Wali Kota Jakarta Barat Ajak Warga Lapor SPT Tahunan Tepat Waktu

IKPI, Jakarta : Wali Kota Jakarta Barat, Uus Kuswanto, mengajak warga setempat yang merupakan wajib pajak untuk melaksanakan kewajiban pajaknya dengan melaporkan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) tepat waktu.

Batas waktu pelaporan SPT Tahunan Tahun Pajak 2024 bagi wajib pajak orang pribadi adalah hingga 31 Maret 2025, sementara bagi badan usaha, tenggat waktu ditetapkan pada 30 April 2025.

“Melaksanakan kewajiban lapor pajak lebih awal dapat membuat wajib pajak terhindar dari sanksi keterlambatan pelaporan SPT Tahunan,” ujar Uus di Jakarta, Kamis (27/2/2025).

Uus menegaskan bahwa pajak merupakan sumber utama pendanaan pemerintah dalam pembangunan infrastruktur, peningkatan kualitas layanan publik, serta penguatan ekonomi nasional.

“Kita wujudkan Indonesia yang lebih baik dengan membayar pajak dan melaporkan SPT Tahunan tepat waktu. Ayo lapor pajak hari ini melalui laman web djponline.pajak.go.id,” ajaknya.

Berdasarkan data yang ada, capaian kepatuhan penyampaian SPT Tahunan di Jakarta Barat pada tahun 2024 hingga 31 Desember 2024 telah mencapai 90,52 persen. Dari target sebanyak 412.582 SPT Tahunan, sebanyak 373.467 telah diterima.

Dengan ajakan ini, diharapkan kesadaran masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya semakin meningkat sehingga mendukung pembangunan daerah dan nasional secara berkelanjutan. (alf)

Industri Manufaktur Indonesia Tunjukkan Pertumbuhan Positif di Tengah Tantangan Global

IKPI, Jakarta: Industri manufaktur Indonesia terus menunjukkan ketahanan dan performa positif meski dihadapkan pada tantangan global yang semakin kompleks. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengumumkan bahwa pada tahun 2024, sektor manufaktur menyumbang 18,98 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), meningkat signifikan dibandingkan tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 18,67 persen pada 2023 dan 18,34 persen pada 2022.

Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita, menjelaskan bahwa sektor manufaktur menjadi kontributor utama terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pada tahun 2024, sektor ini berkontribusi sebesar 0,90 persen dari total pertumbuhan ekonomi nasional yang mencapai 5,03 persen. “Artinya, sekitar 20 persen dari pertumbuhan ekonomi nasional berasal dari sektor manufaktur, sementara sektor perdagangan berada di peringkat kedua,” ungkap Agus.

Industri Pengolahan Nonmigas Tetap Kokoh

Meskipun dinamika geopolitik global berpengaruh pada perekonomian, sektor industri pengolahan nonmigas tetap kokoh. Pada tahun 2024, sektor manufaktur tercatat tumbuh sebesar 4,75 persen, menegaskan perannya sebagai tulang punggung perekonomian Indonesia.

Dari sisi ekspor, industri pengolahan nonmigas menyumbang 74,3 persen dari total ekspor nasional, setara dengan 196,54 miliar dolar AS. Sementara itu, sektor manufaktur juga berhasil menyerap investasi sebesar Rp721,3 triliun atau sekitar 42,1 persen dari total investasi nasional pada tahun 2024.

Posisi Indonesia di Dunia

Selain itu, Indonesia juga mencatatkan prestasi di tingkat global. Nilai Manufacturing Value Added (MVA) Indonesia pada tahun 2023 tercatat mencapai 255 miliar dolar AS, menempatkan Indonesia di peringkat ke-12 dunia dalam hal nilai tambah industri manufaktur. Posisi ini jauh mengungguli negara-negara ASEAN lainnya seperti Thailand (128 miliar dolar AS) dan Vietnam (102 miliar dolar AS), berdasarkan data dari World Bank.

Penciptaan Lapangan Kerja yang Meningkat

Pertumbuhan sektor manufaktur juga turut berdampak pada peningkatan lapangan kerja. Jumlah tenaga kerja di sektor pengolahan nonmigas meningkat signifikan, dari 17,43 juta orang pada tahun 2020 menjadi 19,96 juta orang pada tahun 2024, menunjukkan bahwa sektor ini mampu menyerap tenaga kerja yang semakin banyak.

Indikator Positif: PMI dan IKI

Indikator-indikator yang mengarah pada ekspansi sektor manufaktur juga menunjukkan hasil positif. Pada Januari 2025, Purchasing Manager Index (PMI) sektor manufaktur Indonesia tercatat 51,9, sementara Indeks Kepercayaan Industri (IKI) mencapai 53,1. Angka-angka ini mencerminkan optimisme yang tinggi terhadap sektor manufaktur Indonesia dan menandakan tanda-tanda ekspansi yang menjanjikan.

