IKPI Jakarta Pusat Tekankan Pentingnya Kepastian Hukum dalam Pemeriksaan Pajak 

IKPI, Jakarta: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Jakarta Pusat kembali menggelar forum diskusi perpajakan bertajuk NGOTAK (Ngobrol Tentang Perpajakan) Ke-4 yang berlangsung di Hotel Ibis Jakarta Harmoni, Jumat (13/5/2025). Acara yang dihadiri 45 anggota ini mengangkat tema krusial: “Pemeriksaan Bukti Permulaan dan Penyidikan: Dimanakah Batas Antara Kesalahan Administratif dan Tindak Pidana Perpajakan?”

Ketua IKPI Jakarta Pusat, Suryani, dalam paparannya menekankan urgensi adanya batas yang jelas dan tegas antara kesalahan administratif dan dugaan tindak pidana pajak. Menurutnya, ketidakjelasan batas ini dapat memicu ketidakpastian hukum, memperbesar potensi kriminalisasi, serta menimbulkan rasa tidak aman bagi Wajib Pajak dan konsultan pajak.

(Foto: DOK. IKPI Cabang Jakarta Pusat)

“Kita tidak bisa terus membiarkan abu-abunya batas antara kekeliruan administratif dan unsur pidana. Konsultan pajak butuh kepastian agar bisa menjalankan tugasnya secara profesional ,” ujar Suryani, Minggu (25/5/2025).

Diskusi berlangsung interaktif dengan dimoderatori anggota Cabang Jakarta Pusat yakni, Heri Purwanto dan Dharmawan, serta menghadirkan pandangan dari berbagai anggota seperti Welvin, Edwin, Santoso, Petrus, I Made Elvin dan Lucia. Mereka berbagi pengalaman lapangan, termasuk tantangan saat mendampingi klien yang diperiksa atas bukti permulaan, meskipun kemudian tidak terbukti melakukan pelanggaran pidana.

(Foto: DOK. IKPI Cabang Jakarta Pusat)

Menurut Suryani, acara NGOTAK ini menjadi ruang penting bagi para konsultan pajak untuk memperkuat pemahaman terhadap praktik pemeriksaan pajak, serta memperjuangkan perlindungan profesi di tengah tantangan perpajakan yang semakin kompleks.

Suryani meyatakan, bahwa IKPI Jakarta Pusat terus menegaskan komitmennya untuk mengedepankan profesionalisme, integritas, dan perlindungan terhadap anggotanya.

(Foto: DOK. IKPI Cabang Jakarta Pusat)

(bl)

Pemerintah Kembali Beri Diskon Listrik 50 Persen, Berlaku Juni–Juli 2025: Ini Syarat Terbarunya!

IKPI, Jakarta: Kabar baik bagi masyarakat! Pemerintah kembali menggulirkan program diskon tarif listrik sebesar 50 persen untuk meringankan beban pengeluaran rumah tangga. Diskon ini akan diberlakukan khusus selama dua bulan, yakni Juni dan Juli 2025. Namun, berbeda dari kebijakan sebelumnya, kali ini ada syarat baru yang perlu diperhatikan, terutama bagi pelanggan PLN.

Kebijakan ini merupakan salah satu dari enam paket insentif ekonomi yang akan resmi diluncurkan pada 5 Juni 2025. Pemerintah menargetkan bantuan ini menyasar rumah tangga berpenghasilan rendah yang masih terdampak kondisi ekonomi nasional.

Hanya untuk Pelanggan di Bawah 1.300 VA

Tidak seperti diskon periode awal tahun yang mencakup pelanggan hingga daya 2.200 VA, diskon kali ini dibatasi lebih ketat. Hanya pelanggan dengan daya di bawah 1.300 VA yang akan mendapatkan potongan tarif.

