Format Baru NSFP Era Coretax Kini 17 Digit dan Diberikan Otomatis

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) resmi menegaskan perubahan besar dalam format kode dan Nomor Seri Faktur Pajak (NSFP) di era sistem administrasi perpajakan Coretax. Aturan baru ini tertuang dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-11/PJ/2025, khususnya pada Pasal 37.

Dalam ketentuan terbaru, struktur NSFP mengalami perubahan signifikan, dari yang sebelumnya terdiri atas 16 digit menjadi 17 digit. Format baru ini terdiri atas tiga bagian: 2 digit kode transaksi, 2 digit kode status, dan 13 digit nomor seri faktur pajak.

“Kode dan nomor seri faktur pajak terdiri atas 17 digit, yaitu: a. 2 digit kode transaksi; b. 2 digit kode status; dan c. 13 digit nomor seri faktur pajak yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak,” bunyi Pasal 37 ayat (1).

Lebih rinci, 13 digit terakhir terbagi menjadi dua bagian, yakni 2 digit pertama menunjukkan tahun pembuatan e-Faktur, dan 11 digit berikutnya merupakan nomor urut yang ditentukan oleh sistem DJP. Tidak seperti sistem sebelumnya, kini NSFP diberikan secara otomatis saat e-Faktur diunggah melalui sistem Coretax dan mendapat persetujuan dari DJP.

Panduan Penggunaan Kode Transaksi Faktur Pajak

PER-11/PJ/2025 juga merinci penggunaan kode transaksi faktur pajak yang berlaku dalam sistem Coretax. Berikut adalah daftar dan fungsi masing-masing kode:

• Kode 01: Untuk transaksi biasa di mana PPN atau PPnBM dipungut langsung oleh PKP.

• Kode 02: Penyerahan kepada instansi pemerintah yang bertindak sebagai pemungut PPN.

• Kode 03: Untuk transaksi kepada pemungut PPN selain instansi pemerintah atau pihak ketiga yang ditunjuk DJP.

• Kode 04: Transaksi dengan dasar pengenaan pajak nilai lain, sesuai Pasal 8A UU PPN.

• Kode 05: Penyerahan dengan PPN besaran tertentu atau pemberian cuma-cuma, termasuk yang nilai pajaknya bisa Rp0,00.

• Kode 06: Penjualan kepada turis asing lewat toko retail peserta skema VAT refund.

• Kode 07: Untuk penyerahan dengan fasilitas PPN tidak dipungut atau ditanggung pemerintah (misalnya proyek hibah luar negeri, kawasan berikat, migas, dll.).

• Kode 08: Transaksi yang dibebaskan dari pengenaan PPN/PPnBM, seperti jasa bandara untuk luar negeri atau perwakilan asing.

• Kode 09: Penyerahan aktiva tetap yang awalnya tidak diperuntukkan untuk dijual.

• Kode 10: Kode baru untuk transaksi khusus yang tidak masuk kategori kode 01–09, termasuk penyerahan dengan tarif PPN berbeda dari tarif umum 12%.

Langkah Strategis Transformasi Digital Pajak

Dengan diberlakukannya aturan ini, DJP semakin memperkuat transformasi digital melalui sistem Coretax. Format NSFP yang lebih panjang dan pemberian otomatis bertujuan untuk meningkatkan akurasi, transparansi, dan efisiensi dalam penerbitan faktur pajak.

Aturan ini juga mendorong wajib pajak, khususnya Pengusaha Kena Pajak (PKP), untuk beradaptasi dengan sistem digitalisasi perpajakan yang lebih ketat namun juga memberikan kepastian hukum yang lebih jelas. (alf)

 

 

Jangan Jadikan BPN Cuma “Ganti Baju”, Reformasi Fiskal Harus Menyentuh Akar Masalah

IKPI Jakarta: Wacana pembentukan Badan Penerimaan Negara (BPN) kembali mencuat ke permukaan dalam diskusi panel nasional yang diselenggarakan Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) di Jakarta Selatan. Mantan Dirjen Pajak 2000–2001, Machfud Sidik, memberi peringatan keras agar rencana tersebut tak sekadar menjadi kosmetik kelembagaan tanpa menyentuh persoalan struktural penerimaan negara.