Dukungan Regulasi untuk Pengembangan Sektor

Meskipun pertumbuhannya menjanjikan, Agus Gumiwang Kartasasmita menekankan pentingnya dukungan regulasi yang pro-bisnis untuk mendorong pertumbuhan sektor manufaktur lebih lanjut. Ia juga menyampaikan bahwa kerja sama antara kementerian dan lembaga terkait sangat diperlukan untuk menciptakan kebijakan yang mendukung kemajuan industri manufaktur Indonesia.

“Perlu kondisi yang kondusif agar sektor manufaktur kita semakin berkembang dan mampu membangun industri nasional yang tangguh dan progresif,” tutup Agus.

Dengan indikator positif ini, industri manufaktur Indonesia terus membuktikan ketahanannya, sekaligus membantah anggapan mengenai terjadinya deindustrialisasi di tanah air. (alf)

Pemerintah Luncurkan Danantara: Sovereign Wealth Fund Rp14.678 Triliun untuk Pembangunan Ekonomi Nasional

IKPI, Jakarta: Pemerintah Indonesia resmi meluncurkan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara), sebuah sovereign wealth fund dengan total aset mencapai 900 miliar dolar AS, atau sekitar Rp14.678 triliun. Langkah besar ini bertujuan untuk mengelola dan mengoptimalkan aset-aset strategis negara, termasuk sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) besar, guna mendorong pertumbuhan ekonomi nasional dan meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia.

Peluncuran Danantara, yang dipimpin oleh Presiden Prabowo Subianto, menjadi tonggak penting dalam transformasi ekonomi Indonesia. Dalam sambutannya, Presiden Prabowo menegaskan bahwa Danantara bukan hanya sekadar lembaga pengelola investasi, tetapi juga sebuah instrumen pembangunan nasional yang diharapkan bisa mengubah cara Indonesia mengelola kekayaan alam dan sumber daya yang dimiliki.

“Jangan salah, apa yang kita luncurkan hari ini bukan cuma dana investasi, melainkan instrumen alat pembangunan nasional yang harus bisa mengubah cara kita mengelola kekayaan bangsa demi kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia,” ujar Prabowo dalam acara yang digelar pada Selasa (25/2/2025).

Dengan nilai aset yang sangat besar, Danantara diproyeksikan menjadi sovereign wealth fund terbesar di dunia. Dana yang sebelumnya terhambat oleh inefisiensi, korupsi, dan pengelolaan yang tidak tepat sasaran kini akan dialokasikan ke dalam proyek-proyek strategis nasional. Fokus utama Danantara adalah pada industrialisasi dan hilirisasi, yang diharapkan dapat meningkatkan daya saing Indonesia di kancah global.

Presiden Prabowo mengungkapkan bahwa dalam 100 hari pertama masa pemerintahannya, lebih dari Rp300 triliun (setara hampir 20 miliar dolar AS) telah berhasil diamankan untuk dikelola oleh Danantara. Dana ini akan digunakan untuk investasi pada lebih dari 20 proyek nasional yang berfokus pada pembangunan industri, peningkatan nilai tambah, serta penciptaan lapangan kerja berkualitas.

“Proyek-proyek yang berdampak tinggi akan menciptakan nilai tambah yang signifikan untuk bangsa kita, menciptakan manfaat nyata, lapangan kerja yang bermutu, dan kemakmuran yang berjangka panjang bagi masyarakat Indonesia,” jelas Prabowo.

Peluncuran Danantara juga menegaskan komitmen pemerintah untuk mengubah paradigma ekonomi Indonesia. Pemerintah ingin menghentikan ketergantungan pada ekspor bahan mentah, dan beralih menjadi negara industri yang mengolah sumber daya alam untuk meningkatkan daya saing global.

“Kita tidak mau menjual lagi sumber daya alam kita murah. Kita tidak mau menjadi sumber raw material bagi negara lain, kita bertekad menjadi negara maju,” tambah Prabowo.

Sebagai bagian dari langkah ini, Danantara akan mengelola aset-aset strategis yang dimiliki oleh tujuh BUMN besar yang memiliki peran penting dalam berbagai sektor industri. BUMN-BUMN tersebut meliputi:

  1. PT Bank Mandiri (Persero) Tbk
  2. PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk
  3. PT PLN (Persero)
  4. PT Pertamina (Persero)
  5. PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk
  6. PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk
  7. Mining Industry Indonesia (MIND ID)

Dengan pengelolaan yang hati-hati dan transparan, Danantara diharapkan dapat menjadi kekuatan ekonomi masa depan Indonesia yang berorientasi pada keberlanjutan dan kesejahteraan rakyat. Dalam kesempatan itu, Prabowo juga mengingatkan bahwa prinsip kehati-hatian dan transparansi harus dijunjung tinggi agar Danantara bisa memberi manfaat jangka panjang bagi seluruh rakyat Indonesia.

