Ketum IKPI Kembali Suarakan Pentingnya Keberadaan UU Konsultan Pajak

IKPI, Jakarta: Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Ruston Tambunan, kembali menyuarakan pentingnya keberadaan Undang-Undang (UU) Konsultan Pajak. Pasalnya UU tersebut bukan hanya untuk berbicara mengenai perlindungan profesi konsultan pajak, melainkan juga untuk memperjuangkan melindungi hak-hak wajib pajak untuk mendapat bantuan yang terkadang terabaikan.

Lebih lanjut Ruston mengungkapkan, agar kapasitas dan kedudukan konsultan pajak kuat secara hukum, khususnya terkait hak serta kewajibannya bisa dijamin, maka jawabannya harus ada UU Konsultan Pajak.

“Karena kalau Konsultan Pajak hanya berpegangan dengan Peraturan Menteri Keuangan, itu tidaklah kuat dan kapan saja peraturan itu bisa berubah sesuai dengan keinginan pemerintah,” kata Ruston di sela kegiatan Profesi Keuangan Expo 2023 di Gedung Dhanapala, Kementerian Keuangan, Jakarta, Rabu (26/7/2023).

Dengan demikian kata Ruston, jika payung hukumnya berupa UU, maka semua pihak terkait akan tunduk dan terikat, baik profesi, otoritas pajak, dan masyarakat Wajib Pajak.

“Dengan UU Konsultan Pajak, pastinya akan ada kepastian juga terhadap sanksi bagi para pelanggar. Kalau sekarang, sanksi profesi hanya berdasarkan kode etik profesi yang pastinya hal itu berbeda-beda di setiap asosiasi,” ujarnya.

Ruston mencontohkan, IKPI melarang keras seluruh anggotanya untuk mengiklankan kantor konsultan pajak yang mereka miliki mlewati batas yang diperkenankan berdasarkan Kode Etik, dan akan ada sanksi yang diberikan bagi anggota yang melanggar. Tetapi apa yang dilarang IKPI, belum tentu juga dilarang oleh tiga asosiasi sejenis lainnya. “Ini yang seharusnya segera ditertibkan oleh Pusat Pembinaan Profesi Keuangan (P2PK),” katanya.

Ironisnya kata dia, sekarang banyak orang menjalankan sebagai Kuasa Wajib Pajak tetapi mereka tidak bernaung di asosiasi manapun. Mirisnya, orang model seperti ini tetap dianggap sah oleh pemerintah padahal kompetensinya masih dipertanyakan.

Seakan, mereka cukup mengandalkan sertifikat kursus brevet pajak terlepas dari siapa penyelenggara kursus dan bagaimana kurikulum atu modulnya dan berapa lama kursus dilaksanakan dan tidak perlu sertifikat kelulusan Ujian Sertifikasi Konsultan Pajak, mereka sudah diterima menjadi Kuasa WP oleh kantor pajak.

Selain itu mereka tidak punya kewajiban atas satuan kredit Pengembangan Profesi Berkelanjutan (PPL) dan pastinya tidak pernah diwajibkan untuk membuat laporan tahun kepada pemerintah.

Lebih jauh Ruston mengatakan, kemarin Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memberikan sambutan pada kegiatan profesi keuangan expo 2023 sangat bagus sekali. saya menilai apa yang disampaikannya itu bisa diistilahkan “daging semua”. Karena inti dari profesi adalah kompetensi dan integritas.

Jadi, sebenarnya dua syarat itu yang membuat profesi konsultan pajak itu bisa dipercaya oleh dua pihak yaitu wajib pajak dan otoritas pajak. Dengan demikian, sebagai intermediaries, konsultan pajak harus bisa dipercaya kedua belah pihak sebab jika sudah tidak dipercaya otomatis jasanya tidak akan ada yang akan menggunakan lagi.

“Itu merupakan bagian lain yang harus diperhatikan pemerintah terhadap profesi konsultan pajak. Jadi, pemerintah bukan hanya membina dan mengawasi tetapi juga harus diberikan jalan keluar bagaimana profesi konsultan pajak bisa benar-benar diperkuat dan dilindungi dengan UU, dan itu penting untuk diperhatikan,” katanya.

Diberitakan sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam Pembukaan Profesi Keuangan Expo 2023 di Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Selasa (25/7/2023) mengingatkan agar profesi keuangan akuntan, aktuaria, konsultan pajak dan lain sebagai untuk menjalankan pekerjaannya dengan kompeten, terlebih lagi bagi mereka yang memiliki predikat profesional.

Artinya, ketika profesi keuangan tersebut tidak kompeten, maka dia akan menjadi sumber masalah bagi banyak pihak. Bahkan, bukan tidak mungkin bisa menimbulkan risiko sistemik.

“Begitu profesi keuangan itu sumber masalah, entah karena dia tidak kompeten, tidak kompeten tuh dalam bahasa pergaulan bego, atau lebih kasar lagi tolol, tapi memiliki predikat profesional, itu bahaya. Sama seperti kita punya bus atau pesawat, yang menyetir nggak bisa nyetir, kita semuanya ada dalam bahaya,” ujarnya.

“Orang pintar cobaannya beda dengan orang bego. Orang pintar itu melihat semua opportunity, di situ letak integritas menjadi ujian. Anda tergoda dan mengorbankan profesionalisme dan etika karena Anda melihat peluang,” katanya.

Oleh karena itu, Sri Mulyani berharap teman-teman profesi keuangan terus menanamkan prinsip ini dalam ikatan profesi maupun dalam diri individu masing-masing. Prinsip ini pun sangat dibutuhkan ketika menegakkan reformasi di sektor keuangan. (bl)

 

IKPI Mendorong Adanya Re-desain Peraturan Perpajakan

IKPI, Jakarta: Saat ini kita sering menjumpai pada sudut kantor-kator lembaga pemerintah, tulisan “ASEAN Matters: Epicentrum of Growth”. Bahwa tulisan tersebut merupakan cita-cita luhur bagi Indonesia dan masyarakat ASEAN untuk menjadikan wilayah ASEAN sebagai Epicentrum of Growth. Epicentrum of Growth dapat dimaknai sebagai pusat pertumbuhan ekonomi sehingga ke depannya agar ASEAN menjadi lebih adaptif, responsif, dan berdaya saing.

Cita-cita luhur tersebut, sudah sepantasnya mendapat dukungan dari seluruh kalangan tidak saja Pemerintah selaku pembuat kebijakan namun termasuk pula Konsultan Pajak. Demikian dikatakan Ketua Departemen Hubungan Internasional Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) T. Arsono dalam acara Profesi Keuangan Expo 2023 di Gedung Dhanapala, Kementerian Keuangan, Rabu (26/7/2023).

