Indodax Klaim Kontribusi Rp490,06 Miliar pada Penerimaan Pajak Kripto Nasional 

IKPI, Jakarta: Indodax, perusahaan pertukaran aset kripto terbesar di Indonesia, melaporkan kontribusinya terhadap penerimaan pajak negara selama tiga tahun terakhir mencapai Rp490,06 miliar. Hal ini setara dengan 44,96 persen dari total pajak kripto nasional yang tercatat sebesar Rp1,09 triliun pada periode 2022-2024.

CEO Indodax Oscar Darmawan, menyatakan pemerintah Indonesia menerima pajak dari transaksi aset kripto sebesar Rp246,45 miliar pada 2022, Rp220,83 miliar pada 2023, dan melonjak menjadi Rp620,4 miliar pada 2024.

Lonjakan transaksi aset kripto menjadi faktor utama peningkatan ini, dengan total nilai transaksi mencapai Rp556,53 triliun sepanjang Januari hingga November 2024, meningkat 352,89 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

“Indodax berhasil menyumbang hampir setengah dari total pajak kripto nasional, dengan kontribusi mencapai Rp490,06 miliar,” ujar Oscar dalam keterangannya di Jakarta, Minggu (26/1/2025).

Pada November 2024, volume transaksi Indodax tercatat sebesar Rp21,28 triliun, yang terus meningkat menjadi Rp23,76 triliun pada Desember 2024.

Oscar menegaskan bahwa tren ini mencerminkan pesatnya pertumbuhan sektor aset kripto di Indonesia.

Meski demikian, Oscar menggarisbawahi pentingnya kebijakan yang lebih mendukung industri ini, terutama penghapusan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk transaksi aset kripto. Menurutnya, jika PPN dihapuskan, volume perdagangan kripto di Indonesia dapat meningkat signifikan.

“Tanpa PPN, masyarakat akan lebih leluasa bertransaksi, sehingga volume perdagangan kripto berpotensi melonjak dua hingga tiga kali lipat. Hal ini akan berdampak langsung pada peningkatan penerimaan pajak negara,” jelasnya.

Oscar juga membandingkan sifat aset kripto dengan instrumen keuangan lainnya yang diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), di mana produk keuangan pada umumnya tidak dikenakan PPN.

Ia berharap kripto mendapatkan perlakuan yang sama untuk mendukung pertumbuhan industri serta memberikan dampak ekonomi yang lebih besar.

“Pemerintah perlu mempertimbangkan kebijakan ini agar ekosistem kripto Indonesia semakin kompetitif dan mendukung pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan,” kata Oscar. (alf)

Capaian Kinerja Perpajakan 2024 di DKI Jakarta Tunjukan Hasil Positif 

IKPI, Jakarta: Perwakilan Kementerian Keuangan Provinsi DKI Jakarta menggelar konferensi pers daring mengenai kinerja perpajakan untuk periode hingga Desember 2024. Acara ini dilaksanakan melalui aplikasi Microsoft Teams, dihadiri oleh perwakilan Kementerian Keuangan di DKI Jakarta, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Forkopimda, Badan Pusat Statistik DKI Jakarta, Otoritas Jasa Keuangan, akademisi, serta media, baru-baru ini.

Kepala Seksi Data dan Potensi Kanwil DJP Jakarta Timur Dwi Krisnanto, memaparkan pencapaian kinerja perpajakan di wilayah DKI Jakarta yang menunjukkan hasil positif. Hingga 31 Desember 2024, pendapatan pajak pusat di DKI Jakarta tercatat mencapai Rp1.799,54 triliun atau 110,53% dari target, dengan kenaikan 0,79% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi salah satu kontributor utama dengan pertumbuhan positif sebesar 8,12% (y-o-y), mencerminkan membaiknya aktivitas ekonomi dan konsumsi domestik. Namun, Pajak Penghasilan (PPh) Migas dan Non-Migas mengalami kontraksi, masing-masing sebesar 2% dan 5,31%, akibat penurunan lifting minyak dan gas bumi serta dampak dari kontraksi PPh 25/29 Badan.

Dwi Krisnanto juga mengungkapkan bahwa sektor pajak lainnya menunjukkan tren positif. PPh Pasal 25/29 Orang Pribadi tumbuh 19,23%, didorong oleh meningkatnya gaji, upah, dan lapangan kerja baru. Sementara itu, PPh Pasal 21 mengalami kenaikan signifikan sebesar 20,5%, seiring dengan implementasi skema penarikan pajak efektif rata-rata (TER). PPN Dalam Negeri dan Impor juga tumbuh kokoh berkat menipisnya restitusi pajak pada sektor industri pengolahan dan pertambangan, serta membaiknya kinerja sektor perdagangan.

