Tak Hanya untuk Anggota, IKPI Buka Edukasi Pajak Gratis bagi Publik via Webinar

IKPI, Jakarta: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) resmi meluncurkan program Edukasi Pajak yang digelar secara rutin setiap hari Kamis pukul 14.00–16.00 WIB. Program ini ditujukan bagi anggota IKPI maupun masyarakat umum, dan diselenggarakan secara daring tanpa dipungut biaya.

Program perdana bertema “Sengketa Perpajakan” ini menghadirkan Ketua Umum IKPI, Vaudy Starworld, sebagai narasumber.

Selain sebagai konsultan pajak, Vaudy juga dikenal sebagai pemegang sertifikasi ahli kepabeanan, serta kuasa hukum di Pengadilan Pajak. Webinar ini dimoderatori oleh Ketua Departemen Pengembangan Organisasi IKPI, Nuryadin Rahman.

“Edukasi pajak ini akan kita adakan rutin tiap Kamis, pukul 14.00-16.00 WIB. Ini penting karena peraturan perpajakan itu sangat dinamis, berubah-ubah terus. Wajib pajak harus update agar tak bermasalah di kemudian hari,” ujar Nuryadin, seusai acara.
Nuryadin menambahkan bahwa edukasi ini tidak hanya ditujukan untuk internal IKPI saja, tapi terbuka luas untuk masyarakat umum. Dalam sebulan, akan ada empat topik berbeda yang dibahas, menghadirkan narasumber yang beragam dari kalangan ahli perpajakan nasional. Peserta juga bisa aktif bertanya dan berdiskusi langsung seperti dalam seminar interaktif.

“Ini bukan podcast, bukan FGD, Ini benar-benar seminar edukatif dua arah secara daring. Kita buka tanya-jawab, semua bisa ikut terlibat. Dan yang terpenting: gratis dan terbuka untuk siapa saja,” tegasnya.

Pada webinar perdana, lebih dari 500 peserta terpantau mengikuti acara tersebut. Bahkan, antusiasme terlihat dari komunikasi dua arah atara narasumber dan peserta webinar.

Pada kesempatan terpisah, Ketua Departemen Humas IKPI, Jemmi Sutiono, juga menekankan pentingnya kegiatan edukasi ini sebagai bagian dari misi profesi konsultan pajak untuk mencerdaskan publik.

“Penting bagi masyarakat untuk terus menambah wawasan dalam memenuhi kewajiban dan melaksanakan hak perpajakannya dengan sebaik-baiknya dan sebenar-benarnya,” kata Jemmi.

Menurut Jemmi, sarana edukasi dan sosialisasi yang dipersembahkan oleh IKPI, merupakan bagian dari tanggung jawab organisasi profesi untuk memberikan wawasan dan pengetahuan yang tepat bukan hanya kepada anggota, tetapi juga kepada masyarakat luas.

Dengan banyaknya peserta webinar perdana tersebut, ia optimistis bahwa program ini akan menjadi kanal utama pencerdasan publik di bidang perpajakan. Edukasi ini juga menjadi bentuk nyata dari semangat yang diusung oleh IKPI, yaitu “IKPI Hadir untuk Nusa Bangsa”, sebagaimana ditegaskan oleh Ketua Umum Vaudy Starworld.

“Dengan masyarakat yang tercerahkan, kita berharap kepatuhan pajak meningkat. Masyarakat jadi sadar membayar pajak bukan karena takut, tapi karena paham hak dan kewajibannya,” kata Jemmi.

Ia menegaskan, untuk informasi dan tautan Zoom untuk mengikuti sesi edukasi ini akan disebarkan secara terbuka oleh panitia melalui kanal resmi IKPI setiap minggunya. (bl)

WHO Dorong Kenaikan Harga Rokok, Alkohol, dan Minuman Manis hingga 50% Lewat Pajak Kesehatan

IKPI, Jakarta: Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyerukan langkah global untuk menaikkan harga produk rokok, alkohol, dan minuman manis hingga 50% melalui mekanisme perpajakan dalam kurun waktu sepuluh tahun ke depan. Seruan ini disampaikan dalam Konferensi PBB tentang Pembiayaan untuk Pembangunan yang digelar di Seville, Spanyol.