(Foto: Dok. Departemen Humas PP-IKPI/Bayu Legianto)

Menurut Arsono, dari sisi kebijakan perpajakan, ada beberapa hal yang harus diperbaiki bila kita menginginkan bersama-sama mewujudkan cita-cita luhur sebagaimana arahan oleh Presiden Joko Widodo.

Salah satu kebijakan perpajakan yang harus diterapkan kata dia, adalah fundamental freedom (antara lain) freedom of movement of capital dan freedom of establishment. Orientasi perpajakan di Indonesia tidak seharusnya berfokus pada capaian target penerimaan saja, melainkan juga menciptakan lingkungan bisnis yang bersahabat dengan arus investasi baik investasi masuk (inbound) maupun investasi keluar (outbound).

Bahwa saat ini ketentuan perpajakan yang ideal masih perlu diupayakan sehingga perlakuan perpajakan lebih menggambarkan utilisasi palayanan public yang diberikan oleh Pemerintah. Pemilihan bentuk usaha seperti Cabang misalnya – masih diberikan perlakukan perpajakan yang kurang menguntungkan bila dibandingkan dengan pemilihan bentuk usaha anak perusahaan (subsidiary). Sehingga pembedaan perlakuan seperti ini mengurangi kebebasan bagi para pelaku usaha. Padahal pemilihan bentuk usaha anak perusahaan (subsidiary) belum tentu cocok bagi para pelaku usaha luar negeri yang ingin masuk ke Indonesia.

(Foto: Dok. Departemen Humas PP-IKPI/Bayu Legianto)

Sesuai topik Epicentrum of Growth lanjut Arsono, tentu akan muncul pertanyaan apakah perlu untuk melakukan re-design ulang Undang-Undang Perpajakan yang berlaku ?. Mengingat masih ada beberapa peraturan yang belum ideal untuk diterapkan. Namun saya tidak ingin mengatakan bahwa peraturan perpajakan yang berlaku saat ini merupakan peraturan yang salah,” ujarnya.

Jika pemerintah menginginkan ASEAN sebagai wilayah yang punya daya saing tinggi, Arsono menuturkan ada dua fundamental freedom yang seharusnya diterapkan dalam kebijakan perpajakan Indonesia. “Bagi teman-teman yang belajar kebijakan Pajak Penghasilan (PPh) pasti telah mengetahuinya, yang dikenal dengan freedom of movement of capital dan freedom of establishment,” kata dia.

Apa yang dimaksud freedom of movement of capital? Arsono mencontohkan bahwa suatu investasi harus diberikan kebebasan apakah harus melakukan investasi ke dalam maupun keluar (inbound atau outbound). Demikian juga dengan freedom of establishment yang dapat dimaknai sebagai setiap pelaku bisnis harus diberikan kebebasan memilih bentuk usuha yang paling tepat untuk kepentingan bisnis mereka.

(Foto: Dok. Departemen Humas PP-IKPI/Bayu Legianto)

“Para pelaku usaha boleh masuk ke Indonesia melalui kantor cabang. Hal ini sebagaimana telah dilakukan berbagai perbankan internasional yang beroprasi di Indonesia melalui bentuk cabang atau mungkin bentuk yang lain seperti pendirian anak perusahaan di Indonesia, dan sebagainya,” kata Arsono.

Untuk itu, Arsono menegaskan bahwa tidak boleh ada perlakuan perpajakan yang berbeda. Meskipun secara legal bentuk usaha tersebut berbeda. Namun sekali lagi pajak akan mendasarkan pada substansi ekonomi-nya.

Inilah kata dia, beberapa persoalan yang harus ditinjau kembali sebagai langkah untuk mencapai ASEAN Matter: Epicentrum of Growth.

Lebih jauh dia mengungkapkan, jika melihat situasi di mana subjek pajak luar negeri memilih untuk melakukan bisnisnya melalui anak perusahaan, maka di sini bisa dilihat ada perbedaan perlakuan dengan mereka yang memilih masuk ke Indonesia melalui cabang, mengapa?

Kita dapat melihat pada Pasal 4 ayat 3 huruf f) Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, dikatakan di sana bahwa dividen yang dibagikan oleh subjek pajak dalam negeri kepada badan bukan merupakan obyek pajak. Dalam situasi ini pengenaan pajak berganda (economy double taxations) akibat penerapan classical system perpajakan dapat dihilangkan.

Namun kata Arsono, ketika dividen itu dibagikan kepada subyek pajak luar negeri, sebagaimana ketentuan sebagaimana Pasal 26 Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, dividen tersebut akan dikenakan pajak penghasilan sebesar 20%. Walaupun demikian besaran tarif pajak sebesar 20% tersebut dapat berkurang menjadi 5%, 10% atau 15% sesuai perjanjian penghindaran perpajakan antara Indonesia dengan mitra treatynya. Dan bisa pula menjadi bukan obyek pajak apabila deviden tersebut diinvestasikan kembali di Indonesia.

“Jadi situasinya sebenarnya sama, tetapi yang membedakan adalah satu sebagai Subjek Pajak Dalam Negeri (SPDN) dan Subjek Pajak Luar Negeri (SPLN), namun dalam situasi yang pertama, economy double taxations dapat dihilangkan sedangkan dalam situasi kedua pengenaan pajak berganda (“economic double taxation”) tidak bisa dihindari” katanya.

Saya melihat dalam situasi ini, masih terdapat perbedaan perlakuan perpajakan antara situasi yang pure domestic dengan situasi lintas batas (“cross border”).

Hal kedua menurut Arsono berkaitan dengan kerugian, yang masih terdapat perbedaan perlakuan. Contohnya, dalam situasi pure domestic – kerugian cabang tentu langsung dapat dikonsolidasi dengan kentungan kantor pusat. Namun perlakuan yang berbeda, yakni dalam situasi lintas batas (“cross border”) atas kerugian tersebut tidak dapat dikonsolidasi. Pengaturan yang demikian masih merupakan pengaturan yang belum ideal. Tentu pilihan Undang-Undang Perpajakan yang demikian didasarkan pada pertimbanhgan dan alasan tertentu.

“Namun, jika kembali kepada cita-cita luhur yakni mewujudkan ASEAN sebagai Epicentrum of Growth, maka pembedaan perlakuan perpajakan yang seperti itu harus dipertimbangkan kembali ssehingga terdapat freedom of movement of capital dan freedom of establishment.

Kembali dicontohkan Arsono, jika dirinya memilih mendirikan cabang di Singapura (outbound) dibandingkan mendirikan cabang perusahaan di Medan (inbound) – siituasi ini akan mendapatkan perlakuan perpajakan yang berbeda.