Selain itu, Kanwil DJP Jakarta Selatan I melaporkan penerimaan pajak yang sangat menggembirakan pada Desember 2024. Penerimaan mencapai Rp12,03 triliun, tumbuh 51,11% dibandingkan tahun sebelumnya. Capaian ini menjadikan total penerimaan Kanwil DJP Jakarta Selatan I sepanjang 2024 sebesar Rp95,76 triliun, atau 100,21% dari target yang ditetapkan.

Kanwil DJP Jakarta Selatan I menyatakan komitmennya untuk terus berperan aktif dalam mendukung APBN melalui penerimaan pajak yang optimal, serta memberikan pelayanan terbaik kepada wajib pajak. (alf)

Pemerintah Siap Perkuat Ekonomi Domestik Pasca Penolakan Kesepakatan Pajak Global oleh AS

IKPI, Jakarta: Pemerintah berkomitmen memperkuat resiliensi perekonomian domestik menyusul penolakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump terhadap kesepakatan Solusi Dua Pilar Pajak Global. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa Indonesia akan menghormati langkah AS di bawah kepemimpinan presiden terpilihnya, meskipun dampaknya berpotensi memengaruhi perekonomian global.

“Mengenai masalah pajak atau tarif, kami akan melihat bagaimana Presiden Trump akan memberlakukan berbagai kebijakan yang telah dijanjikan. Kemudian, kami terus memperbaiki dan memperkuat resiliensi dari perekonomian kita,” ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) di Jakarta, Jumat (24/1/2025).

Pemerintah juga telah menjalin koordinasi erat dengan Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) untuk memastikan kestabilan sistem keuangan dalam negeri.

Langkah-langkah strategis lain mencakup mendorong pertumbuhan ekonomi, menciptakan lapangan kerja, dan pemerataan pembangunan di seluruh wilayah Indonesia.

Indonesia Terapkan Pajak Minimum Global di 2025

Salah satu isu utama dalam kesepakatan pajak global adalah penerapan pajak minimum global (Global Minimum Tax/GMT) sebesar 15 persen bagi perusahaan multinasional dengan omzet konsolidasi global minimal 750 juta Euro. Hingga kini, lebih dari 40 negara telah menerapkan kebijakan tersebut, dengan mayoritas pelaksanaan pada tahun 2025.

Indonesia juga akan mulai mengimplementasikan pajak minimum global sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 136 Tahun 2024, yang ditandatangani oleh Sri Mulyani pada 31 Desember 2024.

Dampak Kebijakan AS terhadap Pasar Global

Kebijakan fiskal AS di bawah kepemimpinan Trump, yang bersifat ekspansif, dinilai meningkatkan ketidakpastian pasar keuangan global. Hal ini memengaruhi ekspektasi terkait penurunan Fed Funds Rate (FFR), mempertahankan yield US Treasury pada tingkat tinggi, dan mendorong penguatan indeks mata uang dolar AS (DXY). Kondisi ini turut memberikan tekanan terhadap berbagai mata uang dunia.

Selain itu, ketegangan politik global yang meningkat menyebabkan investor lebih memilih aset keuangan AS. Meski begitu, kebijakan ekonomi Trump pasca pelantikan dipandang lebih moderat dibandingkan ekspektasi pasar sebelumnya.

Fokus pemerintah tetap pada penguatan ekonomi nasional di tengah prediksi stagnasi pertumbuhan ekonomi global sebesar 3,3 persen pada 2025, sebagaimana proyeksi Dana Moneter Internasional (IMF).

Pemerintah Indonesia akan terus memantau perkembangan dinamika global serta menyiapkan langkah-langkah antisipasi yang diperlukan untuk menjaga stabilitas ekonomi dalam negeri. (alf)

Menkeu: Pajak Minimum Global Dorong Iklim Investasi yang Kompetitif dan Sehat

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan bahwa penerapan Pajak Minimum Global (Global Minimum Tax/GMT) bertujuan menciptakan iklim investasi yang lebih kompetitif dan sehat. Hal ini dilakukan melalui penerbitan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 136 Tahun 2024.

“Kami terus memperbaiki iklim investasi agar lebih kompetitif dan sehat, salah satunya dengan menerbitkan PMK 136/2024 tentang Pajak Minimum Global,” ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) di Jakarta, kemarin.

