Pemerintah Bebaskan PPh UMKM ber-Omset Rp 500 Juta/Tahun

IKPI, Jakarta: Pemerintah membebaskan pembayaran pajak penghasilan (PPh) kepada padagang atau pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Syaratnya, usaha tersebut dijalankan pribadi dan bukan milik orang lain, serta mempunyai omset maksimal Rp 500 juta per tahun.

Kebijakan pemerintah itu tertuang dalam Undang-undang  (UU) Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Adapun pelaku UMKM yang dimaksud contohnya, para pedagang warteg, warung kopi dan warmindo.

Sekadar diketahui, sebelumnya pelaku UMKM individu semua dikenakan pajak karena tidak ada pengaturan batasan omset yang dikenakan pajak. Misalnya, penghasilan per tahun hanya Rp 50 juta atau bahkan Rp 100 juta per tahun tetap dikenakan PPh final 0,5%.

Namun dengan adanya aturan terbaru yakni UU tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan yang sudah disahkan dalam rapat Paripurna DPR, para UMKM individu hanya perlu membayar pajak jika omset per tahun di atas Rp 500 juta.

Selanjutnya adalah masyarakat yang gajinya di bawah Rp 4,5 juta per bulan. Para pekerja berpenghasilan kecil ini tidak dikenakan pajak dikarenakan, pemerintah tidak mengubah batas Penghasilan Tidak kena Pajak (PTKP). PTKP saat ini masih tetap Rp 4,5 juta per bulan atau Rp 54 juta per tahun.

Artinya, yang dikenakan pajak adalah penghasilan di atas PTKP tersebut. Misalnya pekerja dengan gaji Rp 4,6 juta ke atas sudah pasti dikenakan pajak setiap tahunnya meski tarifnya tidak sebesar orang kaya dan super kaya. (bl)

IKPI Cabang Bali Lakukan Audiensi ke Kanwil DJP Bali

IKPI, Jakarta: Ikatan Konsultan Pajak  Indonesia (IKPI) cabang Bali melakukan audiensi ke Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Bali di ruang rapat besar Kanwil, Jumat (12/8/2022). Audiensi ini dilaksanakan sebagai ajang untuk memperkenalkan para anggota pengurus IKPI cabang Bali serta menjelaskan berbagai visi dan misi IKPI kepada Kepala Kanwil DJP Bali, Anggrah Warsono.

“IKPI telah melaksanakan berbagai program rutin di antaranya gerai pajak dan Ujian Sertifikasi Konsultan Pajak (USKP). Kita membutuhkan dukungan Kanwil DJP Bali untuk melaksanakan kegiatan perpajakan di wilayah Provinsi Bali, ” ungkap I Made Sujana, Ketua IKPI cabang Bali.

Anggrah Warsono menyampaikan bahwa IKPI merupakan lembaga perpajakan yang sangat membantu Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. “Konsultan pajak sangat membantu wajib pajak apabila kesulitan dalam mengurusi administrasi perpajakan. Namun, kami mohon jaga integritasnya agar saat mengawal dan membimbing wajib pajak benar-benar sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku,” ungkap Anggrah. (Sumber berita: https://www.pajak.go.id/id/berita/ikpi-cabang-bali-lakukan-audiensi-ke-kanwil-djp-bali)

Siap-siap, Pemerintah Segera Terapkan Pajak Karbon

IKPI, Jakarta: Pemerintah Indonesia berencana segera menerapkan pajak karbon. Jika sudah disahkan, maka segala aktivitas yang menghasilkan emisi karbon akan dikenai biaya pajak.

Pemerintah Indonesia mengusung rencana penerapan biaya pajak untuk karbon setelah ditekennya UU 7/2021 tentang harmonisasi peraturan perpajakan dan Perpres 98/2021 tentang penyelenggaraan nilai ekonomi karbon untuk pencapaian target kontribusi yang ditetapkan secara nasional dan pengendalian emisi gas rumah kaca dalam pembangunan nasional.

Pajak karbon adalah pengenaan biaya terhadap emisi karbon pada aktivitas yang menggunakan bahan bakar fosil seperti batubara, minyak bumi, dan gas bumi. Adanya pajak karbon diharapkan dapat menjadi salah satu potensi untuk melestarikan lingkungan.

Dilansir dari laman resmi Universitas Airlangga (Unair), Dosen Fakultas Hukum Unair Dr. Cenuk Sayekti mencoba mengupas potensi dan tantangan penerapan rencana pajak karbon.

Cenuk mengatakan bahwa pajak karbon merupakan manifestasi dari prinsip pencemar membayar (polluter pays) dalam hukum lingkungan. Hal ini digunakan untuk menekan eksternalitas negatif, yakni polusi, dalam aktivitas perekonomian.

Penetapan pajak karbon ini diharapkan dapat menjadi langkah untuk mengurangi penggunaan bahan bakar fosil yang amat merusak iklim. Lebih lanjut, Cenuk mengatakan, esensi dari penerapan pajak ini adalah perubahan perilaku.

Penerapan pajak karbon juga merupakan bentuk pelaksanaan kewajiban Indonesia sebagai negara anggota Paris Agreement.

Paris Agreement atau Persetujuan Paris adalah kesepakatan global untuk menghadapi perubahan iklim pada tahun 2015. Persetujuan ini memandu negara-negara untuk mengurangi emisi karbon dioksida dan gas rumah kaca lain untuk membatasi pemanasan global.

Gas rumah kaca adalah gas-gas yang ada di atmosfer yang menyebabkan efek rumah kaca. Gas rumah kaca sebenarnya muncul secara alami di lingkungan, tetapi juga bisa muncul akibat aktivitas manusia, terutama dengan pembakaran bahan bakar fosil.

Pajak Karbon Belum Diberlakukan

Saat ini, pemerintah masih mengkaji lebih dalam terkait penerapan pajak karbon. Hingga saat ini, pajak karbon belum diberlakukan.

“Hingga saat ini, pajak karbon belum diberlakukan sekalipun rencananya adalah 1 Juli kemarin. Beberapa alasan seperti krisis energi global akibat konflik Rusia-Ukraina menjadi pemicu. Namun, potensi untuk peningkatan ekspor batu bara Indonesia ke negara Eropa juga bisa menjadi alasan,” ujar Cenuk.

