Peraih Nobel Ekonomi Desak Crazy Rich Bayar Pajak 70 Persen

IKPI, Jakarta: Peraih Nobel Ekonomi, Joseph Stigliz mendesak agar orang-orang super kaya atau crazy rich di dunia dikenakan pajak hingga 70 persen. Ini diperlukan untuk mempersempit jurang ketimpangan antara orang kaya dan miskin.

Seperti dikutip dari  Suara.com, Stiglitz, yang meraih Nobel Ekonomi 2001 dan merupakan salah satu pelopor gagasan globalisasi serta ketimpangan ekonomi, mengatakan pajak 70 persen untuk orang kaya sangat masuk akal.

“Jika dipajaki lebih tinggi, orang-orang kaya mungkin akan bekerja lebih sedikit. Tetapi di sisi lain, masyarakat kita akan diuntungkan karena menjadi lebih egaliter dan kohesif,” terang mantan ekonom Bank Dunia yang kin berusia 79 tahun tersebut.

Di Indonesia mulai 2022 berlaku Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, yang mewajibkan para crazy rich – yang memiliki pendapatan di atas 5 miliar – membayar pajak penghasilan sebesar 35 persen, naik dari sebelumnya 30 persen.

Stiglitz, yang berbicara dalam sebuah podcast LSM Oxfam, mengatakan pandemi Covid-19 telah membuat ketimpangan kesejahteraan semakin besar.

Sialnya di tengah krisis ini, ketika banyak orang berjuang keras untuk mengakses kebutuhan dasar, para crazy rich hidup semakin mewah dengan pendapatan yang semakin meningkat.

Studi Oxfam yang dirilis pada Januari ini menunjukkan bahwa 66 persen aliran kekayaan yang terkumpul sejak awal pandemi Covid-19 terpusat pada 1 persen orang paling kaya di dunia. Sementara 99 persen manusia di dunia, hanya menikmati sisanya.

Oxfam mengatakan bahwa menaikan pajak untuk orang terkaya di dunia sebesar 5 persen saja sudah bisa menghasilkan 1,7 triliun dolar AS per tahun. Jumlah ini cukup untuk membebaskan 2 miliar orang di dunia dari kemisikinan.

Pada pekan lalu sekitar 200 crazy rich dunia mendesak negara-negara di dunia untuk menaikkan pajak untuk orang-orang super kaya di dunia untuk mempersempit gap antara orang kaya dan miskin.

Termasuk di antara 200 crazy rich tersebut adalah pewaris Disney, Abigail Disney dan aktor Mark Ruffalo. (bl)

Sri Mulyani: Dana Bansos Dikumpulkan dari Pajak Orang Kaya

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meninjau program penanganan kemiskinan terpadu di Kabupaten Malang, Jawa Timur, Jumat (20/1/2023) bersama Menteri Sosial Tri Rismaharini. Pada kesempatan itu dia berinteraksi dengan para penerima bantuan sosial.

Seperti dikutip dari CNBC Indonesia, salah satu orang yang menerima bantuan sosial itu adalah seorang kakek yang telah memiliki 15 cucu bernama Suwondo. Dia mendapatkan bantuan berupa satu unit motor roda tiga niaga seharga Rp 36,5 juta. Sri Mulyani pun sempat menanyakan ke Suwondo bantuan ini dari siapa.

Pertanyaan itu Sri Mulyani lontarkan karena mengetahui Suwondo selama ini harus menggunakan sepeda untuk berbelanja memenuhi pasokan usaha warung kelontongnya di rumah. Suwondo harus bersepeda sekitar 2,5 km ke Pasar Pujon dari rumahnya.

Namun dengan adanya bantuan ini, ia bisa langsung berbelanja bahan jualan tanpa harus bolak-balik menggunakan sepeda lagi ke pasar. Motor yang diberikan pun terlihat bisa langsung digunakan sebagai alat transportasi berjualan keliling.

