DJP Sumut I Gelar Pekan Sita Serentak: Truk Ekspedisi hingga Aset Rp2,3 Miliar Disita

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melalui Kantor Wilayah DJP Sumatera Utara I tengah menggelar aksi tegas terhadap penunggak pajak melalui kegiatan bertajuk “Pekan Sita Serentak”, yang berlangsung sejak 14 hingga 18 Juli 2025.

Aksi ini merupakan bentuk penegakan hukum perpajakan secara langsung yang menyasar wajib pajak dengan tunggakan pajak yang telah melewati seluruh tahapan penagihan aktif sesuai ketentuan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP).

Hari pertama pelaksanaan, Senin (14/7/2025), dimulai dengan penyitaan satu unit mobil truk milik sebuah perusahaan ekspedisi ternama di Medan oleh petugas dari KPP Pratama Medan Belawan. Aksi penyitaan dilakukan langsung oleh Juru Sita Pajak Negara (JSPN) dan disaksikan aparat terkait.

Total, sebanyak 25 objek aset yang tersebar di wilayah kerja sembilan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) berada dalam daftar sita. Nilai estimasi dari seluruh aset tersebut mencapai Rp2,3 miliar.

Kepala Kanwil DJP Sumut I, Arridel Mindra, menegaskan bahwa aksi ini bukan semata-mata mengejar penerimaan, tetapi juga sebagai bentuk penegakan hukum dan peringatan serius bagi wajib pajak yang mengabaikan kewajibannya.

“Ini adalah langkah tegas namun adil. Pajak adalah bentuk gotong royong warga dalam membangun negara. Kami ingin mendorong kepatuhan dengan cara yang terukur dan sah secara hukum,” ujar Arridel dalam keterangan resminya, Jumat (18/7/2025).

Ia menambahkan bahwa seluruh aset yang disita telah melalui proses asset tracing dan dipastikan sah milik wajib pajak. Bila dalam waktu yang ditentukan tidak ada penyelesaian, aset akan dialihkan ke tahap lelang melalui sinergi dengan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN).

“Penyitaan bukan akhir dari proses. Tapi jika tidak juga ada itikad baik, kami akan melanjutkan ke tahap lelang agar piutang negara bisa dimonetisasi menjadi penerimaan,” tegasnya.

Kegiatan Pekan Sita Serentak ini merupakan salah satu upaya DJP dalam menjamin kepastian hukum, mendorong kepatuhan sukarela, dan menumbuhkan efek jera (deterrent effect) di tengah masyarakat. (alf)

 

Generasi Muda se-Jatim Unjuk Gigi di Final FunTaxTic Competition 2025

IKPI, Jalarta: Dalam rangka memperingati Hari Pajak 2025, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Timur (Kanwil DJP Jatim) II menggelar Final FunTaxTic Competition 2025, sebuah ajang kompetisi kreatif yang menyatukan semangat belajar pajak dengan ekspresi anak muda.

Disiarkan secara langsung melalui kanal YouTube DJP Jatim II pada Kamis pagi (17/7/2025), gelaran ini menjadi sorotan karena berhasil menghadirkan suasana edukatif yang menyenangkan dan inspiratif.

Empat kategori lomba digelar Tax Talk, Ranking 1, Video Reels, dan Desain Poster dengan partisipasi dari siswa SMA dan mahasiswa mitra inklusi perpajakan. Membawa tema besar “Siapkan Generasi Penerus Bangsa Berkarakter dan Paham Pajak”, kompetisi ini bukan hanya soal adu bakat, tapi juga tentang menanamkan nilai kepatuhan sejak dini melalui cara yang relevan dengan dunia generasi Z.

Kepala Kanwil DJP Jawa Timur II, Agustin Vita Avantin, dalam keterangan tertulisnya, Jumat (18/7/2025) mengatakan bahwa pentingnya peran anak muda sebagai fondasi kesadaran pajak di masa depan.

“Pajak bukan sekadar kewajiban administrasi. Ini soal kontribusi dan kepedulian terhadap negeri. Anak muda harus jadi garda depan yang sadar akan perannya sebagai warga negara,” ujarnya.