“Dengan keyakinan ini, mari kita bergerak bersama, bersatu dalam tujuan, teguh dalam tekad, dan yakin bahwa pencapaian terbesar Indonesia masih ada di depan kita. Percayalah, Indonesia akan capai cita-citanya, kita akan menjadi negara maju, negara makmur, negara terhormat,” tutup Prabowo.

Dengan peluncuran Danantara, Indonesia memulai perjalanan baru untuk mengelola dan mengoptimalkan potensi ekonominya, menandai babak baru dalam transformasi ekonomi yang lebih berkelanjutan dan berdaya saing  tinggi. (alf)

Presiden Prabowo  Targetkan Rasio Penerimaan Negara Setara Negara ASEAN

IKPI, Jakarta: Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, mengumumkan rencana peluncuran program baru yang bertujuan untuk meningkatkan rasio penerimaan negara. Program ini dirancang untuk membawa rasio penerimaan negara Indonesia ke level yang setara dengan negara-negara di kawasan Asia Tenggara.

Utusan Khusus Presiden Bidang Iklim dan Energi, Hashim Djojohadikusumo, menjelaskan bahwa program ini akan dipimpin oleh Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Anggito Abimanyu. Namun, Hashim belum memberikan rincian lebih lanjut mengenai langkah-langkah konkret dalam program tersebut.

“Ini ada satu hal baru, yaitu program peningkatan revenue ratio kita. Program ini dipimpin Pak Anggito,” ujar Hashim Djojohadikusumo dikutip dari CNBC Economic Outlook 2025, Kamis (27/2/2025).

Target Peningkatan Rasio Penerimaan Negara

Hashim menambahkan, target awal dari program ini adalah meningkatkan rasio penerimaan negara hingga mencapai 18 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB), yang setara dengan negara Kamboja. Dalam jangka panjang, pemerintah menargetkan untuk mencapai rasio penerimaan negara sebesar 23 persen dari PDB, seperti yang tercatat di Vietnam.

“Setelah bertemu dengan pihak Bank Dunia sebanyak tujuh kali, kami merasa sangat mungkin Indonesia dapat mencapai level 18 persen, seperti Kamboja,” ujar Hashim.

Peningkatan rasio penerimaan negara ini diharapkan akan mendatangkan tambahan pendapatan signifikan bagi negara. Hashim menegaskan bahwa jika Indonesia mencapai rasio 18 persen, tambahan penerimaan negara bisa mencapai sekitar 60 miliar dolar AS atau sekitar Rp900 triliun per tahun.

Pencapaian Rasio Pajak Indonesia 2024

Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga memberikan gambaran tentang perkembangan rasio pajak Indonesia. Pada Oktober 2024, rasio pajak Indonesia tercatat mencapai 10,02 persen. Angka ini sedikit lebih rendah dibandingkan dengan rasio pajak pada tahun 2023 yang mencapai 10,31 persen.

Meski demikian, capaian ini masih berada dalam kisaran target yang ditetapkan pemerintah, yaitu sekitar 9,92 persen hingga 10,2 persen pada 2024.

“Meskipun ada sedikit penurunan, rasio pajak tahun ini masih sesuai dengan proyeksi dan target yang telah ditentukan dalam APBN 2024,” ujar Sri Mulyani dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR RI pada November 2024.

Sampai akhir tahun 2024, realisasi penerimaan pajak tercatat mencapai Rp1.932,4 triliun, atau sekitar 97,2 persen dari target penerimaan pajak yang tercatat dalam APBN 2024, yang sebesar Rp1.988,9 triliun. Hal ini menunjukkan peningkatan 3,5 persen dibandingkan dengan tahun 2023.

Harapan dan Prospek

Dengan adanya program baru ini, pemerintah berharap dapat mempercepat peningkatan rasio penerimaan negara, yang akan memperkuat ketahanan fiskal Indonesia di masa depan. Peningkatan penerimaan negara diharapkan dapat memberikan ruang lebih besar untuk pembangunan infrastruktur, peningkatan kualitas pendidikan, serta penyediaan layanan publik yang lebih baik.

Program ini, yang dipimpin oleh Wamenkeu Anggito Abimanyu, menjadi salah satu langkah strategis dalam menciptakan stabilitas ekonomi Indonesia di tengah tantangan global yang semakin dinamis. (alf)

Kanwil DJP Jakarta Khusus dan APAB Gelar Webinar Edukasi Perpajakan untuk Warga Negara Asing

IKPI, Jakarta:  Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus (Kanwil DJP Jaksus) berkolaborasi dengan Aliansi Pelangi Antar Bangsa (APAB) menggelar webinar bertajuk “Edukasi Perpajakan bagi Warga Negara Asing (WNA)”. Acara ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman mengenai kewajiban perpajakan bagi WNA yang menetap dan berusaha di Indonesia.

