Pelantikan Pengurus IKPI Sumbagsel: Semangat Baru dalam Mengawal Profesionalisme Konsultan Pajak

IKPI, Palembang: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), mengukuhkan komitmennya untuk memajukan dunia perpajakan nasional dengan melantik Pengurus Daerah (Pengda) Sumatera Bagian Selatan (Sumbagsel) dan beberapa Pengurus Cabang (Pengcab) di wilayah Palembang, Lampung, Jambi, dan Pangkal Pinang. Acara ini berlangsung megah di Palembang pada Senin (13/1/2025) dengan dihadiri berbagai tokoh penting dari dunia perpajakan, akademisi, dan perwakilan pemerintah daerah.

Ketua Umum IKPI Vaudy Starworld, membuka sambutannya dengan pantun khas yang memeriahkan suasana. “Pergi berenang ke Kepulauan Seribu, ketemu princess senyumnya sumringah. Senang ada di tengah-tengah Bapak/Ibu, konsultan sukses, klien melimpah,” ucapnya disambut tawa hangat para hadirin.

(Foto: DOK. IKPI Pengda Sumbagsel)

Dalam sambutannya, Vaudy menyampaikan penghormatan kepada sejumlah tokoh yang hadir, di antaranya Kakanwil DJP Sumsel dan Babel Bpk Ir. Tarmizi, serta perwakilan Direktorat Jenderal Pajak, asosiasi profesi, dan perguruan tinggi.

Tak lupa, ia memperkenalkan beberapa pengurus pusat IKPI yang turut hadir, seperti Christian Binsar Marpaung (Ketua Dewan Kehormatan), Jetty (Wakil Ketua Umum), Edy Gunawan (Sekretaris Umum), Nuryadin (Ketua Departeman Pengambangan Organisasi), David Thjai (Ketua Departemen Hubungan Internasional), Ratna Febrina (Ketua Departemen Hukum), dan Andreas Budiman (Ketua Departemen Advokasi dan Bantuan Hukum). Juga hadir Ketua Pengda Sumbagteng Lilisen.

(Foto: DOK. IKPI Pengda Sumbagsel)

“Kehadiran Bapak/Ibu di acara ini mencerminkan dukungan besar bagi IKPI sebagai mitra strategis pemerintah dalam mengawal kepatuhan sukarela Wajib Pajak di Indonesia,” ujar Vaudy.

Sekadar informasi, pelantikan ini merupakan bagian dari rangkaian kegiatan nasional IKPI yang bertujuan untuk melengkapi struktur organisasi dari tingkat pusat hingga cabang. Dengan 13 Pengda dan 44 Pengcab yang tersebar di seluruh Indonesia, IKPI terus memperkuat perannya dalam mendukung sosialisasi perpajakan.

(Foto: DOK. IKPI Pengda Sumbagsel)

“Pengda memiliki tugas penting sebagai perpanjangan tangan pengurus pusat. Selain mengadakan sosialisasi perpajakan kepada masyarakat umum, Pengda juga dituntut untuk aktif mengedukasi non-anggota IKPI melalui seminar berbayar dan kegiatan lainnya,” kata Vaudy.

Ia juga menyoroti pentingnya kegiatan yang melibatkan non-anggota sebagai bentuk kontribusi IKPI dalam meningkatkan kesadaran perpajakan nasional.

Asosiasi Profesional dengan Anggota Terbesar

Hingga saat ini, IKPI telah menaungi 7.077 anggota, di mana 6.597 di antaranya telah memiliki izin praktik konsultan pajak dari Kementerian Keuangan. Angka ini mencerminkan sebanyak 89,17% konsultan pajak terdaftar di Pusat Pembinaan Profesi Keuangan adalah anggota IKPI.

Lebih lanjut Vaudy mengungkapkan, sebagai asosiasi profesional pertama dan terbesar, tantangan bagi IKPI adalah mengelola organisasi yang adaptif dan lincah di tengah perkembangan teknologi serta dinamika regulasi perpajakan.

“Visi kami adalah menjadikan IKPI sebagai center of knowledge perpajakan di Indonesia. Kami ingin anggota kami tidak hanya memahami undang-undang, tetapi juga mampu membantu wajib pajak memenuhi kewajiban perpajakannya secara profesional,” ujarnya.

Dukungan terhadap Pemerintah dan Pengembangan Organisasi

Ia menegaskan, IKPI juga menjalin hubungan erat dengan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebagai mitra strategis. Hal ini tercermin dari dukungan IKPI terhadap program Coretax Administration System, di mana IKPI telah mengadakan berbagai seminar dan edukasi di seluruh Indonesia. “Kami ingin memastikan anggota IKPI selalu selangkah lebih maju dalam memahami dan menerapkan sistem perpajakan modern,” ujarnya.

