Ketum IKPI Ingatkan Anggotanya Harus Adaptif Hadapi Isu Global

(Foto: DOK. PP-IKPI)

IKPI, Seoul: Di tengah ketidakpastian ekonomi global, Ketua Umum (Ketum) Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Vaudy Starworld menyerukan pentingnya kesiapan dan kemampuan adaptif bagi para konsultan pajak dalam menghadapi perubahan kebijakan fiskal dunia yang begitu cepat.

Pesan itu disampaikan Vaudy dalam forum kerja sama antara IKPI dan Korea Association of Certified Tax Attorneys by Examination (KACTAE) di Seoul, Korea Selatan. Acara ini merupakan bagian dari kunjungan balasan IKPI atas undangan resmi dari pihak KACTAE, setelah sebelumnya kedua organisasi menandatangani nota kesepahaman (MoU) kerja sama di Jakarta pada Mei 2025.

(Foto: DOK. PP-IKPI)

Vaudy memaparkan berbagai isu global yang kini memengaruhi kebijakan perpajakan di banyak negara, mulai dari perlambatan ekonomi, volatilitas harga komoditas, ketegangan geopolitik, hingga digitalisasi dan munculnya inovasi fintech.

“Krisis fiskal dan perubahan suku bunga dunia menciptakan tantangan besar bagi sistem perpajakan global. Para konsultan pajak harus tangguh, adaptif, dan terus mengasah kompetensi agar bisa menghadapi kompleksitas regulasi yang berubah begitu cepat,” ujar Vaudy.

(Foto: DOK. PP-IKPI)

Ia menegaskan, perubahan di bidang kebijakan dan administrasi perpajakan menuntut para tax intermediaries seperti konsultan pajak, pengacara pajak, dan penasihat fiskal untuk tidak hanya memahami aspek teknis, tetapi juga memiliki wawasan ekonomi makro dan kemampuan analisis strategis.

“Profesi konsultan pajak kini tidak lagi sekadar membantu klien menghitung kewajiban pajak. Lebih dari itu, mereka harus menjadi mitra strategis yang mampu memberikan pandangan komprehensif dalam pengambilan keputusan bisnis dan kebijakan fiskal,” tegasnya.

Vaudy menilai bahwa kerja sama internasional antara IKPI dan KACTAE menjadi salah satu cara untuk memperkuat daya saing profesi di tengah tekanan global tersebut. Melalui sharing knowledge dan exchange of experience, para profesional pajak di kedua negara dapat saling memperkaya wawasan dan membangun pemahaman lintas sistem perpajakan.

(Foto: DOK. PP-IKPI)

Selain itu, forum ini juga menjadi ruang penting untuk membangun jejaring global antarprofesional pajak, memperkuat integritas, serta menciptakan ekosistem perpajakan yang lebih adil dan efisien.

“Hanya dengan keterbukaan dan kolaborasi, profesi konsultan pajak bisa terus relevan. Kita perlu menyesuaikan diri dengan dunia yang bergerak cepat baik dari sisi teknologi, kebijakan, maupun tata kelola,” tambah Vaudy.

Kunjungan kerja sama ini sekaligus mempertegas komitmen IKPI untuk meningkatkan kualitas dan kapasitas anggotanya melalui kemitraan strategis dengan berbagai asosiasi pajak internasional.

Vaudy berharap agar kerja sama IKPI dan KACTAE dapat terus berlanjut dengan kegiatan yang lebih substansial. “Semoga sinergi ini memberi manfaat nyata bagi pengembangan profesi konsultan pajak di kedua negara,” ujarnya. (bl)

Penerimaan Pajak Korsel Naik Tajam 28,6 Triliun Won, Ditopang Lonjakan Pajak Perusahaan dan Penghasilan

(Foto: Istimewa)

IKPI, Jakarta: Pemerintah Korea Selatan mencatat lonjakan signifikan dalam penerimaan pajak selama delapan bulan pertama tahun 2025. Data resmi Kementerian Ekonomi dan Keuangan yang dirilis Kamis (16/10) menunjukkan total pendapatan pajak mencapai 260,8 triliun won, meningkat 28,6 triliun won dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Kenaikan ini terutama ditopang oleh pajak perusahaan dan pajak penghasilan yang masing-masing melonjak 17,8 triliun won dan 9,6 triliun won. Namun, tidak semua pos pajak mengalami tren positif. Pajak pertambahan nilai (PPN) justru menyusut 1,2 triliun won, mencerminkan pelemahan konsumsi rumah tangga dan sektor ritel.

