Afrika Selatan Batalkan Kenaikan PPN, Fokus pada Belanja Sosial dan Pertumbuhan Ekonomi

IKPI, Jakarta: Pemerintah Afrika Selatan resmi membatalkan rencana kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dalam postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025/2026. Keputusan ini diumumkan setelah mendapat penolakan luas dari masyarakat dan berbagai fraksi politik di parlemen.

Menteri Keuangan Enoch Godongwana menyampaikan versi final rancangan anggaran kepada parlemen pada 21 Mei 2025, tanpa mencantumkan skema kenaikan PPN yang sempat diusulkan sebelumnya. Dalam konferensi pers yang dikutip Jumat (30/5), Godongwana menegaskan bahwa tarif PPN akan tetap berada di angka 15%.

“Keputusan ini merupakan bukti nyata bahwa kami mendengarkan aspirasi publik serta masukan dari seluruh spektrum politik di parlemen,” ujar Godongwana.

Sebelumnya, pemerintah sempat mengusulkan kenaikan PPN secara bertahap menjadi 16% hingga tahun fiskal 2026/2027, yang menimbulkan perdebatan panjang dan membuat pembahasan APBN molor sejak Februari.

Dalam postur terbaru, pemerintah mengubah pendekatan fiskalnya: fokus diarahkan pada penguatan belanja sosial, pembangunan infrastruktur, dan stabilisasi ekonomi. Meski tarif PPN tidak naik, pemerintah tetap akan melakukan penyesuaian tarif pajak bahan bakar untuk mengikuti tingkat inflasi.

Pertumbuhan ekonomi Afrika Selatan diproyeksikan melambat dari sebelumnya 1,9% menjadi 1,4% pada 2025. Meski demikian, pemerintah optimistis angka ini akan pulih secara bertahap, mencapai 1,6% pada 2026 dan 1,8% pada 2027.

APBN 2025/2026 juga dirancang untuk menjaga keseimbangan fiskal, dengan target pendapatan negara tumbuh lebih cepat daripada belanja. Rasio utang terhadap PDB diperkirakan akan stabil di 77,4%, sedikit lebih tinggi dibandingkan proyeksi awal sebesar 76,2%.

“Kami menyusun anggaran yang berpihak pada rakyat, memperkuat fondasi sosial, dan mendukung keberlanjutan ekonomi jangka panjang,” tambah Godongwana.

Dengan pembatalan kenaikan PPN ini, pemerintah Afrika Selatan menunjukkan keseriusannya dalam merespons tekanan publik sembari tetap menjaga arah pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan. (alf)

 

 

 

 

 

Ketua Umum IKPI: Jadikan Waisak Momentum Perkuat Integritas dan Kebhinekaan Konsultan Pajak

IKPI, Jakarta: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) memperingati Hari Tri Suci Waisak 2569 BE / 2025 M di Vihara Hemadhiro Mettavati, Kapuk, Cengkareng, Jakarta Barat, Jumat (30/5/2025). Acara ini dihadiri oleh para Bhikkhu Sangha, serta anggota IKPI dari berbagai daerah yang bergabung secara langsung maupun daring.

Ketua Umum IKPI, Vaudy Starworld, dalam sambutannya menekankan pentingnya menjadikan nilai-nilai Waisak sebagai pedoman dalam praktik profesional dan kehidupan berbangsa.

“Waisak mengingatkan kita pada tiga peristiwa agung dalam kehidupan Guru Agung Buddha Gautama kelahiran, pencerahan, dan parinibbana. Nilai kesadaran diri, kebijaksanaan, dan welas asih dari ajaran ini sangat relevan bagi kita semua, termasuk dalam menjalani profesi sebagai konsultan pajak,” ujar Vaudy.

Vaudy menegaskan bahwa integritas, kehati-hatian, dan keberpihakan pada kebenaran harus menjadi fondasi dalam setiap langkah profesional. Ia mengajak seluruh anggota IKPI untuk terus menyinari praktik perpajakan dengan kejujuran dan etika, serta turut mengambil peran dalam pembangunan nasional.

“Pajak yang dikelola secara transparan dan adil bukan hanya instrumen fiskal, tetapi kekuatan besar untuk menyejahterakan rakyat. Di sinilah peran kami sebagai konsultan pajak sangat strategis melalui edukasi, pendampingan, dan penguatan kepatuhan,” lanjutnya.