“Karena kantor pusat perusahaan itu berada di Jakarta, maka jika terjadi kerugian pada cabang Medan mereka, kerugian tersebut akan dikonsilodasikan dengan kantor Pusat di Jakarta. Tetapi apabila kerugian itu terjadi di kantor cabang Singapura, maka kerugian tersebut tidak bisa dikonsolidasikan dengan kantor pusat Jakarta. Perbedaan perlakuan perpajakan seperti itu akan menjadi penghalang bagi para pelaku bisnis Indonesia untuk bergerak keluar (ekspansi),” ujarnya.

Padahal kata Arsono, bahwa perluasan usaha keluar (outbound) dengan pembukaan cabang di luar negeri sebagai langkah awal ekspansi demi kejayaan para pelaku usaha Indonesia ke luar negeru, tetapi mereka terbelenggu oleh kebijakan perpajakan yang tidak menguntungkan. “Jadi, ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan kembali agar freedom of movement of capital dan freedom of servicemen bisa berjalan dengan baik, sehingga ASEAN sebagai epicentrum of growth itu bisa dicapai,” kata Arsono. (bl)

Puluhan Mahasiswa Hadiri Profesi Keuangan Expo 2023, IKPI: Kami Berharap Mereka Siap Hadapi Dunia Kerja

IKPI, Jakarta: Gelaran Profesi Keuangan Expo 2023 yang digagas Kementerian Keuangan (Kemenkeu), rupanya bukan hanya menarik bagi para asosiasi sektor tersebut untuk ikut ambil bagian. Tetapi, puluhan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di wilayah Jabodetabek juga ikut ambil bagian dalam kegiatan tahunan tersebut.

Dzira Mifta Priyandini, mahasiswi dari Universitas Ibnu Khaldun Bogor bersama dengan enam kawannya terlihat antusias mengikuti kegiatan ini. Meski hadir sebagai tamu undangan dari Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), mereka mengaku bahwa acara Profesi Keuangan Expo ini merupakan suatu kegiatan yang menarik untuk diikuti dan menambah ilmu pengetahuan mereka tentang profesi keuangan.

Sebagai mahasiswa yang menjadikan konsultan pajak sebagai cita-citanya, Dzira mengaku sangat tertarik mengetahui lebih jauh mengenai profesi ini. “Cita-cita ini yang membuat saya dan teman-teman sangat antusias mengikuti kegiatan ini,” katanya saat ditemui di Booth IKPI, di acara Profesi Keuangan Expo 2023, Selasa (25/7/2023).

(Foto: Dok Sekretariat PP IKPI)

Lebih lanjut dia mengungkapkan, menggali profesi konsultan pajak langsung pada ahlinya jauh lebih menantang dan menarik dibandingkan hanya mencerna teori. Dengan demikian, dia berharap kegiatan seperti ini rutin diselenggarakan dan mengundang perguruan tinggi.
“Jika pengalaman lapangan sudah kami dapatkan semasa masih di bangku kuliah, maka setelah lulus tentunya kami akan siap menghadapi dunia kerja karena ilmunya sudah didapatkan,” kata Dzira.

Pada kesempatan yang sama, Ketua Departemen Humas IKPI Henri PD Silalahi mengatakan bahwa tujuan pihaknya melibatkan perguruan tinggi pada kegiatan ini memang bertujuan untuk memberikan pengenalan dan pengetahuan mengenai profesi keuangan khususnya Konsultan Pajak.

Dengan demikian kata Henri, diharapkan nantinya mereka akan mengetahui dan mengenal apa itu Konsultan Pajak, apa itu Ikatan Konsultan Pajak dan bagaimana perannya dalam ekosistem perpajakan Indonesia. “Ini sangat penting, jika nantinya mereka memilih profesi konsultan pajak sebagai pekerjaan atau profesinya, maka langkah mereka menjadi mantap dan mengetahui asosiasi mana yang akan mereka pilih sebagai wadah profesi untuk berkumpul, berdiskusi dengan rekan seprofesi,” kata Henri di lokasi acara.

Person in charge (PIC) Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Hijrah Hafiddudin (kiri) memberikan keterangan kepada mahasiswa/i Universitas Indonesia (UI) yang mengunjungi booth IKPI dalam acara Profesi Keuangan Expo 2023 di Gedung Dhanapala, Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (25/7/2023). (Foto: Dok. Sekretariat PP IKPI/Bayu Legianto)

Lebih lanjut dia mengungkapkan, mengapa profesi konsultan pajak sangat penting? Tentu ini harus diketahui masyarakat khususnya para mahasiswa yang hadir dalam kegiatan ini.
Jika dikaitkan dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) kata Henri, dengan tingkat tax ratio 10-11% tahun 2022 terhadap PDB, kontribusi sektor perpajakan untuk penerimaan APBN lebih dari 70%. Saat ini jumlah Konsultan Pajak Terdaftar masih 6000an dengan demikian diperlukan pertumbuhan Konsultan Pajak yang cepat untuk memenuhi kebutuhan masyarakat sebagai mitra Wajib Pajak dalam menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya.

Oleh karena itu, masyarakat perlu diedukasi mengenai pajak serta manfaatnya, dan jangan lupa juga ada kontribusi konsultan pajak yang berperan di dalamnya.

“Melibatkan mahasiswa adalah upaya edukasi yang kita lakukan dan akan terus kita lanjutkan dalam rangka edukasi perpajakan serta bersamaan dengan itu juga menumbuhkan minat Mahasiswa terhadap sektor perpajakan khususnya profesi Konsultan Pajak,” ujarnya.

Menurut dia, semakin banyak masyarakat yang mengetahui profesi konsultan pajak dan perannya maka tentunya akan semakin banyak masyarakat yang tertarik dengan profesi Konsultan Pajak dan semakin banyak yang menggunakan jasa konsultan pajak, hal ini tentu akan semakin baik bagi masyarakat khususnya Wajib Pajak dan pada akhirnya akan meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak. Artinya, ini juga bisa berdampak positif bagi penerimaan pajak kedepannya.

Yang tidak kalah pentingnya lanjut Henri, masyarakat tidak lagi memandang pajak adalah sesuatu yang negatif bagi mereka. Karena sesungguhnya, masyarakat bisa merasakan langsung manfaat dari pajak yang mereka bayarkan, seperti pembangunan infrastruktur, kesehatan, pendidikan, bantuan sosial dan berjalannya roda ekonomi serta pemerintahan secara stabil dan berkesinambungan. ujarnya. (bl)

Artificial Intelligence Bisa Gantikan Peran Konsultan Pajak? Ini Kata Ketum IKPI

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dalam sambutannya pada acara Profesi Keuangan Expo 2023 di Gedung Dhanapala, Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (25/7/2023) berkomentar soal perkembangan teknologi digital yang belakangan memungkinkan produktivitas dan bisnis semakin meningkat, khususnya kecerdasan artifisial atau artificial intelligence (AI). Bukan tidak mungkin teknologi tersebut mendisrupsi suatu pekerjaan yang sebelumnya dijalankan manusia, termasuk konsultan pajak atau profesi di sektor keuangan lainnya.