Cenuk yang merupakan lulusan Macquarie University juga menjelaskan target dari pajak karbon, yakni individu atau perusahaan yang menghasilkan emisi karbon.

Ia menerangkan, mengacu pada UU No. 7/2021, target pajak karbon adalah entitas individu atau perusahaan yang menghasilkan emisi karbon sehingga memberikan dampak negatif bagi lingkungan hidup. Namun, legislasi ini mengamanatkan bahwa badan yang bergerak di bidang Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) itu akan menjadi yang pertama kali dikenakan pajak karbon.

Skema Pajak Karbon

Cenuk mengatakan, menurut UU 7/2021, akan ada dua skema khusus yang diberlakukan dalam menekan emisi karbon, yakni skema pajak karbon (cap and tax) dan skema perdagangan karbon (cap and trade).

Cenuk menjelaskan bahwa dalam skema perdagangan karbon, suatu entitas memiliki kuota terbatas untuk mengeluarkan emisi. Namun bilamana emisi suatu entitas melebihi kuota, ia harus membeli Sertifikat Izin Emisi (SIE) dari entitas lain yang menghasilkan emisi di bawah kuota. Selain itu, entitas juga dapat membeli Sertifikat Penurunan Emisi (SPE).

“Akan tetapi jika entitas tidak dapat membeli SIE atau SPE secara penuh untuk emisi yang dihasilkan, maka skema cap and tax diberlakukan. Dengan kata lain, entitas yang menghasilkan emisi residu yang melebihi batas akan dikenakan pajak karbon,” jelas Cenuk.

Efektivitas pelaksanaan pajak karbon terletak pada tata cara pemungutan dan alokasi penghasilan pajak oleh pemerintah. Kebijakan pajak karbon harus memperhatikan proporsionalitas pemungutan pajak supaya tidak membebankan masyarakat berpenghasilan rendah.

Cenuk juga menyerukan bahwa alokasi penghasilan pajak karbon harus menerapkan konsep earmarking. Pendapatan yang diperoleh dari penetapan pajak karbon disarankan untuk dialokasikan pada sektor lingkungan.

“Konsep ini memungkinkan penerapan langsung alokasi pajak karbon pada sektor lingkungan atau green spending. Satu hal yang dikhawatirkan oleh beberapa kalangan adalah penghasilan dari pajak karbon itu dialokasikan ke dalam APBN, di mana sifatnya itu umum,” tuturnya.

Jika pajak karbon sudah ditetapkan sebagai suatu aturan, pemerintah Indonesia diharapkan untuk bersikap transparan. Ia menekankan, perlu adanya penjelasan terkait bagaimana pajak ini dapat mengurangi emisi karbon, serta manfaat tambahan yang diperoleh oleh masyarakat dan juga lingkungan.

Cenuk mencontohkan, beberapa manfaat pajak dalam mengurangi emisi karbon yaitu pengurangan kemacetan lalu lintas, penurunan polusi udara, penurunan biaya kesehatan, dan peningkatan kualitas hidup masyarakat. Penetapan pajak karbon ini diharapkan bisa menjadi aturan yang bernilai positif bagi lingkungan maupun juga masyarakat. (bl)

IKPI Sebut Konsultan Pajak di Indonesia Butuh Payung Hukum Kuat untuk Berikan Sumbangsih

IKPI, Jakarta: Ketua Umum IKPI Ruston Tambunan menyatakan, peran konsultan pajak di Indonesia belum semaksimal di negara lain seperti Jepang. Penyebabnya, keberadaan dan peran konsultan pajak di negara ini belum diwadahi undang-undang.

Menurutnya, profesi konsultan pajak di Jepang sudah dipayungi undang-undang tersendiri sejak tahun 1942. Oleh karena itu IKPI terus memperjuangkan hadirnya UU Konsultan Pajak.

Selain itu lanjut Ruston, IKPI juga melakukan hubungan dan kerja sama dengan organisasi profesi konsultan pajak dari negara-negara anggota Asia Oceania Tax Consultant Asociation (AOTCA) khususnya Jepang dan Korea Selatan yang profesi konsultan pajaknya sudah tertib.

“Kami secara proaktif senantiasa memberikan masukan kepada DPR yang telah berinisiatif menyampaikan usulan RUU Konsultan Pajak. Sayangnya, kini usulan itu hilang bagai ditelan bumi, padahal di tahun 2014, RUU Konsultan Pajak sempat masuk dalam Prolegnas Prioritas. Tapi kami akan berjuang lagi agar RUU itu bisa kembali dibahas di DPR,” kata Ruston dalam acara Webinar yang diselenggarakan IKPI Cabang Depok dengan tema ‘Mimpi dan Realita UU Konsulatan Pajak’, Kamis (13/10/2022).

Dikatakannya, dengan UU Konsultan Pajak maka impian konsultan pajak menjadi profesi yang terhormat (officium nobile) akan terwujud dan memberikan sumbangsih kepada masyarakat dan bangsa Indonesia.

Pada kesempatan yang sama, Guru Besar Hukum Internasional, Fakultas Hukum Universitas Indonesia Prof Hikmahanto Juwana menyatakan sangat mendukung untuk terciptanya UU Konsultan Pajak.

Dukungan nyata tersebut akan diberikan Hikmahanto, salah satunya dengan bersama-sama menyusun naskah akademik dengan rekan-rekan di Fakultas Hukum UI.

“Biasanya jika naskah akademik disusun oleh akademisi dan asosiasi, ini akan menjadi nilai plus untuk pertimbangan DPR dan pemerintah untuk dilakukan pembahasan di DPR,” kata Hikmahanto.

Namun demikian kata dia, sebenarnya ada kabar baik dari draft RUU yang sudah pernah masuk dalam jadwal Prolegnas Prioritas di DPR.

Artinya, tidak ada pihak terutama dari pemerintah dan DPR yang menolak kehadiran naskah akademik dan RUU tentang Konsultan Pajak ini.

“Karena kalau misalnya ada penolakan, nah itu yang agak repot. Karena ketika kita membuat RUU berikut naskah akademiknya, itu hanya diperbolehkan lewat tangan pemerintah atau DPR,” kata dia.