Selain itu, Vaudy mengumumkan perkembangan organisasi dengan pembentukan cabang baru, seperti Buleleng dan Bitung. Ke depan Pengurus Pusat dan Pengawas akan mengadakan rapat pleno membahas pembentukan Kabupaten Bekasi. “Cabang-cabang baru ini akan mendorong anggota lebih aktif dan mendekatkan pelayanan kepada mereka,” tambahnya.

Harapan untuk Masa Depan

Menutup sambutannya, Vaudy mengajak seluruh pengurus dan anggota IKPI untuk terus menjunjung tinggi profesionalisme dan integritas. Ia juga menekankan pentingnya kolaborasi antara IKPI, pemerintah, dan masyarakat dalam mewujudkan sistem perpajakan yang lebih baik.

“IKPI untuk nusa bangsa. IKPI jaya, pasti bisa!” serunya dengan penuh semangat, disambut gemuruh tepuk tangan para hadirin.

Acara pelantikan ini diharapkan menjadi momentum penting untuk meningkatkan peran aktif IKPI sebagai mitra pemerintah sekaligus pelopor edukasi perpajakan di Indonesia. (bl)

Departemen FGD IKPI Undang Pengda dan Pengcab Berpartisipasi dalam Forum Diskusi Rakor

IKPI, Jakarta: Departemen Focus Group Discussion (FGD) Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) mengundang seluruh Pengurus Daerah (Pengda), Pengurus Cabang (Pengcab) dan seluruh anggota IKPI untuk berpartisipasi aktif sebagai narasumber dalam Forum FGD yang akan dilaksanakan pada hari pertama Rapat Koordinasi (Rakor) di Hotel Jambu Wuluk, Bogor, Jawa Barat, Jumat (17/1/2025).

Forum ini mengusung tema “Dampak Putusan MK Nomor 26/2023 bagi KP dan Memperkuat Peran KP Lewat Penyesuaian RUU KP”. Diskusi bertujuan untuk membahas implikasi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 26/PUU-XXI/2023, yang mengamanatkan pengalihan pembinaan Pengadilan Pajak dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) ke Mahkamah Agung (MA) paling lambat pada 31 Desember 2026.

Ketua Departemen FGD Suwardi Hasan menegaskan, nantinya diskusi ini akan menjawab dua poin penting:

1. Dampak Putusan MK dan Antisipasi: Menelaah dampak putusan tersebut terhadap profesi Konsultan Pajak (KP) dan mengusulkan langkah antisipasi atas potensi dampak negatif bagi profesi KP.

2. Penguatan Peran KP melalui RUU KP: Memberikan masukan terkait perubahan isi RUU KP untuk memperkuat peran KP dalam menjaga kemandirian organisasi.

Menurut Suwardi, forum ini merupakan kesempatan strategis untuk menggali potensi dan ide dari seluruh pengda dan pengcab agar dapat memberikan kontribusi nyata dalam memperkuat posisi KP di tengah perubahan regulasi.

“Undangan terbuka ini bertujuan untuk mendorong keterlibatan aktif semua pihak dalam memanfaatkan forum diskusi yang telah disediakan,” ujar Suwardi, Minggu (12/1/2025).

Bagi pengda dan pengcab yang berminat, diharapkan segera mengajukan nama narasumber yang akan tampil dalam forum. Partisipasi aktif ini diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi perkembangan organisasi serta memperkuat peran KP dalam menghadapi tantangan ke depan. (bl)

Di Podcast IKPI, Andreas Budiman Tegaskan Fitur Impersonating Tingkatkan Efisiensi Kerja Konsultan Pajak

IKPI, Jakarta: Dalam era digitalisasi yang semakin pesat, para konsultan pajak kini mendapat kemudahan baru dalam menjalankan tugasnya melalui fitur impersonating yang disediakan oleh sistem Coretax. Ketua Departemen Advokasi dan Bantuan Hukum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Andreas Budiman, menyoroti potensi manfaat fitur ini dalam meningkatkan efisiensi kerja konsultan pajak.

“Dengan impersonating, konsultan pajak dapat mengakses beberapa akun klien melalui akun pribadi mereka. Hal ini mempermudah proses pekerjaan tanpa harus login ke masing-masing akun,” ujar Andreas dalam Podcast IKPI yang dimoderatori Ketua Departemen Humas IKPI Jemmi Sutiono, pada Rabu (8/1/2025)

Menurutnya, fitur ini tidak hanya mempersingkat waktu, tetapi juga mengurangi potensi kesalahan teknis yang sering terjadi saat bergonta-ganti akun klien.

Solusi Praktis dalam Pengelolaan Pajak

Ia menegaskan, fitur impersonating memungkinkan konsultan pajak untuk mengelola data klien secara lebih terintegrasi dan efisien. Dalam konteks pekerjaan sehari-hari, konsultan pajak sering kali dihadapkan pada tantangan mengelola berbagai akun klien yang memiliki beragam kebutuhan dan detail administrasi. Proses login yang berulang-ulang tidak hanya menyita waktu tetapi juga berisiko menimbulkan kendala teknis yang dapat menghambat pekerjaan.

