Ekonom Sebut Reformasi Pajak dan Disiplin Belanja Kunci Cegah Defisit APBN Melebar

IKPI, Jakarta: Pemerintah didesak untuk segera memperkuat fondasi penerimaan negara guna mencegah risiko pelebaran defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 yang diperkirakan mencapai 2,78 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Ekonom Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, menilai langkah konkret dibutuhkan agar fiskal Indonesia tetap berkelanjutan di tengah ambisi besar program pemerintahan baru.

“Pelebaran defisit perlu dicegah karena akan membebani fiskal jangka panjang. Saat defisit dibiayai utang, maka negara harus menanggung bunga dan pokok utang di tahun-tahun mendatang. Ini adalah risiko keberlanjutan fiskal yang harus diantisipasi,” kata Achmad dalam keterangan di Jakarta, Kamis (24/7/2025).

Ia menyoroti potensi risiko fiskal yang muncul seiring realisasi pendapatan negara yang diprediksi hanya mencapai Rp2.865,5 triliun atau 95,4 persen dari target awal Rp3.005,1 triliun. Sementara itu, utang negara telah menyentuh Rp10.269 triliun atau 40,19 persen dari PDB per 2024.

Menurut Achmad, meski angka ini masih di bawah ambang batas Maastricht Treaty sebesar 60 persen dari PDB, situasi Indonesia tidak bisa dibandingkan langsung dengan negara maju.

“Tax ratio kita masih stagnan di kisaran 9-10 persen. Negara-negara OECD bisa aman dengan utang 60 persen dari PDB karena tax ratio mereka di atas 25 persen. Kemampuan bayar utang kita jauh lebih rendah,” tegasnya.

Tiga Rekomendasi Strategis

Untuk memperbaiki posisi fiskal, Achmad merekomendasikan tiga strategi utama: ekstensifikasi dan intensifikasi pajak, optimalisasi penerimaan negara bukan pajak (PNBP), serta evaluasi menyeluruh terhadap insentif perpajakan.

Ia menyarankan agar pemerintah memperluas basis pajak, terutama dari sektor-sektor yang belum tergarap optimal, seperti ekonomi digital, profesi bebas, dan kelompok masyarakat berpenghasilan tinggi.

“Potensi pajak di sektor digital dan jasa profesional sangat besar, tapi selama ini kontribusinya belum maksimal,” ujarnya.

Selanjutnya, optimalisasi PNBP, khususnya dari sektor sumber daya alam dan pertambangan mineral dan batubara (minerba), juga dinilai krusial.

“PNBP dari SDA masih punya ruang besar untuk ditingkatkan melalui tata kelola yang lebih efisien dan transparan,” imbuhnya.

Tak kalah penting, ia menekankan perlunya evaluasi terhadap belanja perpajakan (tax expenditure) yang nilainya mencapai Rp372 triliun per tahun. Banyak insentif dinilai tidak memberikan dampak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.

Di sisi lain, pemerintah juga dituntut untuk lebih disiplin dalam pengelolaan belanja negara. Achmad menilai perlu dilakukan penataan ulang atas program-program yang tidak memiliki efek berganda (multiplier effect) terhadap perekonomian.

“Belanja kementerian/lembaga yang bersifat seremonial, program-proyek mercusuar yang tidak berdampak langsung ke ekonomi rakyat, itu harus dipangkas atau bahkan dihapus,” kata dia.

Ia memberi contoh bahwa program prioritas Presiden RI Prabowo Subianto, seperti Makan Bergizi Gratis (MBG) dan Koperasi Desa Merah Putih, harus didukung oleh penerimaan yang seimbang agar tidak menambah beban utang negara.

“MBG tahap awal saja butuh Rp71 triliun, dan bisa tembus Rp400 triliun jika diterapkan penuh. Tanpa reformasi pajak dan efisiensi belanja, ini akan memperbesar tekanan fiskal,” katanya.

