212,6 triliun (2019), Rp 388,1 triliun (2020), Rp 337,7 triliun (2021), Rp 478,9 triliun (2022), Rp 459,5 triliun (2023), dan Rp 457,5 triliun (2024).

Kebijakan pengelolaan SAL juga turut berubah seiring pergantian kepemimpinan di Kemenkeu. Menteri Keuangan sebelumnya, Sri Mulyani Indrawati, mempertahankan saldo dalam jumlah besar sebagai penyangga fiskal menghadapi risiko dan ketidakpastian global.

Namun kini, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa memilih langkah berbeda. Ia memutuskan memanfaatkan sebagian SAL untuk menggerakkan ekonomi nasional. Sebanyak Rp 200 triliun dana pemerintah ditarik dari BI dan ditempatkan di lima bank anggota Himpunan Bank Milik Negara (Himbara).

Kebijakan ini diharapkan meningkatkan likuiditas perbankan dan menurunkan cost of fund, sehingga mendorong ekspansi kredit, konsumsi rumah tangga, investasi, serta menciptakan efek berantai (multiplier effect) bagi perekonomian.

Dengan pendekatan baru ini, pemerintah tidak hanya menjaga stabilitas fiskal, tetapi juga menjadikan kas negara sebagai motor penggerak ekonomi yang lebih aktif dan produktif. (alf)

Misbakhun Ingatkan Menkeu Fokus Benahi Tata Kelola Pembayaran Subsidi

(Foto: Istimewa)

IKPI, Jakarta: Ketua Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun mengingatkan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa agar tidak larut dalam perdebatan teknis soal subsidi energi, melainkan fokus memperbaiki tata kelola pembayaran subsidi dan kompensasi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

“Realisasi pembayarannya kerap terlambat, membebani arus kas, bahkan berpotensi mengganggu pelayanan publik. Ini yang seharusnya segera diperbaiki Menteri Keuangan,” ujar Misbakhun, Jumat (3/10/2025).

Legislator Partai Golkar itu menilai akar persoalan subsidi selama bertahun-tahun masih sama: keterlambatan pembayaran dan lemahnya koordinasi lintas kementerian. Menurutnya, tugas utama Menteri Keuangan sebagai bendahara umum negara adalah memastikan pembayaran subsidi berjalan tepat waktu, transparan, dan akuntabel.

“Aspek teknis seperti penetapan harga maupun distribusi subsidi itu ranah Kementerian ESDM dan Kementerian Sosial. Jangan sampai Menkeu keluar dari wilayahnya, karena bisa mengganggu koordinasi antar kementerian,” tegasnya.

Misbakhun juga menekankan bahwa hakikat subsidi adalah menjaga daya beli rakyat kecil dan memastikan kelompok rentan tetap memiliki akses energi dengan harga terjangkau. Ia menilai, perdebatan terbuka antar pejabat justru mengaburkan tujuan utama kebijakan subsidi.

“Kalau distribusi subsidi elpiji 3 kilogram atau subsidi energi lain tidak tepat sasaran, yang paling dirugikan adalah masyarakat kelas bawah. Solusinya bukan saling koreksi di ruang publik, tapi memperbaiki basis data penerima manfaat dan mengintegrasikan sistem digital antar kementerian,” katanya.

Politikus asal Probolinggo itu mengungkapkan, data penerima manfaat subsidi energi nantinya akan dihimpun dalam Data Terpadu Subsidi Energi Nasional (DTSEN) hasil kerja sama Kementerian ESDM dan BPS. Karena itu, kata dia, langkah paling krusial saat ini adalah memperkuat koordinasi dan memastikan pemutakhiran data dilakukan secara konsisten.

Misbakhun juga mengingatkan bahwa belanja subsidi dan kompensasi energi dalam APBN 2026 diproyeksikan meningkat seiring ketidakpastian harga minyak dunia dan pelemahan nilai tukar rupiah.

“Komisi XI DPR mendukung subsidi untuk rakyat, tetapi disiplin fiskal dan tata kelola yang baik tetap menjadi syarat utama. Kredibilitas APBN dan kepercayaan publik bergantung pada hal itu,” ucapnya.

Ia menegaskan, Menteri Keuangan harus menjawab tantangan tersebut dengan mekanisme pembayaran subsidi yang tepat waktu dan akuntabel, bukan dengan pernyataan yang justru memicu polemik.

Sebelumnya, Menkeu Purbaya dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI pada Selasa (30/9) menyebut harga asli elpiji 3 kilogram mencapai Rp42.750 per tabung, dengan subsidi pemerintah sekitar Rp30.000 sehingga masyarakat hanya membayar Rp12.750.

Namun, Menteri ESDM Bahlil menilai Purbaya salah membaca data dan menyebut sang Menkeu masih perlu waktu untuk beradaptasi.