Webinar yang diselenggarakan pada Kamis (27/2/2025) menghadirkan sejumlah pembicara penting, antara lain Kepala Bidang Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (P2Humas) Kanwil DJP Jaksus, Ani Natalia; Penyuluh Pajak Ahli Madya Kanwil DJP Jaksus, Dendi Amrin; serta Ketua APAB, Nia Schumacher.

Nia Schumacher, Ketua APAB, dalam sambutannya menyampaikan bahwa organisasi yang didirikannya pada September 2022 bertujuan untuk memperjuangkan hak-hak anak, istri, dan suami dalam keluarga perkawinan campur, terutama yang sering menghadapi kesulitan terkait regulasi di Indonesia, termasuk dalam bidang perpajakan. “Webinar ini diadakan untuk memberikan pemahaman lebih dalam tentang kewajiban perpajakan bagi WNA yang tinggal di Indonesia,” ujarnya.

Ani Natalia, yang juga Ketua Perkumpulan Srikandi Mixed Marriage, menyampaikan apresiasi kepada APAB atas upayanya memperjuangkan hak anggota keluarga perkawinan campur. Dalam kesempatan ini, Ani menekankan pentingnya pemahaman mengenai status subjek pajak bagi WNA sebelum menjalankan kewajiban perpajakan. “Apakah WNA tersebut merupakan subjek pajak luar negeri atau subjek pajak dalam negeri, karena hal ini akan menentukan kewajiban perpajakan yang harus dilaksanakan,” jelas Ani.

Dalam konteks pernikahan campur, Ani juga menyoroti tren perjanjian pra-nikah (prenuptial agreement) yang semakin banyak dilakukan oleh pasangan WNA dan WNI. Hal ini berimplikasi pada pemisahan hak dan kewajiban, terutama terkait aset dan pajak. “Pemisahan hak dan kewajiban ini dapat memengaruhi kewajiban perpajakan yang perlu dijalankan secara terpisah,” tambahnya.

Sementara itu, Dendi Amrin, Penyuluh Pajak Ahli Madya Kanwil DJP Jaksus, menjelaskan mengenai kewajiban perpajakan bagi WNA yang berstatus sebagai Subjek Pajak Dalam Negeri (SPDN). Berdasarkan Pasal 2 UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, seorang WNA akan dianggap sebagai SPDN jika telah tinggal di Indonesia lebih dari 183 hari dalam 12 bulan terakhir.

Dendi menguraikan beberapa konsekuensi bagi WNA yang menjadi SPDN, antara lain: pertama, pengenaan pajak berdasarkan penghasilan neto; kedua, kewajiban melaporkan seluruh penghasilan, baik yang bersumber dari dalam negeri maupun luar negeri; ketiga, pengenaan pajak berdasarkan tarif Pasal 21 UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP); dan keempat, kewajiban untuk melaporkan pajaknya melalui Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan.

Webinar ini diharapkan dapat memberikan edukasi yang lebih baik kepada WNA di Indonesia mengenai kewajiban perpajakan mereka, serta mendorong peningkatan kepatuhan pajak di kalangan mereka. Kanwil DJP Jaksus dan APAB berkomitmen untuk terus memberikan edukasi dan pendampingan agar warga negara asing di Indonesia dapat memahami dan memenuhi kewajiban perpajakan mereka secara tepat. (alf)

iPhone 16 Mulai Bisa Dibeli di Indonesia Secara Impor, Ini Aturan Bea Masuk dan Pajaknya

IKPI, Jakarta: Meskipun iPhone 16 keluaran Apple belum tersedia secara resmi di Indonesia, masyarakat tetap bisa membelinya melalui jalur impor dari luar negeri. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memberikan penegasan bahwa pembelian iPhone 16 untuk kebutuhan pribadi diperbolehkan tanpa ada pembatasan khusus.

Kepala Subdirektorat Impor, Direktorat Teknis Kepabeanan DJBC Chotibul Umam, menjelaskan bahwa iPhone 16 yang dibeli untuk penggunaan pribadi tidak akan dikenakan pembatasan impor. Namun, jika ada indikasi barang tersebut dijual kembali, maka pihak berwenang tidak akan memproses pengirimannya.

“Kalau terbukti bukan untuk tujuan pribadi, maka barang tersebut tidak akan diproses lebih lanjut. Sebagai contoh, jika ada orang yang membeli satu unit iPhone di luar negeri, lalu terus-menerus membawa dan menjualnya, pihak Bea Cukai sudah memiliki profil untuk penumpang tersebut,” ujar Chotibul dalam acara Media Briefing pada Kamis (27/2/2025).