Achmad mengusulkan agar pemerintah dalam jangka menengah menurunkan target defisit menjadi di bawah 2 persen dari PDB sebagai bagian dari strategi penguatan ketahanan fiskal.

“Dengan strategi yang tepat, pemerintah bisa menjalankan program prioritas tanpa menambah beban utang, serta menjaga keberlanjutan pembangunan nasional ke depan,” pungkasnya. (alf)

 

Menteri Airlangga Klaim Diskon Tarif Trump Picu Investasi Rp369 Triliun AS ke Indonesia

IKPI, Jakarta: Pemerintah Indonesia mengumumkan komitmen investasi jumbo dari Amerika Serikat senilai total Rp369,9 triliun, meliputi sektor energi, teknologi, hingga kesehatan. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut arus modal ini sebagai buah manis dari kesepakatan dagang antara Indonesia dan AS.

Dalam konferensi pers Joint Statement Indonesia-AS di Jakarta, Kamis (24/7/2025), Airlangga mengungkapkan bahwa langkah Presiden AS Donald Trump yang menurunkan tarif impor produk Indonesia dari 32% menjadi 19% menjadi pemantik utama gelombang investasi dari lima raksasa perusahaan AS.

“Amerika Serikat tidak hanya menurunkan tarif, tetapi juga berkomitmen menanamkan modal dalam skala besar ke Indonesia,” tegas Airlangga.

Lima Raksasa AS Suntik Modal Jumbo

Dari total nilai investasi, kontribusi terbesar datang dari sektor energi. ExxonMobil tercatat menanamkan dana US\$10 miliar (sekitar Rp162,91 triliun) untuk proyek carbon capture storage (CCS).
Kemudian, Oracle mengalokasikan dana US\$6 miliar (Rp97,74 triliun) untuk pembangunan pusat data di Batam.

Sementara itu, Microsoft akan menyuntikkan US\$1,7 miliar (Rp27,69 triliun) demi pengembangan teknologi cloud dan kecerdasan buatan (AI). Disusul Amazon, yang memperkuat jaringan layanan AI dan komputasi awan dengan nilai investasi US\$5 miliar (Rp81,45 triliun).

Dari sektor kesehatan, GE Healthcare menjalin kerja sama dengan Kalbe untuk membangun pabrik pemindai CT Scan pertama di Indonesia. Fasilitas yang akan berlokasi di Jawa Barat ini ditargetkan menyerap investasi awal senilai Rp178 miliar.

Indonesia Jadi Episentrum Data Center Global

Airlangga juga menyoroti meningkatnya minat perusahaan digital global membangun pusat data di Indonesia. Hingga saat ini, terdapat 12 perusahaan asal AS yang telah berinvestasi atau sedang merancang pembangunan data center di berbagai wilayah Indonesia.

Daftar perusahaan tersebut antara lain:

AWS, Microsoft, EdgeConneX, Oracle – membangun infrastruktur fisik di Jawa Barat dan Batam.
Equinix, Digital Realty, Google Cloud – fokus pada kolokasi di Jakarta.
WowRack, Akamai, CloudFlare, Braze, Anaplan – memperluas jaringan di kota-kota strategis seperti Surabaya, Denpasar, dan Yogyakarta.

“Amerika melihat urgensi dan potensi besar sektor digital di Indonesia. Proyek-proyek ini mayoritas terintegrasi dengan Amazon Web Services (AWS),” ujar Airlangga.

Gelombang investasi ini, menurut pemerintah, mencerminkan kepercayaan internasional terhadap stabilitas ekonomi dan daya saing digital Indonesia. Apalagi, lonjakan kebutuhan data center dipicu oleh pertumbuhan e-commerce, sistem pembayaran digital, AI, hingga pengembangan teknologi pemerintah (govtech).

