Thailand Berencana Pungut Pajak Pendapatan dari Ekspatriat

IKP, Jakarta: Departemen Pendapatan Thailand berencana untuk memberlakukan pajak penghasilan pribadi pada pendapatan asing, termasuk yang diperoleh dari perdagangan kripto, dari setiap individu yang tinggal di Thailand selama lebih dari 180 hari.

Dikutip dari Cointelegraph dan Warta Ekonomi, Rabu (20/9/2023), menurut laporan tanggal 19 September dari media lokal, aturan baru ini akan mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2024, dengan formulir pajak pertama, termasuk yang untuk pendapatan dari luar negeri, akan disampaikan pada tahun 2025.

Dalam regulasi sebelumnya, hanya pendapatan asing yang dikirimkan ke Thailand pada tahun penghasilan yang dikenakan pajak. Aturan baru ini menutup celah ini dan akan memaksa individu untuk mendeklarasikan pendapatan apa pun yang diperoleh di luar negeri, bahkan jika tidak akan digunakan dalam perekonomian lokal.

“Prinsip pajak adalah bahwa Anda harus membayar pajak atas pendapatan yang Anda peroleh dari luar negeri, tidak peduli bagaimana Anda memperolehnya dan terlepas dari tahun pajak di mana uang tersebut diperoleh,” ujar seorang pejabat Kementerian Keuangan.

Diketahui bahwa kebijakan ini secara khusus ditujukan kepada penduduk yang berdagang di pasar saham luar negeri melalui pialang asing, pedagang kripto, dan warga Thailand dengan rekening luar negeri.

Sebelumnya, pada bulan Juli, Komisi Sekuritas dan Bursa Thailand mengharuskan penyedia layanan aset digital untuk memberikan peringatan yang memadai yang menyoroti risiko yang terkait dengan perdagangan kripto. Mereka juga melarang segala bentuk layanan peminjaman kripto.

Namun, tren pengawasan ketat terhadap industri kripto mungkin akan berubah dengan pemilihan perdana menteri baru. Pengusaha properti Srettha Thavisin, yang terpilih untuk memimpin parlemen Thailand, ikut serta dalam penggalangan dana sebesar $225 juta (Rp3,4 triliun) untuk sebuah perusahaan manajemen investasi yang ramah terhadap kripto, XSpring Capital, dan bahkan mengeluarkan tokennya sendiri melalui XSpring pada tahun 2022. (bl)

Pemerintah Pastikan Faskes dan Pengobatan Bukan Objek Pajak

IKPI, Jakarta: Sebagai wujud keberpihakan negara terhadap pegawai yang berpenghasilan menengah ke bawah, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) telah mengatur natura dan/atau kenikmatan dengan jenis atau batasan tertentu dikecualikan dari penghasilan yang dikenakan pajak. Demikian keterangan Presiden/Pemerintah yang disampaikan oleh Staf Ahli Bidang Peraturan dan Penegakan Hukum Pajak Kementrian Keuangan Republik Indonesia, Iwan Djuniardi, dalam sidang lanjutan pengujian UU HPP, pada Selasa (19/9/2023) di Ruang Sidang Pleno MK.

Permohonan yang teregistrasi dengan Nomor 67/PUU-XXI/2023 ini diajukan oleh Leonardo Siahaan yang merupakan seorang karyawan swasta. Leo mendalilkan Pasal 4 ayat (1) huruf a UU HPP bertentangan dengan UUD 1945.

Lebih jelas Iwan menyebutkan pengecualian tersebut diperinci dan diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan. Kemudian dikonkretkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 66 Tahun 2023 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan Atas Penggantian Atau Imbalan Sehubungan Dengan Pekerjaan Atau Jasa Yang Diterima Atau Diperoleh Dalam Bentuk Natura dan/Atau Kenikmatan.

Pada aturan tersebut mengatur tentang imbalan dalam bentuk kenikmatan berupa fasilitas kesehatan (Faskes) dan pengobatan dalam penanganan kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja, kedaruratan, dan pengobatan lanjutannya tanpa ada batasan nilai, dikecualikan dari objek pajak penghasilan atau tidak dikenakan pajak penghasilan.