Berikut syarat lengkapnya:

  1. Hanya untuk pelanggan PLN dengan daya listrik di bawah 1.300 VA
    Artinya, pelanggan dengan daya 900 VA atau 1.000 VA masih berhak, namun mereka yang memiliki daya 1.300 VA ke atas tidak lagi termasuk dalam program ini.
  2. Berlaku untuk pelanggan prabayar dan pascabayar
    Kedua jenis pelanggan ini akan mendapatkan potongan tanpa perbedaan perlakuan.
  3. Diskon langsung untuk pengguna token (prabayar)
    Bagi pelanggan prabayar, diskon akan otomatis dipotong saat pembelian token listrik selama Juni dan Juli.
  4. Tagihan otomatis terpotong bagi pelanggan pascabayar
    Bagi yang menggunakan sistem pascabayar, diskon akan tercermin pada tagihan bulan berikutnya. Misalnya, jika penggunaan listrik bulan Juni sebesar Rp100.000, maka tagihan yang harus dibayar pada Juli hanya Rp50.000.

Mekanisme Pemberlakuan Diskon

Bagi pelanggan pascabayar, diskon akan diterapkan sebagai berikut:

  • Pemakaian listrik bulan Juni → tagihan diskon muncul di bulan Juli
  • Pemakaian listrik bulan Juli → diskon terlihat di tagihan bulan Agustus
  • Tidak perlu klaim manual, pemotongan dilakukan otomatis oleh sistem

Sementara untuk prabayar, skemanya lebih sederhana:

  • Diskon 50 persen diberikan langsung saat pembelian token listrik selama bulan Juni dan Juli
  • Tidak perlu registrasi, sistem akan otomatis memotong harga token

Program ini diharapkan mampu memberi ruang napas bagi kelompok masyarakat rentan dalam menghadapi tekanan ekonomi. Dengan subsidi listrik yang lebih terfokus, pemerintah berharap bantuan bisa tepat sasaran dan efektif mendorong daya beli. (alf)

Penerimaan PPN Dalam Negeri Turun 5,25%

IKPI, Jakarta: Kementerian Keuangan mencatat penurunan penerimaan pajak konsumsi atau Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dalam negeri secara kumulatif sepanjang Januari hingga April 2025. Hingga akhir April, total penerimaan PPN DN hanya mencapai Rp 205,4 triliun, turun 5,25% dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 216,8 triliun.

Meskipun mengalami penurunan secara akumulatif, Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu memilih menyoroti tren positif secara bulanan. Dalam konferensi pers di Jakarta pada Jumat (23/5/2025),

Anggito menyampaikan bahwa penerimaan PPN DN April 2025 mencatatkan pertumbuhan menjadi Rp 59 triliun, naik dari April 2024 yang hanya Rp 54,5 triliun. Jika dihitung secara dua bulanan, Maret-April 2025 menunjukkan kenaikan menjadi Rp 113,8 triliun dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 103,5 triliun.

“Kita akan masuk pada sektor-sektor yang tumbuh positif, disamping konsumsi juga menunjukkan ada pertumbuhan yang cukup baik,” kata Anggito.

Ia menyebut sektor industri pengolahan minyak bumi, pertambangan gas alam, pertambangan bijih logam, dan perdagangan eceran bukan di toko sebagai penyumbang utama kenaikan.

Namun, hingga kini belum ada penjelasan resmi dari Kemenkeu terkait penyebab penurunan PPN DN secara kumulatif.

Di sisi lain, secara keseluruhan realisasi penerimaan pajak nasional hingga 30 April 2025 mencapai Rp 557,1 triliun. Angka ini menurun 10,8% dibandingkan capaian pada periode yang sama tahun sebelumnya yang menyentuh Rp 624,2 triliun. (alf)

 

 

 

 

 

 

Trump Ancam Kenakan Tarif Besar untuk iPhone dan Produk Uni Eropa 

IKPI, Jakarta: Presiden Amerika Serikat Donald Trump kembali memicu gejolak global dengan pernyataan kontroversialnya yang disampaikan melalui media sosial, Jumat (23/5/2025) pagi waktu setempat. Trump mengumumkan rencana penerapan tarif impor yang agresif, termasuk tarif 50% atas seluruh produk dari Uni Eropa mulai 1 Juni, serta tarif 25% untuk semua iPhone yang dibeli konsumen di AS jika diproduksi di luar negeri.

