Tarif Resiprokal AS Ancam Stabilitas Penerimaan Pajak Indonesia, Potensi Kehilangan Capai Rp10 Triliun

IKPI. Jakarta: Kebijakan tarif resiprokal sebesar 32% yang diberlakukan oleh Amerika Serikat terhadap produk ekspor Indonesia diprediksi akan memberikan tekanan serius terhadap penerimaan pajak negara. Hal ini disampaikan Ekonom Universitas Andalas, Syafruddin Karimi, yang menilai bahwa tekanan tersebut berpotensi memangkas pendapatan negara hingga lebih dari Rp10 triliun dalam skenario moderat.

“Penurunan harga dan volume ekspor akibat tarif AS akan berdampak langsung terhadap penerimaan pajak, terutama dari sektor-sektor strategis seperti sawit, karet, dan logam dasar yang selama ini menjadi penopang fiskal,” ujar Syafruddin, Jumat (4/4/2025).

Menurutnya, banyak jenis pajak yang sangat bergantung pada aktivitas ekspor dan harga komoditas, seperti PPh Badan, PPN, dan pajak ekspor. Ketika harga dan permintaan internasional melemah, aktivitas produksi dan ekspor pun ikut menurun, yang otomatis menggerus potensi pajak dari sektor-sektor tersebut.

“Ini bukan sekadar isu perdagangan, tapi ancaman nyata terhadap kapasitas fiskal negara. Jika dibiarkan tanpa antisipasi, tekanan terhadap APBN bisa membesar, terutama jika tekanan global terus berlangsung,” tambahnya.

Syafruddin mendorong pemerintah untuk segera memperluas basis perpajakan dan tidak hanya bergantung pada sektor komoditas. Ia menyarankan agar strategi reformasi perpajakan dipercepat dengan fokus pada diversifikasi penerimaan, peningkatan kepatuhan pajak dalam negeri, dan insentif bagi sektor-sektor yang memiliki potensi tumbuh di tengah ketidakpastian global.

“Kita harus berpikir jangka panjang. Ketika ekspor melemah, kita butuh motor penggerak pajak dari dalam negeri. Penguatan konsumsi domestik dan iklim usaha produktif menjadi sangat krusial saat ini,” tuturnya.(alf)

Komtap Kadin Minta DJP Benahi Sistem Pajak yang Bikin WP Bingung

IKPI, Jakarta: Ketua Komite Tetap (Komtap) Perpajakan Kadin Indonesia, Ajib Hamdani, meminta pemerintah segera membenahi sistem perpajakan yang dinilai menyulitkan wajib pajak (WP). Hal ini disampaikannya menanggapi pencapaian pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan yang dinilai belum maksimal.

“Kalau bicara soal sistem, dari awal pemerintah harus jelas. Masalahnya sekarang sistem perpajakan yang digunakan terlalu rumit,” kata Ajib, Sabtu (5/4/2025).

Ia menyebut salah satu kendala utama adalah sistem verifikasi dua langkah yang dianggap terlalu rumit karena mengharuskan pengguna mengakses verifikasi melalui email dan ponsel. Selain itu, perubahan sistem dari e-reporting DJP Online ke sistem baru bernama Coretax juga memperparah keadaan.

“Sudah pakai e-reporting, tapi kemudian disuruh pindah ke Coretax. Prosesnya lambat, sering bermasalah, dan bikin bingung WP,” ujarnya.

Menurut Ajib, pelaporan investasi yang berhubungan dengan pembebasan pajak final dividen juga menjadi momok tersendiri. Meski pemerintah memberikan opsi antara DJP Online atau Coretax untuk pelaporan, ketidakjelasan sistem membuat WP semakin bingung.

Per 1 April 2025, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mencatat sebanyak 12,34 juta WP telah menyampaikan SPT Tahunan PPh 2024. Rinciannya, 12 juta dari WP orang pribadi dan 338,2 ribu dari badan usaha. Target penyampaian SPT tahun ini mencapai 16,21 juta atau sekitar 81,92 persen dari total WP yang wajib lapor.

