PPL Terstruktur IKPI 9 Oktober 2023

PPL Terstruktur IKPI
(Seminar Online dan Offline)

“[Seri Perpajakan Internasional – 4] Memahami Penerapan Tax Treaty atas Penghasilan Dividen, Bunga, Royalti, dan Fee atas Jasa Teknik”

Senin, 9 Oktober 2023
Jam 08.30 – 16.30 WIB (8-TS)

Narasumber : Bobby Savero, SAP,SH., (Adv) LLM, APCIT
Moderator : Novita Rachman

Apabila praktisi dan akademisi perpajakan telah memahami dasar-dasar penerapan tax treaty, untuk menangani kasus-kasus baik yang mendasar maupun kompleks, sangatlah vital untuk memahami pengaturan tax treaty secara lebih detil dan rinci. Selanjutnya, satu demi satu perlu dipahami pengaturan, cakupan, dan elemen-elemen dalam penerapan setiap distributive rule untuk setiap jenis penghasilan. Pelatihan menggunakan OECD Model Tax Covention dan UN Model Tax Convention sebagai basis untuk mempermudah pemahaman pada pengaturan umum pada tax treaty yang sebenarnya.
Pelatihan ini akan dan/atau dapat meliputi topik sebagai berikut:
1) Penerapan tax treaty atas pemajakan dividen
2) Bagaimana dengan pemajakan deemed dividend atas secondary adjustment?
3) Penerapan tax treaty atas pemajakan bunga
4) Penerapan tax treaty atas pemajakan royalti
5) Penerapan tax treaty atas pemajakan Biaya Jasa Teknik dan bagaimana bila tax treaty tidak memiliki klausul jasa teknik?
6) Beneficial Owner
7) Contoh-contoh kasus dan/atau isu kontroversial
8) Sekilas pengaturan beberapa tax treaty Indonesia terkait dividen, bunga, royalti, dan jasa teknik.

REGISTRASI : https://b.link/DAFTARPPLIKPI-091023

Harga Normal :

Anggota IKPI
Offline : Rp 850.000
Online : Rp 950.000

Referensi Anggota IKPI
Offline : Rp 1.100.000
Online : Rp 1.200.000

Peserta Umum :
Offline : Rp 1.250.000
Online : Rp 1.350.000

Dapatkan Potongan Harga Rp.100.000 *Untuk early bird H-2
“Khusus bagi Anggota IKPI yang BELUM melunasi Iuran Tahun 2022 menggunakan harga referensi Anggota IKPI”

Pembayaran dapat dilakukan melalui:
BCA norek- 543 566 7888
AN. Ikatan Konsultan Pajak Indonesia
Kode bayar: PPLIKPI091023

Setiap pembayaran PPL mencantumkan Informasi:
Ang. IKPI: Kode Bayar + NRA + Nama
Contoh: PPLIKPI091023_001181_David

Non Ang. IKPI: Kode Bayar + NRA + Nama
Contoh: PPLIKPI091023_00000_Pingkan

Bukti Bayar WAJIB diemail ke: ppl@ikpi.or.id

Subject: Bukti Bayar PPL – 9 Oktober 2023
Isi email : NAMA — NRA – Bukti Bayar

INFORMASI:
Sekretariat DEPT. PPL PPL (up. Diana) –
HP/WA – 0858 9219 7524;

MOHON DISHARE KE MEDSOS IKPI CABANG & UMUM

PPL Terstruktur IKPI 3 Oktober 2023

 

PPL Terstruktur IKPI
(Seminar Online dan Offline)

“Teknik Penghitungan, Pengisian, dan Pelaporan SPT Masa PPh 21 Dalam Rangka Pelaporan Pajak Akhir Tahun”

Selasa, 3 Oktober 2023
Jam 08.30 – 16.30 WIB (8-TS)

Narasumber : Sapto Windi Argo, SE., M.Ak., Ak., CA
Moderator : Tutty Nuryati

Pokok Pembahasan :

a. Overview PPh Pasal 21 Untuk Pegawai Tetap;
b. Overview PPh Pasal 21 Untuk Pegawai Tidak Tetap;
c. Overview PPh Pasal 21 Untuk Bukan Pegawai;
d. Overview Identifikasi Objek Pajak Kaitannya Dengan Natura/Kenikmatan PMK-66/2023;
e. Overview Natura/Kenikmatan Berdasarkan Q&A DJP;
f. Overview PPh Pasal 21 Dipotong, Ditanggung, Ditunjang, Di-Gross Up;
g. Menilik Daftar Nominatif Natura-Kenikmatan;
h. Menilik Daftar Ekualisasi Beban Tenaga Kerja VS Objek SPT PPh Pasal 21;
i. Menilik Perhitungan PPh Pasal 21 Masa Tahun Pajak 2023 (Januari – Juni 2023);
j. Menilik Perhitungan PPh Pasal 21 Masa Tahun Pajak 2023 (Juli – November 2023);
k. Menilik Perhitungan PPh Pasal 21 Masa Desember Tahun Pajak 2023;
l. Menilik Form 1721-A1 Desember Tahun Pajak 2023;
m. Menilik Potensi KB/LB PPh Pasal 21 Tahun Pajak 2023; dan
n. Tax Sharing (Diskusi).

REGISTRASI : https://b.link/DAFTARPPLIKPI-031023

Harga Normal :

Anggota IKPI
Offline : Rp 850.000
Online : Rp 950.000

Referensi Anggota IKPI
Offline : Rp 1.100.000
Online : Rp 1.200.000

Peserta Umum :
Offline : Rp 1.250.000
Online : Rp 1.350.000

Dapatkan Potongan Harga Rp.100.000 *Untuk early bird H-2
“Khusus bagi Anggota IKPI yang BELUM melunasi Iuran Tahun 2022 menggunakan harga referensi Anggota IKPI”

Pembayaran dapat dilakukan melalui:
BCA norek- 543 566 7888
AN. Ikatan Konsultan Pajak Indonesia
Kode bayar: PPLIKPI031023

Setiap pembayaran PPL mencantumkan Informasi:
Ang. IKPI: Kode Bayar + NRA + Nama
Contoh: PPLIKPI031023_001181_David