Langkah mengejutkan ini langsung memukul pasar global. Indeks saham utama di Wall Street dan Eropa mencatat penurunan tajam, sementara dolar AS tergelincir dan harga emas melambung sebagai reaksi investor yang mencari perlindungan. Imbal hasil obligasi pemerintah AS pun ikut tertekan, mengindikasikan kekhawatiran pasar terhadap dampak jangka panjang dari kebijakan proteksionis ini.

Dalam unggahannya, Trump menuduh Uni Eropa “terlalu lamban” dalam negosiasi perdagangan dan menyatakan bahwa tarif tidak akan dikenakan jika perusahaan asing memindahkan lini produksinya ke Amerika. “Jika kalian ingin menjual di sini, bangunlah di sini,” tulisnya.

Target baru Trump juga mencakup sektor teknologi, dengan iPhone menjadi simbol dari dorongan Trump agar manufaktur kembali ke tanah Amerika. Ia menegaskan bahwa tarif serupa juga akan diberlakukan untuk merek lain seperti Samsung jika ponselnya tidak dibuat di AS. “Saya sudah lama bilang ke Tim Cook, iPhone seharusnya buatan AS,” tambahnya.

Saham Apple langsung turun 3% setelah pernyataan tersebut. Pihak Apple sejauh ini menolak memberikan komentar.

Komisi Eropa menanggapi dengan nada tegas. Kepala Perdagangan Uni Eropa, Maros Sefcovic, menyatakan bahwa perdagangan internasional harus dibangun di atas prinsip saling menghormati, bukan tekanan sepihak. “Kami tetap terbuka untuk dialog, tapi bukan di bawah ancaman,” ujarnya.

Perdana Menteri Belanda Dick Schoof menyebut langkah Trump sebagai “manuver yang berulang” dan memperingatkan bahwa tarif setinggi 50% bisa menyebabkan lonjakan harga bagi konsumen AS, terutama untuk produk-produk seperti mobil Jerman, obat-obatan, makanan olahan Eropa, hingga pesawat dan barang teknologi tinggi.

Tahun lalu, ekspor Uni Eropa ke AS mencapai lebih dari €500 miliar, dengan Jerman, Irlandia, dan Italia sebagai tiga eksportir terbesar.

Kontras dengan Jepang

Sementara ketegangan dengan Eropa memuncak, hubungan dagang dengan Jepang justru menunjukkan perkembangan positif. Menteri Perdagangan Jepang, Ryosei Akazawa, menyebut pembicaraan dengan AS kali ini lebih terbuka dan produktif dibanding sebelumnya. Meski demikian, ia menegaskan bahwa Jepang tidak akan terburu-buru menyepakati kesepakatan baru sebelum pertemuan G7 bulan depan.

Sementara para analis menilai pengumuman Trump berpotensi memperkeruh stabilitas ekonomi global yang baru saja pulih dari ketegangan dagang sebelumnya. “Jika tarif ini benar-benar diberlakukan, ini akan jadi pukulan besar bagi rantai pasok global dan konsumen Amerika sendiri,” ujar ekonom senior di New York. (alf)

 

Pengadilan Pajak Luncurkan e-Tax Court Mobile, Inovasi Digital untuk Layanan Banding Pajak

IKPI, Jakarta: Upaya transformasi digital di sektor perpajakan terus berlanjut. Kali ini, Pengadilan Pajak resmi menghadirkan e-Tax Court Mobile, sebuah aplikasi berbasis digital yang dirancang untuk memudahkan Wajib Pajak dalam mengakses layanan banding secara cepat, aman, dan efisien.

Peluncuran aplikasi ini menjadi langkah konkret dalam mendukung proses penyelesaian sengketa pajak yang transparan dan terdokumentasi dengan baik. Sebagaimana diatur dalam PER-1/PP/2023 tentang Administrasi Sengketa Pajak dan Persidangan Elektronik, aplikasi ini menjadi perpanjangan dari sistem e-Tax Court yang telah lebih dulu berjalan melalui kanal desktop.