Menanggapi pernyataan itu, Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Ruston Tambunan mengatakan bahwa pada dasarnya konsultan pajak harus memanfaatkan teknologi secara maksimum, termasuk artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan. Hal ini dikatakannya sangat memudahkan seseorang dalam melakukan pekerjaan.

“Kalau dalam praktiknya, jelas AI akan memudahkan kita sebagai konsultan pajak. Kita akan bisa mengolah data dalam jumlah besar, bekerja secara efisien, cepat dan akurat,” kata Ruston saat menjadi salah satu narasumber di Profesi Keuangan Expo 2023, Selasa (25/7/2023).

(Foto: Dok Sekretariat PP IKPI/Bayu Legianto)

Oleh karena itu kata dia, pekerjaan sebagai konsultan pajak lebih banyak kepada hal-hal yang kompleks. Artinya, konsultan pajak tidak lagi menangani pekerjaan-pekerjaan yang Kognitif, repetitif yang bisa dikerjakan oleh mesin.

“AI bisa bekerja lebih teliti dalam mengukur risiko perpajakan dari satu wajib pajak, misalnya perusahaan. Dengan melakukan analisis yang dimasukan dalam otak mesin, maka risiko-risiko perpajakan, seperti complience dari wajib pajak akan lebih bisa teridentifikasi. Nah, disinilah bagaimana manusia (konsultan pajak) bisa memanfaatkan AI sebagai suatu teknologi yang memudahkan pekerjaan mereka dan bukan menggantikannya,” kata Ruston.

Selain itu lanjut Ruston, bagi konsultan pajak dan wajib pajak AI juga membantu dalam menghadapi pemeriksaan pajak, atau melakukan analisis dalam kita menangani keberatan dan banding. “Nah yang paling mudah lagi yang bermanfaat sebenarnya adalah ChatGPT, dimana ini memudahkan kita menjawab pertanyaan-pertanyaan yang sudah ada di dalam peraturan dengan cepat,” ujarnya.

Dengan demikian, sebagai konsultan pajak tidak perlu lagi susah-susah mencari jawaban secara manual karena sudah ada ChatGPT yang membantu memudahkan kerja mereka.

(Foto: Dok Sekretariat PP IKPI/Bayu Legianto)

Tetapi kata Ruston, dibalik kemudahan teknologi AI tentu ada hal yang mengancam bagi segelintir konsultan pajak yang tidak mau mengikuti kemajuan teknologi atau masih menggunakan cara konservatif. Kalau hanya pekerjaan-pekerjaan yang compliance atau biasa diistilahkan dengan bread and butter untuk konsultan pajak, itu bisa oleh AI.

Dengan teknologi AI, bisa saja profesi konsultan pajak akhirnya terdisrupsi jika tidak mau mengikuti perkembangan teknologi. Dengan demikian, literasi teknologi digital memang harus terus ditambah, karena tidak bisa dipungkiri kemajuan teknologi memaksa semua orang untuk ikut beradaptasi dan menggunakan jika tidak ingin tergerus dengan kebutuhan.

Ancaman lainnya lanjut dia, adalah berlomba-lomba untuk mengembangkan teknologi berbiaya besar. “Jadi, nanti akan ada persaingan orang yang bisa mengakses teknologi versus miskin teknologi karena masih bertahan dengan cara-cara konservatif. Hal ini bisa menimbulkan persaingan yang sangat-sangat kental di antara konsultan pajak,” ujarnya.

Oleh karena itu, Ruston mengimbau sebagai konsultan pajak AI harus dipandang sebagai teknologi yang bisa mempermudah proses pekerjaan tetapi tidak menggantikan manusia (konsultan pajak) dengan mesin.

“Karena konsultan pajak itu bekerja berdasarkan aturan, interpretasi, argumentasi, hingga pemberian izin praktik hanya bisa diberikan kepada manusia dan bukan mesin. Karena untuk mendapatkan itu, seseorang harus memiliki kompetensi yang standarnya sudah ditetapkan, jadi gak bisa sembarangan. Karena tidak mungkin kita meminta robot untuk mengikuti ujian sertifikasi konsultan pajak,” kata Ruston. (bl)

IKPI: Putusan MK Tentang Pengadilan Pajak Meletakkan Pondasi yang Tepat Kepada Pengadilan Pajak

IKPI, Jakarta: Beberapa waktu lalu Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan pengujian UU No.14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak melalui putusan MK bernomor 26/PUU-XXI/2023. Permohonan yang diajukan Nurhidayat dkk itu pada pokoknya meminta majelis Mahkamah Konstitusi untuk menguji konstitusionalitas Pasal 5 ayat (2) UU Pengadilan Pajak yang berbunyi “Pembinaan organisasi, administrasi, dan keuangan bagi Pengadilan Pajak dilakukan oleh Departemen Keuangan”.

Melihat hasil putusan MK tersebut, Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) rupanya tertarik membahasnya lebih jauh. Karena, sebagai asosiasi konsultan pajak tertua dan terbesar dengan memiliki lebih dari 6.000 anggota hal itu sangat penting untuk dicermati dan digali lebih mendalam.

Anggota Departemen Litbang, IKPI Arifin Halim mengatakan putusan MK itu harus dilihat secara objektif. Karena, pasca putusan atas Pasal 5 ayat (2) UU Pengadilan Pajak, maka sejak 31 Desember 2026 nanti pembinaan atas Pengadilan Pajak menjadi satu atap oleh Mahkamah Agung.

Menurut Arifin, putusan itu sejalan dengan trias politica yang dianut Indonesia yaitu memisahkan kekuasaan antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Dengan  Pengadilan Pajak sepenuhnya di bawah yudikatif/Mahkamah Agung, masyarakat Wajib Pajak termasuk dalam hal ini investor tentu melihatnya sebagai hal yang positif, karena eksekutif sudah tidak terlibat dalam Pengadilan Pajak. Pengadilan Pajak yang berada satu atap di bawah MA juga sejalan dengan Pasal 24 UUD NRI Tahun 1945.

“Hal ini akan memberikan keyakinan bagi para stake holders termasuk investor akan independensi hakim Pengadilan Pajak semakin meningkat dalam memutuskan perkara,” kata Arifin melalui pesan Whatsapp, Senin (10/7/2023).

Lebih lanjut Arifin mengungkapkan, investor saat akan memutuskan berinvestasi di suatu negara, sangat memperhatikan kepastian hukum di negara mana tujuan investasinya. Dengan demikian, apa yang menjadi keputusan MK adalah tepat.