Ketua IKPI Cabang Depok Nuryadin Ramhman, menyatakan terima kasih atas dukungan akademisi dan politisi untuk terbentuknya UU Konsultan Pajak tersebut.

Dengan dukungan itu, IKPI menyatakan kembali bersemangat dan akan kembali menyusun ulang naskah akademik untuk kemudian disosialisasikan kepada para stakeholder.

“Kami (IKPI) akan membuka diri untuk mewujudkan terciptanya UU Konsultan Pajak yang sudah bertahun-tahun hilang dari daftar Prolegnas DPR. Untuk itu, kami akan merangkul berbagai kalangan untuk menyusun atau membahas kembali naskah akademik tersebut,” katanya.

Sementara itu, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat periode 2014–2019 Fahri Hamzah, menyatakan dukungannya untuk mewujudkan terciptanya Undang-Undang Konsultan Pajak di Indonesia.

Dengan adanya regulasi yang baik tentang konsultan pajak, nantinya profesi/organisasi yang menaungi profesi ini bisa berkembang yang kemudian bisa mendampingi kegiatan di masyarakat secara lebih luas.

Maka, itu akan mempunyai efek langsung kepada pendapatan negara secara lebih luas.

“Prinsipnya saya menyambut baik ikhtiar dari Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) untuk mengajukan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Konsultan Pajak yang memang sangat dibutuhkan secara nasional,” kata Fahri.

Lebih lanjut Fahri mengatakan, saat ini pendapatan negara terbesar atau sekitar 70 persen berasala dari pajak.

Tahun ini, pendapatan negara dari sektor pajak tercatat lebih dari Rp 2.000 triliun dan itu adalah angka yang sangat besar.

Dengan demikian lanjut Fahri, jika pendapatan pajak sebegitu penting bagi perekonomian Indonesia dan khususnya bagi Angaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), maka sudah seharusnya penataan sistem yang memungkinkan negara bisa mengambil untung dari kegiatan ekonomi masyarakat melalui pajak itu harus difasilitasi.

“Selama ini dengan sistem peradilan pajak yang agak monolitik dan posisi masyarakat dalam hal ini swasta yang kurang didamping oleh konsutan pajak, itu pasti mencipatakan ketimpangan pada penerimaan negara. Jadi kalau negara bisa memfasilitasi dengan adanya perlindungan atau regulasi yang baik tentang konsultan pajak, dan nanti konsultan pajaknya berkembang, maka nanti mereka (konsultan) akan mendampingi kegiatan di masyarakat secara lebih luas, dan itu mempunyai efek langsung kepada pendapatan negara juga secara lebih luas,” tutur Fahri. (Sumber berita: https://wartakota.tribunnews.com/2022/10/13/ikpi-sebut-konsultan-pajak-di-indonesia-butuh-payung-hukum-kuat-untuk-berikan-sumbangsih)

Dukung Penerimaan Negara, DJP-Polri Kerja Sama Pertukaran Data

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Kementerian Keuangan bersama Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri sepakat menjalin kerja sama pertukaran data dan informasi kendaraan bermotor dan perpajakan untuk mendukung penerimaan negara.

Naskah perjanjian kerja sama diteken oleh Suryo Utomo selaku Direktur Jenderal Pajak dan Irjen Pol Firman Shantyabudi selaku Kepala Korlantas Polri di Aula CBB Gedung Mari’e Muhammad Kantor Pusat DJP, Selasa (4/10/2022).

Dirjen Pajak Suryo Utomo menjelaskan, adapun ruang lingkup dari perjanjian tersebut meliputi pertukaran data dan informasi serta pemanfaatan sarana dan prasarana terkait pertukaran data dan informasi.

“Jalinan kerja sama ini dapat mendorong sinergi pengamanan penerimaan negara. Jadi, untuk menghadapi tantangan penerimaan pajak serta mengoptimalkan kepatuhan pajak, DJP senantiasa melakukan perbaikan di semua lini, salah satunya pengujian kepatuhan self assessment wajib pajak,” kata Suryo.

Diungkapkannya, dalam menguji kepatuhan tersebut DJP membutuhkan bantuan pihak eksternal melalui penghimpunan data pihak ketiga sebagai pembanding pelaporan SPT (Surat Pemberitahuan) wajib pajak, salah satunya dari Korlantas Polri,” tegas Suryo.

Adapun data kendaraan bermotor yang nantinya dapat dihimpun dari Korlantas Polri dalam perjanjian ini mulai dari nomor registrasi, kepemilikan, sampai jenis kendaraan bermotornya. Sebaliknya, Korlantas juga dapat meminta data perpajakan dari DJP yang dapat digunakan untuk kepentingan negara.

Suryo berharap langkah strategis penguatan kerja sama dengan pihak eksternal ini dapat berhasil mengamankan penerimaan negara dan memaksimalkan peran pajak dalam pembiayaan pembangunan Indonesia. Ia juga berharap perjanjian ini dapat segera diinternalisasikan kepada jajaran masing-masing untuk dapat diketahui dan dilaksanakan, baik di tingkat pusat maupun daerah/wilayah.

Sementara itu, Korlantas, dalam sambutan yang disampaikan Direktur Registrasi dan Identifikasi Korlantas Polri Brigjen Pol Yusri Yunus mewakili Kepala Korlantas Polri, menyatakan mendukung DJP dalam rangka meningkatkan penerimaan dari data kendaraan bermotor. Korlantas sekarang sedang berupaya melengkapi basis data kendaraan bermotor untuk memperkuat validitas dari data kendaraan bermotor di Indonesia. (bl)

Fahri Hamzah Dukung Terciptanya UU Konsultan Pajak

IKPI, Jakarta: Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat periode 2014–2019 Fahri Hamzah, menyatakan dukungannya untuk mewujudkan terciptanya Undang-Undang Konsultan Pajak di Indonesia. Dengan adanya regulasi yang baik tentang konsultan pajak, nantinya profesi/organisasi yang menaungi profesi ini bisa berkembang yang kemudian bisa mendampingi kegiatan di masyarakat secara lebih luas. Maka, itu akan mempunyai efek langsung kepada pendapatan negara secara lebih luas.