Sebagai informasi, pengajuan banding ke Pengadilan Pajak merupakan hak yang dimiliki Wajib Pajak apabila tidak sepakat dengan putusan keberatan yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Dengan hadirnya e-Tax Court Mobile, proses tersebut kini bisa dilakukan hanya dari genggaman tangan.

Apa Saja Fitur Unggulan e-Tax Court Mobile?

Berikut ini sejumlah fitur utama yang tersedia dalam aplikasi e-Tax Court Mobile:

1. Jadwal Sidang Pengguna bisa langsung mengecek daftar persidangan yang akan mereka hadiri, lengkap dengan fasilitas preview surat panggilan untuk memastikan informasi yang akurat.

2. Live Pemantauan Sidang Melalui fitur ini, pengguna dapat menyaksikan jalannya sidang secara langsung, sehingga mereka tetap bisa mengikuti proses tanpa harus hadir secara fisik.

3. Profil Pengguna Seluruh data pribadi, mulai dari nama, alamat korespondensi, hingga email terdaftar, dapat dilihat dan dikonfirmasi oleh pengguna lewat menu ini.

4. Cek Status Registrasi Proses registrasi kini lebih transparan. Cukup masukkan nomor registrasi, pengguna bisa mengetahui apakah akun mereka sudah aktif di sistem e-Tax Court.

5. Reset Password Tidak perlu khawatir jika lupa kata sandi. Fitur ini memungkinkan pengguna mengatur ulang password secara mandiri dan instan.

6. Permohonan dan Sengketa Kedua fitur ini sedang dalam tahap pengembangan, namun ke depannya diharapkan dapat mempercepat pengajuan permohonan serta memantau perkembangan sengketa pajak langsung dari aplikasi.

Dengan kemudahan yang ditawarkan e-Tax Court Mobile, Pengadilan Pajak berharap masyarakat dapat lebih aktif dan partisipatif dalam menggunakan hak hukum perpajakan mereka secara digital.

Panduan lengkap penggunaan aplikasi dapat diakses melalui laman resmi: https://setpp.kemenkeu.go.id/peraturan/Details/115.

 

 

APINDO: Shortfall Pajak 2025 Terancam Tembus Rp100 Triliun

IKPI, Jakarta: Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) mewanti-wanti ancaman serius terhadap penerimaan perpajakan tahun 2025. Analis Kebijakan Ekonomi APINDO, Ajib Hamdani, menyebut potensi shortfall pajak bisa menembus angka Rp100 triliun apabila pemerintah tidak melakukan langkah-langkah terobosan yang konkret.

“Kalau kondisinya ceteris paribus tidak ada terobosan berarti shortfall penerimaan pajak tahun ini bisa lebih dari Rp100 triliun. Ini mencerminkan kompleksitas tantangan fiskal yang luar biasa,” ujar Ajib dalam keterangan tertulis, Jumat (23/5/2025).

Hingga kuartal I-2025, realisasi penerimaan pajak hanya mencapai Rp322,6 triliun atau sekitar 14,7 persen dari target APBN sebesar Rp2.183,9 triliun. Angka ini jauh di bawah kondisi ideal, yang semestinya menyentuh kisaran 20 persen di kuartal pertama. Sebagai perbandingan, pada tahun 2024 realisasi kuartal I sebesar 19,2 persen, tetapi tetap terjadi shortfall sekitar Rp50 triliun.

Lima Tantangan Utama Fiskal 2025

Ajib memetakan lima tantangan krusial yang harus dimitigasi Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk mengamankan penerimaan negara:

1. Pertumbuhan Ekonomi Melambat

Revisi proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia, yang awalnya dipatok 5,2 persen menjadi hanya 4,7–4,9 persen, menjadi tantangan pertama. Pertumbuhan ekonomi kuartal I-2025 pun hanya tercatat 4,87 persen. “Ini akan berdampak langsung pada kinerja perpajakan,” kata Ajib.