“Itu mungkin Menkeu-nya salah baca data. Ya mungkin butuh penyesuaian,” ujar Bahlil di Gedung BPH Migas, Jakarta, Kamis (2/10/2025). (alf)

UMKM dan Pekerja Bebas Wajib Lapor NPPN Lewat Coretax!

(Foto: Istimewa)

IKPI, Jakarta: Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Riau mengingatkan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) serta pekerja bebas agar tidak lupa melaporkan Pemberitahuan Penggunaan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN) melalui sistem Coretax. Pasalnya, meski NPPN memberi kemudahan dalam menghitung penghasilan neto, penggunaannya wajib diberitahukan secara resmi kepada DJP.

Kepala Kanwil DJP Riau Ardiyanto Basuki (Ardi) menegaskan, pelaporan melalui Coretax kini jauh lebih mudah, cepat, dan aman, tanpa perlu datang ke kantor pajak.

“Kami mengajak Wajib Pajak untuk memanfaatkan layanan digital Coretax dalam menyampaikan pemberitahuan NPPN. Prosesnya sederhana, bukti elektronik langsung diterbitkan, dan Wajib Pajak tidak perlu antre di KPP,” ujar Ardi dalam keterangan tertulis, Sabtu (5/10/2025).

Ia menjelaskan, dasar hukum penggunaan NPPN tercantum dalam Pasal 14 ayat (2) Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh). Ketentuan tersebut menyebutkan bahwa Wajib Pajak dengan peredaran bruto kurang dari Rp4,8 miliar setahun dapat menggunakan norma penghitungan neto sepanjang telah mengajukan pemberitahuan. Bila tidak, maka dianggap memilih melakukan pembukuan atau pencatatan sesuai Pasal 14 ayat (4) UU PPh.

Untuk mempermudah, DJP Riau membagikan langkah-langkah praktis melapor lewat Coretax:

1. Login ke Coretax menggunakan NIK atau NPWP 16 digit.

2. Pilih menu “Layanan Wajib Pajak” → “Layanan Administrasi”.

3. Klik “Permohonan Layanan Administrasi”.

4. Pilih kategori LA.04 dan sub-layanan AS.04-01 Pemberitahuan Penggunaan NPPN.

5. Isi data tahun pajak, peredaran bruto, dan lokasi usaha.

6. Setelah sistem memvalidasi otomatis, klik “Create PDF”, tanda tangani secara elektronik, lalu kirim.

7. Bukti Penerimaan Elektronik (BPE) akan langsung diterbitkan dan tersimpan di menu “Daftar Fasilitas Saya”.

Selain via Coretax, Wajib Pajak tetap bisa menyampaikan pemberitahuan melalui KPP terdekat, pos, atau Kring Pajak 1500200.

Ardi mengungkapkan, hingga kini masih terdapat 99.308 Wajib Pajak di wilayah Riau yang belum menyampaikan pemberitahuan penggunaan NPPN, padahal sudah memakai skema tersebut dalam pelaporan SPT Tahunan.

“Jumlah ini menunjukkan masih banyak Wajib Pajak yang perlu diedukasi agar tidak kehilangan haknya dan bisa memenuhi kewajiban pajak dengan benar,” tegasnya.

Melalui digitalisasi administrasi perpajakan seperti Coretax, DJP Riau berharap kepatuhan sukarela meningkat tanpa menambah beban pelaku usaha kecil.

“Prinsipnya, kami tidak ingin mempersulit. Justru dengan Coretax, semuanya bisa selesai dalam hitungan menit,” tutup Ardi. (alf)

Lonjakan Restitusi Rp304 Triliun Tekan Penerimaan Pajak 2025

(Foto: Departemen Humas PP-IKPI/Bayu Legianto)

IKPI, Jakarta: Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengungkapkan bahwa penurunan penerimaan pajak hingga 31 Agustus 2025 disebabkan oleh melonjaknya restitusi atau pengembalian kelebihan pembayaran pajak. Data Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mencatat, restitusi mencapai Rp304,3 triliun hingga akhir Agustus tahun ini naik signifikan dibanding periode yang sama tahun lalu.

“Restitusi mengalami peningkatan disebabkan oleh volatilitas harga komoditas. Harga komoditas yang tinggi di tahun sebelumnya kini termoderasi, sehingga kredit pajak yang dibayar Wajib Pajak lebih besar dari pajak yang terutang,” ujar Direktur P2Humas DJP Rosmauli, Sabtu (4/10/2025).

Kondisi ini menjadi tantangan tersendiri bagi otoritas pajak, terutama dalam menjaga keseimbangan antara pelayanan restitusi dan stabilitas penerimaan negara.

Di sisi lain, Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto memastikan pihaknya sudah menyiapkan strategi khusus untuk mengantisipasi lonjakan restitusi sepanjang tahun berjalan.