Diungkapkan Vita, finalis dari berbagai kota tampil memukau. Ada yang menyampaikan pidato pajak dengan narasi menggugah, ada pula yang memvisualisasikan semangat membayar pajak lewat video sinematik dan poster digital. Semua karya mereka dinilai oleh juri dari kalangan profesional, akademisi, dan praktisi pajak.

Uniknya, kata Vita. Para peserta dijuluki “bintang dari galaksi inklusi” simbol bahwa mereka bukan hanya finalis, tapi juga agen perubahan dalam dunia perpajakan.

Selain sebagai wadah kompetisi, ajang ini juga menjadi bentuk nyata sinergi antara DJP, Tax Center perguruan tinggi, dan sekolah-sekolah mitra inklusi di wilayah Jawa Timur II. Edukasi pajak pun hadir tak lagi kaku, tetapi bisa dibungkus dengan kreativitas dan kolaborasi.

Ia menyampaikan harapannya agar ajang ini bisa terus digelar secara rutin. “Kita butuh lebih banyak ruang seperti ini. Tempat anak-anak muda bisa belajar, mencoba, dan menyampaikan pesan penting tentang pajak dengan cara mereka sendiri. Karena mereka bukan hanya peserta lomba mereka adalah masa depan Indonesia,” pungkasnya. (alf)

 

IKPI Tegaskan Komitmen Jaga Mutu Konsultan Pajak dan Perkuat Sinergi dengan DJP

IKPI, Makassar: Ketua Departemen Advokasi dan Bantuan Hukum Anggota Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), Andreas Budiman, menegaskan pentingnya menjaga mutu dan profesionalisme konsultan pajak di tengah perkembangan regulasi perpajakan yang terus berubah seiring dinamika ekonomi global. Hal ini disampaikan Andreas saat mewakili Ketua Umum IKPI, Vaudy Starworld, dalam sambutannya pada seminar perpajakan atau Pengembangan Profesional Berkelanjutan (PPL) yang diselenggarakan oleh IKPI Cabang Makassar, di Makassar, Kamis (18/7/2025).

“Pajak adalah sektor yang sangat dinamis, aturannya terus berkembang mengikuti arus ekonomi global. Maka dari itu, anggota IKPI harus menjadi agen-agen edukasi pajak yang mumpuni, agar dapat memberikan kontribusi nyata dalam meningkatkan kepatuhan dan pemahaman wajib pajak,” ujar Andreas.

(Foto: Istimewa)

Acara yang dihadiri 129 peserta ini juga mendapat perhatian khusus dari Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Sulawesi Selatan, Barat, dan Tenggara. Kepala Kanwil DJP, YRF Hermiyana, hadir bersama jajarannya dan menyambut baik sinergi yang terus dibangun bersama IKPI.

Dalam sambutannya, Andreas menekankan bahwa IKPI bukan hanya organisasi profesi, tetapi mitra strategis pemerintah dalam bidang perpajakan, khususnya dalam edukasi dan pendampingan wajib pajak.

(Foto: Istimewa)

“Ini sejalan dengan Mars IKPI dan tujuan besar kami: membangun bangsa. Sinergi antara IKPI dan DJP adalah bentuk nyata kolaborasi yang bermanfaat bagi negara,” tutur Andreas di hadapan para peserta dan perwakilan DJP.

Sementara itu, Asmeldi Firman selaku perwakilan pengurus pusat IKPI yang turut hadir mendampingi Andreas, juga mendorong agar kegiatan PPL seperti ini terus ditingkatkan, tidak hanya di Makassar, tapi juga di seluruh wilayah Sulawesi, Maluku, dan Papua.

(Foto: Istimewa)

“Kegiatan ini adalah fondasi penting dalam memperkuat kapasitas anggota. Saya berharap seluruh anggota IKPI di wilayah timur Indonesia bisa semakin aktif dan solid dalam membesarkan organisasi kita,” pungkas Asmeldi.