Secara keseluruhan, pendapatan agregat pemerintah, yang mencakup pajak dan penerimaan nonpajak, mencapai 431,7 triliun won, naik 35 triliun won dari tahun sebelumnya. Di sisi lain, belanja negara juga meningkat tajam menjadi 485,4 triliun won, atau naik 38,4 triliun won dalam periode Januari–Agustus 2025.

Akibatnya, neraca fiskal yang dikelola (managed fiscal balance) tidak termasuk dana jaminan sosial tercatat defisit sebesar 88,3 triliun won. Adapun utang pemerintah pusat terus menanjak hingga 1.260,9 triliun won pada akhir Agustus, naik 20,4 triliun won dibanding bulan sebelumnya.

Pemerintah Korsel menilai peningkatan penerimaan pajak menunjukkan pemulihan kinerja korporasi dan pasar tenaga kerja. Namun, mereka tetap mewaspadai tekanan fiskal akibat kenaikan belanja publik dan defisit anggaran yang melebar.

“Pemerintah akan terus menjaga keseimbangan antara mendukung pertumbuhan ekonomi dan memastikan keberlanjutan fiskal,” demikian pernyataan resmi Kementerian Ekonomi dan Keuangan Korsel. (alf)

IKPI Bangun Diplomasi Pajak di Korea, Ketum Vaudy: Kolaborasi Global Kunci Kompetensi

(Foto: DOK. PP-IKPI)

IKPI, Seoul: Ketua Umum (Ketum) Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Vaudy Starworld menegaskan bahwa kolaborasi internasional merupakan fondasi penting dalam membangun kompetensi dan profesionalisme konsultan pajak di era globalisasi.

Pesan itu disampaikan Vaudy dalam kunjungan resmi delegasi IKPI ke Korea Association of Certified Tax Attorneys by Examination (KACTAE) di Seoul, Korea Selatan, Kamis (16/10/2025). Kehadiran Vaudy bersama 14 pengurus dan anggota IKPI disambut langsung oleh Chairman KACTAE, Mr. Jang Bowon, beserta jajaran pengurus senior asosiasi pajak Korea tersebut.

(Foto: DOK. PP-IKPI)

“Annyeonghaseyo! Kami merasa terhormat atas sambutan hangat dari KACTAE. Kunjungan ini menjadi langkah penting dalam memperkuat hubungan profesional dan memperluas wawasan konsultan pajak Indonesia di kancah global,” ujar Vaudy membuka sambutannya dengan sapaan khas Korea.

Kunjungan ini merupakan balasan atas lawatan delegasi KACTAE ke Jakarta pada 9 Mei 2025, di mana kedua asosiasi profesi pajak itu telah menandatangani nota kesepahaman (MoU). Kesepakatan tersebut mencakup kerja sama dalam pengembangan kapasitas anggota, pertukaran pengetahuan perpajakan, serta peningkatan tata kelola organisasi.

(Foto: DOK. PP-IKPI)

Vaudy menjelaskan, hubungan kerja sama ini bukan sekadar kegiatan seremonial, tetapi bagian dari upaya strategis membangun diplomasi profesi pajak antarnegara. Menurutnya, sinergi lintas negara sangat dibutuhkan di tengah kompleksitas perpajakan global yang kian dinamis.

“Forum seperti ini sangat relevan karena memberi ruang bagi kedua asosiasi untuk saling belajar, berbagi pengalaman, dan memperkuat standar profesionalisme. Dengan kolaborasi yang berkelanjutan, konsultan pajak Indonesia dapat mengadopsi praktik terbaik dari negara lain tanpa kehilangan jati diri profesinya,” kata Vaudy.