“Ekonomi digital kita sedang naik daun. Ini waktunya menjadikan Indonesia sebagai pusat digital regional,” pungkas Airlangga.(alf)

 

Aturan Baru PPh 21: Pegawai Tetap Wajib Tahu Skema Tarif Efektif Ini

IKPI, Jakarta: Pemerintah terus menyempurnakan sistem perpajakan dengan melakukan pembaruan terhadap ketentuan penghitungan dan pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21. Aturan terbaru ini membawa perubahan signifikan terhadap cara penghitungan pajak atas penghasilan pegawai tetap, khususnya untuk masa pajak selain masa pajak terakhir.

PPh Pasal 21 merupakan pajak yang dikenakan atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, uang pensiun, dan pembayaran lain dalam bentuk apapun yang diterima wajib pajak orang pribadi dalam negeri atas pekerjaan, jasa, atau kegiatan. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 21 Undang-Undang PPh.

Melalui penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) No. 58 Tahun 2023 dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 168 Tahun 2023, pemerintah memperkenalkan metode penghitungan baru dengan menggunakan tarif efektif rata-rata bulanan atau tarif efektif bulanan (TER). Skema ini berlaku bagi pegawai tetap dan diterapkan untuk masa pajak selain bulan Desember.

Tarif efektif bulanan ini dibagi menjadi tiga kategori berdasarkan status Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) wajib pajak, yaitu:

• Kategori A (PTKP: TK/0) dengan 44 lapisan tarif,

• Kategori B (PTKP: K/0) dengan 40 lapisan tarif, dan

• Kategori C (PTKP: K/1 hingga K/3) dengan 41 lapisan tarif.

Masing-masing lapisan memiliki tarif yang berbeda, tergantung dari penghasilan bruto bulanan pegawai. Besaran pajak dihitung dengan cara mengalikan jumlah penghasilan bruto sebulan dengan tarif pada lapisan TER sesuai kategori PTKP pegawai tersebut.

Skema TER ini dinilai lebih praktis dan memberikan kepastian hukum bagi pemberi kerja dalam menghitung dan memotong pajak. Selain itu, sistem ini memudahkan proses administrasi dan mengurangi potensi kesalahan dalam penghitungan PPh 21.

Dengan adanya pembaruan ini, pemerintah berharap kepatuhan perpajakan semakin meningkat, sekaligus memperkuat sistem perpajakan yang adil dan berkeadilan bagi seluruh lapisan masyarakat. (alf)

 

 

 

IKPI Tekankan Pentingnya Jaga Etika Profesi 

IKPI, Jakarta: Pentingnya menjaga etika profesi kembali ditegaskan oleh Ketua Departemen Keanggotaan dan Etika, Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), Robert Hutapea, dalam sambutannya di seminar Pengembangan Profesional Berkelanjutan (PPL) yang digelar IKPI Cabang Jakarta Utara pada Selasa (22/7/2025). Ia mengingatkan bahwa konsultan pajak memegang tanggung jawab moral dan profesional yang besar dalam setiap praktik pendampingan perpajakan.

“Menjaga etika bukan hanya kewajiban formal, tetapi juga bentuk komitmen pribadi untuk menjaga kehormatan profesi dan marwah organisasi IKPI. Integritas adalah fondasi utama yang membedakan konsultan pajak profesional dengan yang lainnya,” ujar Robert.

Robert menyampaikan hal tersebut mewakili Ketua Umum IKPI Vaudy Starworld, yang berhalangan hadir karena memenuhi undangan di DJP Pusat. Ia menyampaikan salam hangat dan apresiasi dari Ketua Umum kepada seluruh anggota yang hadir serta kepada panitia yang telah menyelenggarakan kegiatan PPL ini.

Diketahui, seminar kali ini mengangkat tema “Perbedaan Pemeriksaan, Bukti Permulaan, dan Penyidikan Pajak”, dengan menghadirkan narasumber utama Dr. Prianto Budi Saptono.

pada kesempatan ini, Robert mengajak seluruh peserta untuk menyimak materi dengan saksama, guna memperkuat pemahaman profesional dalam menghadapi dinamika pemeriksaan dan penegakan hukum perpajakan.