Lebih lanjut Andreas mengungkapkan, bahwa dengan semangat sinergi dan profesionalisme, IKPI terus meneguhkan peran strategisnya dalam sistem perpajakan nasional, baik sebagai mitra pemerintah maupun sebagai garda terdepan dalam edukasi dan pendampingan wajib pajak. (bl)

HUT ke-60 IKPI: 275 Tim Siap Adu Cerdas di LCC Nasional 

IKPI, Jakarta: Sebanyak 275 tim dari berbagai perguruan tinggi di seluruh penjuru tanah air siap meramaikan Lomba Cerdas Cermat (LCC) Mahasiswa dalam rangka peringatan HUT ke-60 Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI). Ajang bergengsi ini menjadi salah satu rangkaian utama yang digawangi langsung oleh panitia bidang LCC, Seminar Nasional, dan Puncak Acara HUT.

Wakil Ketua Panitia Yulia Yanto Anang, menegaskan kesiapan dan semangat luar biasa di balik penyelenggaraannya.

“Secara umum, kesiapan panitia sudah sangat matang. Kami berkomitmen penuh untuk menyukseskan acara ini sebagai bagian dari tema besar HUT IKPI tahun ini, yaitu ‘IKPI untuk Nusa Bangsa’,” ujar Yulia, Jumat (18/7/2025).

Diungkapkannya, LCC yang untuk pertama kalinya digelar oleh IKPI ini mencatat partisipasi luar biasa, yakni 275 tim mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi se-Indonesia telah mendaftar hingga Kamis (17/7/2025) malam. Walaupun demikian, panitia belum bisa merilis daftar lengkap kampus peserta karena proses pendaftaran masih berlangsung hingga 19 Juli.

Yulia menyebutkan, bahwa kehadiran tim dari wilayah timur Indonesia, termasuk Papua, menandakan inklusivitas dan semangat kebangsaan yang kuat. “Ini bukan sekadar lomba. Ini ajang silaturahmi intelektual para calon konsultan pajak masa depan, dari Sabang sampai Merauke,” katanya.

Dikawal Juri Profesional

Ia menegaskan, panitia menjamin kualitas substansi lomba. Seluruh soal disusun oleh tim perumus yang dipimpin oleh Michael dan beranggotakan tujuh ahli IKPI dari berbagai daerah. “Materinya mencakup isu perpajakan terkini, dan dirancang untuk menguji kemampuan berpikir kritis serta analitis mahasiswa,” ujar Yulia.

Sementara itu, dari sisi penilaian, panitia menerapkan lima kriteria utama: pemahaman konsep, ketepatan jawaban, kecepatan, logika penalaran, serta kerja sama tim. Proses penjurian dikawal juri independen dan profesional, dengan sistem penilaian objektif dan transparan, termasuk verifikasi silang jika diperlukan.

Lomba Daring dan Luring

Pelaksanaan lomba dilakukan dalam dua tahap: daring untuk babak penyisihan dan best of three melalui Zoom, serta luring untuk babak final di Kantor IKPI Pusat Jakarta. Panitia telah menjadwalkan technical meeting daring pada 23 Juli dan gladi resik daring pada 25 Juli untuk mengantisipasi kendala teknis.

“Stabilitas jaringan tentu menjadi tantangan, terutama dengan peserta dari seluruh Indonesia. Maka kami siapkan tim technical support yang siaga penuh, dan peserta kami minta menyiapkan backup connection,” jelas Yulia.

Untuk final yang berlangsung secara langsung, gladi resik dijadwalkan pada 21 Agustus 2025.

Menurutnya, perlkmbaan ini lebih dari sekadar mencari juara. IKPI berharap LCC ini menjadi medium edukasi perpajakan yang menyenangkan dan membangun jejaring. “Ini soal belajar, bertumbuh, dan berkenalan dengan komunitas perpajakan nasional,” ujarnya.

Melihat tingginya antusiasme dan dampak positif dari LCC, IKPI bahkan sedang mempertimbangkan menjadikan ajang ini sebagai program tahunan.