PMK tersebut menetapkan tarif minimum pajak sebesar 15 persen bagi wajib pajak badan yang merupakan bagian dari grup perusahaan multinasional dengan omzet konsolidasi global minimal 750 juta euro. Kebijakan ini mulai diberlakukan pada tahun pajak 2025.

Penguatan Pilar 2 G20

GMT adalah bagian dari Pilar 2: Global Anti Base Erosion (GLoBE), kesepakatan yang dicapai oleh negara-negara G20 dan dikoordinasikan oleh Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD).

Saat ini, lebih dari 40 negara telah mengimplementasikan aturan serupa, sebagian besar mulai berlaku pada 2025.

“Perusahaan yang memanfaatkan fasilitas tax holiday tetap akan dikenakan pajak tambahan minimum domestik sesuai PMK 69/2024,” kata Sri Mulyani.

Untuk wajib pajak yang memenuhi kriteria, jika tarif pajak efektif mereka kurang dari 15 persen, maka mereka diwajibkan membayar pajak tambahan (top up tax) paling lambat akhir tahun pajak berikutnya.

Sebagai contoh, wajib pajak untuk tahun pajak 2025 harus melunasi pajak tambahan paling lambat 31 Desember 2026.

Pelaporan pajak minimum global wajib dilakukan maksimal 15 bulan setelah tahun pajak berakhir.

Namun, khusus tahun pertama penerapan GMT, pemerintah memberikan kelonggaran waktu hingga 18 bulan. Artinya, wajib pajak tahun 2025 dapat melaporkan kewajibannya paling lambat 30 Juni 2027, sementara tahun pajak 2026 dilaporkan maksimal 31 Maret 2028.

Menkeu menambahkan, pemerintah akan memberikan insentif kepada sektor-sektor strategis yang menjadi penggerak pertumbuhan ekonomi untuk menjaga daya saing.

“Kami berharap kebijakan ini dapat mendorong terciptanya kompetisi yang sehat sekaligus memastikan kontribusi perpajakan yang adil dari perusahaan multinasional,” ujarnya. (alf)

IKPI Kabupaten Tangerang Bahas Implementasi Coretax dengan Kepala KPP Madya 2 Tangerang dan Tigaraksa

IKPI, Jakarta: Ketua Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Kabupaten Tangerang, Dhaniel Hutagalung, bersama Wakil Ketua Indri Dhandria Alwi, mengadakan pertemuan dengan Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Tigaraksa Widie Widayani, dan Kepala KPP Madya 2 Tangerang dan Tigaraksa, Liza Khoironi. Pertemuan tersebut membahas implementasi sistem Coretax, fasilitas masa transisi, dan pelayanan wajib pajak (WP) di wilayah Kabupaten Tangerang.

Dalam pertemuan itu, dibahas sejumlah keunggulan sistem Coretax yang memungkinkan pelayanan terpadu dalam satu aplikasi. Namun, para pihak juga mencatat beberapa kendala teknis yang masih memerlukan perbaikan.

(Foto: DOK. IKPI Cabang Kabuptaen Tangerang)

“Hal ini wajar dalam penerapan sistem baru, dan kami yakin penyempurnaan akan segera dilakukan,” ujar Dhaniel.

Fasilitas pembebasan sanksi pada masa transisi turut menjadi perhatian. Kebijakan ini diberikan untuk mendukung WP yang masih beradaptasi dengan sistem baru.

Selain itu kata Dhaniel, disampaikan bahwa WP dapat dilayani langsung di KPP maupun melalui grup WhatsApp yang disediakan untuk mempermudah komunikasi.
“Kami melihat WP besar di Kabupaten Tangerang, yang mayoritas merupakan industri seperti besi dan sepatu, menunjukkan pertumbuhan yang stabil,” kata Liza Khoironi.

(Foto: IKPI Cabang Kabupaten Tangerang)

Dhaniel mengungkapkan, ada hal menarik dalam pertemuan tersebut, yakni kedekatan Widie dengan anggota IKPI. “Ibu Widie sudah mengenal banyak teman-teman IKPI sejak bertugas di Jakarta Barat. Ke depan, kami akan mempererat kolaborasi dengan IKPI Kabupaten Tangerang, dengan KPP ” ujarnya.

Pertemuan ini diharapkan dapat meningkatkan sinergi antara IKPI dan KPP dalam mendukung pelayanan pajak yang lebih baik.