“Saya ingin memberikan insight yang objektif. Jangan sampai BPN ini hanya sekadar rebranding, tapi tidak menjawab masalah mendasarnya,” tegas Machfud di hadapan akademisi dan praktisi perpajakan.

Machfud menekankan, persoalan penerimaan negara lebih kompleks dari sekadar institusi. Menurutnya, struktur ekonomi Indonesia yang masih bergantung pada konsumsi domestik dan kontribusi net ekspor yang minim (±3% dari PDB) merupakan hambatan utama. Sebagai perbandingan, Singapura mencatatkan net ekspor hingga 90% dari PDB.

Ia juga menyoroti rendahnya rasio pajak Indonesia yang stagnan di bawah 10%. Bahkan jika digabung dengan pajak daerah, totalnya hanya sekitar 10,3%—jauh dari standar negara-negara OECD yang umumnya berada di atas 15%.

Tak kalah penting, Machfud menyorot kebijakan tax expenditure atau insentif pajak pemerintah yang menurutnya sudah membengkak hingga 20% dari total penerimaan.

“Ini harus kita audit secara objektif. Jangan sampai insentif pajak justru jadi alat untuk melayani tekanan oligarki,” tegasnya.

SARA & BPN Tak Boleh Jadi Obat Palsu

Terkait wacana semi-autonomous revenue authority (SARA) dan pembentukan BPN, Machfud mengingatkan bahwa solusi institusional bukan jaminan perbaikan fiskal.

“Jangan terlalu dikultuskan. Banyak negara gagal karena tidak ada political will yang memadai,” ujarnya mengutip ekonom seperti Joseph Stiglitz dan Richard Bird.

Menurutnya, desain kelembagaan harus mempertimbangkan konteks Indonesia baik dari sisi politik, teknokrasi, maupun tata kelola.

Ia juga memberikan sejumlah catatan penting:

• Dukungan bersyarat terhadap pembentukan BPN: dengan syarat adanya independensi dan akuntabilitas yang kuat.

• Audit menyeluruh terhadap tax expenditure, agar tidak menjadi alat elite tertentu.

• Prioritaskan digitalisasi seperti Cortex sebelum mengganti lembaga.

• Fokus pada kualitas belanja negara, terutama di wilayah timur Indonesia, bukan semata mengejar angka penerimaan. (bl)

Ketua Umum IKPI Dorong PPL Sebagai Strategi Baru Kenalkan Organisasi dan Jaringan Klien

IKPI, Depok: Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), Vaudy Starworld, mendorong agar kegiatan Pendidikan Profesional Berkelanjutan (PPL) tidak hanya menjadi sarana peningkatan kompetensi anggota, tetapi juga dimanfaatkan sebagai strategi memperkenalkan IKPI ke masyarakat luas dan membuka peluang jejaring klien baru.

Hal ini disampaikan Vaudy saat memberikan sambutan pada acara PPL yang diselenggarakan oleh IKPI Cabang Depok pada Sabtu (31/5/2025). Kegiatan tersebut diikuti oleh 75 peserta, di mana sekitar 40 persen berasal dari kalangan umum.

“PPL jangan hanya menjadi ruang internal. Ketika dibuka untuk umum bahkan berbayar ini justru membuka pintu bagi masyarakat mengenal IKPI dan berpotensi menjadi klien anggota,” ujarnya di hadapan peserta.

Menurut Vaudy, partisipasi peserta umum dalam jumlah signifikan menjadi sinyal positif bahwa edukasi perpajakan memiliki daya tarik tinggi di luar lingkup konsultan pajak. Ia mendorong pengurus daerah (Pengda) dan pengurus cabang (Pengcab) di seluruh Indonesia untuk menjadikan model ini sebagai pola baru dalam penyelenggaraan PPL.

Acara yang menghadirkan narasumber Nur Hidayat ini mengangkat topik baru yang sangat relevan dengan kebutuhan Wajib Pajak. Antusiasme peserta terlihat tinggi karena materi yang dibawakan merupakan “ketemuan baru” yang belum banyak dibahas dalam forum-forum sebelumnya.