“Efisiensi adalah kunci dalam pekerjaan konsultan pajak, terutama di masa pelaporan pajak yang padat. Dengan adanya fitur ini, konsultan dapat lebih fokus pada analisis dan strategi untuk klien, bukan sekadar menangani tugas administratif,” kata Andreas.

Perlunya Penggunaan dengan Hati-Hati

Meski fitur impersonating membawa manfaat besar, Andreas mengingatkan pentingnya pemahaman yang mendalam terkait tanggung jawab hukum dalam penggunaannya. Menurutnya, fitur ini harus digunakan dengan penuh kehati-hatian untuk menghindari potensi penyalahgunaan.

“Kita perlu memahami tanggung jawab hukum yang melekat pada penggunaannya, sehingga tidak ada penyalahgunaan yang dapat merugikan wajib pajak maupun konsultan pajak,” ujarnya.

Ia juga menambahkan bahwa penggunaan fitur ini harus disertai dengan pengawasan dan kepatuhan terhadap regulasi yang berlaku.

Selain itu, Andreas menekankan bahwa konsultan pajak perlu menjaga kepercayaan klien dengan memastikan keamanan data yang diakses melalui sistem ini. Sebagai bagian dari profesi yang sangat bergantung pada integritas, pelanggaran dalam bentuk apa pun dapat merusak reputasi konsultan pajak dan menimbulkan dampak hukum yang serius.

Dorong Digitalisasi yang Bertanggung Jawab

Sebagai organisasi profesi, IKPI mendukung penuh upaya digitalisasi dalam bidang perpajakan. Namun, Andreas menegaskan bahwa kemajuan teknologi harus diiringi dengan pemahaman yang tepat serta pelatihan bagi konsultan pajak. Hal ini bertujuan agar para konsultan dapat memanfaatkan teknologi secara optimal tanpa melanggar aturan yang ada.

“Digitalisasi adalah keniscayaan, tetapi tanggung jawab dan profesionalisme tetap menjadi fondasi utama dalam pekerjaan konsultan pajak,” kata Andreas.

Dengan adanya fitur impersonating ini, para konsultan pajak diharapkan dapat lebih produktif dalam menjalankan tugas mereka, sekaligus menjaga hubungan baik dengan klien melalui pengelolaan data yang aman dan terpercaya. (bl)

https://youtu.be/ETyICaMt0U4

PODCAST IKPI: Pino Siddharta Tegaskan Wajib Pajak Tetap Bertanggung Jawab dalam Sistem Impersonating

IKPI, Jakarta: Podcast Tax Talk Solutions yang diselenggarakan Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) pada 8 Januari 2025, nampaknya terus membahas isu-isu perpajakan yang menarik dan terbaru. Kali ini Moderator Podcast Jemmi Sutiono bersama

Ketua Departemen Litbang dan Pengkajian Kebijakan Fiskal IKPI Pino Siddharta, sebagai narasumber.

Dalam diskusi tersebut Pino menegaskan pentingnya tanggung jawab yang tetap berada di tangan wajib pajak badan meskipun akses impersonating diberikan kepada pihak lain. Pernyataan ini mengemuka sebagai bagian dari pembahasan mengenai kewajiban perusahaan dalam memenuhi ketentuan perpajakan, khususnya terkait dengan pemberian akses kepada pihak ketiga, seperti karyawan atau konsultan pajak.

Pino menjelaskan bahwa meskipun perusahaan memberikan akses kepada orang lain untuk mengelola kewajiban perpajakannya, tanggung jawab hukum perusahaan tetap tidak bisa dialihkan begitu saja. “Perusahaan tidak bisa lepas tangan hanya karena akses diberikan kepada karyawan atau konsultan pajak. Tanggung jawab hukum tetap melekat pada pemberi kuasa,” tegas Pino.

Hal ini penting untuk diperhatikan mengingat fenomena impersonating dalam sistem perpajakan, yang memungkinkan pihak ketiga mengakses data perpajakan perusahaan untuk keperluan pelaporan dan pemenuhan kewajiban pajak. Namun, meski pihak ketiga yang diberi kuasa melakukan tindakan tersebut, perusahaan sebagai wajib pajak tetap bertanggung jawab atas setiap keputusan dan pelaporan yang dilakukan.

Selain itu, Pino juga mengingatkan pentingnya kehati-hatian dalam memilih pihak yang diberi kuasa untuk mengelola kewajiban perpajakan perusahaan. Menurutnya, kapabilitas dan karakter pihak yang diberi kuasa harus benar-benar dipertimbangkan. “Kesalahan dalam memilih kuasa dapat berujung pada konsekuensi hukum serius. Oleh karena itu, pemilihan konsultan pajak atau karyawan yang tepat menjadi sangat krusial,” ujar Pino.