“Prinsipnya saya menyambut baik ikhtiar dari Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) untuk mengajukan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Konsultan Pajak yang memang sangat dibutuhkan secara nasional,” kata Fahri dalam acara Webinar yang diselenggarakan IKPI Cabang Depok dengan tema ‘Mimpi dan Realita UU Konsulatan Pajak’, Kamis (13/10/2022).

Lebih lanjut Fahri mengatakan, saat ini pendapatan negara terbesar atau sekitar 70% berasala dari pajak. Tahun ini, pendapatan negara dari sektor pajak tercatat lebih dari Rp 2.000 triliun dan itu adalah angka yang sangat besar.

Dengan demikian lanjut Fahri, jika pendapatan pajak sebegitu penting bagi perekonomian Indonesia dan khususnya bagi Angaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), maka sudah seharusnya penataan sistem yang memungkinkan negara bisa mengambil untung dari kegiatan ekonomi masyarakat melalui pajak itu harus difasilitasi.

“Selama ini dengan sistem peradilan pajak yang agak monolitik dan posisi masyarakat dalam hal ini swasta yang kurang didamping oleh konsutan pajak, itu pasti mencipatakan ketimpangan pada penerimaan negara. Jadi kalau negara bisa memfasilitasi dengan adanya perlindungan atau regulasi yang baik tentang konsultan pajak, dan nanti konsultan pajaknya berkembang, maka nanti mereka (konsultan) akan mendampingi kegiatan di masyarakat secara lebih luas, dan itu mempunyai efek langsung kepada pendapatan negara juga secara lebih luas,” kata Fahri.

Hal senada dikatakan Ketua Umum IKPI Ruston Tambunan. Menurutnya, peran konsultan pajak di Indonesia belum semaksimal di negara lain seperti Jepang. Penyebabnya, keberadaan dan peran konsultan pajak di Indonesia belum diwadahi undang-undang.

Menurutnya, profesi konsultan pajak di Jepang sudah dipayungi undang-undang tersendiri sejak tahun 1942. Oleh karena itu IKPI terus memperjuangkan hadirnya UU Konsultan Pajak.

Selain itu lanjut Ruston, IKPI juga melakukan hubungan dan kerja sama dengan organisasi profesi konsultan pajak dari negara-negara anggota Asia Oceania Tax Consultant Asociation (AOTCA) khususnya Jepang dan Korea Selatan yang profesi konsultan pajaknya sudah tertib.

“Kami secara proaktif senantiasa memberikan masukan kepada DPR yang telah berinisiatif menyampaikan usulan RUU Konsultan Pajak. Sayangnya, kini usulan itu hilang bagai ditelan bumi, padahal di tahun 2014, RUU Konsultan Pajak sempat masuk dalam Prolegnas Prioritas. Tapi kami akan berjuang lagi agar RUU itu bisa kembali dibahas di DPR,” kata Ruston.

Dikatakannya, dengan UU Konsultan Pajak maka impian konsultan pajak menjadi profesi yang terhormat (officium nobile) akan terwujud dan memberikan sumbangsih kepada masyarakat dan bangsa Indonesia.

Pada kesempatan yang sama, Guru Besar Hukum Internasional, Fakultas Hukum Universitas Indonesia Prof Hikmahanto Juwana menyatakan sangat mendukung untuk terciptanya UU Konsultan Pajak. Dukungan nyata tersebut akan diberikan Hikmahanto, salah satunya dengan bersama-sama menyusun naskah akademik dengan rekan-rekan di Fakultas Hukum UI.

“Biasanya jika naskah akademik disusun oleh akademisi dan asosiasi, ini akan menjadi nilai plus untuk pertimbangan DPR dan pemerintah untuk dilakukan pembahasan di DPR,” kata Hikmahanto.

Namun demikian kata dia, sebenarnya ada kabar baik dari draft RUU yang sudah pernah masuk dalam jadwal Prolegnas Prioritas di DPR. Artinya, tidak ada pihak terutama dari pemerintah dan DPR yang menolak kehadiran naskah akademik dan RUU tentang Konsultan Pajak ini.

“Karena kalau misalnya ada penolakan, nah itu yang agak repot. Karena ketika kita membuat RUU berikut naskah akademiknya, itu hanya diperbolehkan lewat tangan pemerintah atau DPR,” kata dia.

Ketua IKPI Cabang Depok Nuryadin Rahman, menyatakan terima kasih atas dukungan akademisi dan politisi untuk terbentuknya UU Konsultan Pajak tersebut. Dengan dukungan itu, IKPI menyatakan kembali bersemangat dan akan kembali menyusun ulang naskah akademik untuk kemudian disosialisasikan kepada para stakeholder.

“Kami (IKPI) akan membuka diri untuk mewujudkan terciptanya UU Konsultan Pajak yang sudah bertahun-tahun hilang dari daftar Prolegnas DPR. Untuk itu, kami akan merangkul berbagai kalangan untuk menyusun atau membahas kembali naskah akademik tersebut,” katanya. (Sumber berita: https://rri.co.id/jakarta/nasional/59110/fahri-hamzah-dukung-terciptanya-uu-konsultan-pajak)

Penerimaan Pajak Hingga Agustus 2022 Capai Rp1.171,8 triliun

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Kementerian Keuangan mencatat kinerja penerimaan pajak hingga Agustus 2022 mengalami normalisasi dengan capaian sebesar Rp1.171,8 triliun. Dengan angka pertumbuhan positif Januari sampai Agustus 58,1%, realisasi penerimaan telah mencapai 78,9% dari target penerimaan pajak dalam Perpres 98 Tahun 2022.

“Walaupun secara agregat pertumbuhan penerimaan sampai Agustus 2022 masih sangat baik, tapi jika dilihat pertumbuhan per bulannya secara year on year, penerimaan pajak mengalami normalisasi setelah pertumbuhan yang sangat tinggi pada Juni akibat PPS (Program Pengungkapan Sukarela),” kata Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo di acara Media Briefing DJP, Selasa (4/10/2022).

Menurut Suryo, pertumbuhan per bulan (YoY) pada Juni 2022 sebesar 80,4%, kemudian 61,8% pada Juli 2022, dan kini 53,0% pada Agustus 2022. Tren ini diperkirakan akan berlanjut hingga akhir 2022 sejalan meningkatnya basis penerimaan di akhir tahun 2021.