Dengan pendekatan ini, IKPI tidak hanya memperkuat peran strategisnya dalam peningkatan kualitas profesi, tetapi juga tampil lebih terbuka, adaptif, dan dekat dengan masyarakat. (bl)

Mulai 6 Juni, Barang Impor dari Luar Negeri Bisa Dilaporkan Secara Lisan

IKPI, Jakarta: Pemerintah kembali memperbarui aturan kepabeanan lewat terbitnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 34 Tahun 2025. Salah satu poin penting dalam beleid ini adalah penegasan siapa saja yang diperbolehkan menyampaikan pemberitahuan pabean atas barang bawaan dari luar negeri secara lisan.

Pasal 9 PMK 34/2025 menyatakan bahwa barang impor yang dibawa oleh penumpang atau awak sarana pengangkut wajib dilaporkan kepada petugas bea dan cukai di kantor pabean.

Berbeda dari aturan sebelumnya, kini pemerintah memberikan rincian lima kategori penumpang yang dapat menyampaikan pemberitahuan tersebut secara lisan.

“Pemberitahuan pabean dapat dilakukan secara lisan atau disampaikan secara tertulis,” demikian bunyi Pasal 9 ayat (2) PMK 34/2025.

Kelima kategori tersebut meliputi:

• Penumpang berusia di atas 60 tahun;

• Penumpang dengan disabilitas;

• Jemaah haji reguler yang terdaftar resmi untuk musim haji berjalan sesuai ketentuan perundang-undangan;

• Tamu negara berkategori very very important person (VVIP);

• Penumpang atau awak sarana pengangkut yang berada di lokasi tertentu yang telah ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

Sekadar informasi, beleid anyar ini merevisi PMK 203/2017. Dalam regulasi sebelumnya, pemberitahuan pabean secara lisan memang telah diakomodasi, namun belum dijelaskan secara spesifik siapa saja yang berhak melakukannya.

Selama ini, mayoritas pemberitahuan pabean disampaikan secara tertulis, baik melalui Customs Declaration (CD) maupun Pemberitahuan Impor Barang Khusus (PIBK).

PMK 34/2025 resmi berlaku mulai 6 Juni 2025. Dengan aturan baru ini, pemerintah berharap proses kepabeanan dapat lebih akomodatif, terutama bagi kelompok penumpang tertentu yang memerlukan kemudahan layanan. (alf)

 

 

PER-11/PJ/2025 Wajibkan Usaha Milik Orang Pribadi Potong PPh

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) resmi memperluas cakupan kewajiban pemotongan pajak bagi wajib pajak orang pribadi dalam negeri melalui terbitnya Peraturan Dirjen Pajak (Perdirjen) Nomor PER-11/PJ/2025. Aturan ini menetapkan bahwa individu yang menjalankan usaha atau melakukan pekerjaan bebas kini diwajibkan memotong Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 dan PPh Pasal 4 ayat (2) atas penghasilan dari sewa, termasuk sewa tanah dan bangunan.

 

Mengacu pada Pasal 16 ayat (2) peraturan tersebut, yang dimaksud dengan wajib pajak orang pribadi adalah mereka yang memiliki kegiatan usaha dan menyelenggarakan pembukuan, serta para profesional seperti dokter, arsitek, notaris, akuntan, dan lainnya yang menjalankan pekerjaan bebas.

 

Kewajiban ini bukan hal baru, namun cakupan subjek yang ditunjuk sebagai pemotong pajak mengalami perluasan signifikan dibandingkan ketentuan sebelumnya dalam KEP-50/PJ/1994 dan KEP-50/PJ/1996. Dalam dua keputusan terdahulu itu, hanya profesi tertentu dan pelaku usaha tertentu yang diwajibkan memotong pajak atas sewa.

 

Kini, dengan berlakunya PER-11/PJ/2025 per tanggal 22 Mei 2025, kedua keputusan lama tersebut resmi dicabut. Artinya, ketentuan yang mengatur siapa saja orang pribadi yang harus memotong PPh atas sewa telah diperbarui secara menyeluruh.

 

Sebagai catatan, pemotongan pajak yang dilakukan wajib pajak orang pribadi ini harus disertai dengan bukti potong unifikasi, sesuai prosedur perpajakan terbaru. Besaran tarif PPh Pasal 23 atas penghasilan sewa adalah 2% dari jumlah bruto, sementara untuk sewa tanah dan bangunan, PPh Pasal 4 ayat (2) dikenakan secara final sebesar 10%.

