Jangan Jadikan BPN Cuma “Ganti Baju”, Reformasi Fiskal Harus Menyentuh Akar Masalah

IKPI Jakarta: Wacana pembentukan Badan Penerimaan Negara (BPN) kembali mencuat ke permukaan dalam diskusi panel nasional yang diselenggarakan Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) di Jakarta Selatan. Mantan Dirjen Pajak 2000–2001, Machfud Sidik, memberi peringatan keras agar rencana tersebut tak sekadar menjadi kosmetik kelembagaan tanpa menyentuh persoalan struktural penerimaan negara.

“Saya ingin memberikan insight yang objektif. Jangan sampai BPN ini hanya sekadar rebranding, tapi tidak menjawab masalah mendasarnya,” tegas Machfud di hadapan akademisi dan praktisi perpajakan.

Machfud menekankan, persoalan penerimaan negara lebih kompleks dari sekadar institusi. Menurutnya, struktur ekonomi Indonesia yang masih bergantung pada konsumsi domestik dan kontribusi net ekspor yang minim (±3% dari PDB) merupakan hambatan utama. Sebagai perbandingan, Singapura mencatatkan net ekspor hingga 90% dari PDB.

Ia juga menyoroti rendahnya rasio pajak Indonesia yang stagnan di bawah 10%. Bahkan jika digabung dengan pajak daerah, totalnya hanya sekitar 10,3%—jauh dari standar negara-negara OECD yang umumnya berada di atas 15%.

Tak kalah penting, Machfud menyorot kebijakan tax expenditure atau insentif pajak pemerintah yang menurutnya sudah membengkak hingga 20% dari total penerimaan.

“Ini harus kita audit secara objektif. Jangan sampai insentif pajak justru jadi alat untuk melayani tekanan oligarki,” tegasnya.

SARA & BPN Tak Boleh Jadi Obat Palsu

Terkait wacana semi-autonomous revenue authority (SARA) dan pembentukan BPN, Machfud mengingatkan bahwa solusi institusional bukan jaminan perbaikan fiskal.

“Jangan terlalu dikultuskan. Banyak negara gagal karena tidak ada political will yang memadai,” ujarnya mengutip ekonom seperti Joseph Stiglitz dan Richard Bird.

Menurutnya, desain kelembagaan harus mempertimbangkan konteks Indonesia baik dari sisi politik, teknokrasi, maupun tata kelola.

Ia juga memberikan sejumlah catatan penting:

• Dukungan bersyarat terhadap pembentukan BPN: dengan syarat adanya independensi dan akuntabilitas yang kuat.

• Audit menyeluruh terhadap tax expenditure, agar tidak menjadi alat elite tertentu.

• Prioritaskan digitalisasi seperti Cortex sebelum mengganti lembaga.

• Fokus pada kualitas belanja negara, terutama di wilayah timur Indonesia, bukan semata mengejar angka penerimaan. (bl)

id_ID