Yulia mengapresiasi seluruh pihak yang telah mendukung, termasuk pengurus daerah dan cabang IKPI yang aktif menyosialisasikan acara ini. “Terima kasih atas dukungannya. LCC ini bukan hanya soal kompetisi, tapi juga tentang menciptakan masa depan perpajakan Indonesia yang lebih cerah,” ujarnya.

Dengan semangat kolaboratif dan profesionalisme tinggi, IKPI membuktikan bahwa dunia perpajakan pun bisa dikemas menarik, kompetitif, dan inspiratif bagi generasi muda. (bl)

Peserta Webinar Pajak IKPI Tembus 1.000, Antusiasme Tinggi Ingin Pahami Coretax

IKPI, Jakarta: Gelombang antusiasme luar biasa terlihat dalam webinar edukasi perpajakan bertema “Persiapan Menghadapi Pelaporan SPT Tahunan di Era Coretax” yang diselenggarakan oleh Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), Kamis (17/7/2025). Tercatat 1.000 peserta dari kalangan konsultan pajak, praktisi, hingga masyarakat umum mengikuti acara ini secara daring.

Webinar ini menghadirkan Dr. Agustina Mappadang sebagai narasumber utama dan dimoderatori oleh Faryanti Tjandra, keduanya merupakan anggota IKPI.

Dalam paparannya, Agustina menjelaskan bahwa sistem administrasi perpajakan Indonesia tengah mengalami transformasi mendasar melalui penerapan Coretax Administration System.

“Kita tidak lagi berbicara hanya soal pelaporan manual. Era ini adalah era otomatisasi, prepopulated SPT, validasi lintas jenis pajak, dan pengawasan berbasis data secara real-time,” tegas Agustina.

Menurut Agustina, perpindahan paradigma dari sistem self-assessment ke data-driven supervision berarti otoritas pajak kini dapat mengawasi perilaku pajak wajib pajak melalui basis data yang terintegrasi. Konsep seperti single taxpayer profile, risk scoring, hingga reputasi fiskal menjadi fondasi baru dalam penegakan kepatuhan pajak.

“Setiap data transaksi, aset, penghasilan, dan utang wajib pajak kini dapat tervalidasi secara otomatis. Pelaporan yang tidak konsisten akan langsung terdeteksi sistem,” jelasnya.

Lebih lanjut ia mengungkapkan, meskipun sistem menjadi lebih canggih, Dr. Agustina menegaskan bahwa SPT Tahunan tetap menjadi instrumen penting bagi wajib pajak untuk melaporkan kewajiban perpajakannya, termasuk pembayaran PPh, jenis penghasilan, kepemilikan harta, hingga posisi utang.

Ia menguraikan definisi harta dan utang sesuai PMK 196/2021 serta pentingnya pelaporan yang akurat. “Logikanya sederhana: Penghasilan = Harta – Utang + Pengeluaran. Kalau harta besar tapi penghasilan kecil, itu patut diperiksa lebih lanjut,” kata Agustina.

Contoh kasus simulasi juga diberikan untuk menunjukkan bagaimana ketidaksesuaian antara konsumsi, harta, dan utang bisa menimbulkan kecurigaan fiskal.

Pentingnya Literasi Digital Pajak

Faryanti Tjandra selaku moderator menyoroti bahwa meskipun sistem semakin otomatis, pemahaman wajib pajak belum merata. “Minat belajar tinggi, itu terlihat dari peserta yang tembus 1.000. Tapi pemahaman tentang Coretax dan pengisian SPT secara benar masih perlu ditingkatkan,” ujarnya.

Di akhir sesi, peserta diajak untuk segera melakukan pelaporan SPT melalui djponline.pajak.go.id, dan tidak menunda hingga batas waktu.

“Aku Sudah Lapor, Kamu Kapan? Jadikan SPT sebagai refleksi kepatuhan, bukan sekadar formalitas,” kata Agustina menutup sesi.