Melalui inisiatif bertajuk “3 by 35”, WHO menargetkan tercapainya peningkatan harga secara menyeluruh pada ketiga jenis produk tersebut, dengan proyeksi tambahan penerimaan negara mencapai US$1 triliun atau sekitar Rp16,2 kuadriliun pada 2035.

Langkah ini merupakan bentuk dukungan terkuat WHO terhadap penggunaan pajak sebagai instrumen untuk mencegah penyakit tidak menular (PTM) yang semakin membebani sistem kesehatan di banyak negara. PTM seperti diabetes dan kanker banyak dikaitkan dengan konsumsi minuman manis, alkohol, dan produk tembakau.

“Pajak kesehatan adalah salah satu alat paling efektif dan efisien untuk menyelamatkan nyawa sekaligus meningkatkan pendapatan negara,” ujar Asisten Direktur Jenderal WHO untuk Promosi Kesehatan dan Pencegahan Penyakit, Jeremy Farrar seperti dikutip dari Reuters, Kamis (3/7/2025).

Ia menambahkan, dunia tak bisa lagi menunda aksi nyata menghadapi krisis kesehatan yang semakin kronis.

Dampak Ganda

WHO menyebutkan bahwa kebijakan ini dapat menjadi solusi ganda, tidak hanya untuk menekan konsumsi produk berisiko, tetapi juga membantu negara-negara berkembang yang sedang menghadapi defisit anggaran, utang publik yang menanjak, serta penurunan bantuan pembangunan.

Contoh penerapan pajak serupa di Kolombia dan Afrika Selatan menjadi rujukan utama dalam menyusun estimasi potensi penerimaan pajak global. WHO sendiri selama puluhan tahun telah aktif mendorong pajak tembakau, dan dalam beberapa tahun terakhir memperluas seruan untuk mencakup alkohol dan minuman bergula.

Namun, untuk pertama kalinya, WHO menetapkan target kuantitatif dan waktu pelaksanaan untuk ketiga kategori tersebut secara bersamaan.

Tak berhenti di situ, WHO juga mengisyaratkan kemungkinan ekspansi kebijakan pajak ke produk makanan ultra-proses seperti camilan tinggi gula dan garam yang selama ini dianggap berkontribusi besar terhadap meningkatnya beban penyakit metabolik. WHO kini tengah menyusun definisi resmi untuk kategori makanan tersebut dan berencana mengumumkannya dalam waktu dekat.

Inisiatif “3 by 35” diklaim mendapat dukungan kuat dari berbagai lembaga internasional, termasuk Bloomberg Philanthropies, Bank Dunia, dan Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD). Selain advokasi, inisiatif ini juga menawarkan dukungan teknis dan kebijakan bagi negara yang siap melaksanakan reformasi pajak kesehatan secara nyata.

Dr. Tedros Adhanom Ghebreyesus, Direktur Jenderal WHO, menegaskan bahwa inisiatif ini adalah jawaban terhadap tantangan kesehatan dan ekonomi global yang semakin kompleks.

“Dengan kebijakan fiskal yang cerdas, kita tidak hanya menyelamatkan nyawa, tapi juga memperkuat ketahanan sistem kesehatan nasional,” ujarnya.(alf)

 

 

 

Ekonom Imbau Pemerintah Tunda Kenaikan PPN dan Cukai: Bisa Tekan Daya Beli

IKPI, Jakarta: Rencana pemerintah untuk mengerek sejumlah tarif pajak dan cukai pada 2026, seperti Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12%, cukai minuman berpemanis, serta cukai rokok, menuai sorotan tajam dari kalangan ekonom.

Ekonom senior Raden Pardede menilai langkah ini belum tepat sasaran dan justru berisiko menekan daya beli masyarakat serta mendorong praktik ekonomi ilegal.

“Dalam situasi ekonomi seperti sekarang, yang dibutuhkan bukan tarif yang lebih tinggi, tapi kepatuhan pajak yang lebih baik,” kata Raden dikutip dari Cuap Cuap Cuan yang disiarkan CNBC Indonesia, Kamis (3/7/2025).