2. Dominasi Grey Economy

Lebih dari 50 persen PDB Indonesia berasal dari konsumsi rumah tangga, tetapi tidak seluruhnya tercatat dalam sistem perpajakan. Ajib menyebut, potensi transaksi senilai Rp2.000–Rp4.000 triliun masih beroperasi dalam area grey economy.

3. Utang Jatuh Tempo Rp800 Triliun

Pembayaran utang yang jatuh tempo menjadi tekanan tersendiri. Hingga April 2025, pemerintah sudah melakukan front loading utang sebesar Rp250 triliun, tetapi total utang jatuh tempo tahun ini mencapai Rp800 triliun. “Ini harus dimitigasi agar defisit tidak melebar melewati batas 3 persen dari PDB,” tegasnya.

4. Beban Program Populis

Program-program seperti Makan Bergizi Gratis, Koperasi Merah Putih, dan pembangunan tiga juta rumah akan menambah beban APBN. Selain itu, kebijakan pengelolaan dividen BUMN melalui Danantara berpotensi mengurangi PNBP hingga Rp90 triliun.

5. Implementasi Coretax Belum Optimal

Sistem layanan perpajakan Coretax justru menimbulkan tantangan baru. “Ketidaksiapan sistem membuat cost compliance wajib pajak meningkat dan berpengaruh negatif terhadap penerimaan berjalan,” jelas Ajib.

Rekomendasi APINDO

Untuk menghadapi tantangan tersebut, Ajib merekomendasikan tiga strategi utama: mempercepat daya ungkit ekonomi, redesain struktur belanja dengan prinsip spending better, serta peningkatan kualitas sistem dan layanan perpajakan.

Ia juga menyarankan dua opsi tambahan: pembentukan Badan Penerimaan Negara (BPN) dan pemberlakuan Tax Amnesty Jilid III. Menurutnya, kedua kebijakan itu bisa menambah penerimaan negara sebesar Rp60 triliun hingga Rp130 triliun.

“Langkah-langkah tersebut perlu dipertimbangkan serius agar pemerintah tidak hanya menjaga stabilitas fiskal, tetapi juga mendorong pertumbuhan ekonomi dan iklim usaha yang lebih sehat,” tutup Ajib. (alf)

 

 

RUU Pajak Trump Buat Dolar AS Melemah 

IKPI, Jakarta: Dewan Perwakilan Rakyat Amerika Serikat yang kini dikendalikan Partai Republik resmi menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) pajak dan belanja yang menjadi salah satu agenda utama Presiden Donald Trump. Langkah ini menandai kemenangan awal bagi kebijakan fiskal Trump yang menjanjikan pemangkasan pajak besar-besaran dan reformasi belanja negara.

RUU tersebut mencakup pemotongan pajak bagi individu dan perusahaan, kenaikan anggaran militer, serta pengetatan kontrol perbatasan. Namun, di sisi lain, RUU itu juga menghapus berbagai insentif untuk energi bersih yang sebelumnya digagas di era Presiden Joe Biden.

Setelah melewati DPR, naskah RUU akan melaju ke Senat yang juga dikuasai oleh Partai Republik dengan kemungkinan besar akan segera disahkan menjadi undang-undang.

Namun, para ekonom memperingatkan bahwa kebijakan ini dapat membawa beban fiskal jangka panjang. Menurut proyeksi, implementasi RUU ini dapat menambah utang federal hingga USD 3,8 triliun dalam sepuluh tahun mendatang.

“Peningkatan utang ini menjadi perhatian serius bagi investor global, terutama terkait keberlanjutan fiskal AS,” tulis laporan riset dari Stockbit Sekuritas yang dikutip Sabtu, (24/5/2025).

Dolar AS Tertekan, Pasar Asia Menguat

Kekhawatiran atas lonjakan utang pemerintah AS berdampak langsung pada pasar keuangan. Lembaga pemeringkat Moody’s menurunkan peringkat utang AS dari Aaa menjadi Aa1—pemangkasan pertama oleh Moody’s sejak Perang Dunia I. Sebelumnya, Fitch dan S&P telah lebih dulu menurunkan peringkat serupa masing-masing pada tahun 2023 dan 2021.