Tak hanya bicara profesionalisme, ia juga menekankan pentingnya menjaga toleransi dan memperkuat kebhinekaan sebagai kekayaan bangsa. Dalam suasana perayaan lintas iman tersebut, ia meneguhkan kembali komitmen IKPI terhadap nilai-nilai Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika.

“Indonesia adalah rumah bagi keberagaman. Dalam semangat Waisak, kita diajak membangun jembatan kasih sayang, bukan tembok perpecahan. IKPI akan terus menjadi bagian dari kekuatan sosial yang menjunjung tinggi semangat gotong royong dan saling menghargai,” ujarnya.

Perayaan Waisak IKPI tahun ini menjadi momen refleksi sekaligus inspirasi, tidak hanya bagi umat Buddha, tetapi juga bagi seluruh insan profesi yang ingin menjadikan nilai kebajikan sebagai pijakan dalam berkarya dan melayani bangsa. (bl)

Penerimaan Pajak LTO Capai Rp169,6 Triliun Hingga April, Sejumlah Sektor Tunjukkan Tren Positif

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melalui Kantor Wilayah DJP Wajib Pajak Besar (Kanwil LTO) mencatatkan penerimaan neto sebesar Rp169,6 triliun hingga 30 April 2025. Angka tersebut baru mencapai 23,08% dari target yang dibebankan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 sebesar Rp734,714 triliun.

Kepala Kanwil LTO, Yunirwansyah, menjelaskan bahwa sebagian besar jenis pajak utama mengalami tekanan bila dibandingkan dengan capaian pada periode yang sama tahun lalu.

Sejumlah faktor menjadi penyebab, mulai dari penyesuaian Tax Effective Rate (TER), dinamika harga komoditas global, peningkatan jumlah Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak (SPMKP), hingga adanya relaksasi dalam pelaporan dan penyetoran SPT Masa PPN.

“Walau secara agregat terdapat penurunan, namun dari sisi sektoral, beberapa sektor strategis tetap menunjukkan performa yang menggembirakan,” ujar Yunirwansyah dalam pernyataannya, dikutip Jumat (30/5/2025).

Data menunjukkan bahwa sektor pertambangan dan penggalian mencatatkan pertumbuhan sebesar 6,77% secara tahunan (year-on-year/YoY), sementara sektor pengadaan listrik, gas, dan uap melonjak 20,98% YoY. Sektor pengangkutan dan pergudangan tumbuh 23,15% YoY, dan sektor konstruksi melesat tajam hingga 141,54% YoY.

Dalam arahannya kepada para pegawai, Yunirwansyah menegaskan pentingnya menjaga ritme kerja dan terus mengoptimalkan strategi pengamanan penerimaan, sejalan dengan panduan dari Kantor Pusat DJP. Ia juga menekankan peran vital Komite Kepatuhan dalam memastikan ketaatan dan efektivitas pengawasan.

Sebagai informasi, Kanwil DJP Wajib Pajak Besar atau dikenal juga sebagai LTO, merupakan unit strategis yang menangani kelompok wajib pajak skala besar. Fokus administrasinya terbatas pada dua jenis pajak, yaitu Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Struktur LTO terbagi dalam empat Kantor Pelayanan Pajak (KPP), masing-masing menangani sektor berbeda:

• KPP LTO Satu: Melayani sektor pertambangan, jasa penunjang tambang, perbankan, dan jasa keuangan.

• KPP LTO Dua: Mengelola industri besar, sektor perdagangan, serta jasa umum.

• KPP LTO Tiga: Fokus pada perusahaan milik negara (BUMN) di sektor industri dan perdagangan.

• KPP LTO Empat: Bertanggung jawab atas BUMN sektor jasa dan wajib pajak orang pribadi berskala besar.

Meskipun awal tahun ini penuh tantangan, DJP optimistis bahwa dengan sinergi dan langkah strategis yang tepat, target penerimaan akan tetap bisa dikejar secara bertahap. (alf)

Arifin Halim Ikut Kontribusi Terhadap Lahirnya UU HPP Melalui Naskah Akademik  

IKPI, Jakarta: Ketua Departemen Humas Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), Jemmi Sutiono, menegaskan bahwa Dr. Arifin Halim, S.E., S.H., M.H. layak diangkat menjadi Hakim Agung khusus pajak dari unsur profesi konsultan pajak. Menurutnya, Arifin tidak hanya berpengalaman sebagai praktisi, tetapi juga memiliki rekam jejak akademik yang kuat dan diakui secara luas.