(Foto: DOK. PP-IKPI)

Lebih lanjut, Vaudy menilai bahwa kolaborasi dengan asosiasi luar negeri seperti KACTAE akan memperluas jaringan profesional IKPI di tingkat internasional. Ia berharap, kerja sama ini bisa berkembang menjadi kegiatan konkret seperti pelatihan bersama, simposium internasional, dan program pertukaran pengetahuan.

“Kolaborasi global adalah kunci untuk memperkuat daya saing konsultan pajak Indonesia. Melalui kerja sama ini, kita belajar untuk berpikir lebih luas, bersikap terbuka terhadap perubahan, dan menyesuaikan diri dengan tren pajak dunia,” tambahnya.

Kunjungan delegasi IKPI ke Korea Selatan ini juga menjadi simbol komitmen organisasi untuk mendorong diplomasi profesi pajak sebagai bagian dari kontribusi terhadap sistem perpajakan yang transparan dan berkeadilan. (bl)

Tan Alim: Sinergi Pajak Harus Dibangun di Atas Integritas

(Foto: DOK. IKPI Pengda DKJ)

IKPI, Jakarta: Ketua Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Pengurus Daerah (Pengda) DKJ, Tan Alim, menegaskan bahwa sinergi antara konsultan pajak dan otoritas pajak hanya dapat terwujud apabila kedua belah pihak menjunjung tinggi integritas dan kepercayaan profesional.

Pernyataan itu disampaikannya dalam kunjungan silaturahmi IKPI Pengda DKJ ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Penanaman Modal Asing (PMA) 4, pada Selasa (15/10/2025).

“IKPI dan DJP adalah dua mitra strategis yang sama-sama berperan menjaga kredibilitas sistem perpajakan nasional. Sinergi hanya akan bermakna bila dibangun di atas integritas dan saling menghormati peran masing-masing,” ujar Tan Alim.

Rombongan IKPI disambut langsung oleh Kepala KPP PMA 4, Arman Imran, bersama para Kasie Pengawasan dan Supervisor Fungsional Pemeriksa.

Sementara itu, Arman Imran menekankan bahwa integritas merupakan fondasi utama pelayanan pajak yang adil dan berkeadilan. Menurutnya, kepercayaan publik terhadap DJP hanya bisa terjaga jika seluruh pihak, termasuk konsultan pajak, menegakkan standar etika yang sama.

“Integritas bukan hanya tanggung jawab internal DJP. Konsultan pajak juga bagian penting dari ekosistem kepatuhan. Dengan menjaga perilaku profesional, kita bisa bersama-sama membangun kepercayaan masyarakat terhadap sistem pajak,” ungkap Arman.

Selain itu, para pejabat KPP PMA 4 juga menyarankan agar anggota IKPI selalu mengenakan Kartu Tanda Anggota (KTA) saat melakukan kunjungan atau konsultasi di lingkungan DJP sebagai bentuk identitas profesional.

Menanggapi hal tersebut, Tan Alim menyambut baik usulan itu.

“Kami memahami pentingnya identitas profesional. Saran ini akan kami teruskan agar anggota IKPI tampil lebih tertib, kredibel, dan menunjukkan semangat kerja sama yang baik dengan otoritas pajak,” ucapnya.

Kunjungan yang berlangsung akrab selama lebih dari satu jam itu ditutup dengan sesi foto bersama serta komitmen untuk terus memperkuat komunikasi dan kolaborasi berbasis integritas antara DJP dan IKPI.

Hadir dalam kunjungan tersebut, dari Pengda DKJ diwakili oleh Tan Alim, Mardi D. Muljana, Onny Ritonga, Ferry Halimi, dan Hery Juwana.

Sementara dari pengurus cabang hadir Franky Foreson (Ketua IKPI Cabang Jakarta Utara), Sustiwi (Bendahara IKPI Cabang Jakarta Timur), Edwin (Humas IKPI Cabang Jakarta Pusat), Lili Tjitadewi (Humas IKPI Cabang Jakarta Selatan), Devi Arista (Sie Sosial IKPI Cabang Jakarta Barat), dan Eddy Tamrin (Sie Pengembangan Program, Kapasitas, dan Diseminasi IKPI Cabang Jakarta Selatan). (bl)

DJP, DJPK, dan 109 Pemda Sepakat Perkuat Sinergi Pajak Nasional

(Foto: Istimewa)

IKPI, Jakarta: Sinergi fiskal antara pusat dan daerah kembali diperkuat. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) resmi menandatangani Perjanjian Kerja Sama (PKS) Tripartit bersama 109 pemerintah daerah (Pemda) pada Rabu (15/10/2025). Langkah ini menandai perluasan Program PKS Tripartit Tahap VII, melanjutkan kolaborasi yang telah dimulai sejak 2019.

Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kemenkeu Askolani menegaskan, kerja sama tersebut merupakan bentuk komitmen bersama antara pusat dan daerah untuk memperkuat pengelolaan perpajakan secara terintegrasi.

“PKS Tripartit adalah simbol kolaborasi fiskal yang nyata. Sinergi ini bukan hanya soal berbagi data, tapi bagaimana kita menyatukan arah kebijakan agar pembangunan nasional dan daerah berjalan seimbang,” ujar Askolani dalam keterangan tertulis, Kamis (16/10/2025).

Askolani menambahkan, penyelarasan kebijakan pajak antara pusat dan daerah menjadi strategi penting dalam memperkuat fondasi ekonomi nasional.

“Dengan kebijakan yang selaras, pertumbuhan ekonomi akan lebih inklusif dan ruang fiskal untuk pembiayaan pembangunan akan semakin luas,” tambahnya.

Sementara itu, Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto memaparkan hasil konkret dari kolaborasi lintas otoritas ini. Hingga triwulan II-2025, kegiatan pengawasan bersama antara Kantor Wilayah DJP dan Pemda berhasil mencatat realisasi penerimaan pajak pusat sebesar Rp26,84 miliar.

Sedangkan penerimaan pajak daerah yang dilaporkan pemerintah daerah mencapai Rp175,98 miliar.

“Capaian ini menunjukkan bahwa sinergi pusat dan daerah benar-benar berdampak. Kolaborasi ini mendorong kepatuhan wajib pajak sekaligus memperkuat fondasi fiskal kita bersama,” ujar Bimo.

Sejak pertama kali dijalankan pada 2019, Program PKS Tripartit telah mencakup lebih dari 400 pemerintah daerah di seluruh Indonesia.

Melalui tahap perluasan kali ini, Kemenkeu menargetkan peningkatan pengawasan wajib pajak potensial, pertukaran data perpajakan yang lebih akurat, dan penguatan kapasitas fiskal daerah.

Dengan kolaborasi ini, pusat dan daerah diharapkan semakin kompak dalam mengoptimalkan penerimaan negara dan memperkuat kemandirian pembiayaan pembangunan di seluruh penjuru Indonesia. (alf)

Podcast IKPI: DJP Ingatkan Wajib Pajak Segera Aktivasi Coretax, Jangan Tunggu Waktu Mepet!

(Foto: Tangkapan Layar YouTube IKPI)

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengimbau masyarakat untuk segera melakukan aktivasi akun di sistem Coretax (Coretax Administration System) sebagai langkah awal menuju pelaporan SPT Tahunan 2026 yang sepenuhnya akan menggunakan platform baru tersebut.

Imbauan ini disampaikan oleh Fransiska Yansye, Penyuluh Pajak Ahli Madya dari Kanwil DJP Jakarta Khusus, dalam podcast kolaborasi antara IKPI (Ikatan Konsultan Pajak Indonesia) dan DJP yang baru-baru ini tayang di kanal YouTube resmi IKPI.

“Kami mohon maaf kalau sempat ada kendala teknis di awal peluncuran. Tapi sekarang sistem sudah jauh lebih stabil. Karena itu, ayo aktifasi Coretax dari sekarang jangan tunggu mepet seperti arus mudik,” ujar Fransiska.

Menurutnya, masih banyak wajib pajak yang sudah melaporkan SPT melalui DJP Online, tetapi belum pernah mengakses Coretax sama sekali. Padahal, sistem tersebut akan menjadi satu-satunya pintu pelaporan mulai tahun depan.

Tiga Kondisi Aktivasi yang Perlu Diperhatikan

Fransiska menjelaskan, ada tiga kondisi umum bagi wajib pajak yang ingin aktivasi Coretax:

• Belum punya NPWP – dapat langsung daftar di laman coretax.pajak.go.id.