Non Ang. IKPI: Kode Bayar + NRA + Nama
Contoh: PPLIKPI031023_00000_Pingkan

Bukti Bayar WAJIB diemail ke: ppl@ikpi.or.id

Subject: Bukti Bayar PPL – 3 Oktober 2023
Isi email : NAMA — NRA – Bukti Bayar

INFORMASI:
Sekretariat DEPT. PPL PPL (up. Diana) –
HP/WA – 0858 9219 7524;

MOHON DISHARE KE MEDSOS IKPI CABANG & UMUM

PPL Terstruktur IKPI 5 Oktober 2023

 

PPL Terstruktur IKPI
(Seminar Online dan Offline)

“Pengenaan Pajak Penghasilan Terhadap Pnghasilan Yang Diterima Atau Diperoleh Subjek Pajak Orang Pribadi”

Kamis, 5 Oktober 2023
Jam 08.30 – 16.30 WIB (8-TS)

Narasumber : Nuryadi Mulyodiwarno
Moderator : Frisa Irlan

Materi PPL kali ini sepertinya sangat sederhana, ternyata tidak demikian. Mengenakan Pajak terhadap Wajib Pajak Orang Pribadi ternyata sangat tidak mudah. Memang hanya 3 (tiga) unsur yang harus dipahami, yaitu Subjek Pajak, atau Wajib Pajak, kemudian Objek Pajak, dan yang terakhir adalah Tarif Pajak.
Tentang Subjek Pajak, orang Pribadi hanya merupakan salah satu dari Subjek Pajak, selain Subjek Pajak Orang Pribadi juga ada Subjek Pajak Warisan Yang Belum Terbagi Sebagai Satu Kesatuan Menggantikan Yang Berhak, Subjek Pajak Badan, dan Subjek Pajak Bentuk Usaha Tetap. Kemudian diatur pula pembagian Subjek Pajak menjadi 2 (dua), yaitu Subjek Pajak dalam negeri dan Subjek Pajak luar Negeri, yang masing-masing mempunyai pesyaratan atau kriteria yang berbeda-beda, seperti jangka waktu bertempat tinggal atau berada di Indonesia, berniat tinggal di Inonesia dan juga meninggalkan Indonesia ujntuk selamalamany menambah masalah unuk memhami Subjek Pajak Orang Pribadi.
Kompleksitas ditambah dengan apa yang dimaksud dengan penghasilan yang merupakan objek Pajak Penghasilan, mana pula yang dikenakan pajak dengan final atau non final, mana yang dikenakan dan mana pula yang dikecualikan. Ketentuan yang mengatur tentang Pajak Penghasilan yang bersifat final dan non final juga bermacam-macam.
Untuk memudahkannya, pembahasan kali ini hanya akan meliputi hak dan kewajiban perpajakan dari Subjek Pajak Orang Pribadi, dan tidak melipui Subjek Pajak yang lain. Ternyata memahami ketentuan tentang satu Subjek Orang Pribadi pemilihan tidak memudahkan pemahaman. Status Subjek Pajak Orang Pribadi dari sisi yang lain, yaitu status Orang Pribadi yang belum dewasa, anak-anak/remaja) yang bisa sudah menikah dan belum menikah, dewasa yang sudah menikah atu belum menikah, cerai, rujuk, yang setiap status empunyai hak dan kewajiban perpajakan yang berbeda.
Banyak yang sudah pintar namun banyak pula yang belum paham. Sehingga untuk dapat memahami denanbaik dan benar, catatan ini yang pada hakekatnya merupakan sarana belajar, belajar kembali, akan dilaksanakan dalam 2 (dua) pertemuan. Dalam pertemun pertama selain disampaikan tentang pengertian Penghasilan, juga akan dibahas lebih lanjut tentang Subjek Pajak, yang dalam pasal-ayat UU KUP dan UU PPh disebut Wajib Pajak, yaitu Subjek Pajak yang menerima atau meperoleh objek pajak, juga dibahas tentang Objek Pajak. Selain disampaikan ktntuan yang mendasarinya, juga akan dsisampaikan bebagai contoh permasalahan yang dapat muncul dalam permasalahannya. Kemudian, dalam pertemuan yang kedua akan ditambahkan beberaoa kebijakan khusus yang diatur dalam UU KUP maupun UU PPh, seperti tentag hak dan kewajiban prpajakan Subjek Pajak Warisan yang belum terbagi, dan juga pengenaan pajak terhadap pengenaan pajak terhadap Keluarga sebagai satu kesatuan ekonomis. Kaitan dengan hak dan kewajiban berkenaan mendaftar, menghitung pajak yang terutang, keberatan, banding, temasuk pemeriksaan dan penyidikan, temasuk pengenaan sanksi aministrasi dan sanksi pidana, juga akan disinggung.

REGISTRASI : https://b.link/DAFTARPPLIKPI-051023

 

Harga Normal :

Anggota IKPI
Offline : Rp 850.000
Online : Rp 950.000

Referensi Anggota IKPI
Offline : Rp 1.100.000
Online : Rp 1.200.000

Peserta Umum :
Offline : Rp 1.250.000
Online : Rp 1.350.000

Dapatkan Potongan Harga Rp.100.000 *Untuk early bird H-2
“Khusus bagi Anggota IKPI yang BELUM melunasi Iuran Tahun 2022 menggunakan harga referensi Anggota IKPI”

Pembayaran dapat dilakukan melalui:
BCA norek- 543 566 7888
AN. Ikatan Konsultan Pajak Indonesia
Kode bayar: PPLIKPI051023

Setiap pembayaran PPL mencantumkan Informasi:
Ang. IKPI: Kode Bayar + NRA + Nama
Contoh: PPLIKPI051023_001181_David

Non Ang. IKPI: Kode Bayar + NRA + Nama
Contoh: PPLIKPI051023_00000_Pingkan

Bukti Bayar WAJIB diemail ke: ppl@ikpi.or.id

Subject: Bukti Bayar PPL – 5 Oktober 2023
Isi email : NAMA — NRA – Bukti Bayar

INFORMASI:
Sekretariat DEPT. PPL PPL (up. Diana) –
HP/WA – 0858 9219 7524;

MOHON DISHARE KE MEDSOS IKPI CABANG & UMUM

Potensi Multitafsir Keberlakuan UU Cipta Kerja Klaster Perpajakan di UU HPP

Potensi Multitafsir Keberlakuan UU Cipta Kerja Klaster Perpajakan di UU HPP

Jakarta: Kamis 29 September 2022

Pada tanggal 29 Oktober 2021 pemerintah telah mengundangkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan yang selanjutnya disebut UU HPP. Dalam UU HPP mengatur: pertama, perubahan UU KUP; kedua, perubahan UU PPh; ketiga, perubahan UU PPN; keempat, mengatur tentang Program Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak; kelima, mengatur mengenai Pajak Karbon; dan keenam, mengatur perubahan UU Cukai.