Aturan Bea Masuk dan Pajak Terbaru

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 4 Tahun 2025 yang mulai berlaku pada 5 Maret 2025, pembelian iPhone 16 dari luar negeri tetap akan dikenakan tarif bea masuk dan pajak. Berikut adalah rinciannya:

1. Jika Dibawa sebagai Barang Bawaan Penumpang:
– Bea masuk: 10%
– PPN: 11%
– PPh: 10% jika memiliki NPWP, atau 20% jika tidak memiliki NPWP.

Harga iPhone 16 sendiri saat ini dibanderol mulai dari US$ 799 hingga US$ 1.599. Semakin tinggi harga barang, semakin tinggi pula pajak yang dikenakan.

2. Jika Dikirim Melalui Jasa Ekspedisi:
– Bea masuk: 7,5%
– PPh tidak dikenakan jika harga barang di bawah FOB (Free on Board) US$ 1.500. Namun, jika harga barang melebihi batas tersebut, pajak tambahan akan dikenakan sesuai ketentuan yang berlaku.

Kapan iPhone 16 Resmi Dijual di Indonesia?

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita sebelumnya menyebutkan bahwa kewajiban Apple terhadap pemerintah Indonesia sudah dipenuhi. Dengan tercapainya kesepakatan mengenai nilai investasi, iPhone 16 diperkirakan akan segera dijual secara resmi di Indonesia sebelum Lebaran 2025.

“Proses perundingan memang tidak mudah dan cukup alot, karena kedua belah pihak berusaha menjaga kepentingan masing-masing. Namun, dengan adanya MoU dan kesepakatan nilai investasi, Apple siap segera memasukkan iPhone 16 ke pasar Indonesia,” ujar Agus dalam konferensi pers di Kementerian Perindustrian pada Rabu (26/2/2025).

Dengan adanya aturan terbaru dan kesepakatan yang tercapai, konsumen di Indonesia bisa lebih mudah mendapatkan iPhone 16, baik melalui jalur impor pribadi maupun pembelian resmi dari Apple dalam waktu dekat.(alf)

Ekonom Soroti Tantangan dan Solusi Alternatif Capaian Target Penerimaan Pajak 2025

IKPI, Jakarta: Pemerintah Indonesia telah menetapkan target penerimaan pajak untuk tahun 2025 sebesar 2.189,3 triliun rupiah, yang mencatatkan kenaikan sekitar 13,29% dari realisasi penerimaan tahun 2024. Meskipun target tersebut setara dengan 9% dari Produk Domestik Bruto (PDB), tantangan besar dihadapi oleh pemerintah mengingat realisasi penerimaan pajak pada 2024 hanya tercapai 97,2% dari target yang ditetapkan.

Ekonom Universitas Gajah Mada (UGM) Rijadh Djatu Winardi, menilai pencapaian target tersebut bukanlah tugas yang mudah. Ia mengungkapkan bahwa ada beberapa faktor yang dapat menghambat penerimaan pajak, salah satunya adalah potensi penurunan daya beli masyarakat. “Jika daya beli masyarakat melemah, ini akan berdampak pada konsumsi dan akhirnya mempengaruhi penerimaan pajak dari sektor konsumsi,” ungkapnya seperti ikutip dari website resmi UGM, Kamis (27/2/2025).

Rijadh juga menyoroti ketidakpercayaan publik terhadap pemerintah yang semakin mengemuka belakangan ini, yang dapat mempengaruhi kepatuhan wajib pajak. Hal ini, menurutnya, menjadi tantangan tambahan bagi pemerintah dalam meningkatkan penerimaan pajak. “Pemerintah perlu bekerja keras dan menerapkan strategi yang tepat untuk mencapai target tersebut,” jelasnya.

Selain itu, ekonom yang juga memiliki gelar CFE (Certified Fraud Examiner) ini menyebutkan bahwa sistem perpajakan baru Indonesia, yakni Inti Administrasi Perpajakan (SIAP) atau Core Tax Administration System (Coretax), menjadi salah satu hambatan yang harus segera diatasi. Meskipun bertujuan untuk memperbaiki kesenjangan pajak dan manajemen basis data perpajakan, sejak diluncurkan pada Januari 2025, Coretax menghadapi banyak keluhan terkait kapasitas dan arsitektur sistem yang belum optimal. “Infrastruktur servernya belum mampu menangani volume data yang tinggi, menyebabkan gangguan layanan saat transaksi perpajakan melonjak,” ujarnya.

Rijadh menambahkan bahwa meskipun Singapura berhasil menjalankan sistem serupa dengan MyTax IRAS sejak 2007, perbedaan skala antara kedua negara menyebabkan Indonesia menghadapi tantangan teknis yang lebih besar. “Singapura lebih matang dalam mengelola sistem ini, sementara Indonesia masih perlu banyak perbaikan agar Coretax dapat berjalan dengan lancar,” ujarnya.