• Sudah pakai DJP Online tapi belum akses Coretax – cukup klik “Lupa Password”, sistem akan menyesuaikan otomatis.

• Sudah menikah dan sebelumnya punya NPWP sendiri – profil pajak perlu diperbarui sesuai status terbaru karena sistem kini berbasis data.

“Kalau dulu masih bisa ubah status atau angka agar nihil, sekarang tidak bisa lagi. Semua datanya sudah otomatis diambil dari sistem,” tegasnya.

Dalam sistem baru ini, wajib pajak tidak lagi harus memilih jenis formulir seperti 1770, 1770S, atau 1770SS. Coretax secara otomatis menentukan format SPT berdasarkan jawaban wajib pajak.

“Sistemnya yang menentukan, bukan kita yang bingung pilih formulir,” ujar M. Sofi Raga Sukmana (Mono), Penyuluh Pajak Ahli Muda, yang juga hadir dalam diskusi tersebut.

Fransiska menegaskan, penggunaan NIK sebagai nomor identitas pajak tidak otomatis menjadikan seseorang wajib pajak. Kewajiban baru muncul setelah dilakukan aktivasi dan memiliki penghasilan kena pajak.

“Anak usia 19 tahun yang belum punya penghasilan belum wajib pajak. Begitu juga WNI yang sudah tinggal di luar negeri (WPLN), tidak wajib segera aktivasi, tapi sebaiknya tetap siap,” jelasnya.

Dalam kesempatan yang sama, Novia Artini (Ayi) selaku host dari IKPI menegaskan pentingnya kesadaran masyarakat untuk beradaptasi sejak dini.

“Ini waktunya kita bantu masyarakat supaya lebih siap. Jangan menunggu sistemnya penuh atau waktunya sudah sempit. Mulai aktivasi dari sekarang,” ujar Ayi.

Podcast berdurasi hampir satu jam ini juga menghadirkan Wisnu Setiawan, Pengurus Pusat IKPI Bidang Teknologi dan Informasi, serta Kukuh Wahyu Nugroho, Penyuluh Pajak Ahli Pertama dari DJP.

“SPT Tahunan 2026 akan full di Coretax. Yuk, mulai sekarang pastikan akun aktif, data benar, dan siap lapor tanpa drama!,” kata Fransiska.

(bl)

DPR Dukung Rencana Purbaya Turunkan PPN, Misbakhun: Kalau Bisa 8%!

(Foto: Istimewa)

IKPI, Jakarta: Rencana Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menurunkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) mendapat sambutan positif dari parlemen. Ketua Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun menjadi salah satu anggota dewan yang langsung menyatakan dukungan, bahkan mendorong agar tarifnya bisa ditekan hingga 8% demi mengangkat daya beli masyarakat.

“Saya waktu itu sudah mengingatkan supaya kenaikan PPN ditahan dulu. Sekarang buktinya, tekanan daya beli makin berat,” ujar Misbakhun dalam keterangan tertulis, Rabu (15/10/2025).

Politikus Partai Golkar itu mengatakan, dalam situasi ekonomi yang sedang lesu, menurunkan tarif PPN bisa menjadi langkah konkret untuk memberi ruang napas bagi konsumsi rumah tangga.

“Kalau perlu PPN kita turunkan kembali ke 10%, bahkan ke 8%. Tujuannya jelas, untuk mengangkat daya beli masyarakat,” tegasnya.

Seperti diketahui, sejak diberlakukannya Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), tarif PPN cenderung meningkat. Dari 10% menjadi 11% pada 2022, dan sempat direncanakan naik ke 12% pada 2025. Namun, gelombang penolakan publik membuat pemerintah akhirnya membatasi kenaikan itu hanya untuk barang mewah, sementara transaksi umum tetap di level 11%.

Padahal, dalam Pasal 7 ayat (3) UU HPP, terdapat ruang fleksibilitas yang memungkinkan pemerintah menurunkan tarif PPN hingga batas bawah 5%. Celah inilah yang kini tengah dikaji Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa.