Dicontohkannya, pasca perang dagang Amerika Serikat dengan China (tahun 2018-2019), 33 perusahaan melakukan opsi relokasi usaha keluar dari China dan saat itu Indonesia bukan negara tujuan investasi mereka. Kemudian Nissan Motor Co., Ltd di Jepang pada bulan Mei 2020 resmi mengumumkan penutupan pabrik mobilnya di Purwakarta, Indonesia dan selanjutnya berkonsentrasi di pabriknya yang ada di Thailand, kemudian di Thailand mereka merekrut karyawan baru sebanyak 2.000 orang. 

“Kita berharap di masa mendatang, Indonesia lebih menjadi negara tujuan investasi bagi investor. Untuk itu kepastian hukum yang berkeadilan sangat dibutuhkan, dan keputusan MK ini adalah salah satunya,” kata Arifin.

Selain itu kata dia, tersedianya kuasa hukum pada pengadilan pajak dalam jumlah yang cukup dan memiliki keahlian khusus sebagaimana yang dimiliki oleh konsultan pajak yang mampu menangani  sengketa pajak dengan profesional adalah bagian dari lahirnya kepastian hukum yang berkeadilan melalui Pengadilan Pajak.

Disinggung apakah putusan MK tersebut bisa menjadi ancaman bagi profesi konsultan pajak yang beracara di pengadilan, Arifin menjelaskan bahwa dirinya belum melihat ada ancaman kearah itu. 

Menurut dia, Pengadilan Pajak adalah Pengadilan Khusus sebagaimana diatur dalam Pasal 9A UU No.5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana  telah diubah beberapa kali terakhir dengan UU No. 51 Tahun 2009. Sengketa pajak yang masuk ke Pengadilan Pajak adalah sengketa yang sangat khusus dan membutuhkan keahlian khusus dalam menanganinya.

“Jadi, diperlukan  kuasa hukum pada pengadilan pajak  yang menguasai peraturan perpajakan dengan baik, ilmu akuntansi, ilmu ekonomi, dan proses bisnis, yang saat ini telah dimiliki oleh konsultan pajak,” ujarnya.

Dia juga mengungkapkan, pengadilan khusus yang mirip dengan Pengadilan Pajak juga dapat dilihat dalam Peradilan Hubungan Industrial yang merupakan pengadilan khusus dari lingkungan peradilan umum. Dalam Pasal 87 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial mengatur ”Serikat pekerja/serikat buruh dan organisasi pengusaha dapat bertindak sebagai kuasa hukum untuk beracara di Pengadilan Hubungan Industrial untuk mewakili anggotanya”.

“Kuasa hukum pada Pengadilan Pajak yang tidak menguasai keahlian khusus seperti yang telah dimiliki oleh Konsultan Pajak akan sangat merugikan wajib pajak yang mencari keadilan atas sengketa pajak yang dihadapinya. Bila hal ini terjadi, tentu  dapat menurunkan minat investor untuk berinvestasi di Indonesia,” katanya.

Kemajuan dunia internet menjadikan dunia menjadi tanpa batas, sehingga bila ada informasi yang tidak kondusif tentang iklim investasi, hal itu  akan sangat dengan mudah menyebar di seluruh dunia. Bila hal ini terjadi pada Indonesia, tentu menjadi kontraproduktif bagi promosi investasi Indonesia.

“Oleh karena itu, Mahkamah Agung perlu untuk mempertahankan hukum acara tentang persyaratan seorang kuasa hukum pada pengadilan pajak sebagaimana yang sudah berjalan selama ini,” ujarnya.

Saat ditanya apakah dengan adanya putusan ini konsultan pajak bisa tetap beracara di Pengadilan Pajak, Arifin menjelaskan bahwa hal itu masih diperbolehkan kecuali hukum acaranya tentang persyaratan seorang kuasa hukum pada Pengadilan Pajak diubah oleh Mahkamah Agung. 

Hal senada juga disampaikan Ketua Umum IKPI Ruston Tambunan bahwa siapa yang dapat mewakili seseorang di Pengadilan Pajak nanti setelah 31 Desember 2026, yaitu setelah organisasi, administrasi dan keuangan Pengadilan Pajak sepenuhnya dibawah Mahkamah Agung, hal itu tergantung dari Hukum Acara yang akan diterapkan oleh Mahkamah Agung sendiri nanti. 

Sepanjang Mahkamah Agung masih mengadopsi Hukum Acara Pengadilan Pajak yang masih berlaku saat ini mengingat kekhususan Pengadilan Pajak dimana yang menjadi syarat utama Kuasa Hukum adalah penguasaan/keahlian dalam bidang perpajakan, maka tentu tidak akan ada perubahan mendasar menegnai Kuasa Hukum, kata Ruston.  (bl)

 

Ketum IKPI: Jadikan 14 Juli Momentum Penguatan Reformasi Perpajakan

IKPI, Jakarta: Setiap 14 Juli 2023 Indonesia memperingati Hari Pajak Nasional. Pada hari bersejarah ini, banyak harapan positif yang digantungkan baik dari pemerintah maupun wajib pajak.

Beberapa harapan positif di Hari Pajak ini disampaikan oleh Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Ruston Tambunan.

Menurutnya, hari ini bisa dijadikan sebagai momentum penguatan reformasi perpajakan agar bisa menaikkan rasio pajak menjadi 15 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). Bahkan, secara simultan saat ini reformasi perpajakan juga diharapkan mampu memberikan keadilan dan kepastian kepada wajib pajak.

Sekadar informasi, rasio pajak Indonesia saat ini masa bertengger di level 10,41 persen terhadap PDB atau paling rendah dibandingkan negara ASEAN dan G20. Di ASEAN, rasio pajak tertinggi dicapai Vietnam sebesar 22,7 persen terhadap PDB, lalu disusul Kamboja 20,2 persen terhadap PDB, Thailand 16,5 persen terhadap PDB, Singapura 12,8 persen terhadap PDB, Malaysia 11,4 persen terhadap PDB. Sementara di negara G20, seperti Amerika Serikat mencatatkan rasio pajak pada level 26,58 persen terhadap PDB; Denmark, Prancis, dan Finlandia mencapai di kisaran 40 persen hingga 47 persen terhadap PDB.

Lebih lanjut Ruston mengatakan, saat ini kebijakan yang dikeluarkan pemerintah semakin memberi keadilan dan kepastian bagi wajib pajak. 

Menurut Ruston, terbitnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 66 tentang perlakuan Pajak Penghasilan atas imbalan dalam bentuk Natura/Kenikmatan merupakan contoh konkrit reformasi peraturan yang memberi kepastian dan keadilan. Selain itu kebijakan ini juga mencegah upaya penggerusan basis pemajakan bagi dengan memanfaatkan selisih tarif PPh Wajib Pajak orang Pribadi yang lebih tinggi  dengan tarif untuk PPh Badan.