Jemmi menjelaskan lebih lanjut bahwa Arifin telah menulis sejumlah kajian perpajakan, mulai dari skripsi, tesis, disertasi semua tentang pajak. Arifin juga menulis artikel dan jurnal yang berfokus pada isu perpajakan.

“Dua di antaranya adalah jurnal internasional yang ditulis sebagai bagian dari disertasi, termasuk kajian perbandingan kebijakan tax amnesty di berbagai negara seperti Amerika Serikat, Australia, dan Rusia. Kemudian Arifin juga menulis 4 (empat) artikel di IKPI”, ujar Jemmi, Jumat (30/5/2025).

Menurutnya, jurnal internasional dan artikelnya telah dikutip oleh berbagai pihak, oleh naskah akademik RUU HPP, akademisi, dan termasuk oleh Muh. Afdal Yanuar, dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dalam jurnal berjudul ”Rasionalitas dan Konsekuensi Pengaturan Tindak Pidana Pencucian Uang ke dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Baru”.

Salah satu jurnal internasional Arifin yang berjudul “The Penalty of Tax Amnesty In Indonesia (From The Perspective of Tax Expiry)”  bahkan telah dikutip dalam naskah akademik Rancangan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (RUU HPP), yang menjadi dasar penyusunan undang-undang tersebut.

“Ini menunjukkan kontribusi nyata Pak Arifin terhadap pengembangan hukum pajak di Indonesia,” ujar Jemmi.

Jurnal dan artikel Arifin di IKPI telah dijadikan rujukan oleh mahasiswa di berbagai kampus, seperti universitas di Salatiga, Mataram, Medan, Malang, dan Semarang. Ini bukti bahwa karyanya tidak hanya bermanfaat secara praktis, tapi juga akademis.

Selain jurnal dan artikel, Arifin juga berkontribusi dalam sebuah book chapter yang memuat ringkasan dari disertasinya tentang perpajakan dengan judul ”Reformulasi Pengaturan Sanksi Pajak Pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak (Tinjauan dari Perspektif Daluwarsa Pajak) dalam “Dinamika Hukum”. Meski hanya menulis satu bab, kontribusinya memperkaya literatur perpajakan nasional.

Berikut beberapa karya tulis Arifin dalam bidang pajak:

Jurnal Internasional:

1. The Urgency for the Implementation of Transition Norm “Lex Favor Reo” in the Imposition of Tax Sanction in Indonesia. (https://www.centerprode.com/ojls/ojls0302/coas.ojls.0302.07153h.pdf)

2. The Penalty of Tax Amnesty in Indonesia (From The Perspective of Tax Expiry). (http://www.jopafl.com/uploads/issue18/THE_PENALTY_OF_TAX_AMNESTY_IN_INDONESIA.pdf)

Artikel di IKPI:

1. Asas Lex Favor Reo/Transitoir Meningkatkan Kepastian Hukum Pajak. Link: https://ikpi.or.id/en/asas-lex-favor-reo-transitoir-meningkatkan-kepastian-hukum-pajak/

2. Kepastian Hukum dan Administrasi Perpajakan Meningkatkan Investor Berinvestasi di Indonesia. Link: https://ikpi.or.id/en/kepastian-hukum-dan-kesederhanaan-administrasi-perpajakan-meningkatkan-investor-berinvestasi-di-indonesia/

3. Potensi Multitafsir Keberlakuan UU Cipta Kerja Klaster Perpajakan di UU HPP. Link:

Potensi Multitafsir Keberlakuan UU Cipta Kerja Klaster Perpajakan di UU HPP

4. Menunggu Juklak BKP/JKP Tertentu yang Mendapat Fasilitas PPN Tidak Dipungut atau PPN Dibebaskan. Link: https://ikpi.or.id/en/menunggu-juklak-bkp-jkp-tertentu-yang-mendapat-fasilitas-ppn-tidak-dipungut-atau-ppn-dibebaskan/

Book Chapter:

Reformulasi Pengaturan Sanksi Pajak Pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak (Tinjauan dari Perspektif Daluwarsa Pajak) dalam “Dinamika Hukum”.