“Nanti kita lihat, bisa tidak PPN diturunkan untuk mendorong daya beli masyarakat. Tapi tentu kita pelajari dulu secara hati-hati,” ujar Purbaya dalam konferensi pers APBN edisi September 2025, Selasa (14/10/2025).

Ia menambahkan, keputusan final akan ditentukan setelah pemerintah mengevaluasi kondisi ekonomi dan realisasi penerimaan pajak hingga akhir tahun.

“Kita lihat nanti seperti apa ekonomi di akhir tahun, berapa penerimaan yang terkumpul. Saya belum bisa pastikan sekarang,” ungkapnya. (alf)

Pemerintah Perpanjang Insentif Bebas PPN Rumah hingga Akhir 2027

(Foto: Istimewa)

IKPI, Jakarta: Pemerintah memperpanjang napas segar bagi industri properti. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa resmi mengumumkan bahwa insentif bebas Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk pembelian rumah diperpanjang hingga 31 Desember 2027.

Langkah ini diambil guna menjaga daya beli masyarakat kelas menengah dan menggairahkan sektor properti yang dikenal memiliki multiplier effect besar terhadap perekonomian.

“Untuk menjaga daya beli dan mendukung sektor properti, pemerintah menanggung 100 persen PPN DTP untuk pembelian rumah hingga harga Rp5 miliar. Namun, pembebasan PPN hanya berlaku untuk nilai sampai Rp2 miliar pertama,” ujar Purbaya dalam konferensi pers APBN Kita, di Jakarta, Selasa (14/10/2025).

Menurutnya, kebijakan ini menjadi dorongan baru setelah periode sebelumnya hanya berlaku sampai 2026. Dengan perpanjangan ini, pemerintah menargetkan sekitar 40 ribu unit rumah per tahun dapat menikmati fasilitas PPN Ditanggung Pemerintah (DTP).

“Perpanjangan ini tentu menjadi stimulus penting bagi sektor properti dan ekonomi nasional,” tegasnya.

Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu menambahkan, saat ini insentif PPN DTP perumahan masih diatur melalui PMK Nomor 60 Tahun 2025, yang berlaku hingga akhir 2025. Namun, pemerintah tengah menyiapkan beleid baru untuk mengatur perpanjangan insentif hingga 2027.

“Ini langkah penting untuk memberikan kepastian usaha. Dengan kepastian ini, para pengembang bisa lebih leluasa merencanakan proyek dan percepatan pembangunan,” jelas Febrio.

Dukungan untuk Semua Lapisan

Selain insentif pajak, pemerintah juga tetap menyalurkan bantuan untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) melalui program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP). Tahun 2025, targetnya mencapai 350 ribu unit rumah subsidi.

Di sisi lain, pemerintah menyiapkan program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) atau renovasi rumah bagi 40 ribu unit rumah tahun depan.

“Semua kelompok pendapatan mendapat perhatian dari APBN baik yang berpenghasilan rendah, menengah, maupun yang lebih tinggi,” kata Febrio.

Ia menambahkan, program dukungan pembiayaan perumahan ini juga akan terus berlanjut di 2026, dengan total bantuan mencapai 770 ribu unit rumah, terdiri dari 400 ribu unit BSPS dan 350 ribu unit FLPP.

“Pemerintah ingin memastikan sektor perumahan terus bergerak. Karena setiap rumah yang dibangun, bukan hanya tempat tinggal tapi juga penggerak ekonomi nasional,” pungkasnya. (alf)

“Lapor Pak Purbaya” Sudah Aktif, Masyarakat Bisa Langsung Adukan Layanan Pajak dan Bea Cukai via WhatsApp

(Foto: Istimewa)

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa kembali membuat gebrakan dengan meluncurkan kanal pengaduan publik bertajuk “Lapor Pak Purbaya”, yang memungkinkan masyarakat menyampaikan keluhan langsung terkait layanan perpajakan dan bea cukai.

Melalui layanan ini, masyarakat dapat mengirimkan aduan lewat WhatsApp ke nomor 0822-4040-6600 mulai Rabu (15/10/2025). Inisiatif ini menjadi langkah konkret Kementerian Keuangan dalam memperkuat transparansi, akuntabilitas, dan reformasi birokrasi di lingkungan fiskal nasional.

