Kenaikan PPN 12%, Investor Diingatkan Lakukan Penyesuaian Strategi

IKPI, Jakarta: Co-Founder Tumbuh Makna Benny Sufami, mengingatkan investor untuk menyesuaikan strategi investasi mereka seiring dengan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12%. Benny menilai, meskipun kebijakan ini bisa berdampak pada daya beli masyarakat, ada peluang investasi yang bisa dimanfaatkan jika dilakukan dengan bijak.

“Bagi investor, terutama yang memiliki profil risiko agresif, saat ini bisa menjadi waktu yang tepat untuk membeli saham dengan valuasi yang lebih rendah,” ujar Benny, Senin (23/12/2024). Ia juga menyarankan para investor konservatif untuk memilih obligasi ritel sebagai pilihan investasi yang lebih aman dan stabil.

Sementara itu, untuk masyarakat umum, Benny menyarankan agar mereka memperbaiki pengelolaan anggaran pribadi dan mencari cara untuk meningkatkan pendapatan. “Masyarakat perlu memperkuat literasi keuangan dan mengurangi pengeluaran yang tidak penting, agar bisa menghadapi perubahan ini dengan lebih siap,” ujarnya.

Benny menambahkan bahwa meskipun kenaikan tarif PPN dimaksudkan untuk meningkatkan pendapatan negara dan mendanai sektor-sektor penting seperti pendidikan dan kesehatan, pemerintah harus memperhatikan kondisi daya beli, terutama di kalangan masyarakat kelas menengah ke bawah, untuk memastikan pertumbuhan ekonomi yang stabil.

Di sisi lain, ia memperingatkan bahwa dampak dari kebijakan ini mungkin akan lebih terasa pada tiga bulan pertama, terutama dengan adanya potensi kenaikan harga barang. Oleh karena itu, stimulus pemerintah sangat dibutuhkan untuk mendukung daya beli masyarakat dan menjaga stabilitas ekonomi.

“Jika dana yang terkumpul dari PPN bisa dikelola dengan baik, ini dapat mendukung pembangunan dan memperbaiki kesejahteraan masyarakat dalam jangka panjang,” kata Benny. (alf)

DJP Tegaskan PPN QRIS Dikenakan kepada Merchant, Bukan Konsumen

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menegaskan pungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada transaksi menggunakan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) akan dibebankan kepada pemilik outlet atau merchant, bukan kepada konsumen. Hal ini menjawab beberapa kesalahpahaman yang berkembang di masyarakat terkait siapa yang menanggung pajak tersebut.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Kemenkeu Dwi Astuti, menjelaskan bahwa dalam transaksi QRIS, PPN dikenakan pada Merchant Discount Rate (MDR), yakni biaya yang harus dibayar merchant atas setiap transaksi yang dilakukan melalui kartu kredit, debit, maupun QRIS. Pengenaan PPN pada MDR ini, yang berlaku sejak diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 69 Tahun 2022, tidak berarti bahwa konsumen akan dikenakan biaya tambahan.

“Jadi sebenarnya yang menjadi dasar untuk dilakukannya pembayaran QRIS, termasuk jasa transaksi digital tadi, itu adalah yang disebut dengan MDR,” kata Dwi dalam Media Briefing di kantornya, Selasa (24/12/2024.

Dwi juga mengatakan bahwa biaya MDR untuk transaksi QRIS dengan nilai di atas Rp 500.000 dikenakan tarif 0,3 persen, sedangkan transaksi di bawah Rp 500.000 tidak dikenakan biaya MDR.

Adapun pengenaan PPN pada biaya MDR QRIS tidak akan meningkatkan harga barang yang dijual, karena setiap merchant telah memperhitungkan biaya tersebut dalam harga jual produk mereka. Sehingga, konsumen tidak akan merasakan perbedaan harga baik menggunakan metode pembayaran tunai maupun QRIS.

Contohnya, jika seorang konsumen membeli barang senilai Rp 5.000.000 dan dikenakan PPN sebesar Rp 550.000, maka total harga yang dibayar akan tetap sama, baik menggunakan uang tunai maupun QRIS.