Langkah ini sejalan dengan upaya DJP memperkuat basis pemajakan dan meningkatkan kepatuhan perpajakan, khususnya dari sektor usaha dan profesional perorangan yang sebelumnya belum sepenuhnya tercakup dalam kewajiban pemotongan pajak atas sewa. (alf)

 

Bandara di Beijing Catatkan Permohonan Pengembalian Pajak Rp 830 Miliar

IKPI, Jakarta: Industri pariwisata Tiongkok menunjukkan tanda-tanda pemulihan yang kuat. Dalam empat bulan pertama tahun ini, dua bandara internasional utama di Beijing mencatat total permohonan pengembalian pajak senilai 369 juta yuan setara lebih dari Rp830 miliar. Angka tersebut bukan hanya melonjak hampir 80 persen dibanding tahun lalu, tapi juga menjadi rekor tertinggi sepanjang sejarah untuk periode yang sama, menurut data Bea Cukai Beijing.

Peningkatan ini tak lepas dari kebijakan transit bebas visa selama 240 jam, yang sukses menarik lebih banyak wisatawan asing untuk singgah dan berbelanja di Tiongkok. Dari Januari hingga April, otoritas bea cukai mencatat lebih dari 7 juta pergerakan penumpang internasional, naik lebih dari 22 persen dibanding periode yang sama pada 2024. Sementara itu, jumlah penerbangan internasional yang dilayani mencapai 40.622 penerbangan, meningkat hampir 24 persen secara tahunan.

Momentum ini mencapai puncaknya selama libur Hari Buruh 2025. Dalam waktu singkat, permohonan pengembalian pajak melonjak lebih dari dua kali lipat (105 persen), dengan nilai total pengembalian dana yang meningkat drastis sebesar 155 persen dibanding tahun sebelumnya.

“Sejak awal tahun, kami melihat lonjakan nyata dalam jumlah wisatawan yang mengajukan pengembalian pajak. Kini, pada jam sibuk, kami bisa memproses hingga 60 klaim per jam,” ujar seorang petugas Bea Cukai di Bandara Internasional Ibu Kota Beijing.

Menanggapi lonjakan ini, bea cukai setempat menambah loket pengembalian pajak di area keberangkatan serta mempercepat proses pelayanan. Tak hanya itu, sosialisasi prosedur tax refund juga ditingkatkan melalui berbagai kanal, termasuk media bandara, platform digital, dan kerja sama dengan otoritas perpajakan serta pengelola bandara.

Dengan optimalisasi kebijakan dan layanan ini, Tiongkok tampaknya tengah merintis era baru dalam pariwisata inbound di mana belanja turis asing menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi yang kian nyata. (alf)

 

 

 

 

IKPI Soroti Fragmentasi Fiskal, Usulkan Badan Penerimaan Negara sebagai Solusi Masa Depan

IKPI, Jakarta: Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), Vaudy Starworld, menegaskan pentingnya pembentukan Badan Penerimaan Negara (BPN) sebagai solusi strategis dalam menjawab tantangan fragmentasi fiskal di Indonesia. Pernyataan itu disampaikan dalam pembukaan diskusi panel nasional bertajuk “Masa Depan Fiskal Indonesia: Apakah BPN Solusinya?” yang digelar di Gedung IKPI, Pejaten, Jakarta Selatan, Jumat (30/5/2025).

Dalam paparannya berjudul “Badan Penerimaan Negara: Reformasi Fiskal, Efisiensi, dan Integrasi”,  Vaudy menyoroti kelemahan struktur fiskal nasional yang saat ini bersifat tersebar (fragmentatif), dengan banyak instansi yang memiliki kewenangan mengumpulkan penerimaan negara baik dari sisi perpajakan maupun non-pajak. Di antaranya adalah Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), Direktorat Jenderal Anggaran (DJA), Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN), serta Kementerian/Lembaga lain yang mengelola penerimaan negara bukan pajak (PNBP).

“Fragmentasi fiskal menyebabkan tumpang tindih kebijakan, lemahnya koordinasi, serta inefisiensi dalam pengelolaan penerimaan negara. Badan Penerimaan Negara dapat menjadi solusi institusional untuk menyederhanakan struktur, meningkatkan akuntabilitas, dan mengintegrasikan sistem penerimaan negara secara menyeluruh,” tegas Vaudy di hadapan para akademisi dan praktisi perpajakan.