Tanggung jawab ini mencakup tidak hanya soal pelaporan pajak yang benar, tetapi juga potensi masalah hukum yang dapat timbul apabila terjadi kelalaian atau pelanggaran oleh pihak yang diberi kuasa. Pino berharap, melalui pemahaman yang lebih mendalam tentang aturan ini, perusahaan dapat lebih bijak dalam memilih dan mengelola kuasa dalam sistem perpajakan, serta memastikan kewajiban perpajakan tetap dipenuhi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. (bl)

Intip Momen Suka Cita di Perayaan Natal Nasional IKPI 2024

IKPI, Jakarta: Gelaran Natal Nasional IKPI yang digelar di GBI House of Bleasing, Puri Indah, Jakarta, Kamis (9/1/2024) berlangsung sukses dan meriah. Dengan dihadiri sekira 700 peserta daring dan luring, hikmat Natal dirasakan oleh seluruh peserta yang hadir dari berbagai wilayah di Indonesia.

Ketua Panita Tan Alim menyatakan kesuksesan penyelenggaraan kegiatan tahunan tersebut berkat dukungan dan antusiasme para peserta. Untuk itu, panitia penyelenggara menyampaikan rasa terima kasih atas partisipasi aktif semua pihak yang membuat acara berjalan lancar.

Berikut momen suka cita para peserta yang hadir pada Perayaan Natal Nasional IKPI 2024. (Foto: Departemen Humas PP-IKPI/Bayu Legianto)

Natal Nasional IKPI 2024 Sukses Digelar, Dihadiri 700 Peserta dari Seluruh Indonesia

IKPI, Jakarta: Gelaran Natal Nasional IKPI yang digelar di GBI House of Bleasing, Puri Indah, Jakarta, Kamis (9/1/2024) berlangsung sukses dan meriah. Dengan dihadiri sekira 700 peserta daring dan luring, hikmat Natal dirasakan oleh seluruh peserta yang hadir dari berbagai wilayah di Indonesia.

Ketua Panita Tan Alim menyatakan kesuksesan penyelenggaraan kegiatan tahunan tersebut berkat dukungan dan antusiasme para peserta. Untuk itu, panitia penyelenggara menyampaikan rasa terima kasih atas partisipasi aktif semua pihak yang membuat acara berjalan lancar.

(Foto: DOK. Departemen Humas PP-IKPI/Bayu Legianto)

“Kunci sukses acara ini adalah dukungan dari semua peserta. Karena tanpa partisipasi peserta, acara ini tidak akan berhasil,” kata Alim di lokasi acara.

Menurutnya, peserta memberikan semangat yang besar sehingga acara ini bisa mencapai kesuksesan yang diharapkan.

(Foto: DOK. Departemen Humas PP-IKPI/Bayu Legianto)

Persiapan Selama Berbulan-bulan

Alim mengungkapkan, bahwa persiapan kegiatan ini membutuhkan waktu hingga dua setengah bulan. “Kami memulai dengan berbagai pertemuan, survei, dan persiapan-persiapan lainnya. Semua itu kami lakukan demi memastikan acara berjalan dengan baik,” ujarnya.

Panitia juga menekankan bahwa peran mereka hanyalah sebagai pengatur jalannya acara. “Kami hanya bertugas mengorganisasi. Keberhasilan acara ini adalah hasil dari kolaborasi antara peserta dan panitia,” tambahnya.

Pesan dan Harapan untuk Masa Depan

Ia juga menyampaikan harapan agar acara ini bisa menjadi momentum untuk meningkatkan partisipasi anggota di masa depan. “Kami berharap semakin banyak anggota yang antusias untuk hadir dan berpartisipasi, baik sebagai peserta maupun sebagai panitia,” katanya.

Selain itu, ia juga menekankan pentingnya berkat dan semangat kebersamaan. “Semoga berkat Natal menyertai kita semua. Apapun kesulitan yang kita hadapi, dengan keyakinan kepada Tuhan, kita pasti bisa melewatinya,” ujarnya dengan penuh keyakinan.

Acara ini menjadi bukti nyata bahwa kerja sama dan semangat kolektif adalah kunci utama dalam menyukseskan kegiatan besar. Dengan persiapan matang dan dukungan semua pihak, acara ini diharapkan menjadi inspirasi untuk kegiatan-kegiatan berikutnya. (bl)

PODCAST IKPI: Peran Transparansi dalam Sistem Coretax untuk Memperkuat Integritas Perpajakan

IKPI, Jakarta: Anggota Dewan Penasehat Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Heru R. Hadi, pada Podcast Tax Talk Solutions (TTS) IKPI, yang dimoderatori oleh Ketua Departemen Humas IKPI Jemmi Sutiono, pada Rabu (8/1/2025) menekankan pentingnya transparansi dalam penggunaan fitur impersonating pada sistem Coretax.