“Sudah ada tim administrator yang siaga menerima laporan dari masyarakat. Semua pengaduan akan dikumpulkan, disortir, dan ditindaklanjuti secara berkala,” ujar Purbaya dalam peluncuran di Jakarta.

Kanal “Lapor Pak Purbaya” dirancang untuk menampung berbagai laporan masyarakat, mulai dari dugaan pungutan liar, pelayanan tidak profesional, hingga penyalahgunaan kewenangan di jajaran Direktorat Jenderal Pajak (DJP) maupun Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC).

Purbaya menegaskan, setiap laporan akan diverifikasi secara cermat sebelum ditindaklanjuti, dan identitas pelapor dijamin kerahasiaannya.

“Kami ingin masyarakat punya akses langsung dan tidak takut melapor. Integritas aparat pajak dan bea cukai harus terus dijaga,” tegasnya.

Langkah ini menjadi bagian dari agenda besar reformasi pelayanan publik yang sejak awal menjadi fokus utama Purbaya. Ia meyakini, membangun kepercayaan publik terhadap sistem keuangan negara hanya bisa dilakukan melalui keterbukaan dan tanggung jawab moral para aparatnya.

Peluncuran kanal aduan ini pun disambut positif berbagai kalangan. Para pelaku usaha menilai, kebijakan tersebut akan membantu menciptakan iklim investasi yang lebih bersih dan pasti, karena pengawasan publik terhadap aparat kini memiliki jalur resmi dan mudah diakses.

Dengan hadirnya “Lapor Pak Purbaya”, masyarakat kini tidak hanya menjadi penerima layanan, tetapi juga pengawas aktif dalam menjaga integritas fiskal negara. (alf)

DJP Ungkap 27 Penunggak Pajak Besar Pailit, 5 Alami Krisis Likuiditas

Ilustrasi (Foto: Istimewa)

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengungkap perkembangan terbaru dari operasi penagihan terhadap 200 wajib pajak besar yang selama ini menunggak kewajiban pajak mereka. Dari hasil pemetaan terkini, 27 wajib pajak dinyatakan pailit, sementara 5 lainnya mengalami kesulitan likuiditas sehingga statusnya dinyatakan macet.

Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto menjelaskan, dari total potensi tunggakan sekitar Rp 60 triliun, pemerintah sejauh ini telah berhasil merealisasikan penerimaan sebesar Rp 7,21 triliun.

“Data terakhir Rp 7,216 triliun (yang sudah ditagih). Jadi ada penambahan Rp 216 miliar dari laporan sebelumnya,” ujar Bimo dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (14/10/2025).

Dari hasil penelusuran DJP, 91 wajib pajak telah melakukan pembayaran atau mengangsur kewajibannya. Sementara sebagian lainnya masih dalam tahap penagihan lanjutan. Empat wajib pajak kini berada di bawah pengawasan aparat penegak hukum, dan 59 lainnya tengah diproses lebih lanjut oleh otoritas pajak.

DJP juga telah menempuh sejumlah langkah tegas, di antaranya pelacakan aset (asset tracing) terhadap 5 wajib pajak, pencegahan ke luar negeri terhadap 9 beneficial owner, serta penyanderaan (gijzeling) terhadap 1 wajib pajak yang dianggap tidak kooperatif.

Meski sejumlah wajib pajak telah jatuh pailit, Bimo menegaskan DJP tidak akan menghentikan upaya penagihan. Aset dan potensi pembayaran yang masih tersisa akan tetap ditelusuri melalui kurator atau mekanisme hukum lain.

“Kami tetap optimistis penagihan bisa terus meningkat. Dari hasil Rapimnas, target penagihan dari 200 pengemplang pajak ini bisa mencapai Rp 20 triliun hingga akhir tahun, meskipun sebagian mengalami kesulitan likuiditas dan meminta restrukturisasi utangnya diperpanjang,” jelasnya.

Bimo menegaskan, langkah-langkah ini menjadi bagian dari komitmen DJP untuk memastikan keadilan dan kepatuhan pajak. “Yang menunggak akan kami kejar, baik yang masih aktif maupun yang sudah pailit. Tidak ada pengecualian,” tegasnya. (alf)

id_ID