PMK 131/2024, Pemerintah Atur  BKP dan JKP Tak Berwujud dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean.

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani secara resmi menetapkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 131 Tahun 2024, khususnya di Pasal 1-4, yang mengatur perlakuan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas impor barang kena pajak (BKP), penyerahan BKP, jasa kena pajak (JKP), serta pemanfaatan BKP tidak berwujud dan JKP dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.

PMK ini bertujuan untuk memberikan kejelasan dan kepastian hukum terkait perlakuan PPN. Beberapa poin utama dari peraturan ini meliputi:

1. Definisi PPN:

Mengacu pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang PPN yang terakhir diubah melalui UU Nomor 6 Tahun 2023.

2. Tarif PPN:

Tarif PPN ditetapkan sebesar 12%, dihitung berdasarkan dasar pengenaan pajak, seperti harga jual atau nilai impor.

3. Objek Pajak:

Barang Kena Pajak (BKP): Barang berwujud dan tidak berwujud yang dikenai PPN.

Jasa Kena Pajak (JKP): Kegiatan pelayanan yang dikenai pajak sesuai ketentuan.

4. Pajak Masukan:

Pajak masukan atas pembelian BKP dan/atau JKP, baik dalam negeri maupun luar negeri, dapat dikreditkan sesuai ketentuan yang berlaku.

Ketentuan Khusus

Barang yang tergolong mewah, seperti kendaraan bermotor, tetap dikenakan tambahan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) sesuai aturan yang berlaku.

PKP yang menggunakan dasar pengenaan pajak berupa nilai lain atau besaran tertentu diberikan pengecualian dari beberapa ketentuan umum.

Landasan Hukum dan Harapan

Peraturan ini disahkan untuk mendukung penerapan sistem perpajakan yang lebih adil, transparan, dan efisien. Menteri Keuangan berharap PMK Nomor 131 Tahun 2024 dapat meningkatkan kepatuhan pajak serta memberikan kejelasan kepada pelaku usaha dalam melaksanakan kewajiban perpajakan.

Para pengusaha diimbau untuk mempelajari lebih lanjut isi peraturan ini guna memastikan kelancaran dalam implementasi di lapangan.

Dengan regulasi yang diperbarui, pemerintah optimistis penerimaan pajak dapat meningkat, mendukung pembangunan nasional yang berkelanjutan. (alf)

PKS: Pembatasan Kenaikkan PPN 12% Bukti Pemerintah Beri Rasa Adil untuk Masyarakat

IKPI, Jakarta: Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Ahmad Syaikhu, memberikan apresiasi terhadap kebijakan Presiden Prabowo Subianto yang membatasi kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) 12% hanya untuk barang-barang mewah. Syaikhu menyebut langkah ini sebagai keputusan bijak yang memberikan rasa keadilan bagi masyarakat kelas menengah ke bawah.

“Langkah ini sangat bijak. Dengan membatasi kenaikan PPN hanya pada barang-barang mewah, pemerintah tidak hanya melindungi daya beli masyarakat tetapi juga menjaga stabilitas perekonomian dan memberikan rasa keadilan untuk masyarakat bawah,” ujar Syaikhu dalam pernyataan tertulisnya, Rabu (1/1/2025).

Ia juga mengapresiasi sikap pemerintah yang mendengar aspirasi masyarakat terkait kenaikan PPN tersebut. Menurutnya, program insentif seperti bantuan sosial, subsidi listrik, dan insentif pajak untuk pekerja serta pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) harus terus ditingkatkan untuk memastikan kesejahteraan rakyat.

“Program insentif seperti bantuan sosial, subsidi listrik, dan insentif pajak untuk pekerja dan UMKM harus terus dijalankan. Ini adalah kunci untuk memastikan kesejahteraan masyarakat tetap terjaga,” katanya.

PKS, lanjut Syaikhu, akan terus mendukung kebijakan yang berpihak pada rakyat dan mendorong pemerintah untuk menerapkan kebijakan perpajakan yang adil. “Dengan demikian, upaya bersama ini diharapkan dapat mendorong pemerataan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan rakyat,” imbuhnya.

Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto menjelaskan bahwa penerapan kenaikan tarif PPN 12% merupakan implementasi dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Dalam konferensi pers di Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (31/12/2024), Prabowo menegaskan kenaikan PPN hanya berlaku untuk barang dan jasa mewah.