Dalam UU HPP, judul untuk perubahan UU KUP, UU PPh, dan UU PPN secara substansi menyatakan bahwa “UU KUP, UU PPh, dan UU PPN yang diubah adalah UU KUP, UU PPh, dan UU PPN yang telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang sebelum Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja”. Dimana menyebutkan:  UU Nomor 16 Tahun 2009 sebagai perubahan terakhir untuk UU KUP, UU  Nomor 36 Tahun 2008 sebagai perubahan terakhir untuk UU PPh, dan menyebutkan UU Nomor 42 Tahun 2009 sebagai perubahan terakhir untuk UU PPN. Padahal sebelum lahirnya UU HPP, UU Cipta Kerja adalah perubahan terakhir untuk UU KUP, UU PPh, dan UU PPN.

Judul dalam Pasal 2 UU HPP ini sama persis dengan judul yang dicantumkan dalam Pasal 113 UU Cipta Kerja. Oleh karena itu timbul pertanyaan, bagaimana keberlakuan atas Pasal UU KUP yang telah diubah di UU Cipta Kerja, namun tidak diubah oleh UU HPP?

Dalam penafsiran hukum, judul dalam materi muatan Pasal 2 UU HPP akan bermakna bahwa “UU HPP mengubah UU KUP yang telah mengalami beberapa kali perubahan dan yang terakhir diubah dengan UU Nomor 16 Tahun 2009”, sehingga tidak termasuk UU KUP yang telah diubah dengan Pasal 113 UU Cipta Kerja.

Sesuai asas Lex Posterior Derogat Legi Priori, maka undang-undang yang terakhir membatalkan undang-undang sebelumnya dalam hal mengatur hal yang sama. Karena Pasal 2 UU HPP dan Pasal 113 UU Cipta Kerja sama-sama “mengubah UU KUP dan perubahannya, yang perubahan terakhir diubah dengan UU Nomor 16 Tahun 2009”, maka sesuai dengan asas Lex Posterior Derogat Legi Priori dapat ditafsirkan bahwa “Pasal 2 UU HPP yang diundangkan pada tanggal 29 Oktober 2021 membatalkan Pasal 113 UU Cipta Kerja yang diundangkan pada tanggal 2 November 2020”. Pasal 2 UU HPP berpotensi ditafsirkan membatalkan keberlakuan perubahan UU KUP dalam Pasal 113 UU Cipta Kerja. Oleh karena itu, rumusan judul dalam materi muatan Pasal 2 UU HPP telah menimbulkan kekaburan hukum dan ketidakpastian hukum yang dapat memberikan pengaruh negatif terhadap iklim investasi dalam negeri.

Kekaburan hukum yang dapat menimbulkan ketidakpastian hukum juga dialami oleh UU PPh dalam Pasal 3 UU HPP, karena judul perubahan UU PPh dalam Pasal 3 UU HPP sama persis dengan yang dicantumkan dalam Pasal 111 UU Cipta Kerja. Kekaburan hukum dan ketidakpastian hukum juga dialami oleh UU PPN dalam Pasal 4 UU HPP, karena judulnya sama persis dengan yang dicantumkan dalam Pasal 112 UU Cipta Kerja.

Kekaburan hukum yang terjadi dalam UU HPP untuk klaster perpajakan sedikit mendapat koreksi dengan adanya pengaturan dalam ketentuan penutup di Pasal 16 huruf f UU HPP yang mengatur bahwa UU Cipta Kerja dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan UU HPP atau belum diganti berdasarkan UU HPP.

Dunia usaha tentu sangat membutuhkan kepastian hukum yang tidak menimbulkan multitafsir atas keberlakuan perubahan terhadap UU KUP, UU PPh, dan UU PPN yang terdapat dalam UU Cipta Kerja yang tidak diubah oleh UU HPP. Oleh karena itu guna memberikan kepastian hukum dan mencegah potensi multitafsir, dipandang perlu pemerintah mempertimbangkan untuk “membuat perubahan terhadap Pasal 2, Pasal 3, dan Pasal 4 UU HPP” dengan mengubah judul dalam ketiga pasal tersebut dengan mencantumkan UU Cipta Kerja sebagai UU perubahan terakhir terhadap UU KUP, UU PPh, dan UU PPN yang diubah oleh UU HPP. Secara pararel, perbaikan perubahan juga perlu dilakukan terhadap Pasal 1 ayat (3) UU HPP karena materi muatannya sama persis dengan judul dalam Pasal 2, Pasal 3, dan Pasal 4 UU HPP.

Pemerintah dapat mempertimbangkan cara tercepat untuk melakukan perbaikan dengan cara pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang. Baru kemudian Perppu tersebut disetujui oleh DPR menjadi Undang-Undang.


(Disclaimer: Artikel ini bukan dasar hukum)

Penulis : Dr. Arifin Halim, S.E., S.H., M.H.

Penulis lulus Program Doktor Ilmu Hukum Angkatan 2018 Universitas Brawijaya.

Anggota Litbang IKPI Pusat Kepengurusan Periode 2019 – 2024.

Konsultan Pajak, Kuasa Hukum Pengadilan Pajak, dan Advokat.