Di sisi lain, Rijadh juga menyoroti batalnya rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% pada tahun 2025. Meskipun kenaikan PPN diharapkan dapat mendongkrak penerimaan negara, ia mengkhawatirkan dampaknya terhadap inflasi dan daya beli masyarakat, terutama kalangan menengah ke bawah. “Kenaikan PPN dapat memicu inflasi, yang pada akhirnya menurunkan daya beli masyarakat,” katanya.

Namun, Rijadh melihat ada langkah positif lainnya, seperti penerapan Tarif Efektif Rata-Rata (TER) untuk penghitungan Pajak Penghasilan (PPh 21), yang dapat mempermudah administrasi pajak bagi karyawan dan berpotensi mendorong kepatuhan pajak.

Rijadh juga memperingatkan bahwa meskipun masih terlalu dini untuk menilai dampak penurunan penerimaan pajak terhadap perekonomian nasional, jika target tidak tercapai secara signifikan, maka bisa berdampak pada peningkatan defisit anggaran, penurunan belanja pemerintah, serta risiko ketidakstabilan ekonomi. “Jika penerimaan pajak berkurang, maka pemerintah mungkin akan terpaksa meningkatkan utang, yang pada gilirannya dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi,” ujarnya.

Sebagai solusi alternatif, Rijadh mengusulkan beberapa sumber penerimaan pajak yang dapat dijajaki oleh pemerintah, salah satunya adalah pajak kekayaan yang dikenakan pada nilai aset individu. Negara lain yang sudah menerapkan pajak ini, umumnya mengenakan tarif di bawah 3,5%. Selain itu, optimalisasi pajak produksi batu bara dan penerapan pajak windfall (pajak atas keuntungan tak terduga) juga bisa menjadi opsi. “Pajak windfall dapat diterapkan pada keuntungan besar yang diperoleh dari lonjakan harga komoditas, seperti yang diterapkan Inggris pada sektor energi tahun lalu,” jelasnya.

Meski begitu, Rijadh menekankan bahwa segala alternatif penerimaan ini membutuhkan kajian yang matang, kebijakan yang cermat, dan political will yang kuat.

Meskipun target penerimaan pajak yang tinggi pada tahun 2025 merupakan tantangan besar, Rijadh mengajak masyarakat untuk tetap optimis. Ia percaya bahwa pemerintah telah mempertimbangkan berbagai strategi seperti intensifikasi dan ekstensifikasi pajak, serta perbaikan administrasi perpajakan untuk mencapai target tersebut. “Penting bagi kita semua untuk mendukung pemerintah dalam upaya ini, karena dengan penerimaan pajak yang kuat, pemerintah dapat memiliki sumber daya yang cukup untuk pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” tutup Rijadh.(alf)

Ketum Vaudy Starworld dan Jajaran Pengurus IKPI Kunjungi Kantor Pengda Kalimantan

IKPI, Kalimantan: Ketua Umum (Ketum) Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Vaudy Starworld, bersama jajaran Pengurus Pusat, Ketua IKPI Pengda Sumatera Bagian Selatan (SumbagSel) dan Ketua Pengda Sumatera Bagian Tengah (SumbaTeng) melakukan kunjungan kerja ke kantor secretariat Pengda Kalimantan di Pontianak, Kamis (27/2/2025). Kunjungan ini merupakan bagian dari komitmen ketua umum untuk mempererat hubungan antar pengurus daerah, pengurus cabang untuk meningkatkan koordinasi dalam rangka mendukung profesionalisme anggota IKPI di seluruh Indonesia.

Dalam kunjungannya, Vaudy yang didampingi oleh sejumlah pengurus pusat IKPI yakni Wakil Ketua Umum Jetty, Sekretaris Umum Associate Proffesor Edy Gunawan, Ketua Departemen Pengembangan Organisasi Nuryadin, Ketua Departemen Hubungan Internasional Tjhai Fun Njit, dan Ketua Departemen Hubungan Masyarakat Jemmi Sutiono, membahas langkah-langkah strategis untuk terus mengembangkan IKPI khususnya di wilayah Kalimantan.

Ketua Umum Vaudy juga di dampingi Ketua Pengda SumbagSel Nurlena dan Ketua Pengda SumbagTeng Lilisen. Kunjungan ini mendapat sambutan hangat dari Ketua Pengda Kalimantan Tjang Kian On, yang turut memaparkan berbagai inisiatif dan program kerja yang sedang berjalan di wilayahnya.

Vaudy mengungkapkan bahwa kunjungan ini bertujuan untuk memperkuat komunikasi dan membangun sinergi antar pengurus daerah, serta menggali potensi-potensi daerah yang dapat berkontribusi dalam pengembangan IKPI di masa depan. “Kami sangat mendukung upaya Pengda Kalimantan dalam mengembangkan kompetensi konsultan pajak di wilayah ini. Dengan adanya sinergi yang lebih kuat antar pengurus, kami berharap IKPI dapat semakin berperan dalam peningkatan kualitas dan pelayanan jasa konsultasi pajak di seluruh Indonesia,” ujarnya.