Dalam kesempatan tersebut, Heru menyatakan bahwa fitur impersonating yang diterapkan dalam sistem Coretax memainkan peran yang sangat vital untuk memastikan keamanan dan integritas data. Menurutnya, transparansi dalam setiap langkah penggunaan sistem ini tidak hanya bermanfaat untuk mengidentifikasi pihak yang melakukan akses, tetapi juga untuk meminimalisir potensi penyalahgunaan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

“Transparansi adalah kunci. Dengan fitur impersonating, pengguna yang diberi akses dapat terlacak dengan jelas. Hal ini menjadi salah satu langkah preventif dalam mengurangi risiko penyalahgunaan dan memastikan bahwa setiap transaksi atau aktivitas dalam sistem tercatat dengan baik,” ujar Heru.

Menurutnya, fitur impersonating memungkinkan pihak yang memiliki izin untuk mengakses data atau informasi dalam sistem, namun dengan pengawasan yang ketat. Setiap perubahan yang dilakukan dalam sistem dapat ditelusuri kembali ke identitas pengguna yang terlibat. Langkah ini diyakini dapat memberikan rasa aman bagi pengguna dan mendorong terciptanya sistem perpajakan yang lebih transparan serta bebas dari potensi penyalahgunaan.

Heru juga menekankan bahwa teknologi ini harus digunakan dengan penuh tanggung jawab. Menurutnya, sistem perpajakan yang bersih dan berintegritas hanya dapat terwujud jika setiap pihak yang terlibat dalam pengelolaan data perpajakan mematuhi prinsip transparansi dan akuntabilitas.

Sebagai bagian dari IKPI, Heru berharap agar penerapan sistem semacam ini dapat terus didorong guna mendukung kemajuan dan keandalan sistem perpajakan di Indonesia.

Heru mengingatkan bahwa perkembangan teknologi dalam dunia perpajakan, terutama terkait dengan sistem informasi dan pemrosesan data, harus terus disesuaikan dengan regulasi yang ada. Kebutuhan untuk menjaga agar data pribadi tetap aman, serta memastikan bahwa sistem tidak disalahgunakan, menjadi semakin mendesak seiring dengan semakin kompleksnya teknologi yang digunakan.

Ke depan, Heru berharap agar semua pihak, baik dari kalangan konsultan pajak, pengusaha, hingga pemerintah, dapat bekerja sama untuk menjaga agar sistem perpajakan Indonesia tetap berjalan dengan baik dan memiliki kepercayaan publik yang tinggi. “Keamanan dan integritas data perpajakan adalah fondasi utama untuk menciptakan sistem perpajakan yang adil dan efisien,” ujarnya.

Ia meyakini, jika diterapkan dengan bijak dan transparan sistem ini akan memperkuat sistem perpajakan nasional dan mendorong terciptanya tata kelola yang lebih baik.(bl)

 

Awali Tahun 2025 IKPI Pengda Sumbagteng Sukses Gelar Seminar Persiapan Coretax dan Edukasi Pajak

IKPI, Jakarta: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Pengurus Daerah (Pengda) Sumatera Bagian Tengah (Sumbagteng) sukses menggelar seminar perdana di tahun 2025, bertema “Persiapan Coretax, Persiapan SPT Tahunan Orang Pribadi dan Badan serta Antisipasi Timbulnya SP2DK dan Pemeriksaan Pajak.” Acara yang diadakan di Kota Dumai, Rabu (8/1/2025) ini dihadiri oleh 32 peserta dan mayoritas berasal dari masyarakat umum yang bukan anggota IKPI.

Menurut Ketua IKPI Pengda Sumbagteng Lilisen, kegiatan ini dirancang untuk memberikan pemahaman langsung kepada Wajib Pajak mengenai sistem administrasi perpajakan terbaru, Coretax. “Jika sebelumnya pelatihan Coretax hanya menggunakan dummy, kali ini Wajib Pajak langsung mempraktikkan pengisian melalui website Coretax menggunakan NPWP atau NIK masing-masing,” ujarnya.

(Foto: DOK. IKPI Pengda Sumatera Bagian Tengah)

Ia mengungkapkan, dalam pelaksanaannya, peserta seminar menghadapi berbagai kendala teknis, seperti aksesibilitas sistem dan data yang belum sinkron. Beberapa peserta bahkan harus melakukan pembaruan data di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat mereka terdaftar. Namun, berkat bimbingan tim penyuluh dari Kanwil Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Riau, setiap permasalahan berhasil diatasi.