Press Release HUT IKPI

PRESS RELEASE
Jakarta, 27 Agustus 2022

Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) sebagai asosiasi profesi konsultan pajak dengan jumlah anggota Per tanggal 26 Agustus 2022 Sejumlah 6.175 Anggota, terdiri atas 4.846 Anggota Tetap, 1.312 Anggota Terbatas dan 17 Anggota Kehormatan yang tersebar diseluruh wilayah Indonesia, hari ini merayakan Hari Ulang Tahun IKPI ke-57

Perayaan HUT IKPI ke-57 diselenggarakan dalam 3(tiga) rangkaian acara, yakni:
Pada tanggal 21 Agustus 2022, IKPI menyelenggarakan Fun Walk IKPI di lokasi Taman Hutan Kota Kemayoran, Sunter, Jakarta Pusat, diikuti oleh 656 anggota yang datang dari berbagai cabang yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia
Pada tanggal 23 Agustus 2022, IKPI menyelenggaran Seminar Nasional di Grand Ball Room Hotel Pullman, Kemanggisan, Jakarta Barat secara hybrid, diikuti 1.461 Peserta; 601 Peserta secara luring dan 860 Peserta secara daring. Seminar dengan topik “Apa dan Bagaimana Setelah PPS (Program Pengungkapan Sukarela)”, menghadirkan pembicara dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP)
Puncak perayaan dilakukan hari ini tanggal 27 Agustus 2022 bertepatan dengan hari jadi IKPI yang ke-57, HUT IKPI ke-57 dengan tema “Profesional Transparan Dinamis” diselenggarakan oleh Panitia yang berasal dari anggota IKPI dari berbagai cabang, dipimpin oleh Vaudy Starworld Ketua Departemen Pengembangan Profesional Berkelanjutan Pengurus Pusat-IKPI (PPL PP-IKPI), di Birawa Assembly Hall Hotel Bidakara, Jl. Jend. Gatot Subroto, Kav. Menteng Dalam, Tebet, Jakarta Selatan. Diikuti oleh seluruh Anggota IKPI secara daring dan oleh Pengurus Pusat, Pengurus Daerah, Pengurus Cabang dan Pengawas secara luring.

Tema HUT ke-57 kali ini membawa tema “Profesional Transparan dan Dinamis”, yang mempunyai makna : PROFESIONAL: IKPI akan terus menjalankan Visi dan Misi menjadikan IKPI sebagai asosiasi Konsultan Pajak yang mandiri dan professional, TRANSPARAN: IKPI memberi akses bagi anggota untuk memperoleh informasi tentang kebijakan, proses pembuatan dan pelaksanaannya, serta hasil-hasil yang dicapai oleh asosiasi dalam menjalankan roda organisasi, DINAMIS: IKPI akan terus maju dan tumbuh, dapat menyesuaikan diri dengan keadaan dan selalu bergerak mengikuti perkembangan perpajakan.

IKPI sebagai mitra Direktorat Jenderal Pajak yang telah menandatangani MOU pada tanggal 28 Februari 2018 tentang Kerjasama Sosialisasi, Edukasi dan Peningkatan Peran Profesi Konsultan Pajak Anggota Ikatan Konsultan Pajak Indonesia dalam Turut Serta Membangun Kesadaran dan Kepatuhan Masyarakat di Bidang Perpajakan, berkomitmen untuk terus berkontribusi secara aktif. Hal ini sejalan dengan tujuan IKPI yakni:

Menjaga keluhuran martabat serta meningkatkam mutu profesi Konsultan Pajak dalam rangka pengabdiannya kepada Bangsa dan Negara;
Mengawal dan mengupayakan agar pelaksanaan Undang-Undang Perpajakan dan peraturan perpajakan berlaku dengan adil dan berkepastian hukum; dan
Memupuk dan mempererat rasa persaudaaran serta rasa kekeluargaan antar anggota untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan anggota.

Dalam mewujudkan tujuan IKPI, IKPI telah melakukan berbagai kegiatan yang sifatnya internal yakni untuk meningkatkan profesionalitas Anggota IKPI dengan menyelenggarakan kegiatan pengembangan professional berkelanjutan secara terus-menerus secara online dan offline, demikian juga edukasi kepada masyarakat, IKPI telah melakukan berbagai pelatihan secara langsung oleh Pengurus anggota yang terdaftar di Cabang IKPI diwilayah masing-masing seperti tata cara pengisian SPT Tahunan bagi Wajib Pajak Orang Pribadi maupun Wajib Pajak Badan serta seminar sosialisasi peraturan perpajakan yang diselenggarakan secara mandiri oleh IKPI dan/atau Bersama-sama dengan Direktort Jenderal Pajak (DJP), sosialisasi bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat wajib pajak sekaligus juga untuk mengajak masyarakat untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak.
Seiring dengan perjalan panjang IKPI dalam ekosistem perpajakan Indonesia, tahun ini IKPI menerima penghargaan dari Direktorat Jenderal Pajak yang diterima oleh Ketua Umum IKPI Bpk. Dr. Ruston Tambunan, Ak., CA., S.H., M.Si., M.Int.Tax pada perayaan Hari Pajak yang diselenggarakan di Kantor Pusat DJP, Jakarta tanggal 19 Juli 2022 yang lalu, berupa Piagam Penghargaan yang diserahkan langsung oleh Menteri Keuangan Ibu Sri Mulyani dan berupa Plakat yang diserahkan oleh Direktur Jenderal Pajak Bpk Suryo Utomo sebagai Apresiasi dan Penghargaan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) kepada pemangku kepentingan yang dinilai telah memberikan kontribusi untuk mendukung reformasi perpajakan.
Sebagai Konsultan Pajak yang bersinggungan dengan pelayaan kepada masyarakat dan berkaitan dengan sumber utama penerimaan negara yakni penerimaan negara dibidang perpajakan, maka IKPI sangat membutuhkan payung hukum berupa Undang-Undang Konsultan Pajak yang saat ini telah masuk dalam Prolegnas di DPR sejak tahun 2015. Namun hingga kini belum terihat titik terang, oleh karena itu IKPI mendorong agar UU Konsultan Pajak menjadi perhatian Pemeritah dan DPRRI untuk memberikan payung hukum bagi Konsultan Pajak dalam menjalankan profesinya dan Wajib Pajak sebagai pengguna jasa Konsultan Pajak
IKPI melakukan kerja-kerja produktif, konsisten dan terus menerus untuk meningkatkan pelayanan kepada anggota dan masyarakat dengan mengembangkan media digital elektronik yang kami sebut dengan nama IKPI Smart yakni layanan IKPI berbasis web kepada anggota, sehingga anggota kami tidak mengalami kendala dalam memenuhi kewajibannya serta mendapatkan layanan yang real time. Demikian juga edukasi kepada masyarakat, kami tingkatkan dengan media komunikasi digital berbasis web dalam bentuk forum komunikasi, layanan probono, artikel, berita; media ini menjadi media edukasi bagi masyarakat dan anggota sekaligus juga media bagi Anggota IKPI untuk meningkatkan serta berbagi pengetahuan dan informasi kepada sesama Anggota IKPI dan sekaligus kepada masyarakat wajib pajak.
IKPI dalam HUT ke-57 ini terus dan terus berbenah, IKPI sebagai asosiasi konsultan pajak mempunyai tanggung jawab moral dalam membantu penerintah menyadarkan wajib pajak untuk patuh kepada aturan yang berlaku dan saat yang bersamaan juga membantu wajib pajak untuk tidak dikenakan kewajiban perpajakan yang tidak seharusnya, mendudukkan wajib pajak dan pemerintah pada posisi yang seharusnya berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku adalah posisi intermediaris Konsultan Pajak.

