PER-11/2025: PKP Bisa Koreksi Kesalahan Faktur Pajak dengan Mekanisme Baru

IKPI, Jakarta: Pengusaha Kena Pajak (PKP) kini memiliki kepastian hukum lebih jelas ketika melakukan koreksi terhadap kesalahan dalam penerbitan Faktur Pajak. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melalui Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-11/PJ/2025 menetapkan mekanisme baru yang mempertegas dua opsi yang bisa dilakukan PKP: penerbitan Faktur Pajak Pengganti atau pembatalan Faktur Pajak.

Langkah ini menjadi angin segar bagi pelaku usaha, terutama mereka yang kerap dihadapkan pada dinamika transaksi yang kompleks. Lantas, seperti apa aturan mainnya?

Koreksi Lewat Faktur Pajak Pengganti

Faktur Pajak Pengganti dapat diterbitkan apabila terjadi kesalahan pengisian atau penulisan faktur—selain kesalahan identitas pembeli Barang Kena Pajak (BKP) atau penerima Jasa Kena Pajak (JKP). Penggantiannya hanya bisa dilakukan jika Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPN tempat faktur awal dilaporkan masih bisa diperbaiki.

Meskipun diganti, Nomor Seri Faktur Pajak (NSFP) tetap menggunakan nomor yang sama dengan faktur awal. Tanggal faktur baru mengacu pada tanggal saat faktur pengganti dibuat.

Menariknya, bila sebelumnya sudah ada nota retur atau pembatalan, maka Faktur Pajak Pengganti wajib memperhitungkan dokumen tersebut. Dan jika PKP tetap memilih mengganti faktur meskipun retur sudah dilakukan, maka retur dianggap tidak pernah terjadi—dengan catatan, pembetulan SPT tetap wajib dilakukan.

Contoh Praktis:

  1.  11 April 2025: PT ABC menjual 1.000 buku seharga Rp10.000 per unit. Total DPP: Rp10 juta, PPN: Rp1,2 juta.
  2. 16 Mei 2025: Terjadi pengembalian sebagian barang, senilai DPP Rp1 juta dan PPN Rp120 ribu.
  3. Di hari yang sama, ditemukan kesalahan ukuran dalam faktur awal. Maka diterbitkan Faktur Pajak Pengganti, dengan nilai DPP yang disesuaikan menjadi Rp9 juta dan PPN Rp1,08 juta, sambil memperhitungkan nota retur yang telah dibuat.

Ketentuan Pembatalan Faktur Pajak

Sementara itu, pembatalan Faktur Pajak berlaku dalam situasi yang berbeda. Misalnya, jika transaksi batal secara keseluruhan, atau faktur dibuat atas barang atau jasa yang seharusnya tidak dikenakan PPN. Kesalahan identitas pembeli juga menjadi dasar sah untuk melakukan pembatalan.

Pembatalan hanya bisa dilakukan selama SPT Masa PPN tempat faktur awal dilaporkan masih bisa diperbaiki. Bukti kuat seperti surat pembatalan kontrak atau dokumen serupa harus dilampirkan.

Bila faktur yang dibatalkan belum dilaporkan dalam SPT, maka cukup dibatalkan secara administratif tanpa perlu dilaporkan. Namun jika sudah terlanjur dilaporkan, PKP wajib mengajukan pembetulan SPT.

Dengan terbitnya PER-11/2025, DJP menegaskan pentingnya ketepatan dalam memilih antara penggantian dan pembatalan Faktur Pajak. Keduanya memiliki konsekuensi pelaporan yang berbeda, dan kesalahan prosedur bisa berdampak pada kepatuhan perpajakan PKP.

Para PKP diimbau untuk memahami secara mendalam isi regulasi ini guna menghindari kesalahan administratif yang bisa berujung pada sanksi. Bagi yang masih ragu, konsultasi ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) terdekat atau melalui saluran resmi DJP sangat dianjurkan. (alf)

 

id_ID