Sementara itu, tercatat rincian dari total penerimaan pajak berasal dari Rp661,5 triliun PPh non migas (88,3% target), Rp441,6 triliun PPN & PPnBM (69,1% target), Rp55,4 triliun PPh migas (85,6% target), dan Rp13,2 triliun PBB dan pajak lainnya (40,0% target).

Dikatakan Suryo, seluruh jenis pajak mengalami pertumbuhan neto kumulatif dominan positif. PPh 21 tumbuh 21,4%, PPh 22 Impor tumbuh 149,2%, PPh Orang Pribadi tumbuh 11,2%, PPh Badan tumbuh 131,5%, PPh 26 tumbuh 17,2%, PPh Final tumbuh 77,1%, PPN Dalam Negeri tumbuh 41,2%, dan PPN Impor tumbuh 48,9%.

Untuk penerimaan sektoral, seluruh sektor utama tumbuh positif ditopang oleh kenaikan harga komoditas, pemulihan ekonomi, serta bauran kebijakan (phasing-out insentif fiskal, UU HPP, dan kompensasi bahan bakar minyak).

“Beberapa sektor dengan kontribusi terbesar yaitu industri pengolahan 29,7% tumbuh 49,4%, perdagangan 23,7% tumbuh 66,3%, jasa keuangan dan asuransi 10,9% tumbuh 15,2%, pertambangan 8,9% tumbuh 233,8%, dan sektor konstruksi dan real estate 4,1% tumbuh 10,0%,” ujarnya.

Suryo juga merinci perkembangan penerimaan yang terkait UU HPP, yaitu:

  1. PPN Perdagangan melalui Sistem Elektronik (PMSE), pelaku usaha PMSE yang sudah ditunjuk sebagai pemungut sebanyak 127 perusahaan dan berhasil mengumpulkan penerimaan PPN sebesar Rp8,17 triliun. Jumlah tersebut berasal dari setoran tahun 2020 Rp730 miliar, setoran tahun 2021 Rp3,9 triliun, dan setoran tahun 2022 Rp3,54 triliun.
  2. Pajak Fintech yang mulai berlaku 1 Mei 2022 dan mulai dibayarkan di bulan Juni 2022, PPh 23 atas bunga pinjaman yang diterima wajib pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT) sebesar Rp74,44 miliar dan PPh 26 yang diterima wajib pajak luar negeri atau BUT sebesar Rp32,81 miliar.
  3. Pajak Kripto yang berlaku mulai 1 Mei 2022 dan dibayarkan di bulan Juni 2022, PPh 22 atas transaksi aset kripto melalui penyelenggara PMSE dalam negeri dan penyetoran sendiri sebesar Rp60,76 miliar dan PPN dalam negeri atas pemungutan oleh nonbendahara sebesar Rp65,99 miliar.
  4. Dampak penyesuaian tarif PPN mulai 1 April 2022, penambahan penerimaan PPN sebesar Rp1,96 triliun pada April 2022, Rp5,74 triliun pada Mei 2022, Rp6,25 triliun pada Juni 2022, Rp7,15 triliun pada Juli 2022, dan 7,28 triliun pada Agustus 2022.

Selain tentang penerimaan, beberapa perkembangan terkini seputar perpajakan juga disampaikan oleh Dirjen Pajak. Proses penguatan ekonomi terus diakselerasi dengan APBN melalui program PEN. Namun, bukan dari insentif perpajakan PEN. Insentif perpajakan akan tetap ada untuk program lainnya.

Sekadar diketahui, realisasi insentif pajak disampaikan sebagai berikut, insentif dunia usaha (PMK-3/2022) Rp1,46 triliun oleh 4.625 wajib pajak, insentif PPnBM DTP kendaraan bermotor (PMK-5/2022) Rp387,46 miliar dari 4 penjual, insentif PPN DTP rumah (PMK-6/2022) Rp197,41 miliar dengan 9.397 pembeli, serta insentif permanen di UU HPP, yaitu perubahan lapisan tarif PPh OP Rp1,21 triliun dan pengembalian pendahuluan PPN dipercepat Rp8,29 triliun.

Terkait batas waktu repatriasi PPS yang telah berakhir pada 30 September 2022, DJP menindaklanjuti pelaksanaan pascaPPS, termasuk repatriasi dan investasi melalui tindakan pengawasan dan penegakan hukum sesuai amanah UU HPP.

“Kami akan bekerja sama dengan berbagai pihak untuk mengawasi realisasi komitmen repatriasi, investasi, dan holding repatriasi dan investasi. Saat ini, petunjuk pelaksanaan masih dalam proses pembahasan akhir,” kata Suryo. (bl)

IKPI Sebut Konsultan Pajak di Indonesia Butuh Payung Hukum Kuat

IKPI, Jakarta: Ketua Umum IKPI Ruston Tambunan menyatakan, peran konsultan pajak di Indonesia belum semaksimal di negara lain seperti Jepang. Penyebabnya, keberadaan dan peran konsultan pajak di negara ini belum diwadahi undang-undang.

Menurutnya, profesi konsultan pajak di Jepang sudah dipayungi undang-undang tersendiri sejak tahun 1942. Oleh karena itu IKPI terus memperjuangkan hadirnya UU Konsultan Pajak.

Selain itu lanjut Ruston, IKPI juga melakukan hubungan dan kerja sama dengan organisasi profesi konsultan pajak dari negara-negara anggota Asia Oceania Tax Consultant Asociation (AOTCA) khususnya Jepang dan Korea Selatan yang profesi konsultan pajaknya sudah tertib.

“Kami secara proaktif senantiasa memberikan masukan kepada DPR yang telah berinisiatif menyampaikan usulan RUU Konsultan Pajak. Sayangnya, kini usulan itu hilang bagai ditelan bumi, padahal di tahun 2014, RUU Konsultan Pajak sempat masuk dalam Prolegnas Prioritas. Tapi kami akan berjuang lagi agar RUU itu bisa kembali dibahas di DPR,” kata Ruston dalam acara Webinar yang diselenggarakan IKPI Cabang Depok dengan tema ‘Mimpi dan Realita UU Konsultan Pajak’, Kamis (13/10/2022).