“Dengan demikian, imbalan dalam bentuk kenikmatan berupa pelayanan kesehatan  dan pengobatan yang diberikan pemberi kerja kepada pegawai bukanlah objek pajak, sepanjang memenuhi kriteria jenis yang diatur dalam PMK Nomor 66/2023 tersebut. Sehingga, dalil Pemohon telah terakomodasi dalam PMK tersebut. Oleh karenanya, berlakunya UU HPP telah memenuhi  jaminan dan kepastian hukum bagi pemberi kerja dan pegawai. Penggantian atau imbalan yang diberikan dalam bentuk fasilitas kesehatan dan pengobatan oleh pemberi kerja dikecualikan dari penggunaan pajak penghasilan. Hal ini, justru memberikan keadilan bagi pegawai dan pemberi kerja,” kata Iwan dalam Sidang Pleno yang dipimpin Ketua MK Anwar Usman dengan didampingi oleh Wakil Ketua MK Saldi Isra beserta hakim konstitusi lainnya yang dikutip dari website resmi Mahkamah Konstitusi, Rabu (20/9/2023).

Peningkatan Kesejahteraan Pegawai

Terhadap dalil Pemohon, Pemerintah menyimpulkan beberapa hal, di antaranya UU HPP dan peraturan pelaksananya telah mengatur ketentuan mengenai tidak semua penghasilan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan yang diterima oleh pegawai tidak dijadikan objek pajak, terdapat pengecualian dari kriteria jenis dan batasan tertentu. Berikutnya UU HPP dan aturan pelaksanaannya telah memberikan jaminan kepastian hukum dan keadilan bagi pemberi kerja dan pegawai bahwa penggantian imbalan yang diberikan dalam bentuk fasilitas kesehatan dan pengobatan dari pemberi kerja tersebut dikecualikan dari pengenaan pajak penghasilan.

Selanjutnya UU HPP dan peraturan pelaksanaannya ditujukan untuk mendorong pemberi kerja meningkatkan kesejahteraan pegawai dengan pemberian layanan kesehatan.  Karena dengan UU HPP, sambung Iwan, biaya yang dikeluarkan untuk penyediaan layanan kesehatan dapat dibebankan sebagai pengurang penghasilan yang dikenakan pajak penghasilan.

Sementara itu, terhadap permohonan Pemohon yang menghendaki imbalan dalam bentuk pelayanan kesehatan dan pengobatan tidak termasuk dalam kategori natura, Pemerintah berpendapat hal demikian kurang tepat.

“Karena apabila permohonan dikabulkan, akan menimbulkan dampak negatif yakni imbalan dalam bentuk pelayanan kesehatan merupakan penghasilan yang harus dibayar pajak penghasilannya oleh pegawai yang menerima. Kemudian hal tersebut justru tidak mendorong pemberi kerja untuk meningkatkan kesejahteraan pegawainya dengan memberikan fasilitas kesehatan dan pengobatan yang memadai. Maka, ketentuan pasal a quo tidak bertentangan dengan Pasal 28D UUD 1945, sehingga dalil Pemohon tidak berdasar,” kata Iwan.

Naskah Akademik

Atas keterangan Presiden/Pemerintah tersebut, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih meminta agar Presiden/ Pemerintah menambahkan keterangan berupa naskah akademik dan risalah sidang pembahasan UU HPP. Selain itu, diharapkan pula menyertakan beberapa produk peraturan perundang-undangan berupa PMK dan surat edaran yang disebutkan dalam keterangan pada persidangan hari ini.

“Sertakan semua dalam satu paket sehingga kami mendapatkan penjelasan yang jelas atas dalil Pasal 4 ayat (1) UU HPP memang sebagaimana keterangan yang disampaikan Pemerintah,” ujar Enny.

Senada dengan ini, Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh meminta agar Presiden/Pemerintah menyertakan ilustrasi dalam penghitungan pajak yang ada pengecualian sebagaimana disampaikan pada keterangan sidang hari ini. “Kemudian kami juga melihat bahwa UU ini terbit pada 2021 pada waktu APBN 2022 yang terkait dengan perpajakan. Kira-kira berapa persentase nilai dari APBN 2022-nya dalam kaitan norma yang dimohonkan Pemohon,” kata Daniel.