“Seperti yang sudah saya sampaikan sebelumnya dan telah berkoordinasi dengan DPR RI, hari ini pemerintah memutuskan bahwa kenaikan tarif PPN dari 11 menjadi 12 persen hanya dikenakan terhadap barang dan jasa mewah. Saya ulangi supaya jelas, kenaikan tarif PPN dari 11 menjadi 12 persen hanya dikenakan terhadap barang dan jasa mewah,” tegas Prabowo.

Langkah ini dinilai sebagai upaya pemerintah untuk menjaga keseimbangan antara kebutuhan negara akan penerimaan pajak dan perlindungan terhadap daya beli masyarakat, terutama di tengah tantangan ekonomi global. (alf)

Pemerintah Siapkan Stimulus Rp 38,6 Triliun untuk Masyarakat dan UMKM

IKPI, Jakarta: Presiden Prabowo Subianto mengumumkan paket stimulus ekonomi senilai Rp 38,6 triliun untuk mendukung masyarakat dan pelaku usaha menghadapi tantangan ekonomi. Dalam konferensi pers di Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Selasa (31/12/2024) Prabowo menjelaskan bahwa stimulus ini mencakup bantuan beras, diskon listrik, hingga insentif pajak.

“Pemerintah telah berkomitmen memberi paket stimulus senilai Rp 38,6 triliun,” kata Prabowo.

Stimulus tersebut meliputi:

1. Bantuan Beras: Sebanyak 10 kg per bulan untuk 16 juta penerima bantuan pangan dari pemerintah.

2. Diskon Listrik: Diskon tarif listrik sebesar 50 persen bagi pelanggan dengan daya maksimal 2.200 volt.

3. Insentif Pajak Penghasilan (PPh): Pekerja dengan gaji hingga Rp 10 juta per bulan akan mendapatkan insentif PPh Pasal 21.

Selain itu, pemerintah memberikan pembebasan pajak bagi UMKM beromzet di bawah Rp 500 juta per tahun. Kebijakan ini bertujuan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan menjaga daya beli masyarakat.

“Paket stimulus ini dirancang untuk mendukung kelompok rentan, memperkuat daya beli masyarakat, serta mendorong kelangsungan usaha, khususnya UMKM,” ujar Prabowo.

Kebijakan ini diharapkan mampu memberikan dampak positif pada perekonomian nasional, terutama di sektor padat karya dan usaha kecil. Pemerintah juga mengimbau masyarakat dan pelaku usaha untuk memanfaatkan program ini sebaik-baiknya. (alf)

Sri Mulyani Beri Rincian Barang Terkena PPN 12% dan Bebas PPN

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengklarifikasi kebijakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% yang akan berlaku mulai 1 Januari 2025. Dalam pernyataannya, ia menegaskan bahwa kenaikan PPN tersebut hanya akan diterapkan untuk barang dan jasa kategori mewah.

“PPN 12% hanya berlaku untuk barang dan jasa mewah yang selama ini sudah dikenakan pajak penjualan barang mewah (PPn BM). Kategorinya sangat terbatas seperti private jet, kapal pesiar, rumah mewah, dan barang serupa lainnya,” ujar Sri Mulyani dalam keterangannya di Kantor Pusat Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (31/12/2024).

Kebijakan ini, menurut Sri Mulyani, diambil atas arahan Presiden Prabowo Subianto yang mempertimbangkan kondisi masyarakat, perekonomian, serta daya beli. Barang-barang mewah yang akan dikenakan PPN 12% diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 15 Tahun 2023.

Barang dan Jasa yang Terkena PPN 12%

Adapun barang-barang yang dikenakan tarif PPN 12% meliputi:

1. Hunian mewah seperti rumah, apartemen, atau kondominium dengan harga jual Rp30 miliar atau lebih.

2. Private jet, balon udara yang dapat dikemudikan, dan kendaraan udara lainnya.

3. Kapal pesiar dan kapal Yanch yang tidak digunakan untuk transportasi umum.

4. Senjata api dan peluru, kecuali untuk keperluan negara.

Barang dan Jasa Lainnya Tetap di Tarif 11% atau Bebas PPN

Sri Mulyani menegaskan bahwa seluruh barang dan jasa lain yang selama ini dikenakan PPN 11% tetap tidak mengalami kenaikan tarif. Selain itu, barang dan jasa yang mendapatkan fasilitas PPN 0%, seperti bahan makanan pokok, jasa pendidikan, jasa kesehatan, jasa keuangan, dan transportasi umum, tetap bebas dari PPN.

“Jadi, mulai dari sampo, sabun, dan barang kebutuhan sehari-hari lainnya tidak akan terkena kenaikan PPN,” tambahnya.