Dikatakannya, dengan UU Konsultan Pajak maka impian konsultan pajak menjadi profesi yang terhormat (officium nobile) akan terwujud dan memberikan sumbangsih kepada masyarakat dan bangsa Indonesia.

Pada kesempatan yang sama, Guru Besar Hukum Internasional, Fakultas Hukum Universitas Indonesia Prof Hikmahanto Juwana menyatakan, sangat mendukung untuk terciptanya UU Konsultan Pajak. Dukungan nyata tersebut akan diberikan Hikmahanto, salah satunya dengan bersama-sama menyusun naskah akademik dengan rekan-rekan di Fakultas Hukum UI.

“Biasanya jika naskah akademik disusun oleh akademisi dan asosiasi, ini akan menjadi nilai plus untuk pertimbangan DPR dan pemerintah untuk dilakukan pembahasan di DPR,” kata Hikmahanto.

Namun demikian kata dia, sebenarnya ada kabar baik dari draft RUU yang sudah pernah masuk dalam jadwal Prolegnas Prioritas di DPR. Artinya, tidak ada pihak terutama dari pemerintah dan DPR yang menolak kehadiran naskah akademik dan RUU tentang Konsultan Pajak ini.

“Karena kalau misalnya ada penolakan, nah itu yang agak repot. Karena ketika kita membuat RUU berikut naskah akademiknya, itu hanya diperbolehkan lewat tangan pemerintah atau DPR,” kata dia.

Ketua IKPI Cabang Depok Nuryadin Ramhman menyatakan, terima kasih atas dukungan akademisi dan politisi untuk terbentuknya UU Konsultan Pajak tersebut. Dengan dukungan itu, IKPI menyatakan kembali bersemangat dan akan kembali menyusun ulang naskah akademik untuk kemudian disosialisasikan kepada para stakeholder.

“Kami (IKPI) akan membuka diri untuk mewujudkan terciptanya UU Konsultan Pajak yang sudah bertahun-tahun hilang dari daftar Prolegnas DPR. Untuk itu, kami akan merangkul berbagai kalangan untuk menyusun atau membahas kembali naskah akademik tersebut,” katanya.

Sementara itu, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat periode 2014–2019 Fahri Hamzah, menyatakan dukungannya untuk mewujudkan terciptanya Undang-Undang Konsultan Pajak di Indonesia. Dengan adanya regulasi yang baik tentang konsultan pajak, nantinya profesi/organisasi yang menaungi profesi ini bisa berkembang yang kemudian bisa mendampingi kegiatan di masyarakat secara lebih luas. Maka, itu akan mempunyai efek langsung kepada pendapatan negara secara lebih luas.

“Prinsipnya saya menyambut baik ikhtiar dari Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) untuk mengajukan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Konsultan Pajak yang memang sangat dibutuhkan secara nasional,” kata Fahri.

Lebih lanjut Fahri mengatakan, saat ini pendapatan negara terbesar atau sekitar 70 persen berasal dari pajak. Tahun ini, pendapatan negara dari sektor pajak tercatat lebih dari Rp 2.000 triliun dan itu adalah angka yang sangat besar.

Dengan demikian lanjut Fahri, jika pendapatan pajak sebegitu penting bagi perekonomian Indonesia dan khususnya bagi Angaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), maka sudah seharusnya penataan sistem yang memungkinkan negara bisa mengambil untung dari  kegiatan ekonomi masyarakat melalui pajak itu harus difasilitasi.

“Selama ini dengan sistem peradilan pajak yang agak monolitik dan posisi masyarakat dalam hal ini swasta yang kurang didamping oleh konsutan pajak, itu pasti mencipatakan ketimpangan pada penerimaan negara. Jadi kalau negara bisa memfasilitasi  dengan adanya perlindungan atau regulasi yang baik tentang konsultan pajak, dan nanti konsultan pajaknya berkembang, maka nanti mereka (konsultan) akan mendampingi kegiatan di masyarakat secara lebih luas, dan itu mempunyai efek langsung kepada pendapatan negara juga secara lebih luas,” kata Fahri. (Sumber berita: https://rm.id/baca-berita/nasional/144194/ikpi-sebut-konsultan-pajak-di-indonesia-butuh-payung-hukum-kuat)

Press Release HUT IKPI

PRESS RELEASE
Jakarta, 27 Agustus 2022

Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) sebagai asosiasi profesi konsultan pajak dengan jumlah anggota Per tanggal 26 Agustus 2022 Sejumlah 6.175 Anggota, terdiri atas 4.846 Anggota Tetap, 1.312 Anggota Terbatas dan 17 Anggota Kehormatan yang tersebar diseluruh wilayah Indonesia, hari ini merayakan Hari Ulang Tahun IKPI ke-57

Perayaan HUT IKPI ke-57 diselenggarakan dalam 3(tiga) rangkaian acara, yakni:
Pada tanggal 21 Agustus 2022, IKPI menyelenggarakan Fun Walk IKPI di lokasi Taman Hutan Kota Kemayoran, Sunter, Jakarta Pusat, diikuti oleh 656 anggota yang datang dari berbagai cabang yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia
Pada tanggal 23 Agustus 2022, IKPI menyelenggaran Seminar Nasional di Grand Ball Room Hotel Pullman, Kemanggisan, Jakarta Barat secara hybrid, diikuti 1.461 Peserta; 601 Peserta secara luring dan 860 Peserta secara daring. Seminar dengan topik “Apa dan Bagaimana Setelah PPS (Program Pengungkapan Sukarela)”, menghadirkan pembicara dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP)
Puncak perayaan dilakukan hari ini tanggal 27 Agustus 2022 bertepatan dengan hari jadi IKPI yang ke-57, HUT IKPI ke-57 dengan tema “Profesional Transparan Dinamis” diselenggarakan oleh Panitia yang berasal dari anggota IKPI dari berbagai cabang, dipimpin oleh Vaudy Starworld Ketua Departemen Pengembangan Profesional Berkelanjutan Pengurus Pusat-IKPI (PPL PP-IKPI), di Birawa Assembly Hall Hotel Bidakara, Jl. Jend. Gatot Subroto, Kav. Menteng Dalam, Tebet, Jakarta Selatan. Diikuti oleh seluruh Anggota IKPI secara daring dan oleh Pengurus Pusat, Pengurus Daerah, Pengurus Cabang dan Pengawas secara luring.