Dengan dukungan edukasi berkelanjutan seperti ini, diharapkan semakin banyak wajib pajak yang siap menghadapi era Coretax dengan pemahaman yang benar, tertib administrasi, dan patuh terhadap kewajiban perpajakannya. (bl)

DJP Ingatkan Bayar Lewat Deposit Tak Gantikan Kewajiban Lapor SPT

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengingatkan seluruh wajib pajak untuk tetap melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) meskipun telah melakukan pembayaran pajak melalui fitur deposit pajak dalam sistem Coretax. DJP menegaskan, pembayaran lewat deposit tidak serta-merta menggugurkan kewajiban pelaporan pajak.

“Wajib pajak tetap dapat dikenai sanksi administrasi berupa denda atas keterlambatan pelaporan, penerbitan surat teguran, serta tindakan administratif lainnya sebagai bagian dari upaya pengawasan kepatuhan perpajakan,” tulis DJP dalam pengumuman resmi yang disampaikan melalui akun Coretax masing-masing wajib pajak, dikutip, Kamis (17/7/2025).

Fitur deposit pajak merupakan salah satu inovasi dari implementasi sistem Coretax yang tertuang dalam PMK Nomor 81 Tahun 2024. Melalui mekanisme ini, wajib pajak dapat membayar pajak tanpa langsung mengaitkannya dengan jenis kewajiban tertentu. Pembayaran deposit bisa dilakukan melalui sistem penerimaan negara secara elektronik, permohonan pemindahbukuan, atau menggunakan sisa kelebihan pembayaran pajak yang belum dikompensasikan.

Meski menawarkan kemudahan dan menghindarkan dari sanksi bunga karena keterlambatan bayar, DJP menekankan pentingnya ketelitian dalam proses pemindahbukuan. Dana deposit harus segera dialokasikan ke Kode Akun Pajak (KAP) dan Kode Jenis Setoran (KJS) yang sesuai, agar tercatat sebagai pelunasan pajak yang sah.

Tanggal pembayaran juga bergantung pada metode pengisian deposit. Bila dilakukan melalui sistem elektronik, tanggal pada Bukti Penerimaan Negara (BPN) dianggap sebagai tanggal pembayaran. Sedangkan melalui pemindahbukuan atau kelebihan bayar, tanggal yang berlaku mengikuti bukti pemindahbukuan atau penerbitan SKPKPP.

Peningkatan signifikan dalam pemanfaatan fitur ini tercermin dalam laporan penerimaan pajak semester I/2025. Pemerintah mencatat realisasi penerimaan dari pos “pajak lainnya” melonjak drastis menjadi Rp61,3 triliun, atau tumbuh 1.550,6% dibanding periode yang sama tahun lalu.

Diketahui, penerimaan pajak lainnya tumbuh 1.550,6% dibandingkan realisasi semester I/2024. Hal tersebut dipengaruhi oleh inisiatif wajib pajak dalam melakukan deposit pajak. (alf)

DJP: Penunjukan Marketplace Jadi Pemungut PPh 22 Dimulai Bertahap

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memastikan penerapan kebijakan penunjukan marketplace sebagai pemungut Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 tidak akan dilakukan serentak, melainkan secara bertahap. Hal ini sejalan dengan terbitnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025 yang mengatur secara teknis mekanisme pungutan tersebut.

Direktur Peraturan Perpajakan I DJP, Hestu Yoga Saksama, menegaskan bahwa tahapan penunjukan dilakukan demi memastikan kesiapan sistem teknologi informasi dan memberikan edukasi yang cukup kepada para pelaku usaha digital.

“Meski PMK-nya sudah keluar, kami tidak serta-merta menunjuk semua marketplace. Penunjukan dilakukan melalui keputusan Direktur Jenderal Pajak, dengan menyebutkan siapa yang ditunjuk dan sejak kapan berlaku efektif,” ujarnya dalam Podcast Cermati, Kamis (17/7/2025).

Menurut Hestu, langkah bertahap ini meniru pendekatan yang sebelumnya digunakan pemerintah saat menunjuk pelaku Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) asing untuk memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada tahun 2020 lalu. “Kami sudah berdiskusi dengan para marketplace, meminta mereka bersiap dari sisi sistem, dan nanti akan ditunjuk satu per satu,” jelasnya.