(Foto: DOK. IKPI Cabang Kabupaten Tangerang)

Lebih lanjut Dhaniel mengungkapkan, kedatangannya ke KPP sekaligus mengundang kepala kantor untum hadir pada pelatikan pengurus IKPI se-Banten pada 7 Februari 2025.
(bl)

Pemerintah Tegaskan Pemangkasan APBN 2025 Bukan Karena Penerimaan Pajak Menurun

IKPI, Jakarta: Pemerintah memutuskan memangkas belanja negara dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 sebesar Rp306 triliun. Presiden Prabowo Subianto menegaskan bahwa kebijakan ini dilakukan untuk memperbaiki kualitas belanja, bukan karena menurunnya penerimaan pajak.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, pemangkasan anggaran dilakukan sebagai bagian dari upaya meningkatkan efisiensi belanja negara, baik di tingkat pusat maupun daerah.

“Itu fokus memperbaiki kualitas spending. Kita bilang better spending, quality spending dilakukan karena APBN disampaikan akan terus menjadi instrumen penting, maka kualitas belanja kementerian/lembaga dan daerah itu perlu diperbaiki,” ungkap Sri Mulyani dalam konferensi pers, Jumat (24/1/2025).

Menurut Sri Mulyani, pemangkasan anggaran akan menyasar belanja yang dinilai kurang produktif atau bisa dilaksanakan dengan anggaran yang lebih kecil. Beberapa di antaranya adalah perjalanan dinas, acara seremonial, rapat di hotel, seminar, serta percetakan suvenir yang kurang relevan di era digital.

“Percetakan souvenir di era digital ini masih dianggarkan. Itu harus dievaluasi,” ujarnya.

Lebih lanjut, Sri Mulyani menambahkan bahwa pemangkasan anggaran ini akan diarahkan untuk mendukung program prioritas, seperti program makan bergizi gratis (MBG), yang diyakini memiliki dampak langsung terhadap pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.

Dengan langkah ini, pemerintah berharap APBN dapat digunakan secara lebih efektif dan efisien, sekaligus mendorong pembangunan yang berkelanjutan. (alf)

Indonesia Tegaskan Komitmen pada Pajak Minimum Global Meski AS Mundur

IKPI, Jakarta: Keputusan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk menarik negaranya dari kesepakatan pajak minimum global tidak akan memengaruhi kebijakan Indonesia. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa Indonesia tetap berkomitmen pada penerapan pajak minimum global untuk memperkuat ketahanan ekonomi domestik.

Langkah Trump tersebut, menurut Sri Mulyani, sesuai dengan janji kampanyenya selama Pilpres 2024. “Sebagai negara terbesar dunia, kebijakan AS pasti berdampak global. Namun, kita akan terus memperbaiki dan memperkuat resiliensi perekonomian domestik,” ujar Sri Mulyani di Jakarta, Jumat (24/1/2025).

Sekadar informasi, Indonesia resmi menerapkan pajak minimum global sebesar 15% pada tahun 2025. Kebijakan ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 136 Tahun 2024 yang diterbitkan pada 31 Desember 2024. Aturan ini akan menyasar perusahaan multinasional dengan omzet konsolidasi global minimal 750 juta Euro, termasuk raksasa teknologi seperti Google dan Microsoft.

Komitmen pada Kesepakatan Internasional

Pajak minimum global merupakan bagian dari kesepakatan Pilar Dua yang digagas oleh G20 dan dikoordinasikan oleh OECD. Lebih dari 140 negara mendukung inisiatif ini, dan lebih dari 40 negara telah mengimplementasikan kebijakan tersebut pada 2025.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Febrio Kacaribu, menjelaskan bahwa inisiatif ini bertujuan untuk mencegah praktik penghindaran pajak, seperti penggunaan tax haven. “Kesepakatan ini menciptakan sistem perpajakan global yang lebih adil dengan meminimalkan kompetisi tarif pajak yang tidak sehat,” jelas Febrio, Jumat (17/1/2025).

Manfaat bagi Indonesia

Dengan menerapkan pajak minimum global, Indonesia dapat mengoptimalkan penerimaan pajak dari perusahaan multinasional yang beroperasi di dalam negeri. Kebijakan ini tidak berdampak pada wajib pajak orang pribadi maupun UMKM.

“Upaya ini mencerminkan komitmen Indonesia untuk mendukung sistem perpajakan internasional yang lebih adil dan memastikan perusahaan besar berkontribusi secara adil di negara tempat mereka beroperasi,” kata Febrio.