Di hadapan para peserta, Robert juga mengingatkan kembali isi Pasal 12 Kode Etik IKPI yang mengatur pentingnya menjaga etika dalam interaksi dengan klien, rekan seprofesi, maupun pemangku kepentingan lainnya. Ia menekankan bahwa anggota IKPI harus senantiasa menjalankan praktik konsultasi sesuai standar profesi dan kode etik agar terhindar dari risiko pelanggaran dan sanksi sebagaimana diatur dalam PMK 175 Tahun 2022.

Tak lupa, Robert mengajak seluruh anggota untuk aktif berkontribusi melalui platform resmi IKPI, termasuk menulis artikel pendek tentang peraturan pajak di situs web organisasi. “Tidak perlu satu PMK penuh, cukup satu bab atau satu pasal pun bisa menjadi sumbangan berharga bagi sesama anggota,” tuturnya.

Robert menyampaikan ajakan kepada seluruh elemen organisasi untuk ikut menyukseskan rangkaian kegiatan HUT IKPI ke-60, yang akan berlangsung mulai akhir Juli hingga puncaknya pada 27 Agustus 2025 di Hotel Pullman Central Park.

Beberapa agenda yang telah disiapkan antara lain lomba cerdas cermat, turnamen golf, gowes bersama, aksi donor darah, seminar nasional, dan malam puncak perayaan. (bl)

DJP Bantah Isu Pajak Amplop Hajatan, Sebut Tak Masuk Prioritas Pengawasan

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan menepis isu yang menyebut amplop hajatan atau kondangan bakal dikenai pajak. DJP menegaskan bahwa pemberian uang dalam acara pribadi, seperti pernikahan atau khitanan, tidak menjadi objek pajak selama tidak terkait kegiatan usaha atau pekerjaan.

Pernyataan ini disampaikan langsung oleh Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Rosmauli, merespons kekhawatiran publik usai pernyataan seorang anggota DPR yang menyebut akan ada pungutan atas amplop kondangan.

“Pernyataan itu kemungkinan besar timbul karena adanya kesalahpahaman terhadap prinsip-prinsip dasar perpajakan yang berlaku,” ujar Rosmauli kepada media, Rabu (23/7/2025).

Ia menegaskan, sesuai ketentuan Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh), memang benar bahwa setiap tambahan kemampuan ekonomis secara umum dapat menjadi objek pajak. Namun demikian, tidak semua pemberian otomatis dikenai pajak.

“Jika sifatnya pribadi, tidak rutin, dan tidak berhubungan dengan pekerjaan atau kegiatan usaha, maka tidak dikenakan pajak dan tidak menjadi fokus pengawasan DJP,” jelas Rosmauli.

Rosmauli juga mengingatkan bahwa sistem perpajakan Indonesia menganut prinsip self-assessment, di mana warga negara melaporkan sendiri penghasilannya melalui Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan.

“DJP tidak pernah memungut pajak langsung dari acara hajatan. Dan saat ini pun tidak ada rencana ke arah sana,” tegasnya.

Isu pajak amplop kondangan ini mencuat setelah Anggota Komisi VI DPR RI, Mufti Anam, dalam rapat kerja dan dengar pendapat pada Rabu (23/7), mengungkap adanya wacana pungutan terhadap penerima amplop acara hajatan. Menurut Mufti, isu itu muncul setelah dana dividen dari BUMN tak lagi langsung masuk kas negara karena dialihkan ke pengelolaan Danantara.

“Kami mendapat kabar bahwa dalam waktu dekat, pemberian uang di kondangan pun akan dikenai pajak. Ini tentu memprihatinkan,” ujar Mufti.