Namun, Dwi tidak dapat memastikan apakah kenaikan tarif PPN dari 11 persen menjadi 12 persen per 1 Januari 2025 akan berdampak pada harga barang. Kenaikan tersebut akan tergantung pada kebijakan masing-masing merchant yang menanggung biaya tambahan tersebut.

“DJP tidak bisa menjamin apakah harga barang akan naik atau tidak, karena keputusan itu ada di tangan merchant,” katanya.

Ia menjelaskan, meskipun tarif PPN dikenakan pada MDR QRIS, apakah biaya tersebut akan meningkat bersamaan dengan kenaikan tarif PPN, itu sepenuhnya menjadi kebijakan dari penyedia layanan jasa (provider), bukan DJP.

Dengan demikian, meskipun ada penyesuaian tarif PPN yang berlaku pada 1 Januari 2025, pengenaan pajak pada QRIS tidak akan membebani konsumen langsung, melainkan merchant yang mengoperasikan sistem pembayaran digital tersebut.(alf)

Hipki Sebut Tarif PPN 12% Jadi Ancaman Baru di Industri Kelapa

IKPI, Jakarta: Industri kelapa dalam negeri kini menghadapi tantangan baru dengan diberlakukannya tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12% yang akan dimulai pada 1 Januari 2025. Kebijakan ini disebut semakin memperberat beban industri yang saat ini sudah terpuruk akibat penurunan produksi dan tingginya angka ekspor kelapa bulat.

Ketua Bidang Industri Aneka Produk Kelapa Himpunan Industri Pengolahan Kelapa Indonesia (Hipki), Dippos Naloanro, dalam konferensi pers hari ini menyatakan bahwa industri kelapa sedang berada dalam tekanan berat. “Kondisi ini jika semua kena PPN 12%, maka akan memperberat kita lagi ke depannya,” ungkapnya.

Dippos juga menyoroti kurangnya kebijakan terhadap ekspor kelapa bulat yang semakin memperburuk situasi. Indonesia, sebagai salah satu produsen kelapa terbesar dunia, saat ini membiarkan ekspor kelapa bulat tanpa pengaturan yang jelas.

“Ekspor kelapa kita rata-rata dikirim ke Vietnam, Thailand, Malaysia, dan yang paling besar adalah China. Ini memperburuk situasi industri dalam negeri,” ujarnya.

Menurut data Hipki, dari 16 anggota organisasi tersebut, delapan industri kelapa utama mengalami dampak langsung dari gejolak produksi kelapa. Penurunan produksi ini disebut menyebabkan kerugian bagi negara hingga Rp 4,3 triliun per tahun.

Selain itu, 75% produk turunan kelapa di Indonesia ditujukan untuk ekspor, sehingga kondisi ini turut memengaruhi devisa negara.

Hipki mengkhawatirkan jika pemerintah tidak segera mengambil tindakan dalam tiga bulan ke depan, kondisi industri kelapa dapat semakin memburuk. Beberapa perusahaan bahkan telah gulung tikar akibat tekanan berat ini.

Dippos menyarankan agar pemerintah mempertimbangkan kebijakan seperti moratorium ekspor kelapa bulat selama 6 bulan, pembatasan kuota ekspor, atau pemberian subsidi bahan baku untuk membantu industri tetap bertahan.

“Kami menyayangkan belum ada tindakan nyata dari pemerintah untuk mengatasi masalah ini,” katanya.

Dengan ancaman tarif baru dan tantangan struktural yang ada, industri kelapa Indonesia kini berada di persimpangan jalan. Langkah cepat dan tepat dari pemerintah sangat dibutuhkan untuk menyelamatkan sektor ini. (alf)

Gaikindo Sambut Baik Pemberlakuan Insentif Pajak Baru untuk Industri Otomotif Mulai 2025

IKPI, Jakarta: Pemerintah resmi menerapkan kebijakan perpajakan baru bagi industri otomotif yang mulai berlaku pada 1 Januari 2025. Kebijakan ini mencakup pemberian insentif fiskal sebesar 3 persen bagi kendaraan hybrid (HEV) dengan kandungan lokal tertentu.