Ajib berharap pemerintah segera memberikan kepastian dan kemudahan dalam sistem pelaporan agar kepatuhan WP meningkat. (alf)

 

 

China Kenakan Bea Masuk 34% untuk Semua Produk AS 

IKPI, Jakarta: China secara resmi mengumumkan penerapan tarif impor sebesar 34% untuk seluruh produk asal Amerika Serikat (AS), sebagai langkah balasan atas kebijakan tarif tinggi yang diberlakukan Presiden AS Donald Trump. Kebijakan ini diumumkan oleh Komisi Tarif Bea Cukai Dewan Negara China pada Jumat (4/4/2025), dan akan berlaku efektif mulai 10 April 2025.

Langkah ini merupakan respons langsung terhadap keputusan Trump yang sebelumnya menetapkan tarif tambahan 34% khusus untuk barang impor dari China. Tarif tersebut diberlakukan di luar kebijakan tarif impor global AS sebesar 10% yang mulai berlaku pada 5 April 2025, dan tarif 25% untuk seluruh mobil asing yang diimpor ke AS yang efektif sejak Kamis (3/4/2025)

Presiden Trump menyebut kebijakan ini sebagai bagian dari upaya untuk mengurangi defisit perdagangan dan melindungi industri dalam negeri. Ia bahkan mendeklarasikan keadaan darurat ekonomi nasional, dan mengklaim bahwa tarif ini berpotensi meningkatkan penerimaan negara hingga ratusan miliar dolar serta menciptakan lapangan kerja baru bagi warga AS.

Namun, para analis memperingatkan bahwa kebijakan saling balas ini dapat memicu risiko serius, termasuk kenaikan harga barang impor seperti mobil, pakaian, dan elektronik, serta potensi perlambatan ekonomi global jika perang dagang semakin meluas.

Menurut laporan CGTN, China akan menerapkan tarif balasan ini untuk semua produk dari AS, meskipun rincian spesifik mengenai daftar barang yang terdampak belum diumumkan. China sendiri menjadi salah satu negara yang paling terdampak dari kebijakan tarif tinggi AS, dengan tarif yang lebih besar dibandingkan negara lain seperti Uni Eropa, Jepang, dan India.

Dunia kini menantikan langkah selanjutnya dari dua kekuatan ekonomi terbesar ini—apakah situasi ini akan mendorong negosiasi baru, atau justru memperdalam ketegangan dalam hubungan dagang AS-China. (alf)

 

 

Kantor Pajak AS Pecat 20.000 Pegawai 

IKPI , Jakarta: Internal Revenue Service (IRS), lembaga federal Amerika Serikat yang bertanggung jawab atas pengumpulan pajak, mulai melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap sekitar 20.000 pegawainya, Jumat (4/4/2025). Langkah ini merupakan bagian dari restrukturisasi besar-besaran pemerintahan federal yang diperintahkan oleh Presiden Donald Trump.

Seperti dilaporkan Arab News dan dikonfirmasi oleh Reuters, pemecatan dilakukan secara bertahap dan berdampak signifikan pada berbagai departemen, termasuk kantor hak-hak sipil IRS—sebelumnya dikenal sebagai kantor keragaman, kesetaraan, dan inklusi (DEI). Sekitar 75 persen staf di kantor tersebut akan diberhentikan, sementara sisanya akan dipindahkan ke divisi lain.

“IRS telah mulai menerapkan Pengurangan Kekuatan (Reduction in Force/RIF) yang akan mengakibatkan pemotongan staf di sejumlah kantor dan kategori pekerjaan,” demikian isi email dari bagian sumber daya manusia internal IRS kepada seluruh staf.

Pemangkasan ini terjadi pada saat yang sangat krusial, di mana IRS sedang menghadapi periode tersibuk dalam setahun, dengan tenggat waktu pengajuan pengembalian pajak individu jatuh pada 15 April.

Penghapusan besar-besaran ini merupakan bagian dari upaya pemerintahan Trump untuk merampingkan struktur birokrasi federal. Dalam perintah eksekutif terbarunya, Trump menugaskan miliarder Elon Musk melalui Departemen Efisiensi Pemerintahan (DOGE) untuk memimpin restrukturisasi ini.

Kebijakan tersebut menuai kritik keras dari kelompok-kelompok hak sipil. Mereka menilai penghapusan inisiatif DEI merupakan langkah mundur dalam upaya mengatasi ketidaksetaraan historis dan diskriminasi sistemik di dalam lembaga-lembaga pemerintah.