“Jadi ini dibantu banget ini alhamdulillah, siapa yang bantu?” tanya Sri Mulyani ke Suwondo.

Mendengar pertanyaan itu Suwondo mengaku tidak tahu dari mana asal bantuan itu. Sri Mulyani lalu menjelaskan bahwa bantuan ini berasal dari program yang diinisiasi Menteri Sosial Tri Rismaharini dengan memanfaatkan uang dari APBN yang dikumpulkan dari pajak orang kaya.

“Enggak tahu? ini loh Bu Menteri Sosial. Itu uangnya dari negara tapi ya, dari pajaknya orang-orang kaya, kita ambil, terus untuk bapak,” ucap Sri Mulyani.

Suwondo mengaku senang mendapat bantuan ini dari pemerintah. Sri Mulyani pun menitip pesan kepada Suwondo supaya motor ini terus dimanfaatkan dan dijaga sehingga dapat menggerakkan roda perekonomian keluarganya.

Diketahui, dia memiliki satu istri dan empat orang anak. Terdiri dari dua anak kandung yang ia asuh dan dua anak angkat. Keempat anaknya sudah menikah seluruhnya dan masing-masing juga sudah memiliki anak dengan total 15 anak.

“Ini motor roda tiga, warung kelontong, moga-moga bisa menambah rejeki bapak ya, kalau punya rejeki dibagi ke cucu-cucunya, banyak tadi 15 loh pak,” ujar Sri Mulyani. (bl)

 

DJP Catat 1.119 Orang Indonesia Berpenghasilan Rp 5 Miliar per Tahun

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mencatat ada 1.119 orang berpenghasilan di atas Rp5 miliar per tahun. Hal tersebut menjadi pemantik tarif pajak baru untuk golongan super kaya sebesar 35 persen.

Perubahan bracket penghasilan kena pajak ini sejalan dengan dirilisnya UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Sebelumnya, tarif pajak paling tinggi adalah 30 persen untuk penghasilan di atas Rp500 juta per tahun.

“Adanya tambahan tarif PPh ini diyakini akan meningkatkan penerimaan PPh secara signifikan. Hal ini dikarenakan berdasarkan data Direktorat Jenderal Pajak 2022, mereka yang berpenghasilan di atas Rp5 miliar setahun berjumlah sekitar 1.119 orang,” seperti dikutip CNN Indonesia dari akun Twitter resmi DJP Kemenkeu, Kamis (5/1/2023).

Dilihat dari struktur penerimaan pajak, DJP mencatat kontribusi pajak orang pribadi (OP) masih sangat kecil. Untuk PPh OP karyawan sebesar 24 persen dan PPh OP usahawan sebesar 2 persen.

DJP mengatakan tarif PPh orang pribadi Indonesia selama ini cukup moderat, bahkan tergolong rendah ketimbang negara-negara ASEAN. Filipina, Thailand, dan Vietnam sudah lebih dulu menetapkan tarif PPh orang pribadi sebesar 35 persen untuk golongan super kaya.

“Pemerintah Indonesia berkeyakinan bahwa peningkatan tarif pajak orang super kaya ini diharapkan dapat mengikis ketimpangan sosial dengan mengedepankan asas ability to pay. Sistem pajak dikatakan adil apabila setiap orang membayar pajak sesuai dengan kemampuannya,” lanjut DJP.

Namun, ada tantangan pengenaan pajak sektor orang pribadi berpenghasilan besar ini karena sektor ini menyajikan administrasi pajak dengan risiko kepatuhan yang substansial.

Beberapa risiko yang akan muncul, antara lain berasal dari kompleksitas urusan keuangan sang crazy rich, besarnya potensi pendapatan, dan kecenderungan mereka merencanakan pajak yang agresif untuk meminimalkan pembayaran pajak.