Selain itu, insentif untuk kendaraan listrik berbasis baterai (BEV) yang telah lebih dulu diberlakukan akan tetap berlanjut.

Khusus untuk kendaraan BEV, pemerintah memberikan insentif berupa PPN DTP 10 persen untuk impor mobil listrik yang dirakit secara completely knocked down (CKD) dan pembebasan bea masuk impor mobil listrik yang diimpor secara completely built up (CBU). Untuk CKD, diberikan tambahan insentif PPnBM DTP sebesar 15 persen.

Ketua Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), Yohanes Nangoi, menyambut baik langkah pemerintah ini. Ia menyebutkan bahwa kebijakan tersebut menunjukkan perhatian besar pemerintah terhadap industri kendaraan bermotor yang tengah menghadapi berbagai tantangan.

“Gaikindo sangat mengapresiasi kebijakan pemerintah sebagai respons cepat untuk menjaga kelangsungan industri kendaraan bermotor Indonesia. Kebijakan insentif bagi kendaraan hybrid ini merupakan kabar baik yang diharapkan dapat memulihkan dan menggairahkan kembali industri kendaraan bermotor,” ujar Nangoi, baru-baru ini.

Ia juga optimis bahwa insentif baru ini dapat menjadi pendorong signifikan bagi pasar kendaraan pada 2025, seiring dengan upaya pemerintah mendorong penggunaan kendaraan rendah emisi, hemat bahan bakar, dan menuju target carbon neutral pada 2060.

Data menunjukkan bahwa pangsa pasar kendaraan bermotor BEV dan HEV telah mencapai 11,6 persen dari total penjualan sejak Januari hingga November 2024.

Meskipun demikian, asosiasi industri melihat kebijakan insentif ini sebagai langkah strategis pemerintah untuk meningkatkan daya saing kendaraan bermotor berbasis HEV dan BEV di pasar nasional. Mereka yakin kebijakan ini dapat mengeliminasi kekhawatiran terkait kenaikan PPN, sehingga tidak berdampak signifikan terhadap potensi penjualan.

“Kebijakan ini mencerminkan optimisme bagi industri kendaraan bermotor Indonesia dalam menghadapi tantangan di masa mendatang,” kata Nangoi. (alf)

Gapensi: Insentif Fiskal Pemerintah Dapat Dongkrak Daya Beli dan Sektor Konstruksi

IKPI, Jakarta: Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) menilai bahwa tren penurunan daya beli masyarakat yang saat ini terjadi dapat membaik apabila pemerintah memberikan insentif fiskal yang tepat. Demikian dikatakan Wakil Sekjen III Gapensi Errika Ferdinata, kepada media di Jakarta, Selasa (24/12/2024).

Ia menjelaskan bahwa tekanan pada daya beli dipicu oleh inflasi, kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), serta ketidakpastian ekonomi global. “Tren penurunan daya beli ini sangat terasa bagi konsumen akhir, khususnya di sektor perumahan. Daya beli yang tertekan dapat mengurangi permintaan proyek konstruksi, baik untuk sektor bisnis ke bisnis (B2B) maupun bisnis ke konsumen (B2C),” ujar Errika.

Menurut Errika, kontraksi pada Purchasing Managers’ Index (PMI) di sektor konstruksi dapat terus berlanjut jika tidak ada intervensi signifikan untuk menstabilkan biaya material dan memperbaiki iklim bisnis. Penurunan aktivitas konstruksi ini dapat berdampak serius pada proyek infrastruktur dan properti.

Meski demikian, sektor konstruksi tetap memiliki peluang di beberapa area, seperti proyek infrastruktur besar, pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN), serta proyek perumahan subsidi. Proyek strategis seperti jalan tol dan transportasi umum tetap menjadi pendorong utama, meskipun tantangan seperti kenaikan PPN harus diatasi.