Namun Hestu menegaskan bahwa arah kebijakan ini tetap jelas: seluruh marketplace dalam negeri pada akhirnya akan ditunjuk sebagai pemungut pajak. Tujuannya adalah menciptakan level playing field antara pelaku usaha daring dan luring. “Nanti semua marketplace akan kami tunjuk. Supaya ada fairness, agar semua pelaku usaha punya perlakuan pajak yang sama,” tambahnya.

PMK 37/2025 sendiri mengatur bahwa marketplace akan memungut PPh Pasal 22 sebesar 0,5% atas transaksi yang dilakukan oleh pedagang dalam negeri. Tarif ini dapat bersifat final atau tidak final tergantung kondisi wajib pajak. Selain itu, pedagang diwajibkan memberikan informasi transaksi kepada marketplace, yang menjadi dasar pemungutan pajak.

Menariknya, PMK ini menetapkan invoice sebagai dokumen tertentu yang dipersamakan dengan Bukti Pemotongan dan/atau Pemungutan PPh dalam sistem unifikasi. Ini berarti invoice penjualan harus memuat data minimal sesuai standar, dan marketplace pun diwajibkan melaporkan informasi tersebut kepada DJP. (alf)

 

Kemenkeu Siapkan Standar Kompetensi Konsultan Pajak, Komisi XI DPR Minta Landasan Hukum Pengawasan Profesi

IKPI, Jakarta: Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tengah menyiapkan langkah besar dalam pembinaan profesi konsultan pajak. Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi XI DPR RI pada Senin, 14 Juli 2025, dan jajaran eselon I di Kementerian Keuangan yang salah satunya adalah Ditjen Stabilitas dan Pengembangan Sektor Keuangan (DJSPSK).

Dirjen DJSPSK, Masyita Crystallin, mengungkapkan bahwa penetapan standar kompetensi dan pengendalian mutu konsultan pajak menjadi fokus utama pada tahun 2026.

“Fokus di tahun 2026 adalah menetapkan standar kompetensi dan standar pengendalian mutu, sehingga konsultan pajak lebih baik lagi dalam membantu masyarakat melakukan tugas-tugas di bidang perpajakan,” ujar Masyita.

Menurutnya, langkah ini merupakan bagian dari tujuh program strategis DJSPSK, termasuk pembangunan Sistem Inti Profesi Keuangan (SIPK) platform digital yang akan mengintegrasikan proses pembinaan dan pengawasan terhadap 66 jenis profesi sektor keuangan.

Namun, rencana ni langsung mendapat perhatian dari Komisi XI DPR RI. Wakil Ketua Komisi XI, Dolfie Othniel Frederic Palit, mempertanyakan landasan hukum dari rencana pembinaan dan pengawasan profesi keuangan, termasuk konsultan pajak, penilai, dan akuntan.

“Ini hal baru. Selama kami di Komisi XI, belum pernah ada pembahasan soal pembinaan dan pengawasan profesi seperti ini. Mohon disampaikan landasan hukumnya,” tegas Dolfie.

Menanggapi hal itu, Masyita menyatakan akan segera menyampaikan penjabaran lengkap dasar hukum dari masing-masing profesi. Ia menyebut bahwa sebagian pengaturan memang telah tertuang dalam Undang-Undang, dan upaya ini penting tidak hanya untuk pelayanan pajak nasional, tetapi juga dalam konteks penguatan diplomasi ekonomi global.

Langkah pemerintah ini juga didukung dengan upaya sinergi triple helix antara pemerintah, perguruan tinggi, dan industri, yang akan diterapkan melalui program piloting link and match untuk mengembangkan profesi konsultan pajak.

Dalam paparannya, Masyita menekankan bahwa sistem SIPK yang tengah dikembangkan akan mengintegrasikan layanan pembinaan, pengawasan, dan proses administratif lainnya ke dalam satu platform digital yang efisien dan interoperatif. “Ini adalah platform yang mengintegrasikan seluruh proses bisnis, sekitar 66 jenis profesi, menjadi lebih mudah, efisien, dan tidak perlu masuk dari aplikasi yang berbeda-beda,” jelasnya.