Tema HUT ke-57 kali ini membawa tema “Profesional Transparan dan Dinamis”, yang mempunyai makna : PROFESIONAL: IKPI akan terus menjalankan Visi dan Misi menjadikan IKPI sebagai asosiasi Konsultan Pajak yang mandiri dan professional, TRANSPARAN: IKPI memberi akses bagi anggota untuk memperoleh informasi tentang kebijakan, proses pembuatan dan pelaksanaannya, serta hasil-hasil yang dicapai oleh asosiasi dalam menjalankan roda organisasi, DINAMIS: IKPI akan terus maju dan tumbuh, dapat menyesuaikan diri dengan keadaan dan selalu bergerak mengikuti perkembangan perpajakan.

IKPI sebagai mitra Direktorat Jenderal Pajak yang telah menandatangani MOU pada tanggal 28 Februari 2018 tentang Kerjasama Sosialisasi, Edukasi dan Peningkatan Peran Profesi Konsultan Pajak Anggota Ikatan Konsultan Pajak Indonesia dalam Turut Serta Membangun Kesadaran dan Kepatuhan Masyarakat di Bidang Perpajakan, berkomitmen untuk terus berkontribusi secara aktif. Hal ini sejalan dengan tujuan IKPI yakni:

Menjaga keluhuran martabat serta meningkatkam mutu profesi Konsultan Pajak dalam rangka pengabdiannya kepada Bangsa dan Negara;
Mengawal dan mengupayakan agar pelaksanaan Undang-Undang Perpajakan dan peraturan perpajakan berlaku dengan adil dan berkepastian hukum; dan
Memupuk dan mempererat rasa persaudaaran serta rasa kekeluargaan antar anggota untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan anggota.

Dalam mewujudkan tujuan IKPI, IKPI telah melakukan berbagai kegiatan yang sifatnya internal yakni untuk meningkatkan profesionalitas Anggota IKPI dengan menyelenggarakan kegiatan pengembangan professional berkelanjutan secara terus-menerus secara online dan offline, demikian juga edukasi kepada masyarakat, IKPI telah melakukan berbagai pelatihan secara langsung oleh Pengurus anggota yang terdaftar di Cabang IKPI diwilayah masing-masing seperti tata cara pengisian SPT Tahunan bagi Wajib Pajak Orang Pribadi maupun Wajib Pajak Badan serta seminar sosialisasi peraturan perpajakan yang diselenggarakan secara mandiri oleh IKPI dan/atau Bersama-sama dengan Direktort Jenderal Pajak (DJP), sosialisasi bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat wajib pajak sekaligus juga untuk mengajak masyarakat untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak.
Seiring dengan perjalan panjang IKPI dalam ekosistem perpajakan Indonesia, tahun ini IKPI menerima penghargaan dari Direktorat Jenderal Pajak yang diterima oleh Ketua Umum IKPI Bpk. Dr. Ruston Tambunan, Ak., CA., S.H., M.Si., M.Int.Tax pada perayaan Hari Pajak yang diselenggarakan di Kantor Pusat DJP, Jakarta tanggal 19 Juli 2022 yang lalu, berupa Piagam Penghargaan yang diserahkan langsung oleh Menteri Keuangan Ibu Sri Mulyani dan berupa Plakat yang diserahkan oleh Direktur Jenderal Pajak Bpk Suryo Utomo sebagai Apresiasi dan Penghargaan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) kepada pemangku kepentingan yang dinilai telah memberikan kontribusi untuk mendukung reformasi perpajakan.
Sebagai Konsultan Pajak yang bersinggungan dengan pelayaan kepada masyarakat dan berkaitan dengan sumber utama penerimaan negara yakni penerimaan negara dibidang perpajakan, maka IKPI sangat membutuhkan payung hukum berupa Undang-Undang Konsultan Pajak yang saat ini telah masuk dalam Prolegnas di DPR sejak tahun 2015. Namun hingga kini belum terihat titik terang, oleh karena itu IKPI mendorong agar UU Konsultan Pajak menjadi perhatian Pemeritah dan DPRRI untuk memberikan payung hukum bagi Konsultan Pajak dalam menjalankan profesinya dan Wajib Pajak sebagai pengguna jasa Konsultan Pajak
IKPI melakukan kerja-kerja produktif, konsisten dan terus menerus untuk meningkatkan pelayanan kepada anggota dan masyarakat dengan mengembangkan media digital elektronik yang kami sebut dengan nama IKPI Smart yakni layanan IKPI berbasis web kepada anggota, sehingga anggota kami tidak mengalami kendala dalam memenuhi kewajibannya serta mendapatkan layanan yang real time. Demikian juga edukasi kepada masyarakat, kami tingkatkan dengan media komunikasi digital berbasis web dalam bentuk forum komunikasi, layanan probono, artikel, berita; media ini menjadi media edukasi bagi masyarakat dan anggota sekaligus juga media bagi Anggota IKPI untuk meningkatkan serta berbagi pengetahuan dan informasi kepada sesama Anggota IKPI dan sekaligus kepada masyarakat wajib pajak.
IKPI dalam HUT ke-57 ini terus dan terus berbenah, IKPI sebagai asosiasi konsultan pajak mempunyai tanggung jawab moral dalam membantu penerintah menyadarkan wajib pajak untuk patuh kepada aturan yang berlaku dan saat yang bersamaan juga membantu wajib pajak untuk tidak dikenakan kewajiban perpajakan yang tidak seharusnya, mendudukkan wajib pajak dan pemerintah pada posisi yang seharusnya berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku adalah posisi intermediaris Konsultan Pajak.

“International Tax Law Class” dengan topik “Tax Transparancy; A Collaboration between Indonesia (IKPI), Japan, China And Korea”

Press Release Pengurus Pusat IKPI
5 Agustus 2022

Tentang : International tax law class dengan topik Tax Transparancy; A Collaboration between Indonesia (IKPI), Japan, China And Korea

Akses terhadap informasi keuangan sangat dibutuhkan oleh otoritas perpajakan suatu negara untuk mengetahui sekaligus mengawasi tingkat kepatuhan Wajib Pajak. Namun upaya memperoleh informasi keuangan tersebut terhambat oleh undang-undang kerahasiaan perbankan (bank secrecy) yang diberlakukan untuk melindungi data nasabah di lembaga-lembaga keuangan. Perlindungan kerahasiaan bank memberi peluang besar bagi orang-orang super kaya untuk menghindari pajak secara illegal, karena mereka sangat mudah memobilisasi dana mereka di berbagai insitusi keuangan di luar negeri khususnya di negara-negara dengan tarif pajak rendah atau negara yang tidak mengenakan pajak sama sekali. Orang-orang kaya tersebut menggerus basis pengenaan pajak di negara mereka berdomisili dengan cara menggesernya ke luar negeri dengan tarif pajak rendah.