Selama kunjungan, sejumlah pembahasan penting juga dilakukan terkait pengembangan program pelatihan, peningkatan kapasitas profesional konsultan pajak, serta kolaborasi dengan instansi terkait dalam rangka mendukung kebijakan perpajakan yang lebih baik. Selain itu, Vaudy juga mengapresiasi semangat dan dedikasi para konsultan pajak di Kalimantan, yang telah aktif dalam berbagai kegiatan yang berfokus pada pemberdayaan masyarakat dan dunia usaha.

Kunjungan ini diharapkan dapat menjadi langkah positif dalam memperkuat jaringan komunikasi antar daerah, sekaligus membuka peluang bagi peningkatan kualitas pelayanan dan kontribusi IKPI dalam dunia perpajakan Indonesia.(bl)

Ketum Vaudy Starworld Apresiasi Keberhasilan Pengda dan Pengcab Hadirkan Peserta Umum di Kegiatan Seminar

IKPI, Jakarta: Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Vaudy Starworld, memberikan apresiasi yang tinggi kepada Pengda dan Pengcab yang berhasil menyelenggarakan kegiatan seminar dengan menghadirkan banyak peserta umum sepanjang tahun 2025. Saat ini, kegiatan dengan menghadirkan peserta umum terbanyak di raih Pengda Kalimantan dengan 138 peserta, selanjutnya disusul dengan Pencab Padang dengan 127 peserta.

Menurut Vaudy, kegiatan PPL IKPI ini menjadi bukti bahwa asosiasi ini semakin terus berkembang dan dikenal luas, tidak hanya oleh para profesional pajak, namun juga oleh masyarakat umum yang membutuhkan pemahaman lebih dalam mengenai pajak.

Ia mengungkapkan rasa bangga dan terima kasih kepada seluruh Pengda (Pengurus Daerah) dan Pengcab (Pengurus Cabang) yang telah bekerja keras untuk menyelenggarakan seminar-seminar ini. “Kami sangat mengapresiasi upaya dan komitmen dari seluruh Pengda dan Pengcab yang telah berhasil mengundang banyak peserta umum dalam seminar yang mereka selenggarakan. Ini menunjukkan tingginya minat masyarakat terhadap isu perpajakan dan pentingnya edukasi pajak untuk masyarakat luas,” ujar Vaudy, Kamis (27/2/2025).

Sebagai bagian dari IKPI, yang memiliki tujuan untuk meningkatkan pemahaman dan pengetahuan perpajakan di seluruh Indonesia, seminar-seminar yang diselenggarakan oleh berbagai cabang dan daerah di tahun 2025 ini telah menunjukkan hasil yang menggembirakan. Berikut adalah daftar pengda dan pengcab dengan jumlah peserta terbanyak pada seminar yang telah diadakan:

1. Pengda SumbagSel : 108 peserta
2. Pengda SumbagTeng : 120 peserta
3. Pengda Kalimantan : 138 peserta
4. Pengcab Padang : 127 peserta
5. Pengcab Pekanbaru : Sekitar 80 peserta
6. Pengcab Makassar : Jumlah belum disebutkan
7. Pengcab Surakarta : 24 peserta

Pengda Kalimantan, yang menduduki posisi teratas dalam daftar tersebut, menjadi sorotan utama. Dengan jumlah peserta yang mencapai 138 orang, seminar ini mencatatkan angka tertinggi di antara seminar lainnya. Keberhasilan ini tentunya tidak lepas dari upaya besar yang dilakukan oleh Pengda Kalimantan yang menjadi bagian dari penyelenggaraan seminar di wilayah tersebut.

Seminar sebagai Sarana Edukasi Pajak kepada Masyarakat

Vaudy juga menjelaskan bahwa seminar-seminar tersebut bukan hanya sekedar ajang berkumpul bagi para profesional, tetapi lebih kepada upaya untuk mengedukasi masyarakat luas mengenai pentingnya pajak dan bagaimana pajak berperan dalam pembangunan negara. “Pajak bukan hanya urusan para konsultan pajak atau pihak-pihak terkait. Pajak adalah tanggung jawab kita semua sebagai warga negara. Dengan edukasi yang tepat, kami berharap masyarakat bisa lebih memahami kewajiban perpajakan dan peranannya dalam memajukan ekonomi Indonesia,” kata Vaudy.

Menurutnya, penyelenggaraan seminar di berbagai wilayah Indonesia ini merupakan bagian dari komitmen IKPI untuk terus memperluas wawasan perpajakan kepada masyarakat umum. Berbagai topik yang dibahas dalam seminar mencakup kebijakan perpajakan terbaru, strategi pengelolaan pajak yang efektif, hingga perubahan-perubahan yang terjadi dalam dunia perpajakan yang perlu diwaspadai oleh wajib pajak.