“Mitigasi lonjakan restitusi ini prinsipnya sederhana: knowing your taxpayer. Saya sudah minta seluruh KPP menganalisis secara cermat setiap permohonan restitusi, mulai dari lokasi usaha hingga validitas kegiatan bisnisnya,” tegas Bimo dalam Media Briefing DJP di Kantor Pusat DJP, Jakarta.

Namun, ia tidak menampik adanya tantangan baru dari tren bisnis berbasis virtual office yang kian marak digunakan oleh Wajib Pajak. Hal ini membuat analisis lokasi usaha semakin kompleks.

“Sekarang semua unit vertikal sudah dibekali data konkret dan sistem analisis yang kuat. Kami juga melakukan matching antara pajak masukan dan keluaran, serta membandingkan struktur biaya dengan industri sejenis untuk memastikan kewajaran,” ungkapnya.

Pemerintah sendiri baru saja mempercepat proses pemeriksaan dan restitusi melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 15 Tahun 2025, yang berlaku sejak 14 Februari 2025. Aturan ini mempersingkat durasi pemeriksaan menjadi hanya 1 bulan untuk pemeriksaan spesifik, 3 bulan untuk terfokus, dan 5 bulan untuk komprehensif.

Langkah itu diperkuat dengan terbitnya Peraturan Dirjen Pajak (PER) Nomor PER-16/PJ/2025, yang memperluas cakupan Wajib Pajak berisiko rendah hingga mencakup Special Purpose Company (SPC) dan Kontrak Investasi Kolektif (KIK).

Dengan berbagai kebijakan percepatan tersebut, DJP dihadapkan pada tantangan ganda: menjaga kredibilitas pelayanan restitusi sekaligus menahan tekanan terhadap penerimaan negara.

“Intinya, kecepatan layanan tidak boleh mengorbankan kehati-hatian. Transparansi dan analisis yang tajam tetap jadi kunci,” tutup Bimo. (alf)

Bersih-bersih DJP: Bimo Wijayanto Pecat 26 Pegawai, 13 Lainnya Tunggu Giliran!

(Foto: Departemen Humas PP-IKPI/Bayu Legianto)

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan semakin tegas menegakkan disiplin dan integritas internal. Sejak menjabat pada akhir Mei 2025, Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto telah memecat 26 pegawai, dan kini 13 pegawai lain sedang menunggu giliran diproses karena diduga terlibat pelanggaran etik dan integritas.

“Dengan sangat menyesal kami sudah memecat 26 karyawan. Hari ini di meja saya ada tambahan 13 yang sedang kami proses,” ujar Bimo saat peluncuran Piagam Wajib Pajak di Jogja Expo Center (JEC), Yogyakarta, Jumat (3/10/2025).

Bimo menegaskan, langkah tegas tersebut diambil untuk menjaga kehormatan institusi dan membangun kembali kepercayaan publik terhadap otoritas pajak.

“Seratus rupiah saja ada fraud yang dilakukan oleh anggota kami, akan saya pecat. Handphone saya terbuka untuk whistleblower dari masyarakat, dan saya jamin keamanannya,” tegasnya.

Menurut Bimo, kepercayaan wajib pajak merupakan modal sosial paling berharga dalam sistem perpajakan modern. Tanpa kepercayaan, kepatuhan sukarela akan sulit terwujud dan berdampak langsung terhadap efektivitas penerimaan negara.

“Kami terus berbenah, memperbaiki diri, dan membersihkan institusi agar kepercayaan wajib pajak tetap terjaga,” ujarnya.

Piagam Wajib Pajak

Pada kesempatan yang sama, DJP juga meluncurkan Piagam Wajib Pajak (Taxpayer’s Charter) yang memuat delapan hak dan delapan kewajiban wajib pajak. Dokumen ini disarikan dari sepuluh undang-undang perpajakan dan Pasal 23A UUD 1945, serta menjadi simbol keterbukaan dan tanggung jawab bersama.

“Piagam ini mencerminkan nilai etika, keadilan, dan tanggung jawab bersama untuk membangun sistem perpajakan yang lebih terbuka dan berpihak kepada kepentingan masyarakat luas,” jelas Bimo.

Penyusunan piagam dilakukan secara inklusif dengan melibatkan Kamar Dagang dan Industri (Kadin), Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), akademisi, tokoh masyarakat, hingga tokoh agama, sebagai wujud sinergi lintas sektor.

Dengan dua langkah besar bersih-bersih internal dan peluncuran Piagam Wajib Pajak , Bimo Wijayanto menegaskan arah baru DJP: lembaga yang bersih, transparan, dan berintegritas tinggi demi menjaga kepercayaan publik terhadap sistem perpajakan nasional. (alf)

id_ID