Raden mencontohkan persoalan pada sektor cukai rokok. Menurutnya, alih-alih meningkatkan penerimaan, kenaikan tarif justru mendorong peredaran rokok ilegal yang merugikan negara. “Cukai rokok itu sumber penerimaan besar, tapi justru yang terjadi makin banyak rokok ilegal. Katanya angkanya bisa sampai Rp100 triliun. Itu yang harus dibereskan dulu,” ujarnya.

Ia mengingatkan bahwa upaya peningkatan tarif di tengah kondisi ekonomi yang belum pulih sepenuhnya hanya akan membuat masyarakat dan pelaku usaha mencari jalan pintas ke sektor informal, bahkan ilegal. Hal ini berpotensi memperburuk pengawasan dan menggerus basis pajak yang sah.

“Kalau tarif dinaikkan sekarang, ya orang bakal cari yang lebih murah, bahkan ilegal. Sama saja negara kehilangan pendapatan,” tambahnya.

Lebih lanjut, Raden menekankan bahwa pemerintah perlu membenahi sistem pemungutan dan memperluas basis pajak, bukan hanya menaikkan tarif bagi mereka yang sudah patuh. Ia mengibaratkan kebijakan pajak saat ini sebagai perburuan yang tidak adil.

“Jangan berburu di kebun binatang. Jangan hanya membebani wajib pajak yang itu-itu saja. Perluasan dan penegakan kepatuhan jauh lebih penting,” ujarnya. (alf)

 

Pejabat hingga Mahasiswa Kini Bisa Impor Barang Pindahan Tanpa Bea Masuk

IKPI, Jakarta: Pemerintah memperluas cakupan fasilitas pembebasan bea masuk atas barang pindahan dari luar negeri bagi Warga Negara Indonesia (WNI). Kini, pejabat negara turut masuk dalam daftar penerima fasilitas, menyusul diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 25 Tahun 2025 yang mulai berlaku pada 27 Juni 2025.

Sebelumnya, dalam PMK Nomor 28 Tahun 2008, ketentuan ini hanya berlaku untuk kalangan terbatas seperti Pegawai Negeri Sipil (PNS), anggota TNI, dan Polri yang bertugas atau belajar di luar negeri. Dengan aturan baru, cakupan subjek makin luas termasuk pejabat negara, serta Warga Negara Asing (WNA) yang sedang menempuh pendidikan di Indonesia.

“Dalam pengaturan ini, jangkauan subjeknya lebih luas. Ada pejabat negara, dan WNA yang belajar. Sebelumnya hanya WNA yang bekerja,” ujar Kepala Subdirektorat Impor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Chotibul Imam, dalam media briefing virtual pada Rabu (2/7/2025).

Barang Rumah Tangga Tak Dibatasi Nilai

Barang pindahan didefinisikan sebagai barang rumah tangga milik pribadi atau anggota keluarga yang sebelumnya berdomisili di luar negeri, kemudian dibawa pulang ke Indonesia. Tidak seperti barang penumpang yang dibatasi hingga US$500 atau barang kiriman umum yang dibatasi US$3, barang pindahan tidak memiliki batas nilai asalkan memenuhi kriteria.

“Nilainya bisa saja US$1.000 atau lebih, tidak masalah selama sesuai definisi barang pindahan. Tidak dikenakan PPN dan dikecualikan dari pemungutan PPh,” jelas Imam.

Namun demikian, pembebasan tidak berlaku untuk kendaraan bermotor seperti mobil dan sepeda motor, kapal cepat, pesawat udara, barang kena cukai, dan barang dalam jumlah berlebihan yang tidak wajar untuk barang pindahan.

Proses Semakin Mudah dan Gratis

Pengajuan fasilitas pembebasan bea masuk kini dapat dilakukan secara daring melalui laman barangpindahan.beacukai.go.id. Fasilitas ini disediakan tanpa pungutan biaya, kecuali jika menggunakan jasa pihak ketiga seperti Perusahaan Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK).

“Layanan Bea Cukai gratis. Kalau memakai jasa perusahaan, tentu ada biaya tersendiri dari perusahaan tersebut,” imbuh Imam.