Pada sidang pendahuluan Senin (10/7/2023) lalu, Pemohon mengatakan fasilitas kesehatan atau biaya pengobatan telah diasuransikan oleh perusahaan. Dulunya, masalah fasilitas kesehatan atau biaya pengobatan menjadi tanggungan perusahaan dan karyawan tidak bisa untuk membayar masalah ini sebagai obyek pajak dan bukan dikategorikan obyek pajak.

Menurutnya, gaji dari Pemohon nantinya akan terkuras karena membayar pajak seperti itu. Seharusnya fasilitas kesehatan dan biaya pengobatan itu merupakan hak dari pekerja, namun sekarang dijadikan sebagai objek pajak. Atas hal ini Pemohon mempertanyakan mengapa fasilitas kesehatan dimasukkan ke dalam objek pajak penghasilan.

Sebagai tambahan informasi, permohonan Nomor 67/PUU-XXI/2023 ini diajukan oleh Leonardo Siahaan yang merupakan seorang karyawan swasta. Leo mengujikan Pasal 4 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang menyatakan, ‘penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya termasuk natura dan/atau kenikmatan, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini’.

Dalam persidangan pemeriksaan pendahuluan yang digelar di MK pada Senin (10/7/2023), Leo mengatakan fasilitas kesehatan atau biaya pengobatan telah diasuransikan oleh perusahaan. Dulunya, fasilitas kesehatan atau biaya pengobatan menjadi tanggungan perusahaan dan karyawan tidak bisa untuk membayar hal ini sebagai objek pajak dan bukan dikategorikan objek pajak.

Leo mendalilkan gaji yang diterimanya akan terkuras karena membayar pajak seperti itu. Menurutnya, fasilitas kesehatan dan biaya pengobatan itu merupakan hak dari pekerja. Namun sekarang dijadikan sebagai objek pajak.

“Bahayanya di situ, yang dulu sebetulnya bukan sebagai objek pajak sekarang dikenakan sebagai objek pajak. Bayangkan saja, Yang Mulia, misal saya mempunyai gaji 2 juta kemudian itu pun belum dipotong lagi oleh objek karena ada masalah fasilitas kesehatan atau biaya perobatan. Tentu potongan itu akan merugikan pemohon sendiri, yang mana sebelumnya 2 juta menjadi mungkin 1 juta,” ujarnya.

Leonardo mempertanyakan mengapa fasilitas kesehatan dimasukkan ke dalam objek pajak penghasilan. “Saya juga tidak mengerti mengapa pemerintah memasukkan fasilitas kesehatan ke dalam kategori objek pajak,” kata Leo. (bl)

DJP Pastikan Edukasi, Pengawasan dan Pemeriksaan Wajib Pajak Dilakukan Profesional

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mengeluarkan pernyataan resmi terkait pemeriksaan pajak. Pernyataan yang tiba-tiba muncul melalui siaran pers bernomor SP- 31/2023 itu berisi penjelasan khusus ihwal pemeriksaan pajak.

Dalam paragraf awal, siaran pers itu langsung menyinggung pernyataan Ditjen Pajak tentang pemeriksaan pajak, tanpa ada latar belakangnya. Lalu, pernyataan terkait pemeriksaan pajak dijelaskan dalam poin-poin sejumlah empat nomor.

Poin pertama menyebutkan, DJP dalam melakukan edukasi, pengawasan, dan pemeriksaan senantiasa bersikap profesional serta menjunjung tinggi integritas berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Lalu, poin kedua baru masuk penjelasan tentang pemeriksaan. Ditjen Pajak menekankan, pemeriksaan pajak dilakukan dalam dua kondisi, pertama ketika wajib pajak mengajukan permohonan pengembalian pajak atau restitusi, dan kedua saat pengujian kepatuhan melalui mekanisme Compliance Risk Management (CRM).

“Pengujian kepatuhan Wajib Pajak menggunakan analisis risiko berdasarkan data pihak ketiga yang diterima oleh DJP (Compliance Risk Management),” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Masyarakat DJP Dwi Astuti, seperti dikuti dari CNBC Indonesia, Rabu (20/9/2023).

Berdasarkan Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-39/PJ/2021, CRM adalah suatu proses pengelolaan risiko kepatuhan Wajib Pajak yang dilakukan secara terstruktur, terukur, objektif dan berulang dalam rangka mendukung pengambilan keputusan terbaik DJP.