Selain itu kata Ruston, implementasi  Sistem Inti Administrasi Perpajakan (PSIAP) atau core tax mulai  awal tahun 2024 diharapkan akan terlihat  hasilnya dalam bentuk peningkatan penerimaan negara kedepan.

Menurutnya, core tax merupakan salah satu implementasi dari Reformasi Perpajakan Jilid III yang akan mengintegrasikan seluruh proses Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Dengan begitu, core tax didambakan dapat mempermudah Wajib Pajak dalam menjalankan hak dan memenuhi kewajibanperpajakannya sesuai regulasi yang berlaku.

Harapan lain juga disampaikan Ruston. Dia menginginkan seluruh pihak, wajib pajak, konsultan pajak, maupun Direktorat Jenderal Pajak (DJP) semakin profesional dan berintegritas. 

Menurutnya IKPI dan DJP telah berkomitmen untuk meningkatkan profesionalisme dan integritas demi menjaga kepercayaan serta kepatuhan Wajib Pajak. Komitmen antara IKPI dan DJP ini dituangkan dalam penandatanganan perjanjian kerja sama (PKS), yang dilaksanakan di Jakarta, pada awal tahun 2023 lalu.

Hal yang tidak kalah penting, IKPI pun terus mendorong lahirnya Undang-Undang Konsultan Pajak. Ruston menegaskan, regulasi ini diperlukan, terutama untuk perlindungan Wajib Pajak pengguna jasa serta penguatan atas kedudukan profesi konsultan pajak, baik dari sisi hak dan kewajibannya. (bl)

Di Perayaan Waisak IKPI, Ruston Ajak Anggotanya Pegang Teguh Kode Etik Profesi

IKPI, Jakarta: Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Ruston Tambunan mengajak seluruh anggotanya untuk selalu mengedepankan profesionalisme, keahlian dan kompetensi yang tinggi dalam menjalankan profesinya sebagai konsultan pajak.

Hal itu dikatakan Ruston dalam sambutannya pada Perayaan Waisak Nasional IKPI tahun 2023 di Wisma Sangha Theravada Indonesia, Pondok Labu, Selasa (11/7/2023). 

Dalam sambutannya, Ruston juga menekankan pentingnya melaksanakan pekerjaan dengan sungguh-sungguh, penuh tanggung, ikhlas, serta memberikan pelayanan terbaik atas pekerjaan yang telah diberikan.

Foto: Humas IKPI/Bayu Legianto

Menurutnya, komitmen profesional merupakan persepsi yang intinya adalah loyalitas yang dituntun oleh sistem, nilai atau norma yang akan mengarahkan orang tersebut untuk bertindak sesuai dengan prosedur dan peraturan tertentu untuk menjalankan tugasnya dengan baik.

“Jika seorang konsultan pajak memiliki komitmen profesional di dalam dirinya, maka mereka ‘tidak akan bersedia  menerima ajakan kliennya’ untuk melakukan hal-hal yang  melanggar ketentuan perpajakan yang dapat merugikan penerimaan negara,” katanya.

Foto: Humas IKPI/Bayu Legianto

Diungkapkan Ruston, profesionalisme konsultan pajak dapat diukur dengan indikator yaitu.melaksanakan pekerjaan secara objektif dan sesuai dengan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, bekerja sesuai kode etik, dan tanggung jawab Atas kinerjanya sehingga memperoleh kepercayaan dari klien.

Dalam setiap kesempatan, Ruston juga tidak bosan-bosan mengingatkan kepada seluruh anggotanya agar memegang teguh kode etik IKPI dimana di dalamnya terdapat kaidah moral dan perilaku yang menjadi pedoman pedoman anggota dalam berpikir, bersikap, dan bertindak dalam menjalan profesi.

Menurutnya, menjunjung tinggi integritas, martabat dan kehormatan merupakan suatu hal yang penting diatur dalam kode etik IKPI. Karena, integritas mencakup nilai-nilai positif yang berkaitan dengan kedisiplinan dan senantiasa menjunjung tinggi komitmen dan konsistensi terhadap prinsip-prinsip kebenaran dan keadilan dengan bersikap jujur, dapat dipercaya serta tidak melakukan tindakan tercela sesuai etika dan moral.

Dalam momentum perayaan Waisak Nasional IKPI ini, Ruston juga mengingatkan sebagaimana perjalanan spiritual Sidharta Gautama yang mengajarkan nilai-nilai keteguhan, kedisiplinan, keikhlasan, serta semangat dan tekad yang kuat untuk menemukan kehidupan yang hakiki.

“Saya mengajak seluruh pengurus dan anggota IKPI di seluruh Indonesia untuk terus menjaga dan meningkatkan profesionalisme kita sebagai konsultan pajak,” ujarnya.

Diakhir sambutannya, Ruston juga mengucapkan terima kasih kepada Y.M. Dhammasubho, Mahathera dan para Bhante yang memberikan pelayanan dalam kegiatan tersebut. Terima kasih dan penghargaan juga diberikannya kepada seluruh panitia yang telah meluangkan waktunya di sela kesibukan untuk menyiapkan acara ini. (bl)

 

 

192 Konsultan Pajak Hadiri Perayaan Waisak Nasional IKPI

IKPI, Jakarta: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) menggelar perayaan Waisak nasional 2023 di Wisma Sangha Theravada, Pondok Labu, Jakarta Selatan, Selasa (11/7/2023). Sebanyak 192 peserta ikut ambil bagian dalam perayaan ini.

Ketua Panitia Perayaan Waisak Nasional IKPI 2023 Faryanti Tjandra mengungkapkan, perayaan ini mengambil tema “Spirit Waisak dalam Profesionalisme Konsultan Pajak”. Artinya, banyak hal yang baik yang bisa dipetik dan dipelajari dari kegiatan ini.

Foto: Humas IKPI/Bayu Legianto.

Diungkapkan Faryanti, pengambilan tema ini bertujuan untuk selalu mengingatkan konsultan pajak untuk bertindak profesional dan berintegritas.

Menurut Faryanti, dalam menjalankan praktik profesionalismenya, konsultan pajak seringkali dihadapkan dengan kondisi yang berlawan dengan keyakinan spiritual yang dianut. Sehingga, profesionalisme tidak dijalankan dalam konteks in line dengan spiritualitas tersebut.

“Nah itu menjadi tantangan kita sebagai konsultan pajak Buddhis, untuk menerapkan konteks spiritual yang diyakini dalam pekerjaan/profesi,” kata Faryanti di lokasi acara, Selasa (11/7/2023).