Sebagai imbasnya, indeks dolar AS (DXY) pada Jumat (23/5) ditutup melemah 0,6% ke posisi 99,36. Sejak awal 2025, DXY telah merosot 8,4%, mencerminkan tekanan besar pada greenback. Yield obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun stagnan di kisaran 4,528%, mengindikasikan keraguan pasar terhadap stabilitas fiskal jangka panjang Negeri Paman Sam.

Di tengah melemahnya dolar, rupiah justru menunjukkan taringnya. Mata uang Garuda menguat 0,67% ke posisi Rp16.217 per dolar AS. Kinerja pasar saham domestik pun turut terdongkrak, dengan IHSG naik 0,66% ke level 7.214,16, didukung oleh aliran dana asing yang mencapai Rp589 miliar.

“Jika tren pelemahan dolar AS berlanjut, rupiah berpeluang menembus level di bawah Rp16.000 pada kuartal IV tahun ini,” tutup laporan riset tersebut. (alf)

 

 

 

 

 

Mau Ajukan WP Kriteria Tertentu? Ini yang Harus Dilakukan

IKPI, Jakarta: Bagi Wajib Pajak (WP) yang ingin mendapatkan status sebagai Wajib Pajak Kriteria Tertentu (WPKT), ada prosedur penting yang harus diikuti sesuai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 119 Tahun 2024, khususnya Pasal 4.

Menurut PMK tersebut:

“Untuk dapat ditetapkan sebagai Wajib Pajak Kriteria Tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2), Wajib Pajak mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak secara elektronik melalui portal Wajib Pajak paling lambat tanggal 10 Januari.” (Pasal 4 ayat (1))

Namun, apabila pengajuan secara elektronik tidak memungkinkan, WP dapat menyampaikan permohonan: secara langsung, melalui pos, ekspedisi, atau kurir ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau tempat lain yang ditunjuk DJP (Pasal 4 ayat (1a)).

Setelah permohonan diterima, DJP akan melakukan penelitian. Jika WP memenuhi kriteria, maka akan diterbitkan keputusan penetapan. Jika tidak, akan diberikan surat penolakan (Pasal 4 ayat (2)).

DJP memiliki waktu maksimal 1 (satu) bulan untuk memberikan keputusan. Apabila tidak ada respons hingga batas waktu tersebut, maka:

“Permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggap dikabulkan dan Direktur Jenderal Pajak menerbitkan keputusan penetapan Wajib Pajak Kriteria Tertentu.” (Pasal 4 ayat (4))

DJP juga berwenang menetapkan WP sebagai WPKT secara jabatan berdasarkan data dan/atau informasi perpajakan yang dimiliki (Pasal 4 ayat (5)).

Dengan pemahaman yang tepat atas prosedur ini, WP dapat memanfaatkan haknya secara optimal, sekaligus memastikan kepatuhan dan pengelolaan pajak yang lebih efisien. (alf)

 

 

 

 

Penerimaan Pajak April 2025 Tumbuh 7%

IKPI, Jakarta: Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu mengungkapkan bahwa kinerja penerimaan pajak bruto pada April 2025 menunjukkan tren yang menggembirakan. Dalam laporan terbarunya, tercatat total penerimaan pajak bulan itu mencapai Rp266,2 triliun, meningkat 7% dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang berada di angka Rp248,7 triliun.

“Pertumbuhan ini relatif stabil dan meneruskan tren positif yang sudah mulai terlihat sejak Maret,” ujar Anggito dalam konferensi pers, dikutip Minggu (25/5/2025). Ia juga menegaskan bahwa penerimaan pajak neto untuk Maret dan April mencatat pertumbuhan masing-masing 3,5% dan 5,8%, memperkuat optimisme terhadap pemulihan fiskal.