“International Tax Law Class” dengan topik “Tax Transparancy; A Collaboration between Indonesia (IKPI), Japan, China And Korea”

Press Release Pengurus Pusat IKPI
5 Agustus 2022

Tentang : International tax law class dengan topik Tax Transparancy; A Collaboration between Indonesia (IKPI), Japan, China And Korea

Akses terhadap informasi keuangan sangat dibutuhkan oleh otoritas perpajakan suatu negara untuk mengetahui sekaligus mengawasi tingkat kepatuhan Wajib Pajak. Namun upaya memperoleh informasi keuangan tersebut terhambat oleh undang-undang kerahasiaan perbankan (bank secrecy) yang diberlakukan untuk melindungi data nasabah di lembaga-lembaga keuangan. Perlindungan kerahasiaan bank memberi peluang besar bagi orang-orang super kaya untuk menghindari pajak secara illegal, karena mereka sangat mudah memobilisasi dana mereka di berbagai insitusi keuangan di luar negeri khususnya di negara-negara dengan tarif pajak rendah atau negara yang tidak mengenakan pajak sama sekali. Orang-orang kaya tersebut menggerus basis pengenaan pajak di negara mereka berdomisili dengan cara menggesernya ke luar negeri dengan tarif pajak rendah.

Penghindaran pajak yang dilindungi oleh undang-undang domestik tentang kerahasiaan bank menjadi perhatian serius berbagai negara di dunia terutama negara-negara yang terdampak berat terhadap penerimaan pajak di negara mereka. Pada tahun 2009, pimpinan negara-negara yang tergabung dalam G20 bersepakat untuk bersama-sama mengakhiri dan tidak lagi memberi toleransi terhadap kerahasiaan bank dan bertekad untuk mengambil tindakan kepada negara-negara yang menolak bekerjasama, termasuk negara-negara sorga pajak.

Pada bulan September 2009, Indonesia menjadi anggota Global Forum on Transparency and Exchange of Information for Tax Purposes (Global Forum). Forum ini merupakan badan internasional dengan anggota terdiri dari 165 negara yang dibentuk untuk penerapan standar internasional atas transparansi pajak dan  pertukaran informasi keuangan secara otomatis antar negara.

Selanjutnya pada tanggal 15 Juni 2015, Indonesia menandatangani Multilateral Competent Authority Agreement (MCAA) di Kantor Pusat OECD di Paris, Perancis, yang mulai membuka lembaran baru era keterbukaan informasi untuk perpajakan di Indonesia. Hal ini juga menjadi pembuka bagi Indonesia untuk masuk kedalam skema AEOI (Automatic Exchange of Information) dengan lebih dari 50 negara Dunia.

Memasuki era keterbukaan informasi ini, pemerintah Indonesia telah menerbitkan peraturan-peraturan untuk mendukung hal tersebut yaitu dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPPU) Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan, lalu Peraturan Menteri Keuangan Nomor 70/PMK.03/2017 tentang Petunjuk Teknis Mengenai Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 19/PMK.03/2018.

Penerapan keterbukaan informasi ini sangat penting bagi Indonesia karena apabila tidak menerapkannya, maka Indonesia dapat dianggap sebagai negara yang “Non-Cooperative Jurisdictions”. Dengan bergabung AEOI, Indonesia dapat mencegah dan mendeteksi terjadinya praktik penghindaran dan pengelakan Pajak, Indonesia dapat memperoleh informasi keuangan milik Wajib Pajak Indonesia yang akurat dari lebih dari 50 negara di dunia.

Edukasi dari era keterbukaan informasi dan pertukaran data antar negara ini perlu dan harus terus disosialisasikan dan diinformasikan kepada masyarakat luas agar pemahaman menyeluruh atas adanya skema ini dapat diterima dengan baik tanpa ada resistensi dari masyarakat dan dengan penuh kesadaran agar dapat patuh dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.

Harapan kedepan dengan semakin terbukanya informasi, Direktorat Jenderal Pajak dapat bersinergi secara positif dengan Wajib Pajak, dan tingkat kepatuhan sukarela dari Wajib Pajak dapat meningkat dengan sendirinya. Jika Pemerintah benar-benar dapat memberikan rasa aman dan nyaman dengan menerbitkan peraturan-peraturan yang melindungi hak dari Wajib Pajak, serta pemanfaatan dari data yang terbuka tersebut dapat dimaksimalkan untuk mengedukasi, mendidik, serta meningkatkan pengetahuan wajib pajak atas implikasi-implikasi yang dapat terjadi apabila tidak patuh.

Sebagai Asosiasi konsultan pajak pertama dan terbesar/terbanyak anggotanya di tanah air, IKPI (“Ikatan Konsultan Pajak Indonesia”) memiliki kewajiban moral untuk meningkatkan kemampuan dan wawasan anggota (pada khususnya) dan masyarakat (pada umumnya) untuk memahami latar belakang, perkembangan dan penerapan global minimum taxation baik dari perspective nasional maupun internasional.

Bahwa IKPI melalui Departemen Hubungan Internasional dengan dukungan dari Asosiasi Perpajakan Jepang, China dan Korea mengundang perwakilannya untuk menjadi narasumber pada “International Tax Law Class” dengan topik “Tax Transparency; A Collaboration between Indonesia (IKPI), Japan, China And Korea”. Tujuan seminar ini adalah untuk saling bertukar informasi bagaimana penerapan Tax Transparency and Automatic Exchange of Information di masing-masing negara.

Seminar kali ini adalah semacam pemanasan sebelum nanti bertempat di Bali bulan November 2022 akan diadakan seminar perpajakan internasional yang akan melibatkan lebih banyak lagi narasumber dari negara-negara  yang tergabung dalam Asia Oceania Tax Consultant’s Association (AOTCA). Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) akan menjadi tuan rumah penyelenggaraan AOTCA 2022 General Meeting and International Tax Conference yang kedua kalinya setelah yang pertama pada tahun 2011.