Sementara itu, salah satu penyuluh pajak dari Kanwil DJP Riau, Agus Suyanto yang turut hadir dalam kegiatan ini, memberikan apresiasinya kepada IKPI. “Kami sangat mengapresiasi inisiatif IKPI Pengda Sumbagteng dalam mengadakan pelatihan ini. Kegiatan seperti ini sangat membantu DJP dalam memperluas edukasi kepada Wajib Pajak, terutama dalam masa transisi implementasi sistem Coretax,” kata Agus.

Agus juga menyatakan bahwa Kanwil DJP Riau terbuka untuk bermitra dengan pihak lain yang ingin mengadakan pelatihan serupa di masa mendatang. “Kami menyambut baik pihak-pihak yang ingin menjadi mitra DJP, terutama dalam menyediakan layanan helpdesk untuk membantu Wajib Pajak menghadapi kendala selama peralihan ke sistem baru ini,” ujarnya.

Lebih lanjut Lilisen mengatakan, seminar ini menjadi tonggak sejarah bagi IKPI Pengda Sumbagteng. Tidak hanya sebagai kegiatan perdana organisasi di awal tahun 2025, tetapi juga sebagai langkah strategis dalam mendukung transformasi sistem administrasi perpajakan di Indonesia.

Lilisen berharap kegiatan ini dapat menjadi inspirasi bagi pengurus daerah lainnya untuk terus berinovasi dalam memberikan edukasi kepada masyarakat.

Dengan antusiasme peserta dan dukungan dari berbagai pihak, seminar ini diharapkan mampu meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak serta meminimalisasi potensi permasalahan perpajakan, seperti penerbitan SP2DK (Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan) maupun pemeriksaan pajak di masa mendatang.

Menurut Lilisen, melalui kegiatan ini IKPI Pengda Sumbagteng berhasil menunjukkan peran strategisnya sebagai mitra pemerintah dalam membangun kesadaran pajak di masyarakat. Dengan sistem Coretax yang mulai diterapkan, diharapkan Wajib Pajak semakin mudah dalam memenuhi kewajiban perpajakannya, sekaligus berkontribusi pada pembangunan negara. (bl)

Ketum Vaudy: Dukungan IKPI untuk Implementasi Coretax Dilakukan Sejak 2022

IKPI, Jakarta: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) menyatakan dukungannya terhadap peluncuran Coretax, yang secara resmi diimplementasikan mulai 1 Januari 2025.

Ketua Umum IKPI Vaudy Starworld, menegaskan bahwa sistem ini merupakan langkah penting dalam digitalisasi administrasi perpajakan di Indonesia.

“IKPI telah mendukung Coretax sejak awal melalui berbagai kegiatan sosialisasi, seminar, dan edukasi yang melibatkan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) serta seluruh anggota IKPI di seluruh Indonesi, baik di tingkat pusat maupun daerah,” kata Vaudy di Jakarta, Kamis (9/1/2025).

Ia menegaskan, sejak 2022 IKPI telah mengadakan sosialisasi dan seminar di berbagai wilayah, termasuk yang terakhir di Surabaya pada 2023. Selain itu, IKPI juga bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melalui Dit. P2 Humas untuk edukasi di delapan lokasi, serta dengan Kanwil DJP di berbagai daerah.

Vaudy optimis sistem ini akan meningkatkan akurasi, kecepatan, dan transparansi administrasi perpajakan, mempermudah pelaporan pajak, serta mendukung integrasi data untuk kebijakan fiskal yang lebih baik. Namun, ia mengakui masih terdapat kendala dalam penerapannya.

“Kami berharap kendala ini dapat segera diatasi agar manfaat penuh dari sistem ini, termasuk peningkatan tax ratio, dapat tercapai,” ujarnya.

Kenaikan PPN ke 12% 

Terkait kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12%, yang berlaku mulai 1 Januari 2025, Vaudy menegaskan ketaatannya pada UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang disahkan pada 29 Oktober 2021.

Namun, ia menyayangkan kurangnya sosialisasi dari pemerintah terhadap perubahan ini. Hal ini menyebabkan tanggapan negatif dari masyarakat dan dunia usaha.

“Kami berharap ke depan, setiap perubahan tarif yang berdampak signifikan dapat disosialisasikan lebih awal untuk menghindari ketidakpahaman dan kekhawatiran publik,” kata Vaudy. (bl)

Benarkah Penerapan PPN 12% Hanya untuk Barang Mewah?

Menjelang beberapa jam berakhirnya tahun 2024 dimana sebagian rakyat Indonesia bersiap merayakan pergantian tahun, Pemerintah tiba-tiba mengumumkan berita yang ditunggu-tunggu oleh masyarakat mengenai kepastian kenaikan tarif PPN menjadi 12%, isu kenaikan PPN ini sudah menjadi isu kontroversial dimana sudah berbulan-bulan menjadi bola panas.