Landasan Pembentukan BPN

Pembentukan BPN telah masuk dalam Program Prioritas RPJMN 2025–2029 sebagaimana tercantum dalam Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2025. Salah satu target utamanya adalah meningkatkan rasio penerimaan negara terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) hingga 23%.

Ketum IKPI ini menggarisbawahi bahwa saat ini terdapat lebih dari 20 instansi negara yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam pengumpulan penerimaan negara, termasuk sektor-sektor strategis seperti sumber daya alam, pendidikan, transportasi, dan pelayanan publik.

“Struktur yang tersebar ini menimbulkan fragmentasi kebijakan dan data, serta menimbulkan potensi inefisiensi dan kebocoran penerimaan,” ujarnya.

Model Otoritas Fiskal

Dalam forum tersebut, Vaudy memaparkan empat model institusional yang umum digunakan negara-negara di dunia dalam mengelola penerimaan negara:

1.Government Department

seperti yang dianut Indonesia saat ini, di mana unit-unit penerimaan berada langsung di bawah kementerian, namun kurang memiliki otonomi manajerial dan strategis.

2.Semi-Autonomous Revenue Authority (SARA) seperti di Kenya dan Tanzania, dengan otonomi terbatas namun lebih fokus dalam tata kelola.

3.Autonomous Revenue Authority (ARA) seperti Malaysia dan Afrika Selatan, dengan keleluasaan tinggi dalam pengambilan keputusan dan pengelolaan sumber daya.

4.Integrated Revenue Authority (IRA)

seperti Singapura, Korea Selatan, dan Australia. Model ini menggabungkan seluruh jenis penerimaan negara termasuk pajak, bea cukai, dan PNBP ke dalam satu institusi.

Ia menyarankan agar Indonesia mempertimbangkan dan mengadopsi model-model yang sudah ada dan menambahkan model sesuai dengan kebutuhan pemerintah Indonesia.

Kelebihan BPN

Vaudy menekankan bahwa pembentukan BPN tidak hanya soal kelembagaan, tetapi juga berkaitan dengan:

• Peningkatan efisiensi dan efektivitas penerimaan

• Penguatan akuntabilitas dan transparansi

• Integrasi data lintas sektor

• Konsistensi kebijakan fiskal

• Fleksibilitas dalam strategi penerimaan negara

Dampak Positif Jangka Panjang

Jika dirancang dan diimplementasikan dengan baik, BPN dapat mendukung:

• Peningkatan rasio pajak (tax ratio)

• Simplifikasi proses pelaporan dan pembayaran

• Penguatan pengawasan dan penegakan hukum fiskal

• Peningkatan kualitas layanan bagi wajib pajak

• Pengambilan kebijakan fiskal yang berbasis data dan evidence-based

“BPN akan membuka peluang pembaruan fiskal menyeluruh, dengan sistem pengumpulan penerimaan negara yang lebih modern, efisien, dan adaptif terhadap perkembangan ekonomi digital,” tutup Vaudy.

Diskusi panel juga menghadirkan sejumlah tokoh penting, antara lain:

1.Dr. Machfud Sidik, M.Sc. (Dirjen Pajak 2000-2001)

2.Prof. Dr. Edi Slamet Irianto, S.H., M.Si. (Guru Besar Hukum Perpajakan)

3.Dr. Ning Rahayu, M.Si. (Pakar kebijakan fiskal dan dosen FISIP UI)

4.Pino Siddharta, S.E, S.H, M.Si (Ketua Departemen (Ketua Departemen Penelitian dan Pengkajian Kebijakan Fiskal IKPI)

Keempat narasumber memberikan perspektif historis, dan praktis mengenai kemungkinan, tantangan, serta urgensi pembentukan Badan Penerimaan Negara di Indonesia. (bl)

IKPI Targetkan Penambahan 5 Cabang Baru di Wilayah Timur dan Aceh

IKPI, Jakarta: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) terus mendorong ekspansi organisasi ke seluruh pelosok Nusantara. Demikian dikatakan Ketua Departemen Pengembangan Organisasi IKPI, Nuryadin Rahman, usai pelantikan pengurus Cabang Bitung yang digelar di Jakarta, Jumat (30/5/2025).