“Maka kenaikan tarif pajak orang pribadi ini bukan sebuah jalan pintas untuk meraup pendapatan dari pajak, tetapi jalan panjang yang dirintis DJP untuk menciptakan keadilan dan meningkatkan kepercayaan masyarakat luas,” tandas DJP.

Tarif pajak baru dalam UU HPP yang mulai berlaku sejak awal tahun ini berubah dari empat menjadi lima layer. Berikut rinciannya:

1. Penghasilan sampai dengan Rp60 juta kena tarif 5 persen
2. Penghasilan di atas Rp60 juta-Rp250 kena tarif 15 persen
3. Penghasilan di atas Rp250 juta-Rp500 juta kena tarif 25 persen
4. Penghasilan di atas Rp500 juta-Rp5 miliar kena tarif 30 persen
5. Penghasilan di atas Rp5 miliar kena tarif 35 persen.

Selain itu, dalam UU HPP juga mengatur tambahan sebesar Rp4,5 juta diberikan untuk Wajib Pajak yang kawin dan masih ditambah Rp4,5 juta untuk setiap tanggungan maksimal tiga orang.(bl)

Pengamat Sebut Pajak Orang Kaya Berkontribusi Besar Bagi Penerimaan Negara

IKPI,Jakarta: Pemerintah Indonesia menerapkan pengenaan pajak untuk orang super kaya Indonesia sebesar 35 persen per tahun. Kebijakan ini berlaku untuk wajib pajak dalam negeri yang penghasilannya di atas Rp5 miliar per tahun.

Pengamat Perpajakan, Fajry Akbar menilai penarikan pajak untuk orang super kaya memiliki kontribusi yang besar bagi penerimaan negara.

Dari data Fajry, di tahun 2019 kontribusi pajak orang kaya mencapai 76,52 persen atau Rp106,50 triliun dari total penerimaan Pajak Penghasilan Orang Pribadi (PPh OP) Rp139,19 triliun. Namun penarikan pajak tersebut tarif pajaknya masih 30 persen untuk orang super kaya.

“Namun kalau kita melihat kontribusi penerimaannya, mereka yang berada pada lapisan tarif 30 persen – 35 persen berkontribusi sebesar 76,52 persen terhadap penerimaan,” kata Fajry seperti dikutip dari Merdeka.com, Jakarta, Kamis (4/1/2023).

Besarnya penghasil tersebut kata Fajry didapat dari segelintir orang. Sebab wajib pajak yang masuk dalam kategori dikenakan tarif tertinggi ini hanya sekitar 1,59 persen dari total wajib pajak orang pribadi.

“Jadi, dari sisi penerimaan mereka kontribusinya sangat besar meski dari jumlah wajib pajaknya sangat kecil,” kata Fajry.

Adapun dari sisi profesi, yang mungkin bisa memiliki penghasilan Rp5 miliar per tahun ini kalangan eksekutif. Mulai dari CEO, pengusaha besar, selebgram, youtuber dan sebagainya. Termasuk juga pekerja seni yang memiliki penghasilan dari karya atau bisnis yang dijalani.

“Kira-kira seperti CEO, Pengusaha besar, Selebgram, YouTuber, dan sebagainya,” kata dia.

Sayangnya, tingkat kepatuhan membayar pajak orang super kaya ini masih belum optimal. Kelompok ini kalah dengan wajib pajak yang levelnya masih karyawan atau pekerja.

“Dalam konteks Indonesia, penerimaan PPh OP khususnya dari kelompok kaya belum optimal. Tax gap PPh OP juga terbilang masih tinggi,” kata Pengamat Pajak Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Bawono Kristiaji saat dihubungi merdeka.com.

Hanya saja kepatuhan wajib pajak karyawan ini dilakukan oleh pemberi kerja. Sehingga pekerja tidak perlu repot mengurusi pembayaran pajak penghasilan.

“(Jadi) secara umum tingkat kepatuhan wajib pajak orang pribadi masih belum optimal,” pungkasnya.(bl)

 

id_ID