IKPI, Jakarta: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) kembali menegaskan perlunya pengetatan kebijakan dan penguatan sistem untuk menutup berbagai celah penghindaran pajak pada skema PPh Final 0,5% yang ditujukan bagi UMKM.
Ketua Umum IKPI Vaudy Starworld menilai, praktik menahan omzet hingga pemecahan usaha menunjukkan bahwa fasilitas ini rawan disalahgunakan oleh pelaku usaha yang tidak lagi memenuhi kriteria UMKM.
Dalam berbagai kesempatan, termasuk saat memberikan kuliah umum di sejumlah kampus di Indonesia, Vaudy konsisten menyampaikan bahwa fasilitas PPh Final 0,5% harus dilindungi dari penyalahgunaan agar tetap menjadi instrumen keberpihakan kepada UMKM sejati. “Fasilitas pajak ini tidak boleh menjadi celah. Kita harus memastikan bahwa penerima manfaatnya adalah usaha yang benar-benar masuk kategori UMKM,” kata Vaudy, Selasa (18/11/2025).
Tutup Ruang Gerak Modus Penghindaran
IKPI mengusulkan empat langkah kebijakan utama untuk mempersempit ruang manipulasi:
1. Mengurangi peredaran uang kartal agar transaksi lebih dapat ditelusuri dan mencegah penggelapan omzet.
2. Mengurangi transaksi tunai, dengan mendorong penggunaan instrumen digital yang meninggalkan jejak audit.
3. Memangkas underground economy, yang selama ini menjadi tempat berkembangnya aktivitas usaha tanpa kewajiban pajak.
4. Mencegah penghindaran tarif PPh Pasal 17 melalui modus bertahan di PPh Final 0,5% meski skala usaha sesungguhnya sudah melampaui batasan UMKM.
Vaudy menegaskan, tanpa perbaikan kebijakan tersebut, pemerintah akan selalu berada selangkah di belakang para pelaku penghindaran pajak. “Kita butuh kebijakan yang memaksa transparansi, bukan sekadar mengimbau,” ujarnya.
Selain reformasi kebijakan, IKPI menilai penguatan sistem perpajakan adalah elemen krusial agar modus seperti bouncing omzet dan firm splitting dapat dideteksi sejak dini. Beberapa poin sistem yang sering disampaikan Vaudy dalam forum-forum akademik meliputi:
• Integrasi data transaksi antara perbankan, e-commerce, POS, dan pembayaran digital.
• Risk engine otomatis yang mampu membaca pola mencurigakan, seperti omzet yang berhenti tepat sebelum ambang Rp4,8 miliar atau pembagian usaha keluarga.
• Pelaporan otomatis (auto-reporting) untuk mengurangi ruang manipulasi manual.
• Audit berbasis data analytics, sehingga pemeriksaan lebih tepat sasaran dan efisien.
Menurut Vaudy, pendekatan berbasis data adalah satu-satunya cara untuk menutup celah manipulasi di era ekonomi digital. “Semakin terintegrasi sistemnya, semakin kecil ruang untuk bermain angka,” ujarnya.
Selain itu, Vaudy menegaskan komitmen IKPI untuk terus mengawal keadilan pajak. Menurutnya, penguatan kebijakan dan sistem bukan bertujuan mempersulit pelaku UMKM, melainkan memastikan fasilitas fiskal benar-benar mendorong mereka naik kelas, bukan diselewengkan pihak yang lebih besar.
“UMKM harus didorong dengan fasilitas, tapi dengan integritas. Ketika fasilitas disalahgunakan, negara dirugikan dan pelaku UMKM yang patuh ikut terdampak,” katanya.
IKPI berharap pemerintah mempertimbangkan paket usulan ini dalam proses revisi aturan terkait PPh Final UMKM. Dengan kombinasi kebijakan dan teknologi, Vaudy meyakini Indonesia dapat membangun ekosistem perpajakan UMKM yang lebih jujur, kuat, dan berkelanjutan. (bl)