Proses ini meliputi tahapan kegiatan persiapan, penetapan konteks, analisis risiko, strategi mitigasi risiko dengan menentukan pilihan perlakuan (treatment), serta monitoring dan evaluasi atas risiko kepatuhan.

Dengan mekanisme itu, Ditjen Pajak memastikan, setiap pemeriksaan pajak yang dilakukan oleh Ditjen Pajak tidak berdasarkan alasan subjektif tertentu.

“Pemeriksaan yang dilakukan tidak didasarkan pada alasan subjektif tertentu,” ujar Dwi Astuti yang menjadi poin ketiga siaran pers tersebut.

Adapun poin keempatnya tentang tahapan pemeriksaan pajak. Sebelum dilakukan pemeriksaan, Ditjen Pajak akan menyampaikan imbauan untuk
memberikan kesempatan agar Wajib Pajak melakukan pembetulan SPT dan menyetorkan kekurangan pajaknya ke kas negara. (bl)

 

Tim Task Force Harus Jadi Garda Terdepan Golkan RUU Konsultan Pajak

IKPI, Jakarta: Rencana pembentukan Tim Task Force Rancangan Undang-Undang Konsultan Pajak (RUU Konsultan Pajak) oleh Ketua Umum IKPI Ruston Tambunan dan jajaran pengurus pusat disambut positif oleh 42 cabang IKPI di seluruh Indonesia. Diharapkan, tim itu bisa menjadi garda terdepan dalam menggolkan payung hukum yang telah lama dinantikan jutaan wajib pajak dan ribuan konsultan pajak di seluruh Indonesia.

Ketua IKPI Cabang Kabupaten Tangerang Hendri Manalu mengatakan, lahirnya UU Konsultan Pajak adalah hal mendesak yang harus segera diimplementasikan. Karena, wajib pajak dan konsultan pajak membutuhkan payung hukum yang kuat untuk membelah hak-hak mereka.

“Konsultan pajak dan wajib pajak masuk dalam garda sebagai orang yang mengamankan pemasukan negara dari sektor perpajakan. Jika tak ada payung hukum kuat yang melindungi mereka, maka segala bentuk keragu-raguan yang berdampak negatif akan terus menghantui,” kata Hendri melalui keterangan tertulisnya, Senin (18/9/2023).

Dikatakannya, sekira 80 persen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) diperoleh dari sektor perpajakan. Dengan demikian, jika garda terdepan berjalan tidak optimal, otomatis juga berdampak pada penurunan pendapatan negara dari sektor tersebut.

“Jadi memang harus ada UU Konsultan Pajak untuk memperkuat posisi keduanya,” kata Hendri.

Rangkul Asosiasi Sejenis

Hendri berharap, untuk memuluskan RUU Konsultan Pajak, Tim Task Force nantinya juga harus menggandeng konsultan pajak lainnya yang berada di luar IKPI. Sebab, masih ada tiga asosiasi serupa yang sebenarnya mempunyai kepentingan yang sama terhadap UU ini.

“Kita harus bersatu dan merangkul berbagai kalangan, seperti akademisi, pemerintah, DPR, maupun asosiasi sejenis untuk bersama memuluskan masuknya RUU Konsultan Pajak kedalam rencana Prolegnas DPR 2024,” ujarnya.

Hendri menyatakan, hendaknya IKPI dan asosiasi lain sebaiknya juga memberikan model pelaporan yang secara standar (minimal terpenuhi) yakni standar pelaporan, standar kertas kertas kerja (agar pemangku jabatan dalam hal ini P2PK dapat menilai keseriusan asosiasi KP, pengarsipan data, dan lainnya. (bl)

Tak Ada Lembaga Perwakilan Rakyat, Pemerintah Terancan Tak Bisa Pungut Pajak di IKN

IKPI, Jakarta: Pemerintah terancam tak bisa menarik pajak dari investor Ibu Kota Negara atau IKN Nusantara lantaran tak ada lembaga perwakilan rakyat di daerah itu.

Hal itu terungkap dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) DPR RI Komisi II dengan para akademisi tentang Revisi UU IKN, Senin (18/9/2023).

“Akademisi memaparkan pemerintah tidak dibenarkan memungut pajak di pemerintahan itu tidak ada wakil rakyat,” kata Guspardi Gaus, anggota Komisi II.