Adapun ketentuan waktu mengatur bahwa barang pindahan harus tiba bersamaan dengan pemiliknya atau dalam rentang waktu paling lama 90 hari sebelum atau setelah kedatangan pemilik. Syarat lainnya, barang harus dikirim dari negara tempat domisili dan pemilik telah tinggal di luar negeri sekurang-kurangnya 12 bulan.

Pembaruan Aturan Sesuai Kebutuhan Zaman

Imam menegaskan bahwa pembaruan regulasi ini dilakukan karena aturan sebelumnya dianggap sudah tidak relevan dengan kondisi saat ini. Penyusunan aturan baru ini pun dilakukan secara lebih rinci untuk memperkuat tata kelola pelayanan kepabeanan.

“Kita revisi dengan menyusun regulasi yang sedemikian detail. Tujuannya tentu untuk memperbaiki tata kelola dan menyesuaikan dengan kebutuhan masyarakat,” pungkasnya. (alf)

 

Pemutihan PKB Jateng Rampung, Rp333 Miliar Mengalir ke Kas Daerah

IKPI, Jakarta: Program pemutihan pajak kendaraan bermotor (PKB) di Jawa Tengah bertajuk “Tak Diskon, Maka Tak Sayang!” resmi berakhir pada 30 Juni 2025. Program yang berlangsung selama hampir tiga bulan sejak 8 April ini berhasil menarik antusiasme tinggi dari masyarakat, dengan total 1.196.113 objek pajak memanfaatkan kebijakan penghapusan sanksi administratif tersebut.

Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Jawa Tengah, Nadi Santoso, mengungkapkan bahwa program ini sukses mendorong kesadaran pajak, terutama dari kendaraan yang sebelumnya menunggak.

“Artinya, satu juta sekian objek pajak yang dulunya tidak membayar, pada tahun 2025 itu membayar,” ujar Nadi saat, Rabu (2/7/2025).

Dari program ini, total Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang berhasil dihimpun mencapai Rp333,9 miliar, dengan kontribusi dari Opsen PKB (opsen pajak kendaraan bermotor) sebesar Rp219,4 miliar.

Nadi menegaskan pentingnya menjaga momentum ini agar masyarakat tetap patuh membayar pajak, meski masa pemutihan telah usai.

“Semoga, setelah pemutihan tetap konsisten dalam pembayaran PKB. Sekali lagi, PKB menjadi tumpuan PAD Provinsi Jawa Tengah,” tuturnya.

Dengan capaian tersebut, Pemerintah Provinsi Jateng berharap dapat terus mengoptimalkan PAD untuk mendukung berbagai program pembangunan daerah, sekaligus memperkuat budaya taat pajak di masyarakat. (alf)

Jangan Bikin Kaget! DPR Ingatkan Pemerintah Sosialisasikan Pajak E-Commerce Secara Matang

IKPI, Jakarta: Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) meminta pemerintah untuk tidak menerapkan kebijakan perpajakan e-commerce secara mendadak yang bisa membuat masyarakat dan pelaku usaha kelimpungan. Ketua Komisi XI DPR, Mukhamad Misbakhun, menegaskan pentingnya komunikasi intensif antara pemerintah dengan dunia usaha sebelum aturan tersebut resmi diterbitkan.

“Pemerintah sebaiknya tidak memberi efek kejut kepada rakyat. Harus ada dialog terbuka dengan asosiasi pedagang, penjual, dan produsen agar mekanisme pemajakannya dipahami bersama,” ujar Misbakhun saat ditemui di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (2/7/2025).

Ia menekankan bahwa kebijakan perpajakan atas penghasilan pelapak atau merchant daring memang diperlukan untuk menopang penerimaan negara, namun implementasinya harus melalui pendekatan yang partisipatif. Misbakhun juga mengingatkan bahwa pajak adalah kewajiban setiap warga negara, dan mekanisme pemungutannya baik secara online maupun offline harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

“Setiap transaksi pembelian sudah dikenai PPN 11%, bahkan barang mewah bisa sampai 12%. Pendapatan dari hasil penjualan online pun tetap menjadi objek pajak, dan itu harus dipahami oleh semua pihak,” jelasnya.