Meski begitu, DJP memastikan bahwa kabar tersebut tidak berdasar dan meminta masyarakat tidak panik. Pemerintah, kata Rosmauli, tetap menjunjung asas keadilan dan proporsionalitas dalam pelaksanaan sistem perpajakan nasional. (alf)

 

DPR Tanggapi Isu Pajak Amplop Kondangan, Mufti Anam: Jangan Bebani Rakyat Kecil

IKPI, Jakarta: Isu pajak atas amplop kondangan memicu perhatian publik dan turut disorot anggota Komisi VI DPR RI, Mufti Anam. Dalam rapat dengar pendapat dengan Kementerian BUMN dan PT Danantara di Gedung DPR, Rabu (23/7/2025), Mufti mengungkapkan kekhawatirannya atas kebijakan pajak yang dinilai semakin memberatkan masyarakat, bahkan menyentuh ranah sosial seperti hajatan pernikahan.

“Bahkan kami dengar dalam waktu dekat, orang yang mendapat amplop di kondangan dan hajatan akan dimintai pajak oleh pemerintah,” ujar Mufti, yang juga merupakan politisi PDI Perjuangan.

Pernyataan Mufti itu muncul saat membahas pengalihan dividen BUMN ke PT Danantara. Menurutnya, keputusan tersebut berdampak besar terhadap penerimaan negara dan mendorong pemerintah mencari sumber pemasukan baru, termasuk dari sektor-sektor nonkonvensional.

“Pengalihan dividen ke Danantara sangat jelas membuat negara kehilangan pemasukan. Akibatnya, Kementerian Keuangan harus memutar otak menambal defisit, dan salah satunya dengan kebijakan pajak yang dirasakan memberatkan rakyat,” ucapnya.

Ia menyoroti pula keresahan pelaku usaha mikro dan digital, termasuk penjual di marketplace seperti Shopee, TikTok, dan Tokopedia, serta para influencer yang kini dikenakan pajak. “Anak-anak muda kita yang berjualan secara online mulai menghitung ulang kelayakan usahanya. Ini mengganggu semangat berwirausaha,” tegas Mufti.

Meski belum ada pernyataan resmi dari pemerintah mengenai pajak atas amplop kondangan, Mufti meminta agar isu tersebut diklarifikasi dan tidak dijadikan solusi atas defisit anggaran. “Kita harus hati-hati. Jangan sampai penerimaan negara dikejar dari pos-pos yang justru mengganggu kehidupan sosial masyarakat,” katanya.

Ia juga mengingatkan pentingnya pengelolaan dividen BUMN secara akuntabel, agar tidak menjadi beban baru bagi rakyat. “Kalau sumber penerimaan utama negara dialihkan, pemerintah harus bertanggung jawab atas dampaknya. Jangan semua beban dialihkan ke rakyat,” katanya. (alf)

 

Jangan Salah Potong! Ini Ketentuan PPh atas Jasa Ekspedisi Menurut DJP

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengingatkan masyarakat, khususnya pelaku usaha, agar memahami dengan benar jenis pajak penghasilan (PPh) yang dikenakan atas penghasilan dari jasa ekspedisi atau pengiriman barang. Penentuan tarif dan jenis PPh sangat bergantung pada siapa penyedia jasa tersebut badan atau orang pribadi.

Melalui akun resmi media sosial Kring Pajak, dikutip Rabu (23/7/2025), DJP menegaskan bahwa apabila jasa ekspedisi diberikan oleh badan usaha, maka penghasilan dari jasa tersebut termasuk dalam kategori jasa lain sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 141/PMK.03/2015 dan akan dikenai PPh Pasal 23.

Namun, jika jasa diberikan oleh orang pribadi, maka penghasilannya dikenai PPh Pasal 21 sesuai dengan PMK 168 Tahun 2023.

“Silakan dipastikan kembali apakah lawan transaksinya adalah badan atau orang pribadi,” ujar Kring Pajak.