Menurut Jemmi, dengan kombinasi antara pengalaman praktik, kapasitas akademik, dan kontribusi nyata terhadap perkembangan hukum perpajakan di Indonesia, Arifin Halim merupakan sosok yang tepat untuk mengisi posisi Hakim Agung khusus pajak dari kalangan konsultan.

Sekadar informasi, tercatat ada 7 nama calon hakim agung (CHA) TUN khusus pajak yang dinyatakan Iulus seleksi kualitas oleh KY, salqh satunya adalah Arifin Halim. Selanjutnya para CHA yang lulus seleksi kualitas berhak mengikuti seleksi berikutnya, yakni seleksi kesehatan dan kepribadian.

Seleksi selanjutnya akan dilaksanakan di RSPAD Gatot Subroto pada 11-12 Juni 2025 serta tes psikologi secara daring pada 14 Juni 2025.

Adapun asesmen kepribadian dan kompetensi akan dilaksanakan secara daring pada 16-20 Juni 2025. (bl)

 

Industri Hotel Terpuruk, Apindo Minta Diskon Pajak dan Insentif bagi Pelancong

IKPI, Jakarta: Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta Widjaja Kamdani, mendorong pemerintah agar memberikan insentif pajak dan potongan harga bagi pelancong guna menyelamatkan industri perhotelan yang tengah terpuruk. Usulan ini disampaikan menyusul laporan anjloknya tingkat hunian hotel di berbagai daerah, terutama Jakarta.

“Angka menunjukkan hampir semua hotel mengalami penurunan okupansi. Ini bukan gejala sementara, tapi masalah serius yang perlu mendapat respons cepat dari pemerintah pusat maupun daerah,” ujar Shinta di Balai Agung, DKI Jakarta, Selasa (27/5/2025).

Menurut Shinta, lesunya bisnis perhotelan dipicu kombinasi rendahnya kunjungan wisatawan dan berkurangnya agenda-agenda pemerintah yang sebelumnya menjadi penopang okupansi. Ia menilai perlu adanya strategi yang lebih progresif, seperti diskon pajak hotel dan insentif finansial untuk menarik pelancong domestik.

“Bisnis perhotelan sangat bergantung pada keseimbangan supply dan demand. Ketika permintaan lemah, pemerintah harus masuk sebagai katalisator,” tegasnya.

Shinta juga menyoroti kebijakan efisiensi anggaran pemerintah yang membatasi penggunaan fasilitas hotel untuk rapat atau acara resmi, sehingga berdampak langsung pada pendapatan sektor perhotelan. Ia menyebut, saat ini pelaku usaha tengah menghadapi tekanan ganda: penurunan pengunjung dan beban pajak yang tetap tinggi.

“Kalau tidak ada relaksasi pajak, industri hotel bisa ambruk lebih dalam. Beban ini tidak bisa ditanggung pelaku usaha sendirian,” tambahnya.

Kondisi ini sejalan dengan hasil survei Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DKI Jakarta yang mencatat penurunan okupansi tertinggi datang dari segmen pemerintahan, mencapai 66,7 persen.

Ketua PHRI DKI, Sutrisno Iwanto, bahkan memperingatkan potensi pemutusan hubungan kerja (PHK) massal jika tidak ada intervensi kebijakan yang menyeluruh.

“Sebanyak 90 persen pengusaha mempertimbangkan mengurangi tenaga harian lepas. Sekitar 30 persen lainnya siap memangkas karyawan tetap. Ini bukan sekadar peringatan, tapi ancaman nyata,” kata Sutrisno, Senin (26/5/2025).

Ia menambahkan, industri hotel dan restoran merupakan penyumbang signifikan Pendapatan Asli Daerah (PAD) DKI Jakarta, dengan kontribusi sekitar 13 persen. Lebih dari 600 ribu tenaga kerja di sektor akomodasi dan kuliner menggantungkan hidupnya pada industri ini, berdasarkan data BPS 2023.