Meskipun keputusan AS dapat memengaruhi dinamika global, Indonesia tetap optimis bahwa kebijakan ini akan memberikan dampak positif bagi perekonomian nasional. (alf)

Coretax: Era Baru Perpajakan Tanpa EFIN 

Memasuki tahun 2025, sistem perpajakan Indonesia menorehkan babak baru dengan hadirnya Coretax, sebuah inovasi yang mendobrak tradisi dan membawa perubahan besar dalam pengelolaan kewajiban pajak.

Salah satu langkah berani dari sistem ini adalah mengucapkan selamat tinggal pada EFIN (Electronic Filing Identification Number), yang selama bertahun-tahun menjadi andalan dalam administrasi perpajakan digital.

Sebagai pengganti, Nomor Induk Kependudukan (NIK) kini menjadi identitas utama dalam mengakses layanan perpajakan. Langkah ini tidak hanya menyederhanakan proses, tetapi juga memastikan integrasi berbasis data nasional, sehingga setiap wajib pajak memiliki akses yang lebih mudah dan aman ke sistem Coretax.

Sebelumnya, EFIN dikenal sebagai kode identifikasi elektronik unik yang harus dimiliki wajib pajak untuk mendaftarkan akun DJP Online dan melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT). Namun, di balik manfaatnya, EFIN sering kali menjadi kendala, terutama ketika wajib pajak lupa kode tersebut. Hal ini menciptakan hambatan yang mengganggu efisiensi administrasi perpajakan.

Dengan Coretax, seluruh layanan kini terpusat dalam satu akun, diakses melalui NIK. Pendekatan ini tidak hanya menghapus kompleksitas sistem, tetapi juga mengurangi potensi kesalahan teknis dan administratif. Lebih penting lagi, langkah ini mempermudah masyarakat untuk patuh pajak, menghilangkan alasan teknis yang selama ini menjadi penghambat.

Era Coretax bukan hanya tentang pergeseran teknologi, melainkan juga perubahan paradigma. Sistem ini mencerminkan visi pemerintah dalam menciptakan ekosistem perpajakan yang inklusif, transparan, dan berbasis data. Dengan pengintegrasian data yang lebih baik, potensi kebocoran pajak dapat diminimalkan, sementara upaya pengawasan menjadi lebih efektif.

Transformasi ini diharapkan dapat membangun kepercayaan publik terhadap sistem perpajakan. Dengan mempermudah akses dan memberikan rasa aman melalui autentikasi berbasis NIK, pemerintah menunjukkan keseriusannya dalam meningkatkan kualitas layanan kepada masyarakat.

Meski Coretax menawarkan kemudahan, penerapan sistem ini tidak lepas dari tantangan. Infrastruktur teknologi yang andal, keamanan data, dan edukasi kepada masyarakat menjadi aspek yang harus dikelola dengan baik. Tanpa persiapan yang matang, potensi gangguan dalam implementasi dapat merugikan kepercayaan publik.

Namun, jika dikelola dengan tepat, Coretax dapat menjadi katalisator peningkatan kepatuhan pajak, sekaligus menciptakan budaya perpajakan yang lebih baik di Indonesia.

Dengan mengucapkan selamat tinggal kepada EFIN dan menyambut Coretax, Indonesia mengambil langkah besar menuju sistem perpajakan modern yang terintegrasi. Ini bukan sekadar pergantian sistem, tetapi sebuah revolusi yang menjanjikan efisiensi, transparansi, dan kemudahan bagi seluruh wajib pajak.

Kini, saatnya masyarakat memanfaatkan inovasi ini untuk bersama-sama membangun negara melalui pajak yang lebih baik.

Penulis adalah Anggota Dept Pendidikan PP Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI)

Tintje Beby S.E, Ak,A-CPA,BKP

Disclaimer: Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis.

Panduan Lengkap Membuat Kode Billing untuk Pembayaran Pajak

IKPI, Jakarta: Dalam rangka meningkatkan pemahaman Wajib Pajak mengenai kewajiban perpajakan, Ratri, anggota dari Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) membagikan panduan lengkap tentang cara membuat Kode Billing melalui sistem Coretax.

Kode Billing ini merupakan elemen penting dalam proses pembayaran pajak, terutama bagi mereka yang memiliki tagihan pajak berdasarkan ketetapan, surat keputusan, atau putusan.