Tarif PPh Pasal 23 untuk Jasa Ekspedisi oleh Badan

Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) PMK 141/2015, tarif PPh Pasal 23 atas jasa lain (termasuk jasa ekspedisi yang tidak diatur khusus dalam Pasal 15 UU PPh) ditetapkan sebesar 2% dari jumlah bruto pembayaran, tidak termasuk PPN. Jumlah bruto ini mencakup seluruh penghasilan yang dibayarkan atau telah jatuh tempo, kecuali dalam beberapa kondisi tertentu seperti:

• Pembayaran kepada tenaga kerja berdasarkan kontrak outsourcing;

• Pembayaran atas pembelian barang atau material;

• Pembayaran yang hanya diteruskan ke pihak ketiga;

• Reimbursement biaya oleh penyedia jasa.

Jika penerima jasa tidak memiliki NPWP, maka tarif PPh Pasal 23 dikenakan dua kali lipat, yaitu 4% dari jumlah bruto.

Dalam Pasal 1 ayat (6) huruf ba PMK 141/2015 ditegaskan bahwa jasa pengangkutan atau ekspedisi yang tidak termasuk dalam ketentuan Pasal 15 UU PPh termasuk ke dalam jenis “jasa lain” yang dikenai PPh Pasal 23. Artinya, pengenaan pajaknya tidak bersifat final seperti usaha angkutan tertentu yang diatur khusus melalui norma perhitungan penghasilan neto.

DJP mengimbau agar para pemberi dan pengguna jasa ekspedisi lebih cermat dalam memverifikasi status pajak pihak yang mereka transaksikan. Kewajiban pemotongan PPh sangat bergantung pada jenis subjek pajak. Kegagalan memotong atau kesalahan dalam pengenaan tarif dapat menimbulkan sanksi administratif bagi pihak yang seharusnya melakukan pemotongan. (alf)

 

Menkeu Laporkan Defisit APBN 2025 Diperkirakan Naik Jadi 2,78% PDB

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melaporkan kepada Presiden Prabowo Subianto bahwa defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) diperkirakan akan mencapai 2,78% dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada tahun 2025. Laporan ini disampaikan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (22/7), sebagai bagian dari update pembahasan lanjutan APBN 2024 dan 2025 yang sebelumnya berlangsung di DPR RI.

“Outlook dari APBN akan mencapai defisit 2,78 persen dari PDB, karena tekanan baik dari sisi penerimaan maupun belanja negara,” ujar Sri Mulyani kepada Presiden, seperti dikutip Rabu (23/7/2025).

Dalam pertemuan tersebut, Menkeu mengungkapkan bahwa pembahasan difokuskan pada dua agenda besar: Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pelaporan dan Pelaksanaan APBN 2024, serta evaluasi semesteran pelaksanaan APBN tahun anggaran 2025. Keduanya saat ini sedang digodok bersama Badan Anggaran DPR.

Meski menghadapi tekanan fiskal, pemerintah tetap berkomitmen menjaga integritas keuangan negara. Sri Mulyani menegaskan bahwa Kementerian Keuangan terus menindaklanjuti temuan dan rekomendasi audit serta menjaga kesinambungan fiskal agar tetap sehat dan kredibel. Pemerintah juga menargetkan kembali meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas laporan keuangan pemerintah pusat.

Capaian Fiskal 2024 Masih Terjaga

Sebelumnya, dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI, Sri Mulyani menyampaikan bahwa pelaksanaan APBN 2024 menunjukkan kinerja yang solid dan terkendali. Defisit APBN tahun ini tercatat sebesar 2,30% dari PDB masih dalam batas aman kebijakan fiskal.

Tak hanya itu, rasio penerimaan negara terhadap PDB mencapai 12,70%, melampaui target awal sebesar 12,27%. Realisasi pendapatan negara juga melebihi proyeksi, menandakan efektivitas kebijakan fiskal yang membaik.