Sutrisno mengingatkan, jika krisis ini dibiarkan, efek domino akan terasa ke sektor-sektor lain, mulai dari UMKM, petani, hingga pelaku seni budaya yang selama ini menjadi bagian dari rantai pasok pariwisata dan perhotelan.

“Sudah waktunya pemerintah bertindak konkret. Kita butuh strategi pemulihan, bukan sekadar janji,” katanya. (alf)

 

DJP Kepri Gandeng UIB Edukasi Mahasiswa Soal Coretax

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kantor Wilayah Kepulauan Riau (Kepri) terus mendorong literasi perpajakan di kalangan generasi muda melalui edukasi langsung ke kampus. Terbaru, DJP Kepri menyelenggarakan kuliah umum di Universitas Internasional Batam (UIB) dengan tema “Coretax: Inovasi Sistem Perpajakan Berbasis Teknologi di Era Digital”.

Kegiatan yang berlangsung pada Rabu ini dihadiri oleh sekitar 80 mahasiswa lintas jurusan dan dibuka secara resmi oleh Kepala Bidang Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (P2Humas) DJP Kepri, Delfi Azraaf.

“Kita hidup di era digital di mana teknologi menjadi mitra utama dalam meningkatkan pelayanan publik, termasuk perpajakan. Coretax hadir sebagai sistem perpajakan terpadu yang dirancang untuk mempermudah urusan pajak bagi masyarakat,” kata Delfi, Rabu (28/5/2025).

Kuliah umum ini menjadi bagian dari rangkaian acara penandatanganan perpanjangan kerja sama Tax Center antara DJP Kepri dan UIB. Kerja sama tersebut bertujuan memperkuat peran perguruan tinggi dalam membangun budaya sadar pajak sejak di bangku kuliah.

Herman Eka Putra, Penyuluh Pajak Ahli Pertama Kanwil DJP Kepri, turut memberikan pemahaman teknis mengenai manfaat sistem Coretax. Ia menjelaskan bahwa Coretax bukan sekadar sistem digital, melainkan sebuah lompatan besar menuju transformasi layanan pajak yang lebih transparan dan efisien.

“Coretax menawarkan banyak keunggulan, seperti sistem yang paperless, terintegrasi dengan data wajib pajak, mampu mendeteksi indikasi penipuan, serta menghitung kewajiban pajak secara otomatis dan real-time. Sistem ini juga mendukung pelayanan lintas kanal, lintas batas, dan berbasis teknologi terkini,” ujarnya.

Dengan perpanjangan kerja sama Tax Center ini, DJP Kepri berharap kesadaran pajak bisa tumbuh lebih kuat di kalangan mahasiswa sebagai agen perubahan masa depan.

“Pajak adalah tulang punggung pembangunan. Melalui kegiatan ini, kami ingin memastikan bahwa generasi muda memahami peran strategis pajak dan turut aktif mendukungnya,” kata Delfi. (alf)

 

Gapki Desak Pemerintah Tunda Pajak Ekspor CPO, Industri Sawit Ditekan Gejolak Global

IKPI, Jakarta: Di tengah ketidakpastian ekonomi global dan konflik geopolitik yang memanas, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) mendesak pemerintah untuk menangguhkan pengenaan pajak ekspor (PE) terhadap minyak kelapa sawit mentah (CPO). Desakan ini disampaikan dalam Forum Andalas V, sebagai bentuk respons atas tantangan besar yang kini menghantam sektor perkebunan strategis tersebut.

Direktur Penyaluran Dana Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), Mohammad Alfansyah, menekankan bahwa industri sawit tidak hanya penting sebagai penyumbang devisa, tapi juga sebagai roda penggerak ekonomi nasional. “Kelapa sawit adalah sektor vital yang menopang perekonomian, terutama saat tekanan global meningkat. Kami berkomitmen memperkuat daya saing dan menjaga keberlanjutan industri ini, dari hulu ke hilir,” kata Alfansyah, Rabu (28/5/2025).

Lebih jauh, ia menambahkan bahwa keberlangsungan industri sawit tidak semata soal ekspor. Kontribusinya terhadap energi terbarukan melalui biodiesel dan program peremajaan sawit rakyat (PSR) menjadi bukti peran strategisnya dalam agenda pembangunan berkelanjutan.