Kementerian Keuangan akan segera mengeluarkan peraturan teknis untuk mendukung implementasi kebijakan ini. Selain itu, berbagai stimulus ekonomi yang telah diumumkan pemerintah akan tetap berlaku untuk mendukung daya beli masyarakat dan stabilitas ekonomi nasional. (alf)

Presiden Prabowo Umumkan Kenaikkan PPN 12% Hanya Dikenakan pada Barang dan Jasa Kategori Mewah

IKPI, Jakarta: Presiden RI Prabowo Subianto, dalam pernyataan resmi di Kantor Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Jakarta Pusat, Selasa (31/12/2024) sore, menyampaikan keputusan penting terkait kebijakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Dalam pertemuannya dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani, presiden mengumumkan bahwa kenaikan tarif PPN dari 11% menjadi 12% hanya akan dikenakan pada barang dan jasa yang masuk kategori mewah.

Keputusan ini, menurut Prabowo merupakan implementasi dari amanat Undang-Undang Harmonisasi Peraturan “Perpajakan Tahun 2021. Sebelumnya, PPN dinaikkan secara bertahap dari 10% menjadi 11% pada April 2022. Mulai 1 Januari 2025, kenaikan ke 12% akan diterapkan dengan cakupan terbatas,” ujarnya.

Prabowo menegaskan, kenaikkan ini hanya berlaku untuk barang dan jasa mewah yang selama ini telah dikenakan PPN barang mewah. Contoh barang mewah yang dimaksud mencakup pesawat jet pribadi, kapal pesiar, serta properti mewah dengan nilai yang sangat tinggi.

Ia juga menegaskan bahwa kebijakan ini dirancang untuk meminimalkan dampak terhadap daya beli masyarakat umum, inflasi, dan pertumbuhan ekonomi. “Komitmen pemerintah adalah melindungi rakyat kecil, mendorong pemerataan ekonomi, dan memastikan kesejahteraan rakyat tetap menjadi prioritas utama,” tambahnya.

Keputusan ini diambil setelah mempertimbangkan berbagai tantangan ekonomi global, termasuk ketidakpastian pasar dan tekanan pada harga komoditas. Prabowo optimistis kebijakan ini mencerminkan pengelolaan keuangan negara yang bijaksana dan berpihak pada kepentingan nasional.

Kebijakan ini diharapkan mampu menjaga stabilitas ekonomi domestik sembari memberikan kontribusi yang adil dari golongan masyarakat mampu. Pemerintah mengajak seluruh pihak untuk mendukung langkah ini sebagai bagian dari upaya mendorong pembangunan berkelanjutan di Indonesia. (alf)

Pelaku Industri Terima Kenaikan PPN 12%, Tapi Khawatir Dampak Relaksasi Impor

IKPI, Jakarta: Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengungkapkan bahwa pelaku industri Indonesia tidak terlalu terbebani dengan rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12%. Bahkan, mereka menilai kebijakan tersebut masih dapat diterima.

Namun, hal yang lebih mengkhawatirkan bagi mereka adalah kebijakan relaksasi impor yang dapat mengancam daya saing produk lokal.

Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arief, dalam konferensi persnya di Jakarta, Senin (30/12/2024), menyatakan bahwa kenaikan PPN 12% dapat memengaruhi harga bahan baku dan pada akhirnya memengaruhi harga jual produk manufaktur. Meskipun demikian, ia menjelaskan bahwa pelaku industri lebih khawatir terhadap potensi banjirnya produk impor murah ke pasar domestik akibat kebijakan pembatasan impor yang longgar.

“Yang lebih ditakutkan industri adalah kebijakan relaksasi impor dan pembatasan impor yang mengakibatkan pasar domestik banjir barang impor murah. Ini lebih ditakutkan oleh industri dibandingkan dengan kenaikan PPN 12%,” ujar Febri.

Menurutnya, kenaikan PPN akan sedikit berdampak pada sektor industri, terutama yang memiliki utilisasi rendah, yakni sekitar 2-3%. Meskipun demikian, pemerintah telah mengantisipasi dampak negatif tersebut dengan sejumlah kebijakan ekonomi. Paket insentif yang dikeluarkan, seperti insentif PPh untuk industri padat karya dan insentif untuk mobil hybrid, diharapkan dapat meningkatkan daya saing industri dalam negeri.