Penghindaran pajak yang dilindungi oleh undang-undang domestik tentang kerahasiaan bank menjadi perhatian serius berbagai negara di dunia terutama negara-negara yang terdampak berat terhadap penerimaan pajak di negara mereka. Pada tahun 2009, pimpinan negara-negara yang tergabung dalam G20 bersepakat untuk bersama-sama mengakhiri dan tidak lagi memberi toleransi terhadap kerahasiaan bank dan bertekad untuk mengambil tindakan kepada negara-negara yang menolak bekerjasama, termasuk negara-negara sorga pajak.

Pada bulan September 2009, Indonesia menjadi anggota Global Forum on Transparency and Exchange of Information for Tax Purposes (Global Forum). Forum ini merupakan badan internasional dengan anggota terdiri dari 165 negara yang dibentuk untuk penerapan standar internasional atas transparansi pajak dan  pertukaran informasi keuangan secara otomatis antar negara.

Selanjutnya pada tanggal 15 Juni 2015, Indonesia menandatangani Multilateral Competent Authority Agreement (MCAA) di Kantor Pusat OECD di Paris, Perancis, yang mulai membuka lembaran baru era keterbukaan informasi untuk perpajakan di Indonesia. Hal ini juga menjadi pembuka bagi Indonesia untuk masuk kedalam skema AEOI (Automatic Exchange of Information) dengan lebih dari 50 negara Dunia.

Memasuki era keterbukaan informasi ini, pemerintah Indonesia telah menerbitkan peraturan-peraturan untuk mendukung hal tersebut yaitu dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPPU) Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan, lalu Peraturan Menteri Keuangan Nomor 70/PMK.03/2017 tentang Petunjuk Teknis Mengenai Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 19/PMK.03/2018.

Penerapan keterbukaan informasi ini sangat penting bagi Indonesia karena apabila tidak menerapkannya, maka Indonesia dapat dianggap sebagai negara yang “Non-Cooperative Jurisdictions”. Dengan bergabung AEOI, Indonesia dapat mencegah dan mendeteksi terjadinya praktik penghindaran dan pengelakan Pajak, Indonesia dapat memperoleh informasi keuangan milik Wajib Pajak Indonesia yang akurat dari lebih dari 50 negara di dunia.

Edukasi dari era keterbukaan informasi dan pertukaran data antar negara ini perlu dan harus terus disosialisasikan dan diinformasikan kepada masyarakat luas agar pemahaman menyeluruh atas adanya skema ini dapat diterima dengan baik tanpa ada resistensi dari masyarakat dan dengan penuh kesadaran agar dapat patuh dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.

Harapan kedepan dengan semakin terbukanya informasi, Direktorat Jenderal Pajak dapat bersinergi secara positif dengan Wajib Pajak, dan tingkat kepatuhan sukarela dari Wajib Pajak dapat meningkat dengan sendirinya. Jika Pemerintah benar-benar dapat memberikan rasa aman dan nyaman dengan menerbitkan peraturan-peraturan yang melindungi hak dari Wajib Pajak, serta pemanfaatan dari data yang terbuka tersebut dapat dimaksimalkan untuk mengedukasi, mendidik, serta meningkatkan pengetahuan wajib pajak atas implikasi-implikasi yang dapat terjadi apabila tidak patuh.

Sebagai Asosiasi konsultan pajak pertama dan terbesar/terbanyak anggotanya di tanah air, IKPI (“Ikatan Konsultan Pajak Indonesia”) memiliki kewajiban moral untuk meningkatkan kemampuan dan wawasan anggota (pada khususnya) dan masyarakat (pada umumnya) untuk memahami latar belakang, perkembangan dan penerapan global minimum taxation baik dari perspective nasional maupun internasional.

Bahwa IKPI melalui Departemen Hubungan Internasional dengan dukungan dari Asosiasi Perpajakan Jepang, China dan Korea mengundang perwakilannya untuk menjadi narasumber pada “International Tax Law Class” dengan topik “Tax Transparency; A Collaboration between Indonesia (IKPI), Japan, China And Korea”. Tujuan seminar ini adalah untuk saling bertukar informasi bagaimana penerapan Tax Transparency and Automatic Exchange of Information di masing-masing negara.

Seminar kali ini adalah semacam pemanasan sebelum nanti bertempat di Bali bulan November 2022 akan diadakan seminar perpajakan internasional yang akan melibatkan lebih banyak lagi narasumber dari negara-negara  yang tergabung dalam Asia Oceania Tax Consultant’s Association (AOTCA). Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) akan menjadi tuan rumah penyelenggaraan AOTCA 2022 General Meeting and International Tax Conference yang kedua kalinya setelah yang pertama pada tahun 2011.

Kegiatan seperti ini menjadi salah satu program berkelanjutan yang dilaksanakan oleh Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) untuk menjalin komunikasi serta pertukaran pengalaman dengan negara-negara lain. Kerjasama dengan universitas-universitas terkemuka di dunia akan terus dibangun, sekaligus sebagai upaya mewujudkan salah satu misi IKPI menjadi asosiasi konsultan pajak terkemuka di dunia.

 

Tentang IKPI

IKPI (Ikatan Konsultan Pajak Indonesia) merupakan wadah asosiasi profesi Konsultan pajak di seluruh Indonesia yang berbentuk Perkumpulan berbadan hukum. Sejak berdiri pada 27 Agustus 1965 lalu, IKPI saat ini sudah memiliki 12 Pengurus Daerah dan 42 Cabang di seluruh Indonesia, dengan Anggota Aktif Perkumpulan sebanyak 6.000 orang.

 

Humas PP IKPI

 

id_ID