Kegiatan seperti ini menjadi salah satu program berkelanjutan yang dilaksanakan oleh Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) untuk menjalin komunikasi serta pertukaran pengalaman dengan negara-negara lain. Kerjasama dengan universitas-universitas terkemuka di dunia akan terus dibangun, sekaligus sebagai upaya mewujudkan salah satu misi IKPI menjadi asosiasi konsultan pajak terkemuka di dunia.

 

Tentang IKPI

IKPI (Ikatan Konsultan Pajak Indonesia) merupakan wadah asosiasi profesi Konsultan pajak di seluruh Indonesia yang berbentuk Perkumpulan berbadan hukum. Sejak berdiri pada 27 Agustus 1965 lalu, IKPI saat ini sudah memiliki 12 Pengurus Daerah dan 42 Cabang di seluruh Indonesia, dengan Anggota Aktif Perkumpulan sebanyak 6.000 orang.

 

Humas PP IKPI

 

PRESS RELEASE Jakarta, 03 Juni 2022

Fadil

Penggerusan basis pemajakan dan penggeseran laba (Base Erosion and Profit Shifting/BEPS merupakan strategi perencanaan pajak (tax planning) agresif yang dilakukan dengan memanfaatkan celah dan perbedaan peraturan perpajakan berbagai negara/yurisdiksi untuk menggeser keuntungan ke negara/yurisdiksi lainnya yang tidak mengenakan pajak atau mengenakan pajak dengan tarif rendah.

OECD dan G20 memotori usaha bersama dalam skala global untuk mengatasi mencegah dan mengatasi penghindaran pajak yang dilakukan perusahaan-perusahaan multinasional. Upaya tersebut dikenal dengan BEPS Project.

Sebagai bagian dari BEPS Project, pada bulan Desember 2021, OECD/G20 Inclusive Framework on BEPS telah menerbitkan publikasi The Pillar Two Model Rules yang disebut juga dengan GloBe Rules sebagai tindak lanjut kesepakatan 137 negara anggota Inclusive Work pada bulan Oktober 2021 untuk menerapkan pajak minimum global dengan tarif 15% yang akan diberlakukan terhadap grup perusahaan multinasional dengan pendapatan secara konsolidasi di atas EUR750 juta. Selanjutnya pada bulan Maret 2022, Sekretariat OECD juga mempublikasikan Commentary atas GloBe Rules tersebut.

Penerapan pajak minimum global tersebut akan berdampak pada kebijakan pemberian insentif perpajakan di Indonesia untuk menarik investasi dari luar negeri yaitu berupa tax holiday, tax allowance dan super deduction, karena pemberian insentif cenderung  menyebabkan perusahaan-perusahaan multinasional yang memperoleh insentif tidak membayar pajak dalam kurun waktu tertentu atau membayar pajak dibawah tarif pajak efektif sebesar 15%. Hal ini berakibat pada perusahaan induknya berkedudukan di negara/yurisdiksi lain wajib membayar pajak atas selisih atau kekurangan dari tarif 15% pajak minimum global. Akhirnya perusahaan multinasional di Indonesia tidak dapat menikmati insentif yang diberikan pemerintah Indonesia yang dari semula diberikan untuk menarik investasi. Oleh karena itu, dengan berlakunya nanti pajak minimum global, pemerintah perlu mengkaji ulang karena pemberian insentif menjadi tidak efektif.

Berhubung pajak minimum global akan diberlakukan pada awal Januari 2023, maka negara-negara anggota Inclusive Framework yang akan menerapkan aturan pajak global minimum diminta untuk mengadopsi aturan tersebut dalam ketentuan domestiknya dalam tahun 2022. Penerapan Pajak Minimum Global bukan merupakan keharusan. Namun jika suatu negara memilih untuk ikut menerapkan GloBe Rules, maka pengaturannya dalam ketentuan domestik negara tersebut wajib mengikuti petunjuk yang diterbitkan oleh OECD/G20 Inclusive Framework dalam GloBe Rules termasuk Commentary nya.

Pasal 32A UU No. 7 Tahun 2021 (UU HPP) memberi kewenangan kepada pemerintah untuk membentuk dan/atau melaksanakan perjanjian dan/atau kesepakatan di bidang perpajakan dengan pemerintah negara mitra atau yurisdiksi mitra baik secara bilateral maupun multilateral. Termasuk dalam hal ini adalah dalam rangka pencegahan penggerusan basis pemajakan dan penggeseran laba (BEPS). Oleh karena itu, pengaturan lebih lanjut penerapan pajak minimum global dapat diwujudkan  dalam bentuk Peraturan Pemerintah dan penjabaran yang lebih teknis dalam Peraturan Menteri Keuangan.

Sebagai asosiasi konsultan terkemuka di tanah air, IKPI (“Ikatan Konsultan Pajak Indoesia”) memiliki kewajiban moral untuk meningkatkan kemampuan dan wawasan anggota (pada khususnya) dan masyarakat (pada umumnya) untuk memahami latar belakang, perkembangan dan penerapan global minimum taxation baik dari perspective nasional maupun internasional.

Bahwa IKPI dengan dukungan dari Alumni Belgia di Indonesia – mengundang Prof. Luc De Broe – Professor in International Tax Law pada KU Leuven (“Katholieke Universiteit of Leuven – Belgia”) menjadi narasumber pada “international tax law class” dengan topik “Global Minimum Taxation; Theory, Policy and Application – Sharing From Belgium Experiences”.

Kegiatan seperti ini menjadi salah satu program berkelanjutan yang dilaksanakan oleh Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) untuk menjalin komunikasi serta pertukaran pengalaman dengan negara-negara lain. Kerjasama dengan universitas-universitas  terkemuka di dunia akan terus dibangun, sekaligus sebagai upaya mewujudkan salah satu misi IKPI menjadi asosiasi konsultan pajak terkemuka di dunia.