Meskipun beberapa daerah telah menunjukkan keberhasilan yang luar biasa, Vaudy juga mengingatkan pentingnya terus berinovasi dan meningkatkan kualitas seminar-seminar yang akan datang. “Kami berharap agar ke depan, setiap seminar tidak hanya fokus pada jumlah peserta, tetapi juga pada kualitas materi dan interaksi yang terjalin antara pemateri dan peserta. Hal ini penting agar ilmu yang didapatkan benar-benar aplikatif dan dapat diterapkan di kehidupan sehari-hari, baik oleh pelaku usaha maupun masyarakat umum,” ujarnya.

Selain itu, Vaudy juga menekankan pentingnya kolaborasi antara pengda, pengcab, dan para konsultan pajak untuk terus memperkuat jaringan dan memberikan dukungan penuh terhadap perkembangan pendidikan perpajakan di Indonesia. “IKPI adalah wadah yang tidak hanya menjadi rumah bagi para konsultan pajak, tetapi juga menjadi mitra dalam mengedukasi masyarakat. Ke depan, kami akan terus mendorong agar lebih banyak lagi seminar-seminar yang dapat mengundang partisipasi masyarakat luas,” kata Vaudy. (bl)

DPR Dorong Penerapan Pajak Kunjungan untuk Wisatawan Asing

IKPI, Jakarta: Komisi VII DPR mengusulkan agar Rancangan Undang-Undang (RUU) Kepariwisataan yang tengah dibahas, mengatur penerapan pajak terhadap wisatawan asing (WNA) yang berkunjung ke Indonesia. Langkah ini diambil untuk meningkatkan pendapatan negara melalui sektor pariwisata.

Ketua Komisi VII DPR Saleh Partaonan Daulay, menekankan bahwa pengenaan pajak bagi wisatawan asing merupakan salah satu fokus utama dalam pembahasan RUU Kepariwisataan. “Dengan adanya pajak ini, kita ingin agar orang asing yang datang ke Bali atau destinasi wisata lainnya, tidak hanya menikmati fasilitas secara gratis, tapi juga memberikan kontribusi terhadap pendapatan negara,” ujar Saleh, dalam konferensi pers pada Selasa (25/2/2025).

Saleh menambahkan, pajak tersebut akan dihitung berdasarkan ketentuan yang disesuaikan dengan jumlah wisatawan dan destinasi yang mereka kunjungi. Dia menyebutkan, tujuan utama dari langkah ini adalah untuk memperbaiki potensi pendapatan yang saat ini belum maksimal, mengingat banyak wisatawan asing yang datang dengan anggaran terbatas dan tidak membawa dampak signifikan terhadap ekonomi Indonesia.

Selain itu, Komisi VII juga mendorong pengembangan pariwisata di daerah-daerah pedesaan, atau yang dikenal dengan istilah desa wisata. “Pengembangan desa wisata akan memberikan dampak langsung terhadap perekonomian masyarakat lokal, sekaligus meningkatkan kesadaran masyarakat akan potensi ekonomi yang ada di sektor pariwisata,” jelas Saleh. Dengan demikian, diharapkan sektor pariwisata dapat memberi manfaat yang lebih merata, khususnya bagi daerah-daerah yang belum terjamah oleh pariwisata massal.

Dia juga menambahkan, Indonesia perlu mengejar ketertinggalan sektor pariwisata dengan negara-negara ASEAN lainnya, seperti Thailand, yang sudah lebih dulu mengembangkan sektor ini. “Kita harus bisa mengejar ketertinggalan itu,” tuturnya.

Lebih lanjut, Saleh berharap sektor pariwisata Indonesia dapat menjadi alat diplomasi budaya di tingkat internasional. “Pariwisata bisa menjadi cara untuk memperkenalkan ciri khas dan identitas Indonesia di dunia internasional, bahkan melalui kedutaan besar Indonesia yang ada di luar negeri,” ungkapnya.

Namun, ia menyadari bahwa ide menjadikan pariwisata sebagai bagian dari diplomasi budaya ini masih memerlukan pengkajian lebih lanjut, karena hingga saat ini, Kementerian Luar Negeri belum sepenuhnya mendukung gagasan tersebut. “Kami sedang mencari cara dan kalimat yang tepat untuk merumuskan tugas ini,” kata Saleh menutup.

Penerapan pajak bagi wisatawan asing dan pengembangan desa wisata diharapkan dapat memperkuat sektor pariwisata Indonesia, yang berpotensi mendongkrak perekonomian dan memperkenalkan keindahan serta budaya Indonesia ke mata dunia. (alf)

id_ID