Errika menyebutkan beberapa langkah strategis yang dapat diambil pemerintah untuk mendukung sektor konstruksi:

1. Insentif Fiskal: Pemerintah diharapkan memberikan pembebasan pajak atau subsidi fiskal untuk kontraktor kecil dan menengah. Hal ini dapat meringankan tekanan akibat kenaikan PPN dan biaya material.

2. Kemudahan Pembiayaan: Program subsidi seperti 3 Juta Rumah diharapkan mampu meningkatkan permintaan di sektor perumahan.

3. Peningkatan Efisiensi: Penggunaan teknologi digital, seperti Building Information Modeling (BIM) dan Internet of Things (IoT), dapat meningkatkan efisiensi proyek konstruksi.

4. Kolaborasi Antara Kontraktor: Kolaborasi antara kontraktor besar dan kecil diperlukan untuk memastikan distribusi peluang yang merata dan mendorong pertumbuhan bersama.

Lebih lanjut ia mengungkapkan, Gapensi tetap optimistis bahwa sektor konstruksi masih memiliki potensi pertumbuhan, terutama melalui dukungan proyek pemerintah dan inisiatif pembangunan di daerah. Dukungan tambahan, seperti perbaikan sistem kontrak dan mekanisme pembayaran, juga diharapkan dapat mengurangi risiko keterlambatan pembayaran dan meningkatkan kepercayaan di antara pelaku industri.

Dengan berbagai langkah kebijakan tersebut, ia berharap sektor konstruksi mampu bertahan dan berkembang meskipun menghadapi tantangan dari dinamika perekonomian global dan domestik. (alf)

Yanuar Pamuji Sarankan Pengurus IKPI Tak Beri Beban Berlebih Terhadap Anggota

IKPI, Jakarta: Ketua Pengurus Daerah Jawa Barat Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) periode 2019-2024, Yanuar Pamuji, menyampaikan pandangan dan harapannya kepada pengurus pusat IKPI periode 2024-2029. Hal ini diungkapkannya, sebagai rasa cinta dirinya terhadap organisasi agar terus maju dan memiliki peran strategis di sektor perpajakan.

Yanuar mengungkapkan, ada beberapa Langkah strategis yang perlu diambil untuk memperkuat organisasi dan bahkan meningkatkan kesejahteraan anggota.

Salah satunya adalah dengan tetap menjaga kepatuhan terhadap Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD ART) organisasi, serta peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Ia juga menekankan bahwa organisasi harus berusaha untuk tidak memberatkan anggota, khususnya mereka yang berada dalam kondisi ekonomi yang lebih lemah.

“IKPI bisa berjaya tanpa harus menjadi megah fisik atau kaya raya. Yang terpenting adalah memenuhi kebutuhan dasar seperti kantor, peralatan, dan lahan parkir yang memadai. Anggaran tidak perlu surplus berlebihan,” ujarnya, Selasa (24/12/2024).

Ia juga membagi pengalaman berharga selama menjabat sebagai Ketua Pengda Jabar. Menurutnya, penting untuk menjaga hubungan baik dengan pihak-pihak eksternal, terutama dengan Direktorat Jenderal Pajak (DJP), serta melanjutkan upaya digitalisasi manajemen keanggotaan untuk mempermudah akses dan pengelolaan data anggota.

Selain itu, Yanuar berharap pengurus pusat dapat memperkuat peran IKPI di tingkat daerah dan cabang dengan menjaga komunikasi yang terbuka dan membina hubungan yang lebih baik dengan stakeholder lainnya, termasuk DJP.

Ia juga mengingatkan pengurus untuk selektif dalam memilih narasumber untuk program Pengembangan Profesional Berkelanjutan (PPL), guna memastikan kualitas materi yang disampaikan kepada anggota.

Ditegaskannya, menghadapi tantangan di masa depan, sangat penting IKPI melakukan pembaruan pengetahuan anggota mengenai perkembangan regulasi dan digitalisasi perpajakan.

Pada proses ini, Departemen Litbang sangat berperan untuk memastikan materi pelatihan tetap relevan dan berkualitas tinggi.