Namun demikian, Misbakhun juga mengakui bahwa hingga saat ini DPR belum diajak duduk bersama oleh pemerintah dalam membahas teknis kebijakan pajak e-commerce tersebut. “Sampai sekarang belum ada pembahasan formal dengan DPR. Mungkin karena ini masih dalam ranah administrasi yang jadi kewenangan penuh pemerintah,” katanya.

Ia berharap sebelum kebijakan diluncurkan, pemerintah bisa membangun komunikasi yang baik dan terbuka agar publik tidak merasa kebijakan ini bersifat sepihak.

“Rakyat tidak boleh dibiarkan terkaget-kaget terhadap kebijakan pemerintah. Ini soal kepercayaan publik, dan pemerintah perlu menjaganya lewat transparansi dan sosialisasi yang cukup,” tutup Misbakhun. (alf)

 

 

Lomba Cerdas Cermat Pajak IKPI 2025 Dibuka, 26 Kampus Sudah Mendaftar

IKPI, Jakarta: Panitia HUT ke-60 Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) resmi membuka pendaftaran Lomba Cerdas Cermat Pajak tingkat nasional yang ditujukan bagi mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia. Ketua Panitia, Nuryadin Rahman, mengajak seluruh Pengurus Daerah (Pengda) dan Pengurus Cabang (Pengcab) untuk aktif menyosialisasikan lomba ini agar keterlibatan kampus di seluruh wilayah semakin merata.

“Pendaftaran sudah dibuka sejak 1 Juli 2025, dan kompetisi akan dimulai pada 28 Juli 2025. Kami berharap tiap Pengda dan Pengcab mendorong lebih banyak kampus untuk ikut serta. Saat ini partisipasi dari luar Pulau Jawa masih tergolong rendah,” kata Nuryadin, Kamis (3/7/2025).

Ia mencontohkan, kampus dari Pontianak sudah mengirimkan tim walaupun jumlahnya masih kurang, sementara sejumlah wilayah lainnya belum terlihat mengirim wakil. “Kami ingin tiap daerah mengirim lebih dari dua tim agar ada kompetisi di tingkat lokal sebelum ke nasional. Kalau cuma dua tim, otomatis mereka langsung lolos semi-final tanpa seleksi. Itu tentu kurang ideal,” ujarnya.

Tahapan Kompetisi:

• Penyisihan Daerah: Pengda memilih 2 tim terbaik hasil seleksi lokal

• Semi-Final Nasional: Memilih 3 tim terbaik dari seluruh Indonesia

• Final Nasional di Jakarta: Digelar pada 25 Agustus 2025, dengan seluruh akomodasi peserta ditanggung panitia

• Acara Puncak: 27 Agustus 2025, pengumuman pemenang dan penyerahan hadiah di panggung utama HUT IKPI

41 Tim dari 26 Perguruan Tinggi Telah Terdaftar:

Pengda DKI Jakarta

• Universitas Indonesia – Depok (3 tim)

• Bina Nusantara University – Jakarta Barat

• Universitas Dian Nusantara – Jakarta Barat (3 tim)

• Institut Ilmu Sosial dan Manajemen STIAMI – Jakarta Pusat (4 tim)

• Universitas Asa Indonesia – Jakarta Timur

• Perbanas Institute – Jakarta Selatan (2 tim)

• Institut STIAMI – Kota Bekasi

Pengda Banten

• Universitas Multimedia Nusantara – Kabupaten Tangerang

Pengda Jawa Barat

• UIN Siber Syekh Nurjati – Cirebon

• Universitas Singaperbangsa – Karawang

• Universitas Muhammadiyah – Bandung

Pengda Jawa Tengah

• Universitas Diponegoro – Semarang

• Universitas Muhammadiyah Karanganyar – Surakarta

Pengda Jawa Timur

• Universitas PGRI Madiun – Sidoarjo

• Universitas Katolik Widya Mandala – Surabaya (2 tim)

• Universitas Airlangga – Surabaya

• Universitas Brawijaya – Malang

Pengda Kalimantan

• Politeknik Tonggak Equator – Pontianak

• Universitas Widya Dharma – Pontianak

Pengda Sumatera Bagian Tengah

• Universitas Riau – Pekanbaru

• Universitas Muhammadiyah Riau – Pekanbaru

Pengda Sumatera Bagian Utara

• Universitas Pelita Harapan – Medan (3 tim)

• Universitas HKBP Nommensen – Medan (3 tim)

• Universitas Negeri Medan – Medan (2 tim)

Pengda Bali

• Universitas Hindu Indonesia – Denpasar

Nuryadin menegaskan bahwa lomba ini tidak sekadar ajang kompetisi, tapi juga menjadi wadah edukatif bagi generasi muda untuk memperdalam pemahaman perpajakan secara menyenangkan dan kompetitif.