Guspardi mencontohkan DKI Jakarta memiliki wakil rakyat berupa DPRD. Namun, dalam UU IKN, lembaga perwakilan rakyat semacam itu tidak ada.

“Oleh karena itu, saya mempertanyakan ini,” kata Guspardi.

Padahal, menurut Guspardi, revisi UU IKN antara lain bertujuan untuk menarik investor sebanyak mungkin. Jika investor sudah masuk, dia memastikan akan terkumpul dana dalam jumlah besar.

“Rugilah negara, rugilah rakyat, jika investor berdatangan, tetapi kita tidak bisa memungut pajak,” ujar Guspardi.

Revisi UU IKN, lanjut Guspardi, bertujuan untuk memperkuat IKN. Oleh karena itu, dia mempertanyakan solusi dan terobosan hukum yang mungkin diambil untuk mengatasi masalah tersebut.

“Ini belum dijawab. Saya minta kalau bisa ada jawaban pasti, paling tidak ada terobosan hukum bahwa negara dibenarkan pungut pajak aalaupun wakil rakyat tidak ada atau solusi-solusi lain,” kata Guspardi.

Bentuk pemerintahan di IKN Nusantara disebut adalah pemerintahan khusus dengan tata kelola yang berbeda dengan bentuk pemerintahan administratif di daerah lain.

Deputi Pengendalian Pembangunan Badan Otorita Ibu Kota Nusantara (IKN) Thomas Umbu mengatakan Otorita IKN akan menjalankan peran pemerintah daerah khusus layaknya kewenangan pemerintah daerah pada umumnya. “Namun dengan kriteria kekhususan tertentu,” kata Thomas  seperti dikutip Antara. (bl)

Pemerintah Sepakati Defisit APBN 2024 Rp 522,82 Triliun

IKPI, Jakarta: Pemerintah dan Panitia Kerja (Panja) Asumsi Dasar, Pendapatan, Defisit, dan Pembiayaan menyepakati arsitektur APBN 2024 didesain ekspansif, terarah dan terukur.

Hal ini untuk mempercepat transformasi ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan dengan tetap mendorong pembiayaan yang inovatif, prudent dan berkelanjutan.

“Defisit APBN 2024 disepakati sebesar Rp 522,82 triliun atau 2,29% terhadap PDB dengan perkiraan PDB nominal 2024 sebesar Rp 22.830,8 triliun,” ujar Nurul Arifin, anggota Komisi II sekaligus anggota Panitia Kerja (Panja) RUU P2 APBN 2024, dalam rapat Banggar DPR RI dan pemerintah, seperti dikutip dari CNBC Indonesia, Selasa (19/9/2023).

Defisit ini tidak berubah dari yang ditetapkan Presiden Joko Widodo dalam Buku Nota Keuangan beserta RAPBN 2024 Agustus lalu.

Sementara itu, belanja pemerintah pusat disepakati sebesar Rp 2.467,52 triliun, naik dari RAPBN 2024 sebesar Rp 2.446,54 triliuun.

Lebih lanjut, Nurul Arifin mengungkapkan penerimaan pajak 2024 dipatok Rp 2.309,85 triliun, naik dari Rp 2.307,85 triliun dan PNBP Rp 492 triliun, naik dari Rp 473,01 triliun

Pembiayaan anggaran pada tahun depan ditetapkan Rp 522,82 trilliun. Pembiayaan ini terdiri dari pembiayaan utang Rp 648,08 triliun, yakni Rp 666,44 triliun dari SBN dan Rp 18,36 dari pinjaman dalam dan luar negeri.

Catatan selanjutnya, alokasi subsidi energi tahun 2024 ditetapkan Rp 189,10 triliun. Lebih tinggi dari usulan RAPBN 2024.

Adapun rinciannya meliputi, subsidi BBM tertentu dan LPG tabung 3 Kg Rp 113,27 triliun dan subsidi listrik Rp 75,83 triliun. (bl)

DJP Jakarta Utara Berharap Hubungan Baik Dengan IKPI Terus Meningkat

IKPI, Jakarta: Plt Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kakanwil DJP) Jakarta Utara Dodik Samsu Hidayat, berharap kerja sama dan hubungan baik yang telah terjalin dengan Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Jakarta Utara bisa terus ditingkatkan.