Pengawasan terhadap profesi konsultan pajak dan profesi keuangan lainnya dilakukan oleh Direktorat Pembinaan dan Pengawasan Profesi Keuangan (PPPK) di bawah DJSPSK. Saat ini, terdapat 7.375 konsultan pajak yang diawasi oleh direktorat tersebut, bersama profesi lain seperti akuntan, penilai, aktuaria, dan profesi di bidang lelang serta kepabeanan. (bl)

 

Ekonom Nilai Kesepakatan Tarif RI-AS Tak Menguntungkan, Bisa Jadi Target Tekanan Dagang

IKPI, Jakarta: Presiden Prabowo Subianto mengumumkan kesepakatan baru antara Indonesia dan Amerika Serikat (AS) mengenai penurunan tarif resiprokal dari 32% menjadi 19%, hasil dari perundingan panjang dengan Presiden AS Donald Trump. Namun di balik penurunan tarif tersebut, kalangan ekonom menilai hasil negosiasi ini justru merugikan posisi Indonesia di kancah perdagangan global.

“Beliau seorang negosiator cukup keras juga. Akhirnya ada kesepakatan. Kita akan istilahnya memahami kepentingan mereka, dan mereka memahami kepentingan kita,” ujar Prabowo setibanya di Tanah Air, Rabu (16/7/2025), usai lawatannya ke AS dan Eropa.

Dalam keterangannya, Prabowo juga mengakui bahwa sebagai bagian dari kesepakatan, Indonesia diminta untuk membuka pintu impor bagi produk-produk AS seperti Boeing, gandum, kedelai, dan migas, demi mendukung kebutuhan domestik.

Namun menurut Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, kesepakatan ini justru menciptakan preseden yang tidak sehat bagi Indonesia.

“Ini bisa menjadi template. Kalau mau menekan Indonesia, ikuti saja gaya Trump: minta Indonesia buka keran impor lebih besar dan tetap terima tarif ekspor ke sana,” tegas Bhima.

Ia menyoroti pernyataan Trump yang menyebut bahwa barang-barang AS akan bebas tarif saat masuk ke Indonesia, sementara barang ekspor Indonesia ke AS tetap dikenakan tarif 19%.

“Itu jelas asimetri. Bukan negosiasi yang menguntungkan bagi Indonesia,” katanya.

Bhima juga menyoroti klausul kesepakatan lain yang mengharuskan Indonesia melakukan impor BBM, LPG, dan produk pertanian dengan nilai kontrak jangka panjang. Ia memperingatkan bahwa posisi tawar Indonesia bisa semakin lemah, apalagi jika hal ini menjadi acuan bagi negara-negara lain yang ingin menekan Indonesia.

Dalam perspektif regional, Bhima membandingkan hasil negosiasi Indonesia dengan Vietnam. Ia menyebut Vietnam, yang awalnya dikenai tarif 46%, kini hanya dipatok 20% setelah negosiasi.

“Selisih 1% saja kita kalah dari Vietnam, padahal mereka punya biaya logistik dan produksi lebih rendah. Artinya industri manufaktur kita kalah saing, relokasi investasi pun bisa lebih banyak ke Vietnam,” jelasnya.

Senada dengan Bhima, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Esther Sri Astuti, menilai Indonesia harus menyusun strategi untuk menciptakan iklim investasi yang lebih menarik. Perbedaan struktur ekspor dengan Vietnam memang ada, tapi bukan alasan untuk bersikap pasif.

“Kalau tidak dibarengi reformasi struktural dan insentif, kita akan terus tertinggal. Perlu langkah nyata agar ekspor tumbuh dan tidak terjebak dalam ketergantungan impor,” ujar Esther.

Sementara itu, dari kalangan dunia usaha, pendapat berbeda disampaikan Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Apindo, Hariyadi Sukamdani. Ia melihat peluang di balik kesepakatan ini.

“Menurut saya, ini deal terbaik yang bisa diambil dalam situasi sekarang. Peluang ekspor tetap terbuka, tinggal bagaimana kita maksimalkan saja,” ucapnya.