“Perubahan adalah keniscayaan. Menyesuaikan diri dengan perubahan adalah keharusan, dan belajar adalah salah satu bentuk penyesuaian diri terhadap perubahan,” kata Yanuar.

Yanuar mengingatkan seluruh pengurus IKPI untuk selalu menjaga integritas dan profesionalisme dalam menjalankan tugas.

Dengan demikian, pengurus IKPI terpilih dapat menjadi panutan bagi anggota dengan bertindak secara tulus, serius, dan rendah hati di dalam menjalankan roda organisasi.

“Saya berharap pengurus IKPI di masa depan dapat terus memperkuat eksistensi organisasi dan memberikan manfaat nyata bagi para anggotanya serta masyarakat luas,” ujarnya. (bl)

IKPI JAYA, JAYA, JAYA!

Ketua Pengda Sumbagsel 2019-2024 Sampaikan Pentingnya Peningkatan Kualitas Organisasi

IKPI, Jakarta: Ketua Pengurus Daerah (Pengda) Sumatera Bagian Selatan (Sumbagsel) Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) periode 2019-2024 Rudy Gani, menyampaikan harapan besar untuk kemajuan organisasi di bawah kepemimpinan Ketua Umum IKPI, Vaudy Starworld.

Dalam pernyataannya, ia menekankan pentingnya peningkatan kualitas organisasi melalui pembekalan yang baik kepada para pengurus khususnya yang masih berusia muda.

“Pada prinsipnya, harapan saya adalah agar kepengurusan IKPI di bawah kepemimpinan Pak Vaudy dapat menjadi lebih elegan,” ujar Rudy, Senin (23/12/2024).

Ia juga menambahkan bahwa organisasi ini memerlukan pendekatan yang profesional dan bijaksana untuk menghadapi tantangan kedepannya.

Rudy mengungkapkan harapannya agar Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) IKPI yang rencananya akan diselenggarakan pada awal tahun 2025, menjadi momentum penting untuk memberikan pembekalan kepada para pengurus, baik ditingkat pusat, daerah, dan cabang.

“Saya berharap pengurus pusat IKPI dapat memberikan bekal yang komprehensif tentang bagaimana cara berorganisasi yang baik, terutama bagi yang berusia muda,” katanya.

Ia juga menyoroti pentingnya sikap rendah hati dan kemampuan untuk memisahkan urusan pribadi dari kepentingan organisasi. “Jangan bersikap arogan dan sebisa mungkin pisahkan antara urusan pribadi dan organisasi. Hal ini sangat penting untuk menjaga profesionalitas,” ujarnya.

Rudy meyakini bahwa dengan pembekalan yang tepat, para pengurus IKPI dapat menjadi lebih berkualitas dan mampu membawa organisasi ini ke arah yang lebih baik. “Besar harapan saya semoga dengan pembekalan ini, pengurus dapat lebih berkualitas untuk kemajuan IKPI kedepannya,” katanya.

Lebih lanjut ia mengungkapkan, pernyataan yang dilontarkannya semata-mata mencerminkan semangat besar salam dirinya untuk menjadikan IKPI sebagai organisasi yang solid, profesional, dan terus berkembang di tengah dinamika dunia perpajakan yang semakin kompleks. (bl)

Kenaikan PPN 12% Akan Diterapkan, Pemerintah Klaim Dampaknya Hanya 0,9% pada Konsumen

IKPI, Jakarta: Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan menerapkan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada 1 Januari 2025. Meskipun keputusan ini menimbulkan kontroversi dan penolakan di kalangan masyarakat, tetapi pemerintah berdalih kenaikan tersebut dilakukan sebagai wujud keadilan dan kesejahteraan masyarakat.

Staf Ahli Bidang Pengawasan Pajak, Kemenkeu, Nufransa Wira Sakti, memberikan klarifikasi terkait dampaknya pada harga barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat.