Secara kumulatif, penerimaan pajak bruto sepanjang Maret hingga April 2025 mencapai Rp434,4 triliun, naik dari Rp405 triliun pada periode yang sama tahun 2024. Kinerja ini disebut sebagai hasil dari sinergi antara aktivitas ekonomi yang mulai pulih dan kebijakan perpajakan yang lebih adaptif.

Salah satu faktor signifikan yang mendorong penerimaan di April adalah Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21, yang melonjak berkat pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR). Penerimaan dari pos ini meningkat menjadi Rp35,2 triliun, dibandingkan Rp33,7 triliun pada April tahun lalu  tumbuh sekitar 4,5%. Lonjakan ini juga mengindikasikan daya beli masyarakat yang tetap terjaga menjelang perayaan Hari Raya, meskipun sebelumnya sempat tertekan oleh faktor ekonomi global.

Dari sisi sektor usaha, industri pengolahan masih menjadi tulang punggung penerimaan pajak dengan kontribusi sebesar 24%. Dalam dua bulan terakhir, sektor ini menyumbang Rp117,9 triliun, naik dari Rp109,4 triliun pada periode yang sama di tahun sebelumnya. Subindustri seperti minyak kelapa sawit, logam mulia, bahan kimia, farmasi, hingga perkapalan tercatat sebagai pendorong utama pertumbuhan.

Sektor pertambangan juga menunjukkan geliat meskipun harga komoditas global relatif stabil. Pada periode Januari hingga April 2025, sektor ini menyumbang Rp81,3 triliun, naik tipis dari Rp80,5 triliun tahun sebelumnya. Kenaikan ini didorong oleh kinerja positif dari subsektor batu bara, bijih tembaga, serta bijih logam mulia.

Anggito menegaskan bahwa pemerintah akan terus memantau tren penerimaan dan mengoptimalkan strategi perpajakan agar tetap adaptif terhadap dinamika ekonomi domestik maupun global. “Stabilitas penerimaan negara adalah fondasi penting untuk menjaga kesinambungan pembangunan,” pungkasnya. (alf)

 

 

 

 

Utang Baru Tembus Rp304 Triliun, APBN 2025 Catat Surplus di Tengah Strategi Mitigasi Risiko

IKPI, Jakarta: Pemerintah mencatatkan kinerja solid dalam pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 hingga April. Kementerian Keuangan telah merealisasikan penarikan utang baru senilai Rp304 triliun, atau setara 39,2 persen dari total target pembiayaan utang dalam APBN yang mencapai Rp775,9 triliun.

Tak hanya itu, pembiayaan nonutang juga menunjukkan progres positif. Wakil Menteri Keuangan Thomas Djiwandono mengungkapkan bahwa realisasi pembiayaan nonutang telah mencapai Rp24,8 triliun, atau 15,6 persen dari target tahunan.

“Artinya, pembiayaan kita on track dan mencatat kinerja baik,” ujar Thomas dalam konferensi pers rutin “APBN Kita” di Gedung Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (23/5/2025).

Menurutnya, pencapaian ini tak lepas dari strategi mitigasi risiko yang disiplin dan beragam. Langkah-langkah seperti prefunding, pembentukan cash buffer, serta pengelolaan kas dan utang secara aktif menjadi kunci dalam menjaga stabilitas pembiayaan.

“Pemenuhan pembiayaan utang dilakukan secara hati-hati, fleksibel, dan terukur baik dari sisi waktu maupun jumlah. Semua dijalankan dengan prinsip kehati-hatian fiskal,” tambah Thomas.

Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan perkembangan kinerja fiskal nasional yang menunjukkan sinyal positif. Pendapatan negara per April tercatat mencapai Rp810,5 triliun atau 27 persen dari target, sementara belanja negara berada di angka Rp806,2 triliun atau 22,3 persen dari rencana tahunan.

Dengan demikian, APBN masih mencatatkan surplus sekitar Rp4 triliun di tengah dinamika ekonomi global yang menantang.

“Ini menunjukkan bahwa APBN kita tetap responsif, adaptif, dan mampu menjaga momentum pemulihan sekaligus kesinambungan fiskal,” tegas Sri Mulyani. (alf)

id_ID