Dalam kesempatan itu, ia menyuarakan harapan besar agar wilayah timur Indonesia segera menyusul dengan pembentukan cabang-cabang baru.

“Setelah pelantikan pengurus Cabang Bitung ini, kami mendorong cabang-cabang lain di wilayah Indonesia Timur untuk segera terbentuk. Harapannya, IKPI bisa hadir dari Sabang sampai Merauke,” tegas Nuryadin.

Ia secara khusus menyerukan kepada anggota IKPI yang berada di Papua untuk mulai berkoordinasi dan membentuk kepengurusan cabang di wilayah tersebut. Selain Papua, wilayah seperti Palu dan Maluku juga disebut memiliki potensi untuk ekspansi, tergantung pada jumlah anggota yang aktif.

“Kami menargetkan penambahan sekitar lima cabang baru di tahun 2025, terutama di kawasan timur Indonesia. Saat ini, IKPI sudah memiliki 45 cabang di seluruh Indonesia,” ujarnya.

Tak hanya fokus ke timur, IKPI juga membuka peluang pembentukan cabang baru di wilayah barat seperti Aceh. Nuryadin menegaskan bahwa sesuai Anggaran Rumah Tangga (ART), pembentukan cabang dapat dilakukan jika terdapat minimal lima anggota aktif di wilayah tersebut.

“Kami harap, jika ada anggota di Aceh atau daerah lain yang belum memiliki cabang, bisa segera melaporkan diri. Kami siap fasilitasi agar organisasi bisa semakin merata di seluruh wilayah,” ujarnya.

Dengan semangat ini, IKPI berkomitmen memperkuat peran konsultan pajak sebagai mitra strategis pemerintah dalam meningkatkan kesadaran dan kepatuhan pajak nasional.(bl)

DJP Jateng I Imbau Nelayan Pastikan Faktur BBM Resmi: Langkah Cegah Risiko Hukum

IKPI, Jakarta: Kanwil Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jawa Tengah I kembali mengingatkan pentingnya kewaspadaan para nelayan saat membeli bahan bakar minyak (BBM). Imbauan ini disampaikan langsung dalam kegiatan edukasi perpajakan di Kota Tegal, yang menggandeng Pertamina Patra Niaga Regional Jawa Bagian Tengah dan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Tengah.

Kepala Bidang Pemeriksaan, Penagihan, Intelijen, dan Penyidikan (PPIP) Kanwil DJP Jateng I, Santoso Dwi Prasetyo, menegaskan agar para nelayan hanya membeli BBM dari penyalur resmi. Selain menjamin kualitas bahan bakar, transaksi dari penyalur resmi juga disertai faktur pajak sah yang dibutuhkan untuk keperluan administrasi dan menghindari pelanggaran hukum.

“Kalau membeli dari pihak yang tidak resmi, bukan hanya kualitas BBM yang dipertanyakan, tapi juga bisa menimbulkan masalah hukum jika faktur pajaknya tidak sah,” ujar Santoso, Jumat (30/5/2025).

Menurutnya, kegiatan edukasi ini bertujuan membina para nelayan sebagai wajib pajak agar lebih memahami kewajiban perpajakan serta tata cara pembelian BBM sesuai regulasi. Ia menjelaskan bahwa nelayan umumnya hanya dikenakan dua jenis pajak: Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh). Namun, PPh baru wajib dibayarkan jika mereka memperoleh keuntungan dari usaha melaut.

“Kalau tidak ada keuntungan, maka tidak ada kewajiban membayar PPh. Ini yang perlu dipahami agar tidak ada kesalahpahaman di lapangan,” jelasnya.

Sementara itu, Kepala Kanwil DJP Jateng I, Nurbaeti Munawaroh, menyampaikan apresiasinya terhadap sinergi lintas lembaga yang telah terjalin. Ia berharap kolaborasi seperti ini bisa terus diperkuat demi meningkatkan kepatuhan pajak dan memberantas praktik penggunaan faktur fiktif.

“Dengan edukasi berkelanjutan seperti ini, kami berharap kesadaran dan kepatuhan wajib pajak, khususnya nelayan, terus meningkat,” ujar Nurbaeti.