“Pemerintah sudah menyiapkan berbagai insentif, di antaranya insentif PPh untuk industri padat karya dan program kebijakan lainnya. Kami harap ini bisa membantu industri untuk tetap bersaing dan menjaga asas keadilan,” kata Febri.

Dengan adanya berbagai kebijakan tersebut, diharapkan industri Indonesia dapat tetap menjaga daya saingnya meskipun menghadapi tantangan dari kebijakan kenaikan PPN dan relaksasi impor. (alf)

Promotor Pastikan Pajak 12% Tak Berdampak Signifikan pada Tiket Konser

IKPI, Jakarta: CEO PT. DEWA19 All Stars Promotor, Sugiresky, memastikan bahwa pemberlakuan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 12% mulai 1 Januari 2025 tidak akan memengaruhi secara signifikan harga tiket konser.

Hal ini disampaikannya dalam konferensi pers Konser Dewa 19 Featuring All Stars 2.0 di Jakarta, Senin (30/12/2024).

“Apapun keputusan pemerintah terkait regulasi, promotor tetap taat dan patuh. Namun, kenaikan ini tidak signifikan karena komponen PPN hanya dihitung dari bagian kecil harga tiket, yaitu biaya manajemen sistem,” ujar Sugiresky.

Ia menjelaskan, PPN 12% yang akan berlaku hanya dikenakan pada biaya manajemen sistem sebesar 5% dari harga tiket. Sebagai contoh, jika harga tiket Rp1 juta, biaya manajemen sistem sebesar Rp50 ribu, dan PPN 12% hanya berlaku pada jumlah tersebut, yaitu Rp6.000.

“Jadi, jangan salah kaprah. PPN dihitung dari komponen tertentu, bukan dari total harga tiket. Ini seharusnya tidak berdampak signifikan,” tambahnya.

Tiket konser Dewa 19 Featuring All Stars 2.0 dijual mulai dari Rp600.000 hingga Rp1.725.000. Meski demikian, Sugiresky menegaskan, harga tiket tetap terjangkau meskipun ada kenaikan pajak.

Kebijakan kenaikan PPN ini merupakan bagian dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Tarif PPN ditetapkan naik secara bertahap, dari 11% pada April 2022 menjadi 12% pada Januari 2025.

Pemerintah menaikkan tarif PPN terutama untuk barang mewah yang dikonsumsi masyarakat kelas atas, sementara kebijakan afirmatif pajak 0% diberlakukan untuk bahan pokok demi melindungi masyarakat berpenghasilan rendah.

Konser Dewa 19 Featuring All Stars 2.0 dijadwalkan berlangsung tahun depan, dengan antusiasme tinggi dari para penggemar, meski adanya perubahan regulasi pajak. (alf)

DJP Tegaskan Tak Ada Pajak Khusus untuk Janda dan Duda

IKPI, Jakarta: Informasi tentang pengenaan pajak sebesar 16% untuk janda dan duda yang beredar di media sosial dipastikan tidak benar. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan menegaskan bahwa pemerintah tidak memiliki rencana untuk memberlakukan kebijakan semacam itu.

“Tidak ada pemajakan khusus untuk janda/duda. Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) dengan status janda/duda dipersamakan dengan WP OP tidak kawin,” tulis DJP melalui akun resmi Instagramnya, @ditjenpajakri, Senin (30/12/2024).

Dalam penjelasannya, DJP menyatakan bahwa penghasilan tidak kena pajak (PTKP) bagi WP OP tidak kawin, termasuk janda dan duda, dihitung berdasarkan:

1. PTKP untuk dirinya sendiri.

2. Tambahan PTKP untuk keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya, maksimal tiga orang.

Ketentuan ini merujuk pada Pasal 10 ayat (5) huruf b PMK-252/PMK.03/2008.

Lebih lanjut, DJP menjelaskan bahwa janda atau duda yang tidak memenuhi persyaratan sebagai wajib pajak (baik secara subjektif maupun objektif) tidak diwajibkan mendaftarkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan tidak dikenakan pemotongan pajak penghasilan.

DJP mengimbau masyarakat untuk lebih berhati-hati dalam menerima informasi yang beredar di media sosial dan memastikan kebenarannya melalui sumber resmi. Informasi yang keliru berpotensi menimbulkan keresahan di masyarakat.

Untuk informasi lebih lanjut, masyarakat dapat mengakses situs resmi DJP atau menghubungi pusat layanan pajak. (alf)

DJP Ingatkan Masyarakat Waspada terhadap Penipuan Bermodus PDF dan Link Berbahaya

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mengimbau masyarakat untuk waspada terhadap penipuan yang mengatasnamakan DJP. Salah satu modus penipuan yang marak beredar adalah pengiriman file PDF melalui aplikasi pesan instan, yang berisi tautan berbahaya.