Menurut Nufransa, meskipun komponen PPN mengalami kenaikan 9%, dampak keseluruhan pada harga barang dan jasa yang dibayar konsumen hanya sekitar 0,9%. Sebagai contoh, sebuah barang yang awalnya dijual dengan harga Rp7.000, untuk tarif PPN dari 11% berubah menjadi 12% pada tahun 2025, harga yang harus dibayar konsumen saat ini adalah Rp7.770.

Dengan penerapan tarif baru 12%, maka harga barang tersebut akan naik menjadi Rp7.840. Hal ini menunjukkan bahwa kenaikan harga secara keseluruhan hanya 0,9%, jauh lebih rendah dibandingkan angka 9% yang sering dikemukakan oleh sebagian pihak.

“Jika hanya melihat komponen pajak, memang kenaikan menjadi 9%. Namun, jika dihitung secara keseluruhan terhadap harga yang dibayarkan konsumen, maka kenaikan yang terjadi sebenarnya hanya 0,9%,” kata Nufransa, Senin (23/12/2024).

Lebih lanjut ia menambahkan, meskipun kenaikan PPN akan memengaruhi banyak sektor, pemerintah telah melakukan perhitungan mendalam dan akan menyosialisasikan dampak ini kepada masyarakat agar tidak terjadi kesalahpahaman.

Selain itu, barang kebutuhan pokok, jasa kesehatan, dan pendidikan akan dibebaskan dari PPN 12%, memberikan kelonggaran bagi sektor-sektor vital yang menyentuh kehidupan masyarakat langsung.

Sementara itu, Kemenkeu masih melakukan pembahasan terkait klasifikasi barang dan jasa mewah yang akan dikenakan tarif PPN 12%. Untuk barang-barang ini, penerapan tarif PPN baru juga akan diumumkan setelah aturan terkait diterbitkan.

Namun demikian, penolakan atas kenaikan PPN ini masih terus berlangsung di kalangan masyarakat dan sejumlah kelompok usaha, yang khawatir akan dampak inflasi dan daya beli masyarakat. Beberapa pihak bahkan menilai bahwa kenaikan PPN ini lebih besar dari yang diperkirakan, mencapai 9%, meskipun pemerintah menyatakan angka yang sebenarnya hanya 0,9% untuk konsumen.

Dengan berjalannya waktu, diharapkan penjelasan ini dapat meredakan ketegangan dan memberi kejelasan mengenai kenaikan PPN yang akan berlaku pada awal tahun depan. (alf)

Penerimaan Pajak Kripto Meningkat, Totalnya Capai Rp979 Miliar

IKPI, Jakarta: Penerimaan pajak dari transaksi aset kripto terus memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pendapatan negara. Hingga November 2024, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mencatat total penerimaan pajak dari transaksi kripto mencapai Rp 979,08 miliar, menunjukkan lonjakan tajam dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

Penerimaan pajak kripto pada 2022 tercatat sebesar Rp 246,45 miliar, dan pada 2023 mencapai Rp 220,83 miliar. Namun, pada 2024, angka ini melonjak hampir dua kali lipat menjadi Rp 511,8 miliar. Penerimaan ini terbagi dalam dua komponen utama, yakni Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 dari transaksi penjualan aset kripto di platform exchanger, yang berkontribusi Rp 459,35 miliar, dan Pajak Pertambahan Nilai Dalam Negeri (PPN DN) dari transaksi pembelian aset kripto di exchanger yang menyumbang Rp 519,73 miliar.

Menurut CMO Tokocrypto Wan Iqbal, kenaikan ini mencerminkan pertumbuhan pesat ekonomi digital Indonesia. “Pajak aset kripto memberikan dasar hukum yang lebih jelas bagi para pelaku industri, sekaligus menunjukkan keseriusan pemerintah dalam mendukung pertumbuhan ekonomi digital,” ujarnya pada Senin (23/12/2024).

Dia menambahkan bahwa dengan adanya insentif pajak dan penguatan regulasi, Indonesia berpotensi menjadi salah satu pemain utama dalam ekonomi digital berbasis blockchain. Pemerintah, lanjutnya, memanfaatkan momentum ini untuk memperkuat basis penerimaan negara dan mendukung pembangunan nasional.