Ketua Umum Gapki, Eddy Martono, mengungkapkan bahwa kondisi industri sawit tengah berada dalam tekanan berat, terutama akibat konflik yang tengah berlangsung antara India dan Pakistan, dua pasar utama ekspor sawit Indonesia. “Kami meminta pemerintah mempertimbangkan penundaan pajak ekspor. Situasi global berubah sangat cepat, dan jika pasar terganggu, dampaknya akan sangat signifikan bagi sektor domestik,” ujar Eddy.

Ia juga menyoroti ketahanan sektor sawit yang tetap terjaga meski banyak industri lain terpuruk dalam dua tahun terakhir. “Industri ini bukan hanya penyumbang devisa, tapi juga mata pencaharian jutaan petani dan pekerja. Momentum ini harus dijaga agar tidak goyah,” tegasnya.

Menanggapi hal ini, Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian, Heru Tri Widarto, menyatakan bahwa dinamika global mulai dari kebijakan proteksionis Amerika Serikat, konflik regional, hingga kampanye hitam dari negara-negara Eropa harus dihadapi dengan strategi bersama. “Respon cepat dan kolektif sangat diperlukan untuk meminimalkan dampak negatif terhadap sektor sawit nasional,” katanya.

Dengan tekanan eksternal yang terus meningkat, pelaku industri berharap pemerintah segera mengambil kebijakan yang berpihak pada keberlanjutan dan daya tahan industri sawit Indonesia. (alf)

 

 

 

Penerimaan Pajak DJP Jakarta Selatan II Lampaui Ekspektasi di Kuartal Awal

IKPI, Jakarta: Kinerja penerimaan pajak di wilayah Jakarta Selatan II menunjukkan laju yang impresif. Hingga 30 April 2025, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Jakarta Selatan II telah berhasil mengumpulkan penerimaan pajak sebesar Rp23,53 triliun. Angka ini merepresentasikan 30,22 persen dari target tahunan yang dipatok sebesar Rp77,87 triliun.

Tren positif tersebut turut didukung oleh pemulihan pertumbuhan bruto yang mencatat kenaikan signifikan. Pada Maret 2025, pertumbuhan tercatat sebesar 2,4 persen secara tahunan (year on year/yoy), dan meningkat tajam menjadi 9,2 persen pada April.

Kontribusi terbesar terhadap penerimaan datang dari Pajak Penghasilan (PPh) Nonmigas yang mencapai Rp15,04 triliun, atau sekitar 35,80 persen dari target tahunannya sebesar Rp42,01 triliun. Sementara itu, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menyusul dengan realisasi sebesar Rp7,30 triliun atau 20,70 persen dari target Rp35,30 triliun.

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) serta Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) mencatatkan kontribusi sebesar Rp59,64 miliar, yang mencerminkan 15,79 persen dari target Rp377,84 miliar. Namun yang mencuri perhatian, penerimaan dari pos pajak lainnya melonjak signifikan hingga Rp1,12 triliun nyaris sepuluh kali lipat dari target Rp116 miliar.

Dari sisi sektor usaha, sektor perdagangan dan pertambangan menunjukkan performa yang kuat. Hingga April 2025, sektor perdagangan menyumbang Rp9,9 triliun, didorong oleh pulihnya aktivitas perdagangan eceran non-otomotif. Sektor pertambangan dan penggalian memberikan kontribusi Rp3,07 triliun, berkat pertumbuhan positif 9,76 persen di subsektor jasa pertambangan serta pertambangan batu bara dan lignit.

Dalam Konferensi Pers ALCo Regional Jakarta yang digelar 27 Mei lalu, kinerja penerimaan pajak regional DKI Jakarta juga mencatat lonjakan tajam pada April 2025, dengan pertumbuhan sebesar 210,76 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Akselerasi ini banyak didorong oleh peningkatan penerimaan PPh dan PPN, serta efek positif dari perbaikan sistem Coretax yang mempercepat layanan dan transaksi perpajakan.

Secara keseluruhan, realisasi penerimaan pajak di wilayah Jakarta mencakup:

  • PPh Nonmigas: Rp206,02 triliun
  • PPh Migas: Rp9,08 triliun
  • PPN: Rp80,65 triliun
  • PBB dan pajak lainnya: Rp126,06 triliun

Totalnya mencapai Rp421,87 triliun atau sekitar 75,73 persen dari keseluruhan penerimaan pajak nasional—sebuah pencapaian signifikan yang menegaskan peran strategis Jakarta dalam mendongkrak pendapatan negara.