Hariyadi mendorong pelaku usaha untuk fokus menggenjot ekspor produk unggulan seperti pertanian dan consumer goods, serta memainkan diplomasi lebih cermat dalam sektor migas.

“Amerika tetap penting buat kita ekonomi besar, daya beli tinggi. Jangan sampai hubungan ini terganggu. Kita perlu cerdas berdiplomasi,” tambahnya.

Di sisi lain, Prabowo menyebut perundingan di Brussels menghasilkan progres penting dalam kerangka Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA), yang berpotensi membuka jalur bebas tarif untuk produk Indonesia ke Uni Eropa dan sebaliknya.

Namun, menurut para ekonom, diplomasi dagang ke depan harus lebih strategis dan berpihak pada kepentingan jangka panjang Indonesia, bukan sekadar imbal dagang jangka pendek. (alf)

DPR Dukung Pajak e-Commerce, Asal Tak Bebani Konsumen dan Jamin Keamanan Data

IKPI, Jakarta: Anggota Komisi VI DPR RI Rivqy Abdul Halim menyatakan dukungannya terhadap kebijakan pemerintah yang mulai memungut pajak penghasilan (PPh) dari para pedagang online melalui platform e-commerce. Namun, ia mengingatkan pentingnya menjaga keseimbangan agar kebijakan tersebut tidak membebani konsumen maupun para pelaku usaha kecil menengah di ranah digital.

“Pemungutan pajak bagi pedagang online adalah langkah yang positif dan perlu mendapat dukungan. Tapi prinsipnya harus tetap memudahkan para wajib pajak dan menjamin keamanan data mereka,” ujar Rivqy dalam keterangan pers di Jakarta, Rabu (16/7/2025).

Rivqy merujuk pada praktik serupa di negara-negara maju seperti Australia, Korea Selatan, India, hingga Tiongkok, yang menurutnya dapat menjadi rujukan dalam merancang sistem pemungutan pajak digital yang efektif dan tidak memberatkan.

Ia juga menyoroti pentingnya aspek perlindungan data dalam kebijakan ini. “Jangan sampai data para pedagang bocor atau disalahgunakan hanya karena sistem perpajakan yang belum matang. Digitalisasi ini harus dibarengi dengan keamanan digital,” tambahnya.

Kebijakan pajak bagi pelaku e-commerce ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025, yang mulai diberlakukan sejak pertengahan Juli. Aturan ini mengamanatkan marketplace seperti Shopee, Tokopedia, dan lainnya sebagai pemungut PPh Pasal 22 dari pedagang yang berjualan di platform mereka.

Besaran tarif yang dipungut yakni sebesar 0,5 persen dari omzet bruto tahunan, di luar PPN dan PPnBM. Namun, hanya pedagang dengan omzet di atas Rp500 juta per tahun yang dikenai pungutan ini. Mereka wajib menyampaikan surat pernyataan kepada platform penyedia jasa e-commerce saat omzetnya melewati ambang batas.

Bagi pedagang kecil yang omzetnya belum mencapai Rp500 juta, mereka dibebaskan dari pungutan, selama mengajukan pernyataan resmi kepada platform yang ditunjuk sebagai Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE).

Rivqy menilai, kebijakan ini pada dasarnya bertujuan meningkatkan kepatuhan pajak dan mendorong penerimaan negara, serta menciptakan keadilan antara pelaku usaha daring dan konvensional. “Jangan sampai tujuan mulia seperti ini justru gagal gara-gara implementasi yang tidak ramah pelaku usaha,” tegasnya.

Ia juga menyebut model Mini One Stop Shop (MOSS) yang diterapkan di Uni Eropa sebagai contoh skema pemungutan pajak digital yang dapat menyederhanakan proses administratif dan mencegah beban ganda bagi pelaku usaha.

“Kalau memang tujuannya untuk efisiensi dan keadilan, maka pemerintah perlu benar-benar memastikan eksekusinya berjalan tanpa menimbulkan keresahan baru,” kata Rivqy. (alf)

 

 

id_ID