“Langkah ini bukan hanya merugikan para pegawai, tetapi juga melemahkan komitmen terhadap keadilan dan keberagaman di lingkungan pemerintahan,” ujar salah satu juru bicara kelompok hak sipil nasional.

Menurut laporan Washington Post, pemangkasan tenaga kerja IRS ini merupakan bagian dari gelombang PHK yang telah memengaruhi lebih dari 200.000 pekerja federal di berbagai instansi pemerintahan sejak dimulainya restrukturisasi tersebut. (alf)

 

 

Mau Perpanjang Waktu Penyampaian SPT? Ajukan Surat Permohonan dan Jawabannya Diterbitkan Maksimal 7 Hari Kerja

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menetapkan bahwa proses penerbitan surat jawaban atas Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan akan diselesaikan paling lama dalam waktu tujuh hari kerja sejak dokumen lengkap diterima. Ketentuan ini tertuang dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-160/PJ/2022 tentang Standar Pelayanan di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak.

Melalui aturan ini, DJP memberikan kesempatan kepada Wajib Pajak (WP) untuk memperpanjang batas waktu penyampaian SPT Tahunan paling lama dua bulan sejak batas waktu yang berlaku.

“Untuk mendapatkan perpanjangan, WP harus mengajukan pemberitahuan secara tertulis kepada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) sebelum batas akhir pelaporan,” tulis lampiran III pada aturan tersebut, dikutip Sabtu (5/4/2025).

Pemberitahuan harus dilengkapi dengan:

• Penghitungan sementara pajak terutang,
• Laporan keuangan sementara,
• Bukti pelunasan kekurangan pembayaran pajak (jika ada), dan
• Surat kuasa khusus apabila SPT ditandatangani oleh kuasa WP.

Petugas KPP akan memverifikasi validitas NPWP serta kelengkapan dokumen. Apabila semua syarat terpenuhi, Kepala KPP akan menerbitkan surat jawaban dalam waktu maksimal tujuh hari kerja.

Seluruh proses ini tidak dipungut biaya dan dapat dilakukan secara langsung, baik dalam bentuk fisik maupun elektronik. DJP menegaskan bahwa ketentuan ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan serta memberikan kepastian hukum bagi Wajib Pajak. (alf)

Pelunasan Pajak Usaha Kecil dan Daerah Tertentu Bisa Diperpanjang 2 Bulan, Ini Kriteria dan Prosedurnya!

IKPI, Jakarta: Pemerintah melalui Kementerian Keuangan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2024 tentang Ketentuan Perpajakan dalam Rangka Pelaksanaan Sistem Inti Administrasi Perpajakan. Salah satu poin dalam peraturan tersebut menyebutkan ketentuan pada Pasal 99, yang memberikan kelonggaran bagi Wajib Pajak usaha kecil dan Wajib Pajak di daerah tertentu terkait jangka waktu pelunasan pajak.

Dalam aturan tersebut, jangka waktu pelunasan pajak dapat diperpanjang hingga 2 bulan sejak tanggal penerbitan ketetapan pajak. Kebijakan ini bertujuan untuk memberikan kemudahan bagi pelaku usaha kecil dan daerah dengan kondisi tertentu dalam memenuhi kewajiban perpajakan mereka.

Kriteria Usaha Kecil

Wajib Pajak usaha kecil yang dimaksud meliputi:

• Wajib Pajak orang pribadi, yang menerima penghasilan dari usaha (bukan jasa pekerjaan bebas) dengan peredaran bruto maksimal Rp4,8 miliar per tahun.

• Wajib Pajak Badan, yang bukan bentuk usaha tetap, dengan penghasilan dari usaha non-jasa bebas dan peredaran bruto tidak melebihi Rp4,8 miliar per tahun.

Prosedur Pengajuan

Untuk mendapatkan perpanjangan, Wajib Pajak harus mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak paling lambat 9 hari kerja sebelum jatuh tempo pembayaran. DJP kemudian memiliki waktu 7 hari kerja untuk memberikan keputusan, yang dapat berupa persetujuan atau penolakan.