Sementara itu, Kepala Kanwil Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) DKI Jakarta, Mei Ling, menyampaikan bahwa ekonomi Ibu Kota menunjukkan stabilitas dan ketahanan yang baik sepanjang kuartal I-2025. Didukung oleh indikator ekonomi makro yang solid serta inflasi yang tetap terjaga dalam kisaran target, realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) regional mencapai Rp557,35 triliun (31,05 persen dari target), dengan belanja negara sebesar Rp440,99 triliun. Surplus anggaran tercatat sebesar Rp116,37 triliun. (alf)

Kredit Pajak Masukan Kini Bisa Sampai 3 Masa Pajak, Wajib Perhatikan Validitas NPWP

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) kembali melakukan penyegaran aturan perpajakan melalui penerbitan PER-11/PJ/2025, yang membawa angin segar sekaligus penegasan administratif bagi para Pengusaha Kena Pajak (PKP).

Salah satu fokus utama dari beleid ini adalah fleksibilitas baru dalam pengkreditan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Kini, PKP diberikan waktu hingga tiga masa pajak berikutnya untuk mengkreditkan pajak masukan, apabila belum sempat dikreditkan pada masa pajak yang sama.

Namun demikian, kelonggaran ini hanya berlaku jika pajak masukan tersebut belum dibebankan sebagai biaya atau belum dikapitalisasi ke dalam harga perolehan barang atau jasa kena pajak.

Langkah ini diyakini akan membantu dunia usaha dalam mengelola administrasi PPN dengan lebih leluasa, tanpa kehilangan aspek kepatuhan fiskal.

Namun aturan ini juga memberikan penekanan baru terkait validitas Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Dalam proses pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT), NPWP yang tidak terdaftar atau tidak valid dalam sistem DJP akan dianggap tidak sah. Konsekuensinya, pengisian atau klaim terkait NPWP tersebut dapat berpotensi ditolak.

Selain itu, aturan ini juga menegaskan kembali aturan pembulatan konversi mata uang dalam formulir pajak berdenominasi dolar AS. Angka pecahan akan dibulatkan ke rupiah penuh dengan ketentuan: kurang dari Rp0,50 dibulatkan ke bawah, sedangkan Rp0,50 atau lebih dibulatkan ke atas.

Dengan hadirnya PER-11/PJ/2025, DJP mengharapkan peningkatan kepatuhan yang tetap memberikan ruang kemudahan bagi pelaku usaha dalam menyesuaikan kewajiban perpajakannya. Pelaku usaha dan konsultan pajak diimbau segera menyesuaikan proses administrasi agar tidak terkena sanksi akibat kesalahan teknis. (alf)

Penerimaan Pajak Seret, Pemerintah Bidik Orang Kaya

IKPI, Jakarta: Kinerja penerimaan pajak nasional hingga April 2025 masih menunjukkan tekanan berat. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mencatat, realisasi penerimaan baru mencapai Rp557,10 triliun atau 25,4% dari target tahunan Rp2.189,3 triliun. Angka ini bahkan turun 10,8% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.

Ini menambah kekhawatiran setelah tahun 2024 lalu DJP mencatatkan shortfall pertama dalam tiga tahun terakhir, dengan total penerimaan hanya Rp1.932,4 triliun atau 97,2% dari target APBN.

Menanggapi tren negatif ini, pemerintah kini mengarahkan fokus pada kelompok wajib pajak orang pribadi berpenghasilan tinggi, khususnya mereka yang dikenai tarif pajak penghasilan (PPh) 35%.

Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak, Yon Arsal, menegaskan bahwa pengawasan terhadap kelompok elite ini diperketat. “Kami memastikan bahwa data yang dilaporkan wajib pajak sesuai dengan kondisi sebenarnya,” kata Yon, di Jakarta, baru-baru inj.

Langkah ini menjadi bagian dari strategi DJP untuk memperkuat basis pajak dan mencegah praktik penghindaran pajak, terutama dari kalangan dengan kemampuan finansial tinggi. (alf)

 

id_ID