 

Tentang IKPI

IKPI (Ikatan Konsultan Pajak Indonesia) merupakan wadah asosiasi profesi Konsultan pajak di seluruh Indonesia yang berbentuk Perkumpulan berbadan hukum. Sejak berdiri pada 27 Agustus 1965 lalu, IKPI saat ini sudah memiliki 12 Pengurus Daerah dan 42 Cabang di seluruh Indonesia, dengan Anggota Aktif Perkumpulan sebanyak 6.000 orang.
Untuk informasi lebih lanjut, silakan akses website kami di https://ikpi.or.id/ atau melalui email di sekretariat@ikpi.or.id.

 

 

Media Kontak
Ronsi B. Daur
Kabid Humas Eksternal IKPI
Email: ronsibdaur73@gmail.com
Phone: 62 812-9989-557

Bagikan Berita Ini

Menteri Keuangan Beri Penghargaan ke Sejumlah Pendukung Reformasi Perpajakan

Majalahpajak.net, Jakarta – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memberikan apresiasi dan penghargaan kepada pemangku kepentingan yang dinilai telah memberikan kontribusi untuk mendukung reformasi perpajakan. Penghargaan diberikan langsung oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Dirjen Pajak Suryo Utomo.

Sri Mulyani menuturkan, pemerintah tidak mungkin membangun sistem perpajakan yang baik tanpa dukungan para stakeholders, baik yang mewakili pengusaha, lembaga internasional, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), dan Bank Indonesia (BI).

“Semuanya memberikan kontribusi penting. Insyaallah tahun ini (penerimaan pajak) akan melewati target lagi, tapi kita enggak jemawa,” ungkap Sri Mulyani di acara perayaan Hari Pajak, yang diselenggarakan di Kantor Pusat DJP, Jakarta, (19/7).

Sementara itu, Suryo Utomo bilang, “Kami memberikan apresiasi dan penghargaan kepada pemangku kepentingan yang dinilai telah memberikan sumbangsih luar biasa kepada DJP selama ini, khususnya dalam reformasi perpajakan.”

Seperti diketahui, saat ini DJP tengah menjalankan Reformasi Perpajakan Jilid III yang berfokus pada lima hal, meliputi bidang organisasi; sumber daya manusia (SDM); teknologi informasi dan basis data; proses bisnis; serta peraturan perundang-undangan. Misalnya, dalam hal teknologi informasi dan basis data, DJP sedang membangun Sistem Inti Administrasi Perpajakan (PSIAP) atau core tax yang nantinya mengintegrasikan seluruh proses bisnis dan data. Core tax akan menjadi rumah baru bagi seluruh data yang telah dan akan tersedia. Core tax menampung 2,7 miliar data ILAP, data-data traksaksional dari Sistem Informasi Direktorat Jenderal Pajak (SIDJP), data automatic exchange of information (AEOI) dari pelbagai negara dan data perbankan maupun pemerintah daerah. Kemudian, pada pilar peraturan perundang-undangan, pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menerbitkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, yang mengamanahkan penyelenggaraan Program Pengungkapan Sukarela (PPS), kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN), pajak karbon, dan sebagainya.

Ada beberapa kategori penghargaan yang diberikan. Pertama, Kategori Pemangku Kepentingan yang Memberikan Dukungan Secara Tugas dan Fungsi kepada DJP, diberikan kepada:

Polisi Republik Indonesia (Polri).
Kejaksaan Agung (Kejagung).
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
PPATK
Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB)
Kementerian Investasi (Kemenves)/Badan Koordinasi dan Penaman Modal (BKPM),
Kedua, Kategori ILAP Terbaik diberikan kepada:

Ditjen Administrasi Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).

Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Provinsi Jawa Barat.
Ditjen Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah Kementerian Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN).
OJK
BI
Bapenda DKI Jakarta.
Ketiga, Kategori Penghargaan Reformasi Perpajakan Bidang Sumber Daya Manusia (Capacity Building) diberikan untuk:

World Bank.

Deutsche Gesellschaft fur Internationale Zusammenarbeit (GIZ).
Australlian Tax Office (ATO).
Asian Development Bank (ADB).
Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD).
National Tax Service of Korea (NTS).
National Tax Agency (NTA) Jepang.
Japan International Cooperation Agency (JICA).
International Monetary Fund (IMF).

Keempat, Kategori Bidang Informasi Dan Teknologi diberikan kepada:

Department of Foreign Affairs and Trade (DFAT) Australia.
Australia Indonesia Partnership for Economic Development (PROSPERA).
Agence Francaise de Developpement (AFD).
Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Ditjen Dukcapil).
Ditjen Imigrasi Kemenkumham.

Kelima, penghargaan Kategori Bidang Regulasi dipersembahkan kepada:

International Belasting Documentatie Bureau (IBFD).
Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO).
Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia.
Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI).

Kepada Majalah Pajak, Ketua Umum IKPI Ruston Tambunan memaknai penghargaan ini sebagai salah satu pemantik bagi IKPI untuk terus berperan aktif memberi masukan kepada DJP, khususnya terkait regulasi.

“Karena kami tidak hanya sekadar followers melainkan juga memberikan masukan dan kritik yang konstruktif untuk perbaikan regulasi. Pada penyusunan UU HPP, UU tentang Cipta Kerja. Kita ada forum group discussion, kemudian ketika kami diundang, pemerintah minta masukan kepada kami. Masukan kami direkam untuk kemudian dianalisis dan diimplementasikan,” ungkap Ruston yang ditemui usai pemberian penghargaan.

Pada saat penyelenggaraan PPS, IKPI secara masif menyosialisasikannya kepada Wajib Pajak.

“Hasilnya luar biasa, Rp 61 triliun (Pajak Penghasilan/PPh yang dihimpun dari PPS). Saya pastikan IKPI sangat berperan, karena kita 6 ribu (anggota IKPI) memberi edukasi, membawa klien kita, satu klien (per satu anggota) saja berapa banyak?. Seminggu sebelum PPS selesai, kita masih laksanakan sosialisasi yang dihadiri oleh lebih dari tiga ribu orang. Maka, penghargaan ini menjadi semangat bagi IKPI agar bisa lebih berperan dalam reformasi perpajakan,” ungkap Ruston.

Saat ini IKPI tengah mengajukan beberapa usulan terkait beberapa kebijakan, diantaranya perihal konsensus pajak minimum global 15 persen dan kepastian hukum mengenai joint operation.