Menariknya, jika DJP tidak memberikan keputusan dalam jangka waktu tersebut, maka permohonan dianggap disetujui secara otomatis, dan keputusan persetujuan harus diterbitkan paling lambat 5 hari kerja setelah masa tunggu berakhir.

Kebijakan ini diharapkan dapat mendorong kepatuhan pajak serta memberi ruang gerak lebih bagi pelaku usaha kecil dalam menjaga keberlangsungan usahanya, terutama dalam masa transisi menuju sistem administrasi perpajakan yang lebih terintegrasi. (alf)

 

 

Akademisi Peringatkan Pemerintah Antisipasi Dampak Buruk Perang Dagang AS Terhadap Fiskal Indonesia

IKPI, Jakarta: Pemerintah diharapkan segera mengambil langkah antisipatif untuk menghadapi dampak buruk perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan Indonesia, yang berpotensi memengaruhi stabilitas fiskal nasional. Kenaikan tarif impor AS sebesar 32 persen menjadi perhatian utama bagi perekonomian Indonesia.

Guru Besar Ekonomi Institut Pertanian Bogor, Profesor Didin S. Damanhuri, menekankan pentingnya evaluasi menyeluruh guna mencegah krisis moneter atau krismon. Ia menegaskan bahwa pemerintahan Prabowo perlu segera melakukan evaluasi terhadap dampak jangka pendek, menengah, dan panjang dari kebijakan tarif tinggi AS terhadap perekonomian nasional.

“Pemerintahan Prabowo harus segera mengevaluasi dampak jangka pendek, menengah, dan panjang akibat tarif tinggi dari AS terhadap perekonomian, seraya melakukan upaya kerja sama ekonomi dengan ASEAN, OKI, BRICS+, dan lainnya,” ujar Didin, Jumat (4/4/2025).

Selain itu, Didin juga menyarankan agar pemerintah melakukan reajustment terhadap keseluruhan visi, misi, dan program pemerintah untuk menyesuaikan dengan situasi baru yang ditimbulkan oleh perang dagang ini. Langkah lain yang perlu dilakukan adalah shifting pendanaan dari program jangka menengah dan panjang guna memberikan stimulus besar kepada pelaku usaha, terutama sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).

“Stimulus ini bertujuan untuk membangkitkan pasar dalam negeri, khususnya bagi UMKM dan daerah-daerah yang terdampak,” tambahnya.

Indonesia masuk dalam daftar 10 besar negara yang terdampak perang dagang ini. AS mengenakan tarif baru sebesar 32 persen terhadap berbagai komoditas ekspor Indonesia, termasuk tekstil dan rajutan (seperti jersey), sepatu, minyak sawit, udang dan ikan, serta peralatan elektrik. Langkah ini diambil AS sebagai upaya menekan defisit perdagangannya, mengingat nilai impor AS dari Indonesia lebih tinggi 18 miliar dolar AS dibanding nilai ekspor sebaliknya.

Pemerintah diharapkan segera merumuskan strategi yang tepat untuk memitigasi dampak negatif kebijakan perdagangan AS ini serta memastikan ketahanan ekonomi nasional tetap terjaga. (alf)

 

Indonesia Hadapi Dampak Tarif Baru AS: Pemerintah Siapkan Strategi Mitigasi

IKPI, Jakarta: Pemerintah Indonesia tengah bersiap menghadapi dampak kebijakan tarif baru yang diterapkan oleh Amerika Serikat (AS). Presiden AS secara resmi menetapkan tarif resiprokal sebesar 32 persen terhadap produk impor dari Indonesia, yang akan berlaku mulai 9 April 2025. Kebijakan ini diprediksi akan mempengaruhi daya saing ekspor Indonesia di pasar AS, terutama bagi sektor elektronik, tekstil dan produk tekstil, alas kaki, minyak kelapa sawit, karet, furnitur, serta produk perikanan.

Pemerintah Indonesia segera mengambil langkah strategis untuk menghitung dampak kebijakan ini terhadap sektor-sektor terdampak dan perekonomian nasional secara keseluruhan. Sebagai bentuk mitigasi, pemerintah akan mengeluarkan kebijakan untuk mengurangi dampak negatif yang mungkin terjadi. Selain itu, pemerintah juga berkomitmen untuk menjaga stabilitas yield Surat Berharga Negara (SBN) di tengah volatilitas pasar global akibat kebijakan tarif ini.