Dalam pengumumannya, mengutip berita harian Media Indonesia : Presiden Prabowo Subianto secara sah meresmikan penaikan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 12 persen. Kebijakan PPN 12 persen ini akan mulai berlaku sejak 1 Januari 2024. “Setelah berkoordinasi dengan DPR RI hari ini pemerintah merumuskan kenaikan PPN dari 11 persen menjadi 12 persen,” ujar Presiden Prabowo di Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Jakarta, Selasa, 31 Desember 2024.

Presiden Prabowo menekankan kebijakan ini hanya berlaku terhadap barang dan jasa yang sebelumnya telah dikenakan PPN untuk mewah. Hal ini kebanyakan dikonsumsi oleh masyarakat mampu.

Kemudian pengumuman tersebut diikuti dengan terbitnya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 131 Tahun 2024 tanggal 31 Desember 2024, yang mana PMK 131 tersebut mengatur 3 hal sbb :

1. Atas Barang dan Jasa Mewah dikenakan PPN 12%, dengan perhitungan Dasar Pengenaan Pajak (DPP) menggunakan rumus nilai impor/harga jual/harga penyerahan x 11/12 untuk masa transisi di bulan Januari 2025, kemudian selanjutnya, akan dikenakan tarif PPN 12% dengan DPP sesuai nilai impor/harga jual / harga penyerahan.

2. Atas barang / jasa non mewah dikenakan tarif PPN 12%, namun dengan perhitungan DPP menggunakan rumus nilai impor/harga jual/harga penyerahan x 11/12 tanpa masa transisi, dengan rumus ini maka tarif efektif PPN atas barang / jasa non mewah tetap dikenakan tarif 11%.

3. Pengecualian PMK 131 bagi PKP yang menggunakan DPP Nilai Lain atau menggunakan PPN besaran tertentu yang diatur dalam peraturan perpajakan.

Setelah dievaluasi ternyata terdapat sedikit ketidak-sinkronan antara Pengumuman Presiden Prabowo dengan substansi PMK 131 Tahun 2024, sehingga efek kenaikan PPN tersebut juga berimbas kepada barang-barang tertentu (tidak hanya untuk barang mewah saja). Selain itu PMK 131 tersebut juga menyajikan sesuai yang menarik dimana Pemerintah mengeluarkan rumus baru dalam menghitung Dasar Pengenaan Pajak dengan rumus nilai impor/harga jual/harga penyerahan x 11/12.

Mengenai rumus baru tersebut, walau dapat dipahami bahwa tujuan Pemerintah adalah untuk mengambil jalan tengah antara amanat konstitusi di Pasal 7 ayat (1) UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (kenaikan tarif PPN menjadi 12%) di satu sisi, dengan tuntutan mayoritas masyarakat yang meminta Pemerintah untuk membatalkan kenaikan tarif PPN tersebut. Namun yang menjadi pertanyaan ialah apakah rumus harga jual / harga penyerahan dengan menggunakan DPP nilai lain tersebut tidak akan menimbulkan masalah baru bagi Wajib Pajak Pengusaha Kena Pajak (PKP) di dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya ?

Dalam PMK 131 tahun 2024 disebutkan adanya pengecualian bagi PKP yang telah menggunakan DPP Nilai Lain atau menggunakan PPN besaran tertentu yang diatur dalam peraturan perpajakan. Artinya PKP yang menggunakan DPP Nilai Lain dan / atau menggunakan PPN besaran tertentu tetap akan terdampak / mengalami kenaikan tarif PPN, sekedar informasi ada beberapa PKP yang menggunakan DPP Lain Lain dan/atau menggunakan PPN besaran tertentu sebagaimana dalam table berikut ini :

Selain PKP yang menggunakan DPP Nilai Lain sebagaimana dimaksud dalam PMK 121/PMK.03/2015, terdapat juga PKP-PKP yang berusaha di bidang lainnya menggunakan DPP Nilai lain seperti :

1. PKP yang melakukan penyerahan produk tembakau (PMK 63/PMK.03/2022);

2. PKP yang melakukan penyerahan LPG (PMK 62/PMK.03/2022);

3. PKP yang melakukan penyerahan pupuk bersubsidi untuk produk pertanian (PMK 66/PMK.03/2022).

Contoh berikut dapat menggambarkan efek kenaikan PPN :

Contoh 1 :

PT K yang merupakan pengusaha kena pajak melakukan pemberian cuma-cuma (Barang Kena Pajak/BKP) berupa mouse komputer kepada PT L, diketahui bahwa atas mouse komputer tersebut memiliki harga jual sebesar Rp.200.000,- (dua ratus ribu rupiah) termasuk laba kotor Rp. 50.000,- (lima puluh ribu rupiah), maka PT K wajib membuat FP kode 04 (DPP Nilai Lain) dengan perhitungan PPN sebagai berikut :

DPP Nilai Lain = Rp. 150.000,- (Rp. 200.000 – Rp. 50.000)

PPN 12% = Rp. 150.000 x 12% = Rp. 18.000,-

sedangkan jika menggunakan tarif yang lama yaitu 11%, perhitungannya sbb :

DPP Nilai Lain = Rp. 150.000,- (Rp. 200.000 – Rp. 50.000)

PPN 11% = Rp. 150.000 x 11% = Rp. 16.500,-

Berarti ada kenaikan PPN sebesar Rp. 18.000 – Rp. 16.500 = Rp. 1.500,- padahal mouse computer tidak termasuk barang mewah.