“Kami tidak setuju dengan pajak minimum global karena penerapannya belum tentu cocok untuk kita, mungkin itu cocok di luar negeri. Karena Indonesia juga pernah menerapkan PPh final, jadi saya kira (pajak minimum global) tidak sesuai konsep pemajakan asas keadilan. Karena yang adil itu kalau untung bayar (pajak), kalau rugi enggak bayar. Kalau pajak minimum global mau untung mau rugi, ya harus bayar,” ujar Ruston.

Hal senada juga diungkapkan Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia Shinta Kamdani. Ia berterima kasih kepada DJP atas penghargaan yang diberikan. Sejatinya, upaya reformasi perpajakan dilakukan bersama-sama, baik dari sisi pemerintah, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), hingga pelaku usaha.

“Semoga upaya kita melakukan reformasi perpajakan ke depannya bisa berjalan lebih baik. Sejauh ini antara DJP dengan kami sudah baik sekali, baik KADIN Indonesia maupun APINDO sudah menjalin hubungan yang sangat baik. Kita menjalin hubungan yang sangat strategis dengan DJP. Keterbukaan komunikasi mereka (DJP) selalu mengajak kami bersama-sama menyampaikan (pandangan) objektif, kebijakan-kebijakan, termasuk UU HPP,” ungkap Shinta kepada Majalah Pajak.

 

sumber berita : https://majalahpajak.net/menteri-keuangan-beri-penghargaan-ke-sejumlah-pendukung-reformasi-perpajakan/

Adaptasi dan Inovasi Penyeimbang

Sebagai asosiasi konsultan pajak terbesar di Indonesia, IKPI ingin terus berinovasi dan beradaptasi dengan kepentingan zaman dalam menjalankan perannya sebagai perantara (intermediaries) Wajib Pajak dan DJP.

MAJALAHPAJAK.NET – Tidak hanya sebagai pelopor, Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) merupakan organisasi profesi konsultan pajak satu-satunya di Indonesia sejak 27 Agustus 1965 hingga diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 111 tahun 2014. PMK yang mengatur tentang konsultan pajak ini membuka kesempatan bagi pendirian asosiasi konsultan pajak lainnya.

Seiring menuanya usia, ketangguhan IKPI semakin teruji. Pun dengan perkembangan jumlah anggota yang terus bertumbuh hingga lebih dari 6000 orang, serta sinergi yang semakin luas baik antar anggota maupun dengan para stakeholder seperti asosiasi pengusaha, perguruan tinggi, dan otoritas.

IKPI juga terus melakukan modernisasi administrasi baik itu kesekretariatan dan kebendaharaan. Salah satu terobosannya adalah aplikasi IKPI Smart yang semakin memudahkan berbagai urusan anggotanya mulai dari pendaftaran anggota, bayar iuran, pendaftaran Pengembangan Profesional Berkelanjutan (PPL), dan klaim kredit PPL. Di sisi lain, IKPI punya peran sentral sebagai anggota panitia penyelenggara sertifikasi konsultan pajak.

Ketua Umum IKPI Ruston Tambunan mengatakan, salah satu inovasi IKPI termutakhir adalah pengaplikasian sistem artificial intelligence (AI) dalam penyelenggaraan ujian sertifikasi konsultan pajak (USKP). Sistem ini memungkinkan peserta mengikuti USKP dari rumah masing-masing secara daring—sehingga lebih efisien, dengan tetap memastikan pelaksanaannya berjalan aman dan bisa diandalkan.

“Kami menggunakan artificial intelligence yang bisa mendeteksi gerak wajah, mata, dan gerak-gerik yang tidak biasa sebagai instrumen pengawasan pada waktu ujian berlangsung. Menurut saya sistem yang kami jalankan ini baru satu-satunya, dan saya bangga, karena itu juga menjadi penghematan biaya bagi peserta,” kata Ruston kepada Majalah Pajak, Rabu (29/6).

Ruston menyebut, IKPI tak ingin hanya berperan sebagai media penyosialisasi peraturan perpajakan, tapi juga lebih terlibat dalam diskusi perumusan aturan perpajakan, sehingga bisa memberikan manfaat yang maksimal berdasarkan pengetahuan serta pengalaman dalam menjalankan praktik sebagai konsultan pajak.

Saat suatu aturan telah ditetapkan, IKPI juga menjadi penyeimbang antara pemerintah dengan Wajib Pajak (WP), dengan melakukan focus group discussion dan memberikan berbagai usulan kepada DJP.

“DJP pasti enggak sembarangan mengeluarkan aturan. Tapi yang namanya peraturan, dikejar waktu, bisa saja ada yang terlewat. Nah, kamilah yang berperan—kira-kira kalau peraturan ini diterapkan bisa menimbulkan dispute atau enggak?” jelasnya.

Menurutnya, seorang konsultan pajak harus punya pemahaman yang mumpuni, melewati uji kompetensi yang ditunjukkan dengan pemilikan sertifikat agar jadi kuasa yang andal untuk WP. Syarat ini, seyogianya juga diterapkan kepada kuasa yang bukan berasal dari konsultan pajak.

“Kami perlu menjaga martabat profesi kami yang notabene membantu WP dalam melaksanakan hak dan menjalankan kewajiban perpajakannya dan sekaligus menjadi mitra DJP dalam meningkatkan kepatuhan WP. Bayangkan, kalau ada orang yang enggak kompeten jadi kuasa. Kalau kita lihat dari sisi perlindungan konsumen, WP berhak atas pelayanan atau kuasa yang kompeten,” ujar pengagum Profesor R. Mansury ini.

Ia juga bilang, konsultan pajak harus mampu beradaptasi, menganalisis, serta menginterpretasi suatu aturan baru agar bisa menjelaskan kepada klien— terutama jika kebijakan itu belum terbit aturan turunannya. Ruston berharap pemerintah dapat mengeluarkan peraturan bersamaan dengan aturan pelaksanaannya dan melakukan sosialisasi sebelum undang-undang dikeluarkan.

Di momen Hari Pajak tahun ini, Ruston mengusulkan DJP bekerja sama dengan berbagai pihak untuk membuat film yang menarik, yang menyelipkan pesan perpajakan tanpa menggurui—dan diputar secara gratis.

“Mungkin orang akan ingat, ‘Wah, ini Hari Pajak—nonton gratis.’ Jadi, orang mulai terangsang untuk bayar pajak,” tutup Ruston.

 

sumber berita : https://majalahpajak.net/adaptasi-dan-inovasi-penyeimbang/

id_ID