Sementara itu, laporan Tiger Research mengungkapkan bahwa kebijakan perpajakan kripto di Asia, termasuk Indonesia, beragam dan berdampak signifikan terhadap perkembangan pasar dan aliran modal. Beberapa negara seperti Singapura, Hong Kong, dan Malaysia menerapkan kebijakan bebas pajak untuk menarik investasi global, sementara Jepang dan Thailand mengadopsi pajak progresif untuk redistribusi kekayaan.

Peningkatan penerimaan pajak dari transaksi kripto di Indonesia menunjukkan potensi besar sektor ini sebagai sumber pendapatan negara dan sinyal positif bagi perkembangan ekonomi digital nasional. (alf)

PKB Ajak Masyarakat Pahami Kenaikan PPN 12%: Jika Keberatan Bisa Ajukan Judicial Review

IKPI, Jakarta: Wakil Ketua Umum (Waketum) DPP PKB Faisol Riza, menegaskan pentingnya memberi kesempatan kepada pemerintah untuk melaksanakan kebijakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% yang mulai berlaku pada 1 Januari 2025. Ia mengajak masyarakat untuk memahami bahwa kebijakan ini merupakan bagian dari Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang dirancang untuk mendukung pembangunan dan kesejahteraan rakyat.

Riza meminta agar masyarakat yang merasa keberatan dengan kenaikan PPN ini tidak terburu-buru menentangnya, namun jika perlu, mereka bisa mengajukan uji materi (judicial review) ke Mahkamah Konstitusi. “Kita harus memberi kesempatan kepada pemerintah untuk menjalankannya. Hasil dari pajak ini akan kembali kepada rakyat dalam bentuk belanja pemerintah seperti bantuan sosial dan subsidi penting,” ujarnya di Jakarta, Senin (23/12/2024).

Ia menambahkan bahwa pajak yang terkumpul nantinya akan digunakan untuk berbagai program sosial, seperti peningkatan kesejahteraan guru, pembangunan rumah rakyat, dan mendanai program-program vital lainnya. Riza menegaskan bahwa tanpa peningkatan pajak, negara akan kesulitan untuk membiayai berbagai program tersebut.

“Jika kita tidak menambah pajak, dari mana kita membiayai gaji guru, pembangunan sekolah, rumah untuk rakyat, dan berbagai program sosial lainnya? Pajak adalah instrumen utama untuk membangun negara. Tanpa pajak yang lebih tinggi, kita akan terpaksa memangkas subsidi, bahkan mungkin mencabut beberapa di antaranya,” kata Riza.

Namun, Riza juga mengingatkan pentingnya pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan PPN 12%. Ia mengajak masyarakat dan pihak terkait untuk mengawasi penggunaan dana pajak tersebut agar tidak disalahgunakan atau terjadi kebocoran. “Mari kita awasi pelaksanaan undang-undang ini dengan seksama, dan lakukan evaluasi bersama jika ada hal-hal yang perlu diperbaiki,” tambahnya.

Pemerintah, melalui Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, telah mengumumkan kenaikan tarif PPN menjadi 12% pada 1 Januari 2025. Kenaikan ini merupakan bagian dari implementasi UU HPP yang bertujuan untuk memperkuat perekonomian negara. Selain itu, pemerintah juga telah memastikan bahwa sejumlah barang kebutuhan pokok dan barang penting (bapokting) akan dibebaskan dari PPN, antara lain beras, daging ayam, ikan, telur, cabai, bawang merah, dan gula pasir.

Beberapa bahan pokok lainnya, seperti minyak goreng Minyakita dan tepung terigu, akan dikenakan PPN Ditanggung Pemerintah (DTP) sebesar 1 persen, yang artinya tarif PPN akan tetap berada di angka 11%.

Dengan kebijakan ini, pemerintah berharap dapat menyeimbangkan antara pengumpulan pajak dan perlindungan terhadap kebutuhan dasar masyarakat, sambil memastikan keberlanjutan program-program sosial yang vital bagi rakyat.(alf)

 

id_ID