“Indeks efektivitas pengawasan penerimaan negara pun berada di atas target. Ini menunjukkan bahwa tata kelola fiskal semakin akuntabel dan memberikan dampak langsung kepada masyarakat,” ujar Sri Mulyani. (alf)

 

 

 

Prabowo Minta APBN 2026 Fokus pada Program Prioritas dan Reformasi Pajak

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan bahwa Presiden Prabowo Subianto memberikan arahan tegas agar Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun 2026 difokuskan pada program prioritas sekaligus memperkuat reformasi fiskal, khususnya di sisi penerimaan pajak.

Pernyataan tersebut disampaikan usai rapat bersama jajaran Menteri Kabinet Merah Putih bidang Perekonomian di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (22/7/2025).

Menkeu melaporkan perkembangan penyusunan Nota Keuangan dan Rancangan APBN 2026 kepada Presiden yang dijadwalkan akan disampaikan ke DPR pada 15 Agustus 2025.

“Bapak Presiden sudah sangat lengkap memberikan arahan. Reform di sisi penerimaan negara tetap dilakukan sehingga kita bisa mendapatkan penerimaan negara yang memadai,” ungkap Sri Mulyani.

Menurut Menkeu, Presiden meminta agar kebijakan fiskal 2026 diarahkan untuk mendukung program-program unggulan seperti Makan Bergizi Gratis, Pemeriksaan Kesehatan Gratis, Koperasi Merah Putih, perbaikan sekolah, dan ketahanan pangan. Belanja negara harus fokus dan efektif mendukung visi pembangunan lima tahun ke depan.

Namun yang tak kalah penting, kata Menkeu, adalah menjaga defisit anggaran tetap terkendali dan memastikan APBN menjadi instrumen fiskal yang sehat serta mampu mendorong pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan. “Defisit harus dijaga pada level yang baik,” tegasnya.

Presiden Prabowo juga menekankan perlunya langkah-langkah deregulasi yang dapat menciptakan iklim usaha dan investasi yang lebih kondusif. Ia ingin agar perekonomian Indonesia tidak selalu bertumpu pada belanja APBN, melainkan mampu tumbuh dari dinamika sektor swasta yang sehat dan aktif.

Reformasi Pajak Jadi Sorotan

Arahan reformasi di sisi penerimaan negara kembali menegaskan bahwa pajak akan tetap menjadi sumber utama pembiayaan negara. Di bawah arahan Presiden, pemerintah berkomitmen memperkuat sistem perpajakan, baik dari sisi ekstensifikasi basis pajak, peningkatan kepatuhan, hingga perbaikan tata kelola.

Ini menjadi sinyal penting bahwa pada APBN 2026, Direktorat Jenderal Pajak dan institusi fiskal lainnya dituntut makin adaptif dan inovatif dalam menjaga rasio pajak (tax ratio) tetap meningkat, sambil tetap menjaga keadilan dan efisiensi dalam pemungutannya.

Dengan makin banyaknya program prioritas yang memerlukan dukungan fiskal besar, ruang belanja negara akan sangat bergantung pada kinerja penerimaan pajak. Oleh karena itu, reformasi perpajakan bukan lagi sekadar wacana, melainkan menjadi tulang punggung kebijakan ekonomi nasional ke depan.

“Kita berharap penerimaan negara terutama dari sektor pajak bisa menopang seluruh kebutuhan pembangunan yang dicanangkan Presiden, tanpa membuat APBN menjadi terlalu berat,” kata Sri Mulyani. (alf)

 

Trump Umumkan Delapan Pilar Kesepakatan Perdagangan Baru dengan Indonesia

IKPI, Jakarta: Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump secara resmi mengumumkan tercapainya kesepakatan perdagangan besar dengan Indonesia, yang dinilai sebagai terobosan signifikan bagi ekspor AS di berbagai sektor strategis. Dalam siaran pers Gedung Putih yang dirilis Rabu (23/7/2025), Trump menyebut perjanjian ini sebagai “kemenangan nyata” bagi para pekerja, petani, eksportir, serta pelaku industri digital Negeri Paman Sam.