“Ini merupakan bagian dari komitmen IKPI guna membina kepatuhan wajib pajak, khususnya di wilayah Jakarta Utara,” kata Ketua IKPI Jakarta Utara Franky Foreson dalam keterangan tertulisnya, seraya mengungkapkan pesan yang disampaikan Dodik kepada jajaran pengurus IKPI Jakarta Utara.

Sekadar informasi, jajaran pengurus IKPI Jakarta Utara memenuhi undangan audiensi dengan Dodik Samsu Hidayat di lantai 15 Gedung Altira, Kantor Wilayah DJP Jakarta Utara.

Menurut Franky, dalam pertemuan itu Dodik juga menyampaikan rasa terima kasihnya kepada jajaran pengurus IKPI Jakarta Utara yang telah membantu memberikan edukasi wajib pajak, serta konsisten melakukan sosialisasi aturan perpajakan.

Dalam pertemuan ini kata Franky, hadir juga beberapa Kepala Bidang di Kanwil DJP Jakarta Utara. “Kami menyambut baik audiensi ini untuk mempererat silaturahmi dengan Kanwil DJP Jakarta Utara, dan memperkenalkan jajaran pengurus IKPI Jakarta Utara yang hadir,” katanya.

Menurut Franky, pernyataan senada juga disampaikan Kepala Bidang P2Humas Kanwil DJP Jakarta Utara Hendriyan. Dia berharap IKPI Jakarta Utara bisa terus menjadi mitra strategis mereka dalam meningkatkan kepatuhan wajib pajak, baik orang pribadi maupun badan usaha. (bl)

 

 

IKPI Sebut Sudah Saatnya Konsultan dan Wajib Pajak Dilindungi UU

IKPI, Jakarta: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) kembali fokus untuk mengangkat Undang-Undang Konsultan Pajak (RUU KP) sebagai isu sentral di sektor perpajakan. Kebijakan itu nantinya diyakini sebagai payung hukum kuat untuk melindungi hak wajib pajak dan konsultan pajak.

Sebagai asosiasi konsultan pajak terbesar dan tertua di Indonesia, IKPI terus memperjuangkan lahirnya UU tersebut. Dengan jumlah anggota yang sedikitnya mencapai 6.700 orang, mereka akan kembali menggaungkan pentingnya keberadaan UU KP ke berbagai kalangan di seluruh Indonesia.

Ketua IKPI Manado Yuli Rawun menyatakan, mereka sudah sangat lama menantikan lahirnya UU KP. “Beberapa tahun lalu RUU Konsultan Pajak pernah masuk dalam rencana Prolegnas DPR, tetapi kemudian menguap dan tidak ada kabarnya hingga saat ini. Sudah saatnya wajib pajak dan konsultan pajak dilindungi undang-undang,” kata Yuli melalui keterangan tertulisnya, Senin (18/9/2023).

Oleh karenanya, selaku Ketua IKPI Manado, Yuli bersama seluruh jajaran pengurus dan anggotanya menyatakan setuju dan mendukung rencana Ketua Umum IKPI Ruston Tambunan dan jajaran pengurus pusat untuk membentuk Tim Task Force RUU Konsultan Pajak.

“Kami berharap tim ini bisa bergerak cepat, dan bisa menggolkan RUU Konsultan Pajak kembali masuk dalam rencana Prolegnas DPR 2024,” ujarnya.

Menurut Yuli, keberadaan UU KP sudah sangat mendesak. Karena sebagaimana diketahui bersama, bahwa untuk organisasi profesi lain yang ada di Indonesia, mereka telah memiliki UU untuk profesinya masing seperti akuntan, advokat dan lainnya.

Sedangkan IKPI kata dia, organisasi kelas dunia yang sudah berdiri sejak 27 Agustus 1965 ini, sampai sekarang belum memiliki UU. Padahal, UU KP mengatur perlindungan bagi wajib pajak sebagai pengguna jasa, serta penguatan atas kedudukan profesi konsultan pajak, baik dari sisi hak maupun kewajibannya.

“Kami dari IKPI memberikan semangat, doa dan support bagi Tim Task Force untuk segala yang direncanakan oleh tim ini bisa berjalan dengan lancar, aman dan sukses,” ujarnya.