Foto: Humas IKPI/Bayu Legianto

Lebih lanjut dia mengatakan, tema ini juga kita ambil untuk memaknai spiritualitas seorang konsultan pajak Buddhis dalam menjalankan praktik Pancasila Buddhis pada praktik profesionalisme kesehariannya.

Menurutnya, sangat penting bagi konsultan pajak Buddhis untuk menerapkan Pancasila Buddhis dengan sebaik-baiknya.

Faryanti meyakini, jika konsultan pajak menerapkan pancasila Buddhis dengan baik, maka kepercayaan wajib pajak juga akan terjaga dengan baik.

Dengan demikian, profesi konsultan pajak dapat berperan serta dalam peningkatan penerimaan negara dari wajib pajak. Sehingga secara langsung konsultan pajak bisa berperan dalam pembangunan masyarakat yang adil dan makmur.

Foto: Humas IKPI/Bayu Legianto.

Dia berharap dengan adanya kegiatan ini, konsultan pajak diingatkan untuk selalu berpegang teguh kepada Pancasila Buddhis. Selain itu, acara ini diharapkan bisa meningkatkan spirit dan profesionalisme konsultan pajak.

Sekadar informasi, Perayaan Waisak bertujuan untuk memperingati 3 peristiwa penting.

Pertama yaitu lahirnya Pangeran Siddharta di Taman Lumbini pada tahun 623 SM. Pangeran sidharta adalah putra seorang raja dari kerajaan suku Sakya yaitu raja Suddhodana.

Diceritakan bahwa segera setelah kelahiran Pangeran Siddharta, bayi kecil tersebut langsung dapat berdiri dan berjalan / langkah ke arah utara. Kelahiran Sidharta Gautama adalah pada bulan Waisak.

Peristiwa ke 2 adalah pencapaian Pangeran Siddharta menjadi Buddha pada tahun 588 SM. Pangeran Siddharta mencapai penerangan sempurna pada umur 35 tahun setelah meninggalkan istana dan bertapa di hutan selama 6 tahun.

Pertapa Sidharta mencapai penerangan sempurna dan mendapat gelar Sang Buddha di Bodhgaya pada sat purnama sidhi di bulan Waisak.

Peristiwa ketiga yaitu wafatnya Buddha Gautama tau mencapai parinibbana pada tahun 543 SM di Kusinara dimana Buddha Gautama pada waktu itu berusia 80 tahun. Semua makhluk memberikan penghormatan kepada Sang Buddha dan begitu juga Para anggota Sangha , mereka bersujud sebagai tanda penghormatan terakhirnya Kepada Sang Buddha.

Sekadar informasi, acara peryaan Waisak IKPI 2023 ini dihadiri oleh 9 Bhikkhu Sangha dan Dhammadesana atau ceramah pencerahan oleh YM Bhante Dhammasubho Mahathera.

Hadir dalam acara tersebut, Ketua Umum IKPI Ruston Tambunan didampingi Bendahara Umum IKPI, Elies Yanti, Anggota Departemen PPL IKPI Jemmi Setiono, Ketua IKPI Cabang Bogor Pino Siddharta, dan Ketua IKPI Cabang Kota Tangerang Paulus. (bl)

 

 

Pentingnya Penguasaan Public Speaking untuk Konsultan Pajak

IKPI, Jakarta: Berbicara dihadapan banyak orang memang bukanlah pekerjaan mudah, apalagi jika materi yang akan disampaikan sangat formal atau berkaitan dengan pekerjaan yang sedang dijalankan. Pada situasi ini, pembicara bukan hanya harus menguasai materi yang akan disampaikan, tetapi juga harus memiliki mental yang baik agar bisa menguasai keadaan/panggung diskusi.

Dengan demikian, penguasaan berbicara di hadapan orang banyak (public speaking) adalah suatu ilmu yang memang harus dipelajari. Karena, seseorang yang memiliki public speaking yang baik akan bisa lebih cepat meyakinkan orang lain, dibandingkan mereka yang tidak menguasai public speaking.

Pentingnya seseorang menguasai public speaking, menjadikan Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) mengangkat materi ini dalam diskusi “Seri Tata Kelola Kantor Konsultan Pajak” dengan tema “Public Speaking for Tax Consultant” yang dilaksanakan melalui Zoom Meeting pada Jumat (9/6/2023) pagi.

Dalam diskusi online yang menghadirkan motivator Didi Kusmayadi sebagai narasumber dan bertindak sebagai moderator anggota IKPI Tika. Sekadar informasi, acara ini diikuti lebih dari 500 peserta yang seluruhnya merupakan anggota IKPI dari berbagai daerah di Indonesia.

Dalam kegiatan itu, Didi menyampaikan bahwa kondisi gugup saat berbicara dihadapan orang banyak merupakan sesuatu yang wajar dan itu pasti dialami semua orang, termasuk dirinya. Karenanya, penguasaan materi dan percaya diri sangat penting dimiliki untuk mengatasi kondisi-kondisi seperti itu.

“Saya-pun sering mengalami permasalahan ini, apalagi apalagi kita berpikiran bahwa orang-orang yang ada di hadapan kita memiliki kapasitas keilmuan yang sebenarnya lebih tinggi. Nah kondisi ini yang membuat seseorang akan mengalami kegugupan dan ini sesuatu yang wajar,” ujar Didi kepada peserta.

Didi menerangkan, ada beberapa tujuan yang disasar ketika seseorang melakukan public speaking, seperti mengajak/membujuk orang lain, memberikan informasi, menghibur, mendidik, memotivasi, dan mengubah pemikiran seseorang.

Jadi secara luas, public speaking ini digunakan seseorang berdasarkan tujuannya. Karena, setiap tujuan pasti akan berbeda cara penyampaiannya dan pasti berbeda juga pesertanya.

“Mungkin kalau di IKPI penggunaan public speaking untuk mendidik, atau meyakinkan klien bahwa apa yang disampaikannya merupakan solusi terbaik dalam menyelesaikan permasalahan perpajakannya,” kata Didi.

Memahami Audiens

Didi menegaskan, ada beberapa hal yang harus dipahami oleh pembicara mengenai keinginan audiens, seperti harus lebih cepat berpikir daripada mendengarkan, memiliki jangkauan perhatian yang tidak luas, ingin segera mendapatkan intisari/kesimpulan dari pembicaraan, mudah terdistraksi, mereka hadir dengan segudang harapan,dan mereka hanya ingin mendengar dan melihat pada saat itu.

Jadi kata dia, audiens tidak akan perduli seberapa hebat pembicara yang ada dihapannya, melainkan mereka hanya mau apa yang mereka inginkan bisa didapat dalam acara di mana saat itu anda sebagai pembicaranya. “Jadi jika mereka mendapatkan sesuatu dari materi yang disampaikan, maka bisa dipastikan mereka akan menyukai anda,” kata Didi.