Contoh 2 :

PT M merupakan PKP yang melakukan penyerahan barang hasil pertanian berupa tanda buah segar kelapa sawit kepada CV N yang bukan merupakan badan usaha industry sebanyak 16.000 kg dengan harga jual Rp. 3.125,- per kg, sehingga total harga jual sebesar Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta). Berdasarkan data tersebut, PT M memilih menggunakan besaran tertentu untuk memungut PPN yang terutang atas penyerahan buah segar kelapa sawit tersebut, sehingga PT M wajib membuat Faktur Pajak kode 05 (PPN besaran tertentu), dengan perhitungan sebagai berikut :

Harga jual = Rp. 50.000.000,- (16.000 kg x Rp. 3.125)

DPP = Rp. 50.000.000,-

Jumlah PPN = 10% x Rp. 50.000.000,- x 12% = Rp 600.000,-

 

Jika dibandingkan dengan tarif PPN 11% (Tarif yang lama)

Harga jual = Rp. 50.000.000,- (16.000 kg x Rp. 3.125)

DPP = Rp. 50.000.000,-

Jumlah PPN = 10% x Rp. 50.000.000,- x 11% = Rp 550.000,-

Berarti ada kenaikan PPN yang terutang sebesar Rp. 50.000,- (Rp. 600.000 – Rp. 550.000) padahal buah kelapa sawit juga bukan merupakan barang mewah.

Berdasarkan contoh-contoh di atas, maka jelas pernyataan Presiden Prabowo yang menyatakan kenaikan PPN hanya untuk barang mewah saja namun isi dari PMK 131 Tahun 2024 tidak selaras dengan pernyataan tersebut, karena kenaikan tarif PPN tersebut juga berimbas kepada barang-barang/jasa non barang mewah sebagaimana diatur dalam aturan di atas (PMK 121/PMK.03/2015, PMK No 62/PMK.03/2022, PMK No. 62/PMK.03/2022, PMK 66/PMK.03/2022 dan PMK No 71/PMK.03/2022).

Tentunya karena sifat PPN adalah pajak atas konsumsi, tentunya kenaikan PPN tersebut akan ditanggung oleh konsumen akhir sehingga sedikit banyak akan meningkatkan pengeluaran masyarakat.

Selain efek kenaikan PPN sebagaimana penjelasan di atas, ada hal teknis yang akan menyulitkan WP PKP, karena adanya rumus nilai impor/harga jual/harga penyerahan x 11/12. Kesulitan teknis tersebut adalah sbb :

1. Kesulitan PKP dalam mensetting programnya mereka dalam waktu singkat;

2. Akan ada selisih nilai DPP dengan PPN nya, karena adanya unsur pembulatan, sebagai contoh : jika harga jual sebesar Rp. 100.000.000,- (exclude PPN), maka DPP nilai lainnya dihitung Rp. 100.000.000 x 11/12 = Rp. 91.666.667,-. Kemudian dikalikan 12%, hasilnya adalah Rp. 11.000.000,04.

3. Apakah rumus nilai impor x 11/12 sudah tersambung otomatis dengan pihak Bea Cukai ? jika belum tentunya akan menyulitkan importir saat melaksanakan kewajiban pajak dalam rangka impornya.

4. Kesulitan Wajib Pajak saat menghadapi pemeriksaan pajak, karena WP diminta untuk membuat laporan rekonsiliasi omzet dan pembelian dan harus bisa membuktikan kepada pemeriksa pajak, sehingga biaya kepatuhan wajib pajak akan lebih tinggi, bukankah adanya aplikasi coretax dibuat untuk tujuan menurunkan biaya kepatuhan wajib pajak.

Semoga saja ada keberanian bagi Pemerintah untuk melakukan perbaikan Peraturan yang ada, sehingga pernyataan Presiden Prabowo menjadi sesuai dengan kenyataan, bahwa kenaikan PPN hanya untuk barang mewah saja yang memang dikonsumsi oleh mereka yang mampu.

Penulis :

Ketua Departemen Penelitian dan Pengkajian Kebijakan Fiskal, IKPI

Pino Siddharta, S.E, S.H, M.Si

Disclaimer :

Tulisan ini hanya pendapat pribadi dan tidak mewakili institusi / lembaga.

 

 

 

 

 

 

id_ID