Selain itu, Yuli juga mengungkapkan bahwa pihaknya juga selalu mendukung reformasi perpajakan yang kini tengah dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan bersinergi bersama-sama dengan Kanwil DJP Suluttenggomalut serta KPP Pratama Manado untuk menyosialisasikan kepada masyarakat dalam hal kewajiban perpajakan yang harus diketahui oleh semua wajib pajak baik orang pribadi maupun badan usaha yang ada di wilayah Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Gorontalo dan Maluku Utara.

“Karena IKPI adalah mitra kerja dari DJP untuk membangun bangsa dan negara Indonesia tercinta ini,” katanya.

Menurutnya, ada tiga hal mengapa UU Konsultan Pajak sangat dibutuhkan keberadaannya. Pertama, wajib pajak (WP) belum cukup mendapat perlindungan yang memadai.

Seperti halnya profesi lainnya yang sudah dilindungi dengan undang-undang, WP juga perlu dilindungi dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Banyak WP yang dirugikan karena ulah oknum konsultan pajak yang tidak jelas sertifikasinya.

Dengan adanya UU KP dapat melindungi wajib pajak misalnya dari praktik para ‘konsultan pajak gelap’ yang sangat sulit dilakukan pengawasan dan penindakan oleh pemerintah.

Kedua, UU Konsultan Pajak bisa membuat prinsip kesetaraan terealisasi sesuai pokok pemikirannya. Dengan terwujudnya kesetaraan, bisa menunjukkan konsistensi pemerintah dalam hal keadilan kepada masyarakat dan kepastian hukum bagi investor.

Untuk menjaga keseimbangan antara kepentingan pembayar pajak dan pemerintah di bidang perpajakan sangat penting, maka diperlukan Undang-Undang tentang Konsultan Pajak

Ketiga, meningkatkan persepsi investor asing terhadap konsistensi pemerintah dalam kemudahan berusaha. Konsultan pajak merupakan salah satu profesi yang sangat berkaitan dengan dunia usaha. Di kancah internasional IKPI sudah diakui lembaga internasional sekaliber (Asian Oceania Tax Consultants Association (AOTCA).

“Sangat ironis bila pihak internasional sudah mengakui asosiasi profesi yang merupakan bagian dari dunia usaha tetapi pihak eksekutif dan legislatif di negeri ini belum mengakuinya pada level undang-undang,” ujarnya. (bl)

Hakim Tipikor Tolak Eksepsi Rafael Alun di Kasus Gratifikasi

IKPI, Jakarta: Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat menolak eksepsi atau nota keberatan terdakwa eks Pejabat Ditjen Pajak Kementerian Keuangan Rafael Alun Trisambodo dalam kasus gratifikasi sebesar Rp16,6 miliar terkait perpajakan.

“Mengadili, menyatakan keberatan penasihat hukum terdakwa tidak dapat diterima,” kata Hakim Ketua Suparman Nyompa saat membacakan putusan sela di PN Jakpus, Jakarta, seperti dikutip dari CNN Indonesia, Senin (18/9/2023).

Hakim menginstruksikan jaksa penuntut umum (JPU) untuk tetap melanjutkan pembuktian terkait perkara tersebut.

“Memerintahkan pemeriksaan perkara ini perkara No.75/Pid.Sus-Tipikor/2023 PN Jakpus tetap dilanjutkan,” ujar Suparman.

Sidang selanjutnya dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi akan digelar pada Senin (25/9) pekan depan. Rencananya, sidang akan digelar dua kali dalam sepekan yakni pada Senin dan Rabu.

Sebelumnya, Rafael bersama istrinya Ernie Meike Torondek didakwa menerima gratifikasi sebesar Rp16,6 miliar terkait perpajakan.

Ernie adalah komisaris dan pemegang saham PT. Cubes Consulting, PT Bukit Hijau Asri dan PT Artha Mega Ekadhana (ARME).

“Terdakwa bersama-sama dengan Ernie Meike Torondek secara bertahap sejak tanggal 15 Mei 2002 sampai dengan bulan Maret 2013 telah menerima gratifikasi berupa uang seluruhnya sejumlah Rp16.644.806.137,” ujar jaksa KPK Wawan Yunarwanto saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (30/8).