Menurut Ratri, kemudahan yang ditawarkan oleh sistem Coretax menjadi solusi praktis bagi Wajib Pajak dalam menyelesaikan kewajibannya. “Kode Billing adalah kunci untuk mempermudah pembayaran pajak. Dengan sistem ini, semua proses menjadi lebih cepat dan efisien, asalkan data tagihan sudah lengkap dan sesuai,” ujarnya.

Langkah Membuat Kode Billing

Ratri merinci tujuh langkah mudah untuk membuat Kode Billing:

• Akses Portal Wajib Pajak
Wajib Pajak dapat masuk ke portal resmi dengan menggunakan NIK atau NPWP.

• Pilih Identitas
Bagi mereka yang bertindak sebagai kuasa, fitur impersonating dapat digunakan untuk mewakili badan usaha atau orang pribadi.

• Pilih Menu Pembayaran
Setelah login, pengguna dapat langsung mengakses menu Layanan Pembuatan Kode Billing Atas Tagihan Pajak.

• Pilih Mata Uang
Penyesuaian mata uang dilakukan sesuai dengan nominal tagihan.

• Pilih dan Isi Data Tagihan
Pengguna dapat memilih satu atau lebih tagihan yang ingin dibayarkan, lalu mengisi jumlah nominal yang akan dibayar.

• Buat Kode Billing
Setelah data lengkap, pengguna hanya perlu klik Buat Kode Billing, dan dokumen akan otomatis terunduh.

• Lihat Daftar Kode Billing
Semua Kode Billing yang belum dibayar juga bisa dicek melalui menu khusus di portal tersebut.

Imbauan kepada Wajib Pajak

Ratri mengingatkan pentingnya memastikan data yang diinput sesuai dengan tagihan yang ada. “Kesalahan pengisian data bisa menghambat proses pembayaran, jadi selalu cek ulang sebelum mengunduh Kode Billing,” ujarnya.

Dengan panduan ini, diharapkan Wajib Pajak dapat menjalankan kewajiban perpajakan secara tepat waktu dan tanpa kendala. Untuk informasi lebih lanjut, Ratri menyarankan Wajib Pajak berkonsultasi dengan konsultan pajak atau menghubungi Direktorat Jenderal Pajak. (bl)

Catatan: Tulisan ini merupakan pendapat pribadi

 

Menkeu Pantau Pelaksanaan Coretax di KPP Kebayoran Baru Satu dan KPP Perusahaan Masuk Bursa

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengecek langsung pelaksanaan sistem Coretax di beberapa kantor pelayanan pajak, termasuk KPP Kebayoran Baru Satu, KPP Perusahaan Masuk Bursa, dan Kanwil DJP Wajib Pajak Besar pada Kamis, 23 Januari 2025. Kegiatan ini terlihat melalui postingan Sri Mulyani di akun Instagram resminya (@smindrawati), di mana ia menyempatkan diri mendengarkan masukan serta tantangan yang dihadapi oleh wajib pajak terkait dengan implementasi sistem baru pelayanan pajak tersebut.

Sri Mulyani mengakui bahwa meskipun sistem Coretax menawarkan berbagai kemudahan, tantangan dalam fase awal implementasi tidak bisa dihindari. Namun, ia menegaskan bahwa hal tersebut merupakan bagian dari perjalanan menuju sistem perpajakan yang lebih terintegrasi, efisien, dan akuntabel.

“Masih dalam rangka upaya perbaikan Coretax, hari ini saya mendengarkan masukan dari tantangan yang dihadapi wajib pajak di @pajakkebayoranbaru1, @pajakpmb serta @pajakwpbesar,” ujarnya.

Ia juga mengapresiasi dedikasi jajaran Direktorat Jenderal Pajak (DJP), terutama petugas pajak yang berada di garis depan.

Ia menyampaikan pesan motivasi kepada seluruh petugas pajak untuk tetap semangat dan proaktif dalam mengatasi berbagai kendala yang muncul.

Bendahara negara ini menekankan bahwa tugas mereka adalah melayani masyarakat dengan sepenuh hati serta menjadikan sistem perpajakan sebagai fondasi yang kokoh bagi pembangunan bangsa.

Menteri Keuangan juga meminta maaf kepada wajib pajak atas kendala yang sempat terjadi dalam mengakses Coretax beberapa waktu lalu.

Menurutnya, DJP terus berupaya untuk melakukan perbaikan dengan pendekatan praktis dan pragmatis agar permasalahan yang dihadapi bisa segera teratasi.

“Kami berharap Wajib Pajak terus memberikan dukungan dalam upaya kami menyempurnakan sistem Coretax,” katanya. (alf)

id_ID