Baru-baru ini, sebuah pesan berantai di WhatsApp memperingatkan masyarakat tentang kasus serupa. Pesan tersebut menyebutkan kerugian hingga Rp46 juta akibat nomor telepon korban terhubung dengan layanan mobile banking.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Dwi Astuti, menyampaikan bahwa pihaknya terus melakukan pencegahan dan edukasi kepada masyarakat melalui berbagai kanal komunikasi, termasuk media sosial. “Kami telah memberikan pemberitahuan langsung kepada masyarakat terkait modus-modus penipuan ini,” ujar Dwi dalam keterangan tertulis, Senin (30/12/2024).

DJP mengidentifikasi beberapa modus penipuan, salah satunya phishing, yaitu upaya mencuri data pribadi dengan mengirimkan pesan yang mengatasnamakan instansi resmi. Pesan ini biasanya berisi tautan berbahaya atau aplikasi unduh palsu yang meminta pembaruan data pribadi wajib pajak.

Imbauan kepada Wajib Pajak

DJP menegaskan pentingnya menjaga kerahasiaan data pribadi. Jika ada keraguan, masyarakat dapat menghubungi saluran resmi DJP, seperti Kring Pajak di 1500200, email di pengaduan@pajak.go.id, atau melalui situs pengaduan.pajak.go.id.

Untuk mencegah penipuan, DJP memberikan lima arahan berikut:

1. Cek Nomor WhatsApp Resmi
Pastikan nomor WhatsApp berasal dari laman resmi DJP sesuai dengan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) masing-masing, yang dapat diakses di pajak.go.id/unit-kerja.

2. Periksa Domain Email
DJP hanya menggunakan domain resmi @pajak.go.id. Email dengan domain lain dipastikan bukan dari DJP.

3. Abaikan File Berekstensi .apk
DJP tidak pernah mengirim file dengan ekstensi .apk. Jika menerima file tersebut, harap diabaikan.

4. Verifikasi Tautan
Hanya tautan berakhiran pajak.go.id yang resmi dari DJP. Hindari membuka tautan lain.

5. Cek Pengumuman Rekrutmen
Informasi rekrutmen resmi hanya tersedia di laman rekrutmen.kemenkeu.go.id. Pastikan kebenaran informasi sebelum menindaklanjuti pesan terkait rekrutmen.

DJP berharap masyarakat lebih waspada dan selalu memeriksa keaslian informasi melalui kanal resmi. Keamanan data pribadi menjadi tanggung jawab bersama untuk menghindari kerugian akibat penipuan. (alf)

Pemerintah Pastikan Pangan dalam Negeri Bebas dari Kenaikan PPN 12%

IKPI, Jakarta: Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan menegaskan bahwa harga bahan pangan di dalam negeri tidak akan terkena kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% yang mulai berlaku pada Januari 2025. Ia menekankan bahwa bahan pokok penting, seperti beras, telur, jagung, buah-buahan, dan sayuran, tetap bebas dari pajak.

“Seluruh produk pangan tidak ada kenaikan apa pun yang dalam negeri. Titik. Jelas ya? Mau beras ketan, mau beras merah, mau apa, tidak ada kenaikan PPN apa pun khusus semua pangan di dalam negeri,” ujar Zulkifli di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (30/12/2024).

Sebelumnya, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto juga menyampaikan hal serupa, memastikan bahwa seluruh bahan kebutuhan pokok, termasuk beras premium, tidak akan dikenakan PPN 12%. Ia menegaskan bahwa pemerintah berkomitmen menjaga stabilitas harga pangan untuk meringankan beban masyarakat.

“Beras premium itu bagian dari beras. Tidak kena PPN,” kata Airlangga di Alam Sutera, Tangerang, Minggu (22/12/2024).

Meski demikian, beberapa produk seperti MinyaKita, terigu, dan gula industri akan dikenakan PPN dengan tarif yang ditanggung sebesar 1%, sehingga tetap berada di angka 11%. Kebijakan ini bertujuan untuk menjaga kestabilan harga pangan sekaligus mendukung kebutuhan industri.

Dengan langkah ini, pemerintah berharap masyarakat dapat tetap mengakses bahan pangan dengan harga terjangkau meskipun terjadi kenaikan tarif PPN di sektor lainnya. (alf)

id_ID