Kegiatan ini sekaligus menjadi bukti nyata pentingnya peran edukasi dalam mendorong kepatuhan pajak yang tidak hanya berlaku di kota besar, tapi juga di kalangan masyarakat pesisir. (alf)

 

Pengadilan AS Batalkan Kebijakan Tarif Trump: Presiden Dinilai Langgar Wewenang Dagang

IKPI, Jakarta: Pengadilan Perdagangan Internasional Amerika Serikat (US Court of International Trade) memutuskan untuk membatalkan sebagian besar kebijakan tarif Presiden Donald Trump, menyatakan bahwa sang presiden telah bertindak melampaui batas kekuasaannya.

Dalam putusan tegas yang disampaikan oleh panel tiga hakim, pengadilan menilai bahwa tindakan Trump membebankan tarif secara luas atas barang-barang impor dari mitra dagang utama AS tidak sah menurut hukum federal. Mereka menegaskan bahwa hanya Kongres yang memiliki otoritas konstitusional untuk mengatur perdagangan luar negeri.

“Masalahnya bukan pada kebijaksanaan atau efektivitas tarif tersebut, tetapi karena tidak ada dasar hukum yang memperbolehkannya,” tulis pengadilan dalam keputusannya seperti dikutip dari Reuters, Sabtu (31/5/2025).

Putusan ini menjadi pukulan telak bagi strategi ekonomi proteksionis yang diusung Trump sejak masa jabatannya. Pengadilan juga menyebut bahwa penggunaan International Emergency Economic Powers Act (IEEPA) sebagai dasar pengenaan tarif tidak dapat diterapkan untuk kebijakan semacam ini, karena undang-undang itu hanya berlaku dalam konteks ancaman luar biasa saat keadaan darurat nasional.

Dampak Langsung di Pasar

Tak lama setelah putusan diumumkan, pasar keuangan merespons dengan antusias. Nilai tukar dolar AS menguat signifikan terhadap euro, yen, dan franc Swiss. Indeks saham AS juga mencatat kenaikan, sementara bursa Asia mengalami lonjakan.

Namun, pemerintah Trump tidak tinggal diam. Beberapa menit setelah keputusan dibacakan, pihak Gedung Putih segera mengajukan pemberitahuan banding. Mereka mempertanyakan kewenangan pengadilan dan menyatakan bahwa defisit perdagangan AS merupakan krisis nasional yang membenarkan tindakan darurat.

“Hakim yang tidak dipilih oleh rakyat tidak berwenang menentukan cara menghadapi keadaan darurat nasional,” ujar juru bicara Gedung Putih, Kush Desai.

Akar Sengketa dan Implikasi Lebih Luas

Sejak menjabat, Trump menjadikan tarif sebagai alat utama dalam perang dagang global, menargetkan negara-negara seperti Tiongkok dan anggota Uni Eropa. Namun, pendekatan ini kerap menuai kontroversi karena menciptakan ketidakpastian bagi pelaku bisnis dan rantai pasok global.

Meski pengadilan telah menghapus berbagai kebijakan tarif menyeluruh sejak Januari, keputusan ini tidak mencakup tarif sektoral tertentu seperti yang dikenakan pada baja, aluminium, dan kendaraan yang didasarkan pada undang-undang terpisah.

Kasus ini, yang bermula dari gugatan sejumlah pelaku usaha AS, kini berpotensi berlanjut ke tingkat banding di Pengadilan Sirkuit Federal dan bahkan bisa mencapai Mahkamah Agung. Hasil akhirnya berpotensi menjadi preseden penting dalam menentukan batas kekuasaan eksekutif di bidang perdagangan internasional.

Ketidakpastian Baru dalam Diplomasi Dagang

Putusan ini juga mengguncang berbagai negosiasi perdagangan yang sedang berlangsung antara AS dan sejumlah mitra strategis. Jika keputusan ini dikukuhkan di tingkat lebih tinggi, Trump akan kehilangan salah satu instrumen utama dalam menekan negara-negara lain untuk memberikan konsesi.

Sementara itu, banyak pelaku usaha berharap putusan ini membuka jalan bagi stabilitas kebijakan dagang yang lebih berjangka panjang dan tidak bergantung pada dekrit eksekutif yang berubah-ubah. (alf)

 

id_ID