“Kesepakatan ini membuka akses yang selama ini dianggap mustahil ke pasar Indonesia. Ini adalah hasil dari negosiasi keras untuk memastikan rakyat Amerika mendapatkan keunggulan dagang yang adil,” ujar Trump dalam pengumuman resmi.

Berdasarkan perjanjian tersebut, Indonesia akan memberlakukan tarif timbal balik sebesar 19% terhadap produk-produk tertentu dari AS. Namun, imbalannya jauh lebih besar: Indonesia akan menghapuskan hampir seluruh hambatan perdagangan terhadap produk ekspor asal AS.

Delapan Pilar Kesepakatan

Kesepakatan ini dibangun di atas delapan komitmen utama yang dirancang untuk memperluas pasar, menciptakan lapangan kerja, serta memperkuat posisi geopolitik dan ekonomi AS.

1. Penghapusan Tarif Produk AS

Indonesia sepakat menghapus tarif atas lebih dari 99% produk AS yang masuk ke pasarnya. Ini mencakup sektor pertanian, otomotif, teknologi informasi, kesehatan, makanan laut, hingga produk kimia. Langkah ini diperkirakan mendorong ekspor AS dan memperbesar kontribusi sektor manufaktur terhadap PDB.

2. Pengurangan Hambatan Non-Tarif

Indonesia juga akan mencabut sederet hambatan non-tarif seperti persyaratan konten lokal, sertifikasi dan pelabelan berlebih, serta izin impor produk remanufaktur. Termasuk pula pengakuan atas standar keselamatan kendaraan AS dan sertifikasi FDA untuk produk farmasi.

3. Pembebasan Hambatan Pertanian

Produk pertanian AS akan dibebaskan dari izin impor dan kebijakan keseimbangan komoditas Indonesia. AS juga akan mendapatkan pengakuan penuh terhadap fasilitas produksinya untuk produk daging, susu, dan unggas.

4. Penegasan Aturan Asal

AS dan Indonesia sepakat menegosiasikan aturan asal yang memastikan manfaat dagang hanya diperoleh dari produk yang benar-benar berasal dari kedua negara, bukan dari pihak ketiga.

5. Perdagangan Digital dan Transmisi Data

Indonesia berkomitmen menghapus tarif atas produk digital tak berwujud dan mendukung moratorium bea masuk atas transmisi elektronik di WTO. Indonesia juga menyetujui transfer data lintas negara secara aman, sebuah tuntutan lama dari industri teknologi AS.

6. Keamanan Ekonomi dan Rantai Pasok

Indonesia akan bergabung dalam Forum Global untuk mengatasi kelebihan kapasitas baja dan membuka kembali ekspor berbagai komoditas industri strategis, termasuk mineral penting. Kedua negara juga akan mempererat kerja sama pengendalian ekspor dan investasi.

7. Reformasi Ketenagakerjaan

Sebagai bagian dari kesepakatan, Indonesia berjanji melarang praktik kerja paksa serta memperluas kebebasan berserikat dan hak berunding bagi buruh. AS menyambut baik komitmen ini sebagai upaya peningkatan standar kerja global.

8. Kesepakatan Komersial Sektor Kunci

AS dan Indonesia akan menandatangani serangkaian perjanjian komersial strategis di sektor pertanian, kedirgantaraan, dan energi yang akan segera diumumkan secara terpisah.

Kalangan industri AS menyambut gembira terobosan ini. Perwakilan asosiasi perdagangan menyebutnya sebagai “perjanjian paling ambisius” antara kedua negara dalam dua dekade terakhir.

Sementara itu, pengamat menyebut kesepakatan ini sebagai langkah strategis Washington untuk memperkuat kehadirannya di kawasan Indo-Pasifik, sekaligus menyeimbangkan pengaruh Tiongkok di kawasan tersebut. (alf)

 

id_ID