Lebih lanjut dia mengungkapkan, sebagai pembicara/narasumber dalam suatu acara, hendaknya sangat penting membangun hubungan keselarasan dengan audiens. Artinya, ketika keselarasan itu bisa terbangun maka interaksi antara narasumber dengan audiens akan terjalin dengan baik dan acara itu juga menjadi hidup.

“Tetapi apabila terjadi kondisi sebaliknya, maka audiens akan menutup diri dan dipastikan acara itu gagal karena tidak ada interaksi antara audiens dan narasumber,” ujarnya.

Didi mengungkapkan, ada beberapa hal ynag tidak boleh dilakukan seseorang saat melakukan public speaking seperti tidak percaya diri, memberikan nilai yang terlalu banyak dalam setiap ulasan, terjebak dalam pola pikir masa lalu, dan selalu membanding-bandingkan diri sendiri dengan orang lain.

Dengan demikian kata dia, hendaknya seseorang menghilangkan permasalahan-permasalahan itu dalam dirinya, sehingga mereka bisa mendapatkan kepercayaan diri dan bisa lancar menyampaikan materi yang disiapkan untuk seluruh audiens yang hadir dalam acara itu.

Dia juga menceritakan, bahwa berdasarkan pengalamannya dalam melakukan public speaking, seseorang selalu terjebak dalam ketakutan, mengapa?. Karena, biasanya mereka takut akan minimnya pengusaan masalah, ramai-nya audiens, demam panggung dan banyak lagi.

Menurutnya, hal itu merupakan hal wajar dan biasa dialami oleh seseorang yang akan melakukan public speaking. Namun ada beberapa tips untuk menghilangkan perasaan-perasaan tersebut, seperti menggerak-gerakan atau meremas tangan sambil mengatur nafas. Atau bisa juga menaruh ujung lidah di langit-langit mulut sambil juga mengatur nafas.

“Hal-hal seperti ini saya sering lakukan, khususnya saat saya mengalami rasa gugup di hadapan audiens,” katanya.

Disampaikannya, dalam melakukan audiensi terkadang narasumber tidak bisa menjawab seluruh pertanyaan yang disampaikan para peserta. Entah itu karena pertanyaan yang di luar topik, atau memang narasumber tersebut tidak mengetahui jawaban atas pertanyaan itu.

“Kita bukan Google yang bisa menjawab semua pertanyaan yang ditanyakan audiens. Terkadang, ada juga pertanyaan yang memang tidak bisa dijawab. Nah, ketika ada situasi semacam ini, hendaknya sebagai narasumber kita menyampaikan jawaban secara sopan, seperti pertanyaan bapak/ibu itu sangat baik tetapi saya akan jawab di akhir acara atau bisa juga jujur bahwa kita tidak bisa menjawab pertanyaan itu,” kata dia.

Namun demikian kata Didi, perlu digaris bawahi bahwa dalam setiap kegiatan narasumber harus mempunyai kekuatan untuk bisa membawa/mengatur audiens dan bukan sebaliknya. Karena, ketika narasumber terdikte oleh audiens, maka bisa dipastikan materi yang telah disiapkan tidak akan bisa tersampaikan dengan baik, sehingga tidak ada ilmu yang didapat audiens dalam acara tersebut. (bl)

IKPI Konsisten Jajaki Peluang Kerja Sama Pendidikan dengan Berbagai Lembaga

IKPI, Jakarta: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) terus menjajaki peluang kerja sama pendidikan khususnya di bidang perpajakan dengan berbagai lembaga pendidikan di seluruh daerah di Indonesia, dengan menggerakan cabang-cabang yang tersebar hampir di seluruh Indonesia. Hal ini merupakan bentuk komitmen yang dilakukan oleh asosiasi konsultan pajak terbesar di Indonesia ini, ikut serta membantu pemerintah dalam mencerdaskan bangsa.

Ketua Departemen Pendidikan IKPI Lisa Purnamasari mengungkapkan, dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir, IKPI baik ditingkat Pusat maupun Cabang  se-Indonesia telah melakukan kerja sama dengan 49 perguruan tinggi negeri dan swasta, serta 11 lembaga non perguruan tinggi, seperti lembaga kursus dan perusahaan swasta yang bergerak dibidang pendidikan/pengembangan SDM. Pencapaian ini berkat dan tidak terlepas dari semangat, kerjasama dan dukungan yg baik dari Pengda dan Pengcab se-Indonesia.

“Pada dasarnya, kerja sama IKPI dibidang pendidikan tidak terbatas pada perguruan tinggi  saja, tetapi kami menyasar kepada semua kalangan yang memang tertarik dengan ilmu perpajakan,” kata Lisa kepada IKPI.or.id, Kamis (8/6/2023).

Untuk tahun 2023 ini kata Lisa, IKPI telah menandatangani kerja sama dengan lima perguruan tinggi dan tiga non perguruan tinggi. “Baru-baru ini kami menandatangani MoU dengan Universitas Binus, Jakarta. Berdasarkan MoU tersebut, IKPI siap untuk memberikan kuliah perpajakan sekaligus praktik lapangan. Jadi materi yang disampaikan tergantung dari kebutuhan para mahasiswa, dan IKPI siap memberikan,” kata Lisa.

Lisa juga mengungkapkan, tidak menutup kemungkinan kerja sama perguruan tinggi dan IKPI jumlahnya pada tahun 2023 ini masih terus bertambah. “Masih ada beberapa perguruan tinggi yang sedang berproses untuk kerja sama, jadi kemungkinan angkanya masih bisa bertambah,” ujarnya.

Lebih jauh Lisa menegaskan, harapan dari kerja sama tersebut agar IKPI bisa membantu serta bersinergi dengan pihak perguruan tinggi dalam melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi yang meliputi bidang pendidikan,  penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.

Selain itu, agar para mahasiswa secara dini sadar akan perannya atau haknya untuk berpartisipasi dalam pembangunan melalui pembayaran pajak.

Disinggung masalah ilmu perpajakan, Lisa mengungkapkan bahwa saat ini secara umum penerapan ilmu perpajakan di perguruan tinggi sudah jauh lebih baik dibanding beberapa tahun sebelumnya. Karena para mahasiswa, tidak hanya mempelajari pajak sebatas teori, namun juga dibekali dengan kemampuan praktek.

Selain itu kata dia, mahasiswa juga mendapat kesempatan untuk menambah pengetahuan, dengan adanya pengajar yang berasal dari praktisi, dan bahkan juga bisa berkesempatan melakukan magang di kantor-kantor konsultan pajak milik anggota IKPI. (bl)

id_ID