Dalam rilis resminya yang dikutip dari ekon.go.id, Jumat (4/4/2025), Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso, menyatakan pemerintah bekerja sama dengan Bank Indonesia untuk memastikan stabilitas nilai tukar Rupiah serta ketersediaan likuiditas valuta asing guna mendukung dunia usaha dan menjaga stabilitas ekonomi nasional. Langkah-langkah ini diharapkan dapat meredam dampak kebijakan AS terhadap perekonomian Indonesia.

Langkah Negosiasi dan Kebijakan Strategis

Sejak awal tahun 2025, pemerintah telah menyusun strategi dalam menghadapi kebijakan tarif AS. Tim lintas kementerian dan lembaga, perwakilan Indonesia di AS, serta pelaku usaha nasional telah berkoordinasi secara intensif untuk mengantisipasi dampak dari kebijakan tersebut,” kata Susiwijoyo.

Sebagai bagian dari upaya negosiasi lanjut Susiwijoyo, Indonesia berencana mengirim delegasi tingkat tinggi ke Washington DC guna melakukan pembicaraan langsung dengan pemerintah AS. Selain itu, Indonesia juga menyiapkan respons terhadap isu-isu yang diangkat dalam laporan National Trade Estimate (NTE) 2025 oleh US Trade Representative. Pemerintah juga telah berkomunikasi dengan Malaysia selaku Ketua ASEAN untuk mencari langkah bersama dalam merespons kebijakan ini, mengingat seluruh negara ASEAN turut terkena dampaknya.

Instruksi Presiden Prabowo

Menurutnya, Presiden Prabowo Subianto telah menginstruksikan Kabinet Merah Putih untuk segera mengambil langkah strategis, termasuk melakukan reformasi struktural dan deregulasi guna meningkatkan daya saing nasional. Penyederhanaan regulasi serta penghapusan hambatan Non-Tariff Measures (NTMs) menjadi fokus utama guna menjaga kepercayaan pasar dan menarik investasi demi menjaga pertumbuhan ekonomi.

Dengan berbagai strategi dan langkah diplomasi yang telah disiapkan, Indonesia berharap dapat mengurangi dampak negatif dari kebijakan tarif AS dan tetap menjaga stabilitas ekonomi nasional. Pemerintah akan terus berupaya untuk mempertahankan iklim investasi yang kondusif. (alf)

Pemerintah Didorong Perkuat UMKM dan Industri Berbahan Baku Lokal Hadapi Perang Dagang AS

IKPI, Jakarta: Pemerintah diminta untuk memperkuat sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) serta industri berbahan baku lokal agar mampu naik kelas dan lebih tangguh menghadapi tekanan eksternal. Dorongan ini disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, M Hanif Dhakiri, menanggapi kebijakan perang dagang Amerika Serikat (AS) yang menaikkan tarif kepada sejumlah negara, termasuk Indonesia.

Hanif menegaskan bahwa langkah AS harus direspons dengan keberanian dalam industrialisasi. “Tarif AS harus kita jawab dengan keberanian industrialisasi. Produk lokal tak boleh hanya bertahan, harus maju dan menembus pasar baru,” ujarnya, Jumat (4/4/2025).

Selain penguatan sektor UMKM, Hanif juga mendorong diversifikasi pasar ekspor ke negara-negara anggota BRICS (Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan) serta kawasan Afrika. Menurutnya, langkah ini penting untuk mengurangi ketergantungan terhadap pasar AS yang kini menerapkan kebijakan tarif yang lebih tinggi terhadap Indonesia.

Mantan Menteri Ketenagakerjaan ini juga menyoroti pentingnya investasi pada sumber daya manusia, termasuk pekerja migran yang tahun lalu menyumbang devisa sebesar 14 miliar dolar AS. “Mereka bukan beban, tapi kekuatan. Kalau dikelola serius, lima hingga sepuluh tahun ke depan mereka bisa jadi pilar ekonomi nasional,” kata Hanif.

Hanif, yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Umum PKB, menegaskan bahwa tekanan global ini merupakan ujian bagi arah kebijakan nasional agar lebih baik ke depannya. “Ini saatnya melangkah dengan strategi yang berani dan keberpihakan yang nyata,” tambahnya.