Jumlah Gratifikasi senilai Rp16,6 miliar tersebut diduga diterima Rafael bersama istri melalui sejumlah perusahaan seperti PT ARME, PT Cubes Consulting, PT Cahaya Kalbar, dan PT Krisna Bali International Cargo. Hal itu turut terkait dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban atau tugas Rafael.

Tindakan Rafael tersebut bertentangan dengan Pasal 5 angka 4 dan 6 UU 28/1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, dan Pasal 1 angka 25 UU 16/2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan menjadi Undang-undang.

Dalam kasus ini Rafael pun didakwa melanggar Pasal 12 B Jo Pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) I Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat 1 KUHP. (bl)

Sebanyak 132 Pasar di DKI Dapat Diskon Pajak 50 Persen

IKPI, Jakarta: Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono memberikan keringanan pajak kepada pasar-pasar naungan Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Pasar Jaya. Total ada 132 pasar yang mendapatkan diskon pajak sebesar 50 persen.

Ketentuan ini termaktub dalam Keputusan Gubernur DKI Nomor 555 Tahun 2023 tentang Pemberian Keringanan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan Tahun Pajak 2022 dan Tahun Pajak 2023 atas Wajib Pajak Perusahaan Umum Daerah Pasar Jaya.

“Memberikan keringanan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan Tahun Pajak 2022 dan Tahun Pajak 2023 atas wajib pajak dan objek pajak sebesar 50 persen dari pokok Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan yang harus dibayar,” demikian bunyi diktum kesatu Kepgub tersebut, seperti dikutip dari Tempo.co, Senin (18/9/2023).

Dalam lampiran Kepgub tercatat nilai PBB-P2 2022 yang harus dibayar 132 pasar mencapai Rp 55,57 miliar. Setelah didiskon, nilai pajak menurun menjadi Rp 27,78 miliar.

Pasar Tanah Abang termasuk dalam objek pajak yang memperoleh keringanan ini. Pasalnya, sejumlah pedagang Pasar Tanah Abang belakangan ini mengeluhkan sepinya pembeli yang berimbas pada penurunan pemasukan.

Berikut rincian Pasar Tanah Abang yang mendapatkan diskon pajak 2022:

– Pasar Tanah Abang Blok G dari Rp 574,01 juta menjadi Rp 287 juta

– Pasar Tanah Abang Bukit dari Rp 292,18 juta menjadi Rp 146,09 juta

– Pasar Tanah Abang Blok F dari Rp 3,04 miliar menjadi Rp 1,52 miliar

– Pasar Tanah Abang Blok A dari Rp 3,94 miliar menjadi Rp 1,97 miliar

– Pasar Tanah Abang Blok B dari 5,07 miliar menjadi Rp 2,53 miliar

Sementara itu, PBB-P2 2023 yang harus dibayar 132 pasar dari semula Rp 59,05 miliar menjadi Rp 29,52 miliar. Pasar Tanah Abang juga termasuk dalam 132 pasar tersebut dengan rincian yang sama seperti nilai PBB-P2 2022.

Keringanan pajak ini jatuh tempo pada 30 September 2023. Heru pun menghapus sanksi administrasi berupa bunga atas keterlambatan pembayaran pajak 2022 dan 2023. Jika objek pajak tak kunjung membayar PBB-P2 yang sudah didiskon, maka ketentuan keringanan pajak dibatalkan.

“Tidak diberikan keringanan 50 persen dan dikenakan sanksi administrasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” begitu bunyi diktum keempat.

Keputusan ini didasari atas dua pertimbangan. Pertama, Perumda Pasar Jaya telah mengajukan permohonan kepada Heru perihal pengajuan kembali permohonan pengurangan tarif PBB dan penghapusan piutang PBB pedagang di pasar-pasar milik BUMD DKI itu.

Direktur Utama Pasar Jaya mengajukan surat permohonan nomor 1336/1.713/2023 pada 24 Maret 2023. Heru Budi merespons permohonan tersebut dengan menerbitkan Kepgub 555/2023 pada 15 Agustus 2023.

Pertimbangan kedua adalah gubernur dapat memberikan keringanan pajak maksimal 50 persen dari dasar pengenaan pajak atau pokok pajak berdasarkan pertimbangan atau keadaan tertentu. Ketentuan ini diatur dalam Pasar 43 Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2010 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah. (bl)

id_ID