“Ini bukan hanya tentang menang, tapi tentang membangun semangat belajar dan mengenalkan dunia perpajakan lebih luas ke generasi mahasiswa. Jadi kami harap semua wilayah ikut bergerak dan kampus-kampus segera mendaftar sebelum kompetisinya dimulai,” tegasnya. (bl)

 

 

Pemprov DKI Kenakan Pajak 10% untuk Lari hingga Padel

IKPI, Jakarta: Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta resmi menambah daftar aktivitas olahraga yang dikenakan Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) dalam kategori Jasa Kesenian dan Hiburan, sebagaimana tertuang dalam Keputusan Kepala Bapenda DKI Jakarta Nomor 257 Tahun 2025 yang berlaku sejak 20 Maret 2025.

Melalui kebijakan ini, sejumlah cabang olahraga mulai dari padel, lari, futsal, hingga yoga dan pilates secara eksplisit ditetapkan sebagai objek pajak hiburan dengan besaran tarif 10 persen. Kebijakan tersebut merupakan perubahan kedua atas keputusan sebelumnya, yakni Keputusan Kepala Bapenda Nomor 854 Tahun 2024.

Meskipun keputusan terbaru hanya memuat dua pasal, isinya berdampak signifikan terhadap sektor olahraga rekreatif di Ibu Kota. Dengan aturan ini, pengelola fasilitas olahraga permainan diwajibkan memungut pajak dari setiap pengguna jasa, baik dalam bentuk tiket masuk, sewa lapangan, maupun sistem keanggotaan, untuk kemudian disetorkan ke kas daerah.

Penetapan tarif PBJT sendiri masih merujuk pada Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2024, di mana disebutkan bahwa jasa hiburan termasuk aktivitas permainan, ketangkasan, dan rekreasi dikenakan pajak sebesar 10%. Hal ini tercantum jelas dalam Pasal 53 ayat 1 Perda tersebut.

Berikut ini adalah 21 fasilitas olahraga yang kini termasuk dalam objek PBJT berdasarkan Keputusan Kepala Bapenda terbaru:

  1. Tempat kebugaran (termasuk yoga, pilates, zumba)
  2. Lapangan futsal/sepak bola/mini soccer
  3. Lapangan tenis
  4. Kolam renang
  5. Lapangan bulutangkis
  6. Lapangan basket
  7. Lapangan voli
  8. Lapangan tenis meja
  9. Lapangan squash
  10. Lapangan panahan
  11. Lapangan bisbol/sofbol
  12. Lapangan tembak
  13. Tempat bowling
  14. Tempat biliar
  15. Tempat panjat tebing
  16. Tempat ice skating
  17. Tempat berkuda
  18. Sasana tinju/bela diri
  19. Tempat atletik/lari
  20. Wahana jetski
  21. Lapangan padel

(alf)

 

 

 

 

DJP Jakbar Catat 334 Ribu SPT Masuk, Wajib Pajak Diimbau Segera Aktivasi Coretax

IKPI, Jakarta: Hingga akhir Mei 2025, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Barat (Kanwil DJP Jakbar) telah menerima 334.644 Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan. Meski angkanya tinggi, capaian ini masih sedikit tertinggal dari rata-rata nasional, yakni baru mencapai 83,24 persen dari target 402.188 SPT, sementara rata-rata nasional telah menembus 84,70 persen.

Kepala Kanwil DJP Jakbar Farid Bachtiar mengingatkan para Wajib Pajak untuk segera melakukan aktivasi akun serta registrasi Kode Otorisasi/Sertifikat Digital (KO/SD) di sistem Coretax sebagai syarat pelaporan SPT tahun pajak 2025 pada tahun depan.