Sebagaimana diketahui, Presiden AS Donald Trump secara resmi mengumumkan keadaan darurat ekonomi nasional dengan menerapkan kebijakan tarif timbal balik (Reciprocal Tariffs). Indonesia termasuk dalam daftar 10 besar negara yang terkena dampak dari kebijakan ini, dengan tarif baru sebesar 32 persen. Kenaikan tarif tersebut diberlakukan karena nilai impor AS dari Indonesia dinilai lebih tinggi sebesar 18 miliar dolar AS dibandingkan ekspor AS ke Indonesia.

Sejumlah sektor utama ekspor Indonesia ke AS yang terkena dampak kebijakan ini antara lain tekstil dan rajutan (termasuk jersey), sepatu, minyak sawit, udang dan ikan, serta peralatan elektrik. Dengan kebijakan ini, Indonesia perlu segera mengambil langkah strategis untuk mempertahankan daya saing dan memperluas pasar ekspornya ke kawasan lain yang lebih potensial. (alf)

 

DPR: Kebijakan Tarif Tambahan AS Jadi Sinyal Kuat bagi Strategi Fiskal dan Perpajakan Indonesia

IKPI, Jakarta: Kebijakan Pemerintah Amerika Serikat (AS) yang menetapkan tarif impor tambahan sebesar 32 persen terhadap berbagai produk asal Indonesia menimbulkan keprihatinan mendalam, khususnya bagi stabilitas sektor fiskal dan perpajakan nasional. Wakil Ketua Komisi XI DPR, M. Hanif Dhakiri, menyampaikan bahwa langkah ini bukan sekadar dinamika perdagangan internasional, melainkan ancaman langsung terhadap sektor industri padat karya dan penerimaan negara.

“Pemerintah tidak boleh pasif. Ini menyangkut keberlangsungan jutaan pekerja, industri strategis, dan secara langsung memengaruhi penerimaan negara, termasuk dari sisi perpajakan. Harus ada langkah terarah dan nyata,” tegas Hanif dalam pernyataannya, Jumat (4/4/2025).

Produk-produk yang dikenai tarif tambahan oleh AS antara lain alas kaki, tekstil dan garmen, minyak nabati, serta peralatan listrik — sektor-sektor yang selama ini menyumbang besar terhadap basis pajak nasional. Hanif menilai tekanan terhadap ekspor Indonesia yang pada 2023 mencapai 31 miliar dolar AS ke AS, berpotensi menurunkan aktivitas produksi dan, secara domino, memengaruhi setoran pajak dari sektor korporasi dan karyawan.

“Jika tidak diantisipasi, kita akan menghadapi penurunan penerimaan pajak, kenaikan PHK, serta tekanan fiskal secara umum. Inflasi bisa naik, dan belanja negara harus bekerja lebih keras untuk menjaga daya beli masyarakat,” ujarnya.

Ia juga menyinggung kondisi nilai tukar rupiah yang kini menyentuh Rp16.675 per dolar AS. Meskipun Bank Indonesia telah mengintervensi dengan cadangan devisa sebesar 4,5 miliar dolar AS, menurut Hanif, strategi moneter saja tidak cukup.

“Tanpa penguatan sektor riil dan dukungan fiskal yang tepat, termasuk insentif dan perlindungan pajak yang selektif, ekonomi bisa goyah,” tambahnya.

Kebijakan tarif AS ini mulai berlaku per 2 April 2025 di bawah administrasi Presiden Donald Trump, dengan pemberlakuan tarif dasar 10 persen dan tambahan berdasarkan evaluasi praktik perdagangan negara mitra. Indonesia dikenakan tarif tambahan sebesar 32 persen, berbeda dengan Vietnam (46 persen) dan China (34 persen). Penetapan tarif tersebut mempertimbangkan faktor hambatan perdagangan, manipulasi mata uang, dan akses pasar.

Dalam konteks fiskal, kebijakan ini menjadi sinyal kuat bagi pemerintah untuk mengevaluasi strategi optimalisasi penerimaan pajak sekaligus mempertimbangkan insentif fiskal sebagai bentuk keberpihakan terhadap sektor terdampak. (alf)

id_ID