Penerimaan Pajak Merosot, Sri Mulyani Optimistis APBN 2025 Tetap Jadi Penyangga Ekonomi

IKPI, Jakarta: Kementerian Keuangan melaporkan bahwa realisasi penerimaan pajak hingga 30 April 2025 mencapai Rp557,1 triliun. Angka tersebut mencatat penurunan 10,8% dibandingkan periode yang sama tahun lalu, yang mencapai Rp624,2 triliun. Meski begitu, capaian ini menunjukkan tren pemulihan dibandingkan realisasi Maret 2025 yang hanya sebesar Rp322,6 triliun.

Dengan capaian tersebut, penerimaan pajak baru mencapai 25,4% dari target tahun ini yang dipatok dalam APBN sebesar Rp2.189,3 triliun. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam paparannya menyebutkan bahwa total pendapatan negara hingga akhir April 2025 adalah Rp810,5 triliun, turun 12,4% secara tahunan dari Rp925,2 triliun tahun sebelumnya.

“Penerimaan negara, khususnya dari sektor perpajakan, memang mengalami tekanan. Namun, kita tetap melihat adanya sinyal pemulihan ekonomi yang mulai menguat,” ungkap Sri Mulyani dalam rapat paripurna DPR, Rabu (21/5/2025).

Secara lebih rinci, penerimaan perpajakan tercatat sebesar Rp657 triliun termasuk di dalamnya penerimaan pajak sebesar Rp557,1 triliun dan kepabeanan serta cukai sebesar Rp100 triliun. Menariknya, sektor kepabeanan dan cukai justru tumbuh 4,4% dibandingkan tahun lalu yang sebesar Rp95,7 triliun.

Sementara itu, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) mengalami penurunan tajam sebesar 24,7% menjadi Rp153,3 triliun, dibandingkan dengan Rp203,6 triliun pada periode yang sama tahun sebelumnya.

Dari sisi pengeluaran, belanja negara hingga April 2025 mencapai Rp806,2 triliun terkontraksi 5,1% secara tahunan. Angka ini terdiri atas belanja pemerintah pusat sebesar Rp546,8 triliun, turun 7,6%, dan transfer ke daerah sebesar Rp259,4 triliun yang tumbuh tipis 0,7%.

Kendati demikian, APBN 2025 mencatatkan kejutan positif. Setelah tiga bulan berturut-turut defisit, kini APBN mencatatkan surplus sebesar Rp4,3 triliun per April. Bahkan, keseimbangan primer mencatatkan surplus Rp173,9 triliun, dan posisi kas negara menguat dengan SILPA sebesar Rp283,6 triliun.

“Ini menandakan APBN tetap menjadi instrumen yang efektif sebagai shock absorber. Ia menjaga stabilitas ekonomi, melindungi rakyat, dan mendukung dunia usaha dalam menghadapi tekanan global,” tegas Sri Mulyani.

Kinerja APBN yang menunjukkan ketahanan fiskal di tengah tekanan global ini menjadi sinyal positif bahwa pemerintah masih memiliki ruang gerak untuk menjalankan program prioritas nasional tanpa mengorbankan stabilitas makroekonomi. (alf)

 

Penerimaan Pajak Turun, Sri Mulyani Pede APBN Masih Tangguh

IKPI, Jakarta: Kementerian Keuangan mengungkapkan penerimaan pajak negara hingga April 2025 mencapai Rp 557,1 triliun. Angka ini baru memenuhi 25,4% dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025, sekaligus menunjukkan penurunan signifikan sebesar 10,8% dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang menyentuh Rp 624,2 triliun.

Data tersebut disampaikan langsung oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam Sidang Paripurna DPR RI saat memaparkan Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2026, Selasa (20/5/2025).

Meski tekanan penerimaan masih terasa, APBN hingga April 2025 tetap mencatatkan surplus sebesar Rp 4,3 triliun atau setara 0,02% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Surplus ini didorong oleh pendapatan negara yang mencapai Rp 810,5 triliun, sedikit lebih tinggi dibanding belanja negara yang berada di angka Rp 806,2 triliun.

“Hal ini menunjukkan bahwa di tengah masa transisi pemerintahan, APBN 2025 tetap mampu menjalankan peran strategisnya dalam mendukung program-program prioritas yang manfaatnya dirasakan langsung oleh masyarakat,” ujar Sri Mulyani di hadapan anggota dewan.

Namun demikian, pendapatan negara secara keseluruhan tetap mengalami penurunan tahunan sebesar 12,4%, dari Rp 719,9 triliun menjadi Rp 810,5 triliun.

Penurunan ini disebut sebagai cerminan dari tantangan global dan domestik yang turut menekan aktivitas ekonomi nasional.

Pemerintah menyatakan akan terus memperkuat strategi pengelolaan fiskal dan menjaga keseimbangan belanja agar tetap produktif, serta responsif terhadap dinamika perekonomian yang terus berkembang. (alf)

 

 

id_ID