“Pelaporan SPT Tahunan PPh tahun pajak 2025 dilakukan melalui Coretax. Karena itu, kami imbau Wajib Pajak segera mengaktifkan akun dan mendaftarkan KO/SD sebelum masa pelaporan dimulai,” ujar Farid dalam keterangan tertulis, Rabu (2/7/2025).

KO/SD merupakan tanda tangan digital resmi yang digunakan untuk menandatangani dokumen elektronik di Coretax. Tanpa KO/SD, pelaporan pajak secara daring tak bisa dilakukan.

Realisasi Pajak Tembus Rp30,82 Triliun

Dari sisi penerimaan, Kanwil DJP Jakbar berhasil mengumpulkan pajak sebesar Rp30,82 triliun atau 39,22 persen dari target tahunan yang sebesar Rp78,59 triliun dalam APBN 2025.

Farid memaparkan, kontribusi terbesar berasal dari Pajak Penghasilan (PPh) dengan realisasi mencapai Rp16,66 triliun atau 54,04 persen dari total penerimaan neto. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) menyumbang Rp13,42 triliun atau 43,53 persen, sementara jenis pajak lainnya menyumbang Rp728,13 miliar.

Adapun penerimaan dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) serta Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) tercatat sebesar Rp18,5 miliar.

Empat sektor ekonomi mendominasi penerimaan pajak di wilayah Jakarta Barat, dengan kontribusi total mencapai 78,74 persen. Sektor perdagangan menyumbang paling besar dengan nilai Rp13,84 triliun atau 44,91 persen. Diikuti sektor industri pengolahan Rp6,97 triliun (22,66 persen), sektor pengangkutan dan pergudangan Rp2,09 triliun (6,78 persen), serta sektor konstruksi Rp1,37 triliun (4,44 persen).

Dengan pencapaian tersebut, DJP Jakbar terus mendorong peningkatan kepatuhan melalui transformasi digital, khususnya dengan memanfaatkan sistem Coretax yang menjadi tulang punggung pelaporan pajak ke depan. (alf)

 

 

Semester I 2025, Setoran Pajak Seret Dibayangi Restitusi

IKPI, Jakarta: Penerimaan pajak nasional sepanjang semester I 2025 masih jauh dari target. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan hingga Juni 2025, total setoran pajak neto baru mencapai Rp 831,27 triliun, atau sekitar 38% dari target APBN sebesar Rp 2.189,3 triliun.

Menurut Sri Mulyani, salah satu penyebab utama rendahnya capaian ini adalah lonjakan restitusi di awal tahun. “Untuk netonya memang jauh lebih dalam kontraksinya Januari 41,9% karena restitusi cukup besar. Sampai Februari masih terasa dampaknya,” ujar Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Badan Anggaran DPR RI, Selasa (1/7/2025).

Pada Januari 2025, penerimaan pajak tercatat hanya Rp 88,9 triliun, anjlok dari Rp 152,9 triliun pada Januari tahun sebelumnya. Meskipun sempat membaik pada Maret dengan kenaikan 3,5% year-on-year menjadi Rp 134,8 triliun dan naik lagi pada April menjadi Rp 234,4 triliun, penerimaan kembali tertekan pada Mei sebelum berangsur positif di Juni.

“Pada Mei kontraksi lagi karena restitusi dan Juni sudah mulai positif setelah Dirjen Pajak baru melakukan adjustment,” kata Sri Mulyani.

Dia menyebut, fluktuasi serupa juga kerap terjadi di tahun-tahun sebelumnya. Namun, pemerintah tetap optimistis penerimaan negara dapat distabilkan pada semester II.

Rinciannya, PPh Badan tercatat sebesar Rp 152,49 triliun atau turun 11,7% dibanding tahun lalu, sedangkan PPN dan PPnBM turun 19,7% menjadi Rp 267,27 triliun.

Di sisi lain, beberapa jenis pajak menunjukkan kinerja positif, seperti PPh Orang Pribadi yang naik 35,6% menjadi Rp 14,03 triliun dan PBB yang melonjak 247,2% menjadi Rp 11,53 triliun.

“Penerimaan negara adalah tulang punggung fiskal. Harapannya semester kedua bisa kita stabilisasi,” ujarnya. (alf)

 

 

id_ID