Apindo: Tagih Komitmen Pengusaha yang Nikmati Insentif Pajak

IKPI, Jakarta: Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) meminta pemerintah menagih komitmen perusahaan-perusahaan yang menikmati insentif pajak berupa tax allowance dan tax holiday untuk merealisasikan investasi. Karena, iming-iming fasilitas pajak itu diberikan sebagai bagian strategi pemerintah untuk menggenjot aliran modal langsung.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi menyatakan sangat wajar jika pemerintah segera menagih pajak kepada para pengusaha tersebut.

“Sudah ada komitmen dari investor penerima fasilitas pajak tersebut. Seharusnya mereka segera membayarkan pajaknya,” kata Hariyadi seperti dikutip Bisnis.com Minggu (30/10/2022).

Menurutnya, pemerintah harus mengejar para penikmat fasilitas pajak tersebut. Terutama, kata Haryadi, guna menggali seputar kendala dalam hal realisasi investasi yang sudah menjadi komitmen.

Dari catat Bisnis.com, sejauh ini masih ada komitmen investasi dari penerima tax holiday dan tax allowance senilai Rp1.573,3 triliun yang masih belum dieksekusi.

Hingga kuaral III/2022, realisasi investasi dari komitmen penerima fasilitas pajak hany sekitar Rp134,7 triliun. Menurut Hariyadi, sedikitnya terdapat tiga faktor yang menjadi penghambat realisasi komitmen investasi perusahaan penerima fasilitas tax allowance dan tax holiday.

Pertama, dampak finansial yang masih dirasakan akibat Pandemi Covid-19. Kedua, lembaga pembiayaan terkait tidak komitmen dengan rencana investasi.

Ketiga, faktor internal seperti pergantian pemegang saham. Dihubungi terpisah, Wakil Ketua Umum Kadin Shinta Widjaja Kamdani mengatakan dunia usaha mendukung evaluasi terhadap efektifitas pemberian insentif investasi kepada investor dengan realitas lapangan.

Menurutnya, langkah itu merupakan bentuk good regulatory & good governance practices. “Bagaimanapun juga, insentif pajak atas investasi secara hukum diberikan agar investor menciptakan output kegiatan ekonomi tertentu,” kata Shinta.

Kendati demikian, lanjutnya, pemerintah juga harus rasional dalam melakukan evaluasi. Sebab, ada banyak alasan investor tidak bisa merealisasikan investasi sesuai komitmen atau malah sudah didaftarkan ke BKPM.

Shinta menilai terdapat alasan di luar kuasa investor, seperti sengketa legalistas lahan, atau force majeur seperti kondisi pemulihan kinerja pasca pandemi yang tidak sebaik perkiraan sebelumnya.

Menurutnya, perlu ada diskusi terbuka antara pemerintah dengan investor dalam melakukan evaluasi penerima tax incentives tersebut agar kepercayaan diri berinvestasi di Indonesia tetap terjaga. (bl)

Pengamat: Insentif Pajak di Proyek IKN Nusantara Tak Tepat

IKPI, Jakarta: Insentif pajak (tax hilday) dari pemerintah untuk menarik calon investor di proyek pembangunan Ibu Kota (IKN) Nusantara, dinilai sebagaian kalangan sebagai kebijakan tidak tepat. Sebab, sudah banyak proyek-proyek pembangunan pemerintah yang menawarkan tax holiday yang nyatanya tetap tak membuat investor tertarik untuk berinvestasi seperti di kawasan ekonomi khusus (KEK).

Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan, permasalahan yang diinginkan investor sebenarnya bukan dari diskon pajak. Mereka melihat dari segi demand (permintaan), serta jarak lokasi dengan bahan baku yang dibutuhkan.

“Contoh proyek industri, faktor segi kedekatan lokasi dengan bahan baku menjadi pertimbangan. Sedangkan IKN yang dijanjikan menjadi smart city, investor akan melihat infrastruktur dasarnya seperti internet. “Yang jadi pertimbangan justru kondisi makro ekonomi dan stuasi politik jelang pemilu,” kata Bhima di Jakarta, Senin (24/10/2022).

Bhima menuturkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak mengungkapkan semua proyek-proyek infrastruktur Proyek Startegi Nasional (PSN) memberikan imbal hasil yang sesuai. Dia mencontohkan kereta cepat Jakarta Bandung, meski itu business to business (B2B), yang orientasinya komersil, malah terjadi ada risiko kontingensi yang akhirnya negara bantu permodalan ke konsorsium BUMN.

“Jadi di situ sudah jelas juga proyek yang B2B sekalipun itu ujungnya tetap ada suntikan modal negara yang cukup besar,” tutur dia.

Selain itu, Bhima menambahkan, investor mempertimbangkan cost overrun, khususnya masalah pembebasan lahan. Pasalnya, 40 persen biaya infrastruktur itu pembebasan lahan.

Faktor suku bunga pinjaman menjadi salah satu aspek keputusan investasi yang lain. Karena investor tak hanya mengandalkan modal inti namun juga melakukan pinjaman salah satunya melalui obligasi. Jika bunganya semakin naik, beban proyek juga membesar.

Bhima menegaskan sebagian infrastruktur mendapatkan kritik karena kebutuhan barang impor tidak sedikit. “Dengan konten impor cukup besar tadi, apakah variabel kurs rupiah ini tidak membuat biaya pembangunan menjadi lebih mahal terutama untuk besi baja?,” ujarnya.

Ongkos logistik pengiriman materialnya menjadi sorotan investor karena kebanyakan bahan baku proyek IKN diperoleh dari daerah di luar Kalimantan.

“Itu juga jadi pertimbangan, pasirnya, material besi bajanya, mungkin nanti diambilnya dari Sulawesi atau Surabaya yang paling dekat. Itu kan ada ongkos2seperti itu yang harus dipertimbangkan,” kata Bhima.

Sebelumnya, untuk menarik minat para investor IKN, pemerintah bakal memberikan relaksasi atau insentif hingga kemudahan izin. Kepala Otorita IKN Bambang Susantono Dia mengatakan pihaknya sedang menyelesaikan rancangan peraturan pemerintah yang di dalamnya akan memuat relaksasi-